NovelToon NovelToon

My Perfect Daddy

Ayah yang sempurna

...Ini adalah season kedua dari My Baby CEO, jadi harap membaca My Baby CEO agar bisa mengerti alur ceritanya....

...Klik profil atau ketik di pencarian dengan ketik Myafa...

.

.

.

Matahari yang bersinar di pagi hari memberikan sinar yang begitu menghangatkan. Cahaya matahari pagi yang mengandung vitamin D dan baik untuk pembentukan tulang bayi itu dimanfaatkan oleh Bryan untuk berjemur.

Di samping kolam renang, dia menyiapkan tempat untuk dirinya dan baby El-putranya berjemur.

"Sempurna," ucapnya saat melihat tempat telah siap. Dia berbalik dan menaiki tangga menuju ke kamarnya.

Walaupun baby El sudah memiliki kamar sendiri, Shea belum bisa melepas si kecil untuk tidur sendiri. Bayi yang baru saja seminggu di rumah itu pun tidur di kamar kedua orang tuanya. Menaruhnya di tengah-tengah antara suaminya, Shea mendekap erat tubuh mungil itu.

Masuk ke dalam kamar dengan perlahan, Bryan melihat anaknya ternyata sudah bangun. Mata kecilnya menatap sang mommy yang masih tertidur pulas. Mengambil tubuh kecil baby El, Bryan membawanya keluar dari kamar. Dia melakukannya dengan perlahan, dan memastikan gerakannya tidak membangunkan istrinya yang baru saja tertidur.

Baby El yang semalam tidak tidur, membuat sang mommy pun tidak tidur. Maklum, memang siklus tidur bayi belum teratur. Di siang hari bayi kecil itu tidur, dan di malam hari dia berjaga. Jadi Shea dan Bryan bergantian menemani si kecil. Sebenarnya semalam Bryan tidak menemani, karena semalam Shea tidak membangunkan Bryan, dan menunggu si kecil sendiri.

Bryan menaruh si kecil di atas baby bouncer. Dia membuka baju baby El agar kulitnya terkena sinar matahari. Dengan mengunakan kaca mata, Bryan menutup mata baby El agar tidak silau dengan sinar matahari.

Kegiatan bersama anaknya, adalah hal paling menyenangkan. Sudah sejak satu minggu kepulangan baby El dari Rumah sakit, Bryan selalu menyempatkan untuk menemani anaknya berjemur. Sesuai janjinya, dia ingin menjadi ayah yang sempurna untuk anaknya.

***

Shea mengerjap, untuk mengecek keadaan si kecil. Namun, saat matanya terbuka dia tidak menemukan anaknya. "Kemana El?" gumamnya.

Dengan gerakan cepat dia menyibak selimutnya, dan bangun dari tempat tidur. Sebenarnya Shea yakin jika El bersama dengan Bryan, tetapi sebelum bertemu langsung dengan anaknya, dia tidak akan bisa tenang.

Melangkah keluar dari kamar, Shea mencari keberadaan anak dan suaminya. Dengan gerakan tangan merapikan rambutnya, dia melangkahkan menuruni anak tangga. Dugaannya tepat. Dari kejauhan dia melihat Bryan yang sedang sibuk berjemur bersama baby El.

Senyum tertarik di ujung bibir Shea melihat Bryan yang sedang asik berjemur. Tangannya sesekali membenarkan posisi anaknya, dan tampak mengemaskan. Sejak ada anaknya, Bryan benar-benar berubah.

Selama seminggu ini Bryan selalu meluangkan waktu untuk menemani anaknya berjemur. Dia seolah tidak mau kehilangan moment bersama anaknya.

"Ternyata ada penculik," sindir Shea seraya melangkah menghampiri Bryan.

Bryan menoleh dan tertawa. Dia tahu istrinya pasti kaget dan panik mendapati anaknya tidak ada. "Maaf, aku tidak tega membangunkanmu," ucap Bryan.

Shea mengangguk. Dia bersyukur Bryan sangat pengertian. Dia yang baru tidur menjelang pagi, memang merasa sangat mengantuk. "Sejak kapan berjemur?" tanya Shea seraya mengecek tubuh anaknya.

"Baru lima menit." Bryan menunjukan jam di ponselnya. Dia sengaja memasang waktu untuk berjemur, agar tidak terlalu lama berjemur. Dengan memasang waktu sepuluh menit, masih tersisa lima menit lagi.

"Kamu lucu sekali." Shea yang melihat kacamata yang dipakai anaknya merasa sangat gemas. Kacamata itu dulu memang sengaja dia beli untuk berjaga-jaga jika anaknya berjemur.

"Aku pikir untuk apa anak bayi pakai kacamata, ternyata untuk ini." Dulu Bryan pikir Shea benar-benar aneh saat merengek meminta kacamata untuk anak bayi. Walaupun sudah dijelaskan untuk anaknya di saat berjemur, Bryan masih tidak percaya. Namun, kini dia melihat sendiri jika kacamatanya memang dipakai untuk berjemur. Justru dia sendiri yang memakaikannya.

Shea hanya tersenyum mendengar ucapan suaminya. Matanya kembali fokus pada baby El yang bergerak-gerak saat di jemur. Shea benar-benar merasa bahagia melihat anak.

Sepuluh menit berlalu, akhirnya kegiatan berjemur telah selesai. Shea meminta Bryan untuk bersiap ke kantor, sedangkan dia akan mengajak baby El untuk masuk.

***

"Wah anak Daddy sudah wangi," ucap Bryan seraya mencium lembut kulit si kecil yang sedang asik di atas tempat tidur. Aroma kulit bayi begitu membuat Bryan senang sekali menciumi anaknya. Rasanya dia punya candu baru selain bibir manis milik Shea.

"Sudah, cepat bersiap!" Shea yang melihat suaminya belum rapi pun, akhirnya menegur.

"Pakaikan!" Bryan menyerahkan dasi pada Shea.

"Selalu saja, apa kamu tidak bisa memakai sendiri," gerutu Shea, tetapi dengan menampilkan senyuman di wajahnya. Tangannya meraih dasi yang diberikan oleh Bryan.

"Untuk apa aku memakai sendiri jika ada dirimu," ucap Bryan seraya mendaratkan ciuman bertubi-tubi di pipi Shea.

"Bisakah kamu diam!" Shea mendorong lembut Bryan yang tidak bisa diam saat Shea memakaikan dasi.

"Sayang, coba kamu lihat mommy galak sekali, Daddy menciummu saja, kamu tidak protes," ucap Bryan pada anaknya.

Satu pukulan mendarat di lengan Bryan. "Bagaimana dia bisa protes jika dia belum bisa bicara?" Shea kesal mendengar celotehan Bryan yang aneh.

Bryan langsung tertawa, saat menyadari jika anaknya belum bisa bicara. "Apa nanti setelah dia bisa bicara dia akan protes seperti dirimu?"

Shea menaikan bahunya, tanda tidak tahu.

"Rasanya aku tidak sabar menantinya berisik seperti dirimu." Bryan yang membayangkan bagaimana anaknya tubuh sudah tidak sabar.

Shea melirik malas saat Bryan mengatai dirinya berisik. "Siapa yang berisik," jawabnya.

"Kamu," jawab Bryan seraya mengecup pipi Shea. Bagi Bryan Shea selalu mengemaskan, dan hampir sama menggemaskannya dengan anaknya.

"Nikmati setiap momennya, karena kesempatan berharga itu tidak akan terulang," ucap Shea. Tangannya sudah rapi memakaikan dasi di kerah kemeja Bryan.

"Iya, aku tidak akan melepaskan setiap kesempatan berharga melihat perkembangannya." Mata Bryan beralih pada bayi kecil yang sedang asik di atas tempat tidur. Bayi yang mungkin sekarang usianya belum bisa dihitung. Karena jika dihitung dari dalam kandungan, baby El masih usia tiga puluh delapan.

Shea mengendong baby El menuju ke meja makan. Dia menemani Bryan sarapan sebelum suaminya itu berangkat.

***

Dengan mengendong anaknya, Shea mengantarkan Bryan sampai ke depan pintu utama.

"Aku akan pulang malam, jadi tidak perlu menungguku untuk makan malam." Sebelum berangkat Bryan memberitahu pada Shea. Pekerjaan yang sudah mulai banyak memang mengharuskannya sedikit lembur.

Shea mengangguk. Dia tahu jika seminggu semenjak baby El pulang, suaminya sudah mulai disibukkan dengan banyaknya pekerjaan. Setelah seminggu Bryan selalu pulang lebih awal karena ingin segera bertemu anaknya, kali ini suaminya harus rela lembur dan pulang larut malam.

"Aku berangkat dulu." Satu kecupan mendarat di dahi Shea. Tidak lupa Bryan pun mendaratkan satu kecupan juga pada jagoan kecilnya. Bryan masuk ke dalam mobilnya, dan melajukan mobilnya menuju ke kantornya.

Shea yang melihat mobil suaminya sudah jauh dari jangkauan, memilih untuk masuk. Namun, baru saja dia berbalik suara Selly memanggilnya.

Menoleh, Shea mendapati Selly yang baru saja turun dari mobil. Wanita hamil satu itu memang setiap hari di rumah Shea. Dia selalu menamani Shea menjaga baby El. Selain Bryan dan Shea yang begitu gemas dengan baby El, Selly adalah orang ketiga yang juga gemas dan selalu merindukan baby El.

Shea tidak pernah keberatan dengan kedatangan kakak iparnya. Karena dengan melihat baby El, ketakutan akan melahirkan yang dirasa kakak iparnya itu sedikit berkurang.

"Bryan sudah berangkat?" tanya Selly.

"Sudah," jawab Shea, "ayo masuk!" ajaknya.

Bersama-sama, Shea dan Selly masuk ke dalam rumah.

.

.

.

.

.

...Jangan lupa like, koment, dan vote...

...Dapatkan info update...

...IG: Myafa16...

Sampai kapan aku menunggu?

Shea dan Selly yang masuk ke dalam rumah, langsung menuju ke kamar bayi. Kamar bayi dengan dekor dinominasi warna biru itu terlihat sangat teduh. Wallpaper dengan gambar mobil pun juga menghiasi bagian bawah dinding, dan menandakan jika pemiliknya adalah seorang bayi laki-laki.

Sehari setelah kepulangan baby El, Bryan langsung dengan cekatan meminta orang untuk mendekor kamar bayi agar sesuai dengan anak laki-lakinya. Karena memang Bryan dan Shea sengaja menunggu anak mereka lahir terlebih dahulu.

Sampai di kamar bayi, Shea menyusui si kecil terlebih dahulu, karena dari tadi bayi kecil itu tampak mengendus-endus, mencari sumber air susu. Dengan rakus baby El minum air susu langsung dari mommy-nya, dan mengisi perutnya yang mungkin sudah begitu terasa lapar.

"Kamu rakus sekali," ucap Selly yang gemas melihat pria kecil itu menyusu.

"Iya, mungkin karena dia anak laki-laki jadi kuat sekali minum." Shea tertawa kecil saat menceritakan bagaimana jagoan kecilnya itu minum. Shea pun terkadang dibuat heran dengan anaknya yang memang kuat sekali minum.

"Untung hanya satu, jika kamu memiliki bayi kembar dua, aku rasa badanmu akan kurus!" Selly pun tertawa meledek Shea.

"Tidak sampai kurus, Kak, tapi seketika aku akan pingsan." Shea pun membalas ucapan Selly. Namun, seketika tawa mereka langsung terhenti saat melihat ternyata baby El sudah tertidur.

Saat memastikan jagoan kecilnya tidur, Shea berdiri dan menuju ke box bayi. Dengan perlahan dia membaringkan tubuh kecil itu di atas tempat tidur. Dia melakukan dengan hati-hati agar si kecil tidak terbangun.

"Kakak, sudah periksa lagi?" tanya Shea yang kembali duduk di sofa tepat di samping Selly.

"Besok aku akan memeriksakan kandungan." Selly sudah tidak sabar untuk menanti besok. Bagaimana tidak, sudah memasuki tiga puluh delapan minggu, tapi dia belum merasakan apapun. Padahal saat kelas ibu hamil sudah banyak dengan mendengar tanda-tanda melahirkan. Namun, sayangnya tidak ada satu tanda-tanda yang Selly rasakan.

Sampai kapan aku menunggu? Mata Selly melihat ke arah perutnya.

Dari raut wajah kakak iparnya, Shea menangkap wajah cemas dari Selly. "Kakak baik-baik saja?" tanya Shea.

"Iya, hanya takut saja."

"Aku sudah jelaskan berkali-kali, jangan cemas dan jangan takut." Sebagai wanita hamil, kecemasan itu memang biasa, dan Shea memahami perasaan kakak iparnya

"Iya." Selly tersenyum dan menenangkan adik iparnya.

Mereka berdua pun saling bercerita seraya menunggu baby El yang asik tertidur. Saat mereka sedang asik bercerita, pintu kamar bayi terbuka. Dari balik pintu, sang mama-Melisa terlihat mengintip.

"Mama," panggil Shea.

"Apa cucu mama tidur?" tanya Melisa seraya melebarkan pintu. Dia melangkah masuk ke dalam kamar. Tempat pertama yang ditujunya adalah box bayi. Dia ingin mengecek seperti apa cucunya tertidur.

"Iya, baru saja, Ma," jelas Shea.

"Mama dengan siapa kemari?" Selly yang melihat mamanya sendiri pun bertanya.

"Dengan papa, tapi papa sedang dibawah." Melisa menjelaskan pada Selly. Matanya beralih pada Shea. "Mama buatkan kamu masakan," ucapnya memberitahu.

Shea merasa sangat senang. Sejak di rumah sakit sampai sudah di rumah, mertuanya itu tak pernah absen membuatkan masakan. Hingga terkadang Shea meminta asisten rumah tangganya untuk menunggu mertuanya terlebih dahulu saat akan memasak, karena dia merasa sangat sayang jika harus membuang-buang makanan.

Terbiasa hidup biasa-biasa saja, Shea tidak suka membuang-buang makanan. Dia selalu mengingat pesan kedua orang tuanya untuk sewajarnya saja hidup dan jangan berlebihan, karena di luar sana masih banyak orang yang membutuhkan. Ayahnya selalu menjelaskan, jika kamu tidak bisa memberi maka jangan kamu membuang-buang.

"Terima kasih, Ma," ucap Shea tersenyum.

"Mama juga membuatkan untuk Bryan," imbuh Melisa

"Mama masak untuk Bryan?" tanya Shea memastikan.

"Iya, biar dia tidak merasa anak tiri," jawab Selly sebelum Shea menjawab.

Shea tersenyum saat mendengar ucapan kakak iparnya. Bryan memang selalu menggerutu jika sebenarnya anak mamanya itu adalah Shea, bukan dirinya. Dia berkata seperti itu karena mamanya lebih menyayangi Shea dari pada Bryan. Shea tidak pernah tersinggung dengan ucapan suaminya itu. Karena dia tahu, ucapan Bryan itu hanya candaan saja.

"Semua anak mama, tidak ada anak tiri." Melisa melirik tajam pada Selly.

"Kalau begitu Selly juga dapat masakan?" Pertanyaan menggoda itu Selly tujukan pada mamanya.

Melisa hanya melirik malas mendengar pertanyaan putrinya.

"Iya-iya." Selly tertawa. Padahal dia sudah tahu jika mamanya juga memasak untuknya, tapi rasanya Selly lebih senang menggoda mamanya.

Melihat aksi kakak iparnya yang menggoda mertuanya, Shea pun ikut tertawa. Menjadi bagian dari keluarga Adion, membuatnya mendapatkan dua wanita hebat sekaligus. Mertua yang begitu menyayanginya dan kakak ipar yang sudah seperti sahabat sendiri.

***

"Apa Shea sudah tidur, Bi?" tanya Bryan pada asisten rumah tangga yang baru saja membukakan pintu untuknya.

"Sepertinya sudah, Pak, setelah makan malam, Bu Shea masuk ke dalam kamar."

"Baiklah, terimakasih." Bryan masuk ke dalam rumah. Menaiki anak tangga, tangannya meraih dasi yang melingkar di kerah kemeja dan melonggarkannya. Rasanya dia lelah sekali, setelah seharian disibukan dengan kegiatan mengecek laporan tahap awal pembangun hotel. Rencananya, laporan tahap awal pembangunan hotel milik Davis akan dia berikan pada Helena lusa.

Membuka pintu kamar, dia melihat anak dan istrinya sedang terlelap di atas tempat tidur. Bryan sadar, jika sekarang sudah jam dua belas malam, jadi wajar saja anak dan istrinya sudah tidur. Melangkah mendekat ke arah tempat tidur, dia mengecek anak dan istrinya.

Senyum tertarik di ujung bibir Bryan saat melihat anaknya. Wajah polos begitu terlihat, dan tampak teduh saat melihatnya. Seketika lelah yang Bryan rasakan menghilang dengan perlahan saat melihat anaknya.

Karena tidak sabar ingin segera menciumi dan memeluk anaknya, Bryan berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia sudah tidak sabar menyusul Shea dan baby El yang sudah nyaman di balik selimut.

Saat selesai mandi, Bryan sudah disambut oleh Shea yang ternyata terbangun. Istrinya itu sedang sibuk berdiri di depan lemari, untuk mengambilkan baju untuknya. Melangkah menghampiri istrinya, Bryan memeluk Shea dari belakang. "Kamu bangun?" ucapnya seraya mendaratkan kecupan di leher Shea.

"Aku mendengar suara air gemericik," jelas Shea. Dia menoleh sedikit dan membuat wajahnya menempel dengan wajah basah Bryan. "Badanmu basah," keluh Shea yang merasakan bajunya basah karena meresap air dari tubuh Bryan.

"Aku akan mengantikan bajumu," ucap Bryan. Tangan Bryan yang berada di perut Shea mulai naik ke atas dan meraih kancing kimono yang dipakai Shea.

Tangan Shea langsung menghentikan tangan Bryan. "Aku sendiri saja yang buka," elak Shea.

"Sampai kapan aku harus menunggu?" Suara Bryan sudah tampak berat, karena menahan hasratnya. Sudah sebulan Bryan tidak menyentuh Shea. Terakhir kali, dia menuntaskan hasratnya, yaitu sebelum pergi ke puncak. Dengan alasan bekal, dia mendapatkan kenikmatan tubuh istrinya itu.

"Aku belum tahu."

Bryan mendesah frustrasi. Mungkin dia pernah menunggu Shea berbulan-bulan, saat Shea belum mencintainya. Lagipula waktu dulu dia baru melakukannya sekali di saat memperkosa istrinya. Jadi hal itu belum menjadi candu untuknya. Namun, saat sudah berkali-kali melakukannya dengan istrinya, dia sudah seperti kecanduan, dan menunggu lebih lama, rasanya Bryan tidak yakin.

"Besok aku akan konsultasi, sekaligus memeriksakan El." Shea mencoba menenangkan suaminya. Dia tahu, suaminya sedang sangat ingin, tapi dirinya belum yakin melakukan hal itu sebelum berkonsultasi pada dokter.

"Baiklah." Bryan hanya bisa pasrah. Satu kecupan mendarat di pipi Shea. Tangan Bryan melepas pelukannya dan langsung meraih baju yang berada di tangan Shea dari tadi

"Apa kamu sudah makan?" tanya Shea berbalik.

"Sudah." Bryan memakai bajunya dan berlanjut memakai celananya.

"Padahal tadi mama membawakan masakan untukmu?"

"Mama memasak untukku?" tanyanya memastikan pada istrinya. Dia seolah tidak percaya mamanya memasak makanan untuknya. Setahunya mamanya selalu membawakan masakan hanya untuk Shea.

"Sepertinya mama baru ingat jika dia punya anak laki-laki." Shea tertawa saat menjawab pertanyaan Bryan. Dalam hatinya, dia berharap mertuanya tidak akan marah saat dijadikan bahan untuk menggoda Bryan.

"Sepertinya begitu." Bryan membalas tawa Shea.

Suara tawa mereka berdua, mengisi keheningan malam. Mungkin, jika ada yang mendengar, mereka akan takut, karena suara terdengar di tengah malam.

Saat sedang asik bercanda, ponsel milik Bryan berdering. Bryan dan Shea saling padang. Mereka memikirkan siapa yang menghubungi malam-malam, atau lebih tepatnya menjelang dini hari.

Melangkah ke arah nakas, Bryan meraih ponselnya. Matanya memicing saat melihat nomer siapa yang menghubungi di jam satu dini hari.

"Siapa?" tanya Shea pada Bryan.

"Nomer telepon rumah kak Selly."

Mata Shea membulat saat mendengar jika nomer itu adalah nomer rumah kakak iparnya. "Cepat angkat! siapa tahu penting."

Bryan mengangguk dan mengusap layar ponselnya. Menempelkan ponselnya, dia mendengar suara asisten rumah tangga Selly memanggil namanya. Dari nada suaranya yang terdengar ketakutan, Bryan menebak jika sedang terjadi sesuatu. "Ada apa?" tanyanya.

"Bu Selly di bawa ke Rumah sakit, Pak."

Satu kalimat yang Bryan dengar. "Baiklah, aku akan segera kesana." Bryan langsung mematikan sambungan telepon.

"Ada apa?" tanya Shea yang melihat Bryan tampak panik.

"Sepertinya kak Selly akan melahirkan."

Melahirkan? Shea bertanya pada dirinya sendiri. Padahal tadi pagi kaka iparnya itu baru saja mengatakan akan ke dokter hari ini. Namun, sepertinya bayinya sudah tidak sabar untuk keluar.

"Aku harus pergi, kak Regan pasti sedang membutuhkan bantuan." Bryan membuka lemari, dan mengambil baju hangat.

"Baiklah, kabari aku keadaan kak Selly." Shea tidak bisa ikut Bryan ke Rumah sakit, karena anaknya tidak bisa ditinggal sendiri.

"Aku akan mengabari kamu." Bryan langsung buru-buru pergi menuju Rumah sakit. Seraya melangkah dia menyempatkan untuk menghubungi mamanya, untuk mengabari jika kakaknya di Rumah sakit.

.

.

.

.

.

...Jangan lupa like, koment dan vote...

Berjuanglah!

Walaupun tampak tenang, sebenarnya Regan begitu cemas. Namun, dia tidak memperlihatkan kecemasan di depan istrinya. Sebelum berangkat, dia menitipkan pesan pada asisten rumah tangga untuk menghubungi Bryan dan mamanya. Regan sudah tahu, adik iparnya pasti akan menghubungi mama mertuanya, jadi dia tidak meminta asisten rumah tangga menghubungi mama mertuanya.

Di dalam mobil Regan mengingat kembali bagaimana Selly tadi membangunkannya dan memberitahunya.

Saat sedang menikmati tidurnya, dia dibangunkan oleh istrinya-Selly. Membuka matanya, dia melihat wajah istrinya yang sudah tampak cemas. "Ada apa?" tanyanya langsung bangun.

"Ada flex." Selly menjelaskan apa yang membuatnya membangunkan suaminya.

Regan sudah berkali-kali ikut kelas ibu hamil, jadi dia sudah tahu jika itu adalah tanda-tanda akan melahirkan. "Ayo, kita ke Rumah sakit sekarang!" Regan menyibak selimutnya dan bersiap membawa Selly untuk Ke Rumah sakit.

Regan yang sedang mengingat kejadian di rumah, disadarkan oleh supir saat sampai di Rumah sakit. Di depan unit gawat darurat, dia sudah di sambut oleh perawat. Perawat langsung membawa Selly ke ruang unit gawat darurat.

Regan meminta perawat untuk menghubungi dokter Lyra, karena selama ini Selly ditangani oleh dokter Lyra.

Selama menunggu dokter Lyra, Selly begitu mengeluh kesakitan. Regan sadar, proses melahirkan sangatlah menyakitkan. "Jika aku bisa mengantikan dirimu, biar aku saja yang sakit." Tangan Regan membelai lembut rambut Selly.

Selly tersenyum. "Aku akan menikmati, karena kata Shea, nikmatnya sebanding dengan saat melihat anak kita lahir." Dengan menahan rasa sakit, Selly berucap pada suaminya.

Regan merasa senang, kedatang Selly ke rumah Bryan dan Shea memberikan dampak positif, karena istrinya tidak terlalu mendrama saat melahirkan. "Iya, kita akan melihat anak kita, jadi berjuanglah!" Regan menggenggam tangan Selly.

Akhirnya dokter yang ditunggu dari tadi telah tiba. Dokter Lyra tidak datang sendiri. Dia datang dengan satu dokter laki-laki dan Erik. Para dokter itu langsung memeriksa Selly.

"Sepertinya kita harus melakukan operasi karena jika dipaksa melahirkan normal, saya takut jantung Bu Selly tidak kuat." Dokter laki-laki itu berkata pada dokter Lyra.

Regan yang mendengar ucapannya dokter laki-laki itu pun merasa sangat heran, karena setahunya istrinya tidak memilik riwayat jantung.

"Iya, kita sudah memantau sejak empat bulan yang lalu, jadi kita lakukan yang terbaik," ucap dokter Lyra pada dokter laki-laki di sampingnya.

Empat bulan? Regan semakin bingung dengan ucapan dokter.

Setelah dokter pergi untuk menyiapkan operasi, Regan memikirkan apa yang terjadi dan apa yang dia tidak tahu.

Akhirnya dia menahan Erik, dan bertanya pada Erik. "Apa kamu juga tahu?"

Erik diam dan justru menatap Selly, seolah meminta persetujuan kakak iparnya itu. Namun, belum sempat Erik menjawab, dokter lain sudah memanggilnya. "Maaf, Kak, aku harus pergi.

Dengan kekesalannya Regan membiarkan Erik untuk pergi, walaupun dia belum sempat mendapat jawaban dari sepupunya itu.

"Sayang," panggil Selly.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Akhirnya Regan pun bertanya.

"Tidak ada apa-apa, aku hanya merasakan dadaku terhimpit waktu itu, dan dokter mengatakan itu penyakit jantung." Selly mengatakan seolah itu tidak terlalu berat untuk dijalani.

"Kamu bilang tidak apa!" seru Regan kesal. Dia tidak menyangka jika istrinya menyembunyikan hal sepenting ini.

"Sudahlah, aku akan baik-baik saja." Selly meraih tangan Regan dan menggenggamnya.

Regan tidak bisa marah saat ini. Apalagi kondisi Selly sedang sangat membutuhkannya. "Berjanjilah jika kamu akan berjuang!"

"Iya, aku akan berjuang." Di saat rasa sakit menderanya, dia tersenyum.

***

Bryan yang sudah sampai di Rumah sakit langsung menuju ruang unit gawat darurat. Masuk Rumah sakit, dia merasa benar-benar trauma, apa lagi kejadian Shea di Rumah sakit belum lama terjadi, dan masih terpatri di dalam ingatannya.

"Bry," panggil Erik yang baru saja keluar dari ruang unit gawat darurat.

"Kamu di sini?" tanya Bryan. Setahu dia akan ada dokter Lyra sebagai dokter kandungan yang mengurus kakaknya, tapi ternyata ada Erik juga datang.

"Iya, dokter Lyra menghubungi aku tadi," jawab Erik, "aku permisi dulu," ucap Erix menepuk bahu Bryan, dan berlalu meninggalkan Bryan.

Untuk apa Erik kemari juga?

Bryan sedikit merasa aneh, setahu Bryan, Erik adalah dokter penyakit dalam, sedangkan kakaknya sedang hamil. Namun, Bryan menyingkirkan pikiran buruknya, mungkin karena Regan adalah sepupu Erik, maka dari itu dokter Lyra menghubungi Erik.

Selang beberapa saat, Melisa dan Daniel datang. Wajah mereka tampak pucat saat mendengar jika Selly akan melahirkan. Sebagai ibu, Melisa juga ingin menemani putrinya saat sedang melahirkan.

"Bagaimana keadaan kakakmu?" Pertanyaan Daniel saat baru saja sampai.

"Aku juga belum tahu, Pa. Dari tadi kak Regan juga belum keluar." Bryan menjelaskan pada papanya. Melihat papa dan mamanya yang tampak cemas, sebenarnya Bryan tidak tega, tapi tidak mungkin dia tidak memberitahu keadaan kakaknya pada kedua orang tuanya.

Lima menit kedatangan mama dan papanya, Bryan, Melisa, dan Daniel melihat orang tua Regan yaitu Andrew dan Lana Maxton.

"Bu Melisa, bagaimana keadaan Selly?" tanya Lana pada Melisa.

"Dia masih di dalam ruang unit gawat darurat dan sejak tadi Regan juga belum keluar." Melisa menjelaskan pada besannya.

"Pa," panggil Lana pada suaminya. Dia pun sama takutnya dengan Melisa. Apalagi ini adalah cucu pertama mereka.

"Tenanglah, semua akan baik-baik saja." Andrew membawa Lana ke dalam pelukannya. Menenangkan istrinya yang begitu ketakutan.

Saat menunggu, Bryan melihat satu perawat keluar dari ruang unit gawat darurat. Dia pun menghentikan perawat tersebut. "Apa pasien atas nama Selena Selly masih dalam penanganan?" tanyanya.

"Iya, Pak, kami akan melakukan operasi caesar," jelas perawat, "maaf saya harus menyiapkan operasinya," lanjut perawat, dan berlalu meninggalkan Bryan, Melisa, dan Daniel.

Mendengar jika kakaknya akan operasi caesar, rasanya Bryan lemas. Dia tidak bisa membayangkan seberapa menegangkan proses itu. Walaupun Bryan tidak tahu seperti apa menyeramkannya proses melahirkan normal, tapi dia yakin pasti sama-sama menakutkan. Apalagi pertaruhan hidup dan mati begitu terasa.

Saat pikirannya dipenuhi dengan bayangan kejadian operasi yang dilakukan oleh Shea, dia tersadar saat melihat kedua orang tuanya yang begitu cemas. Dia pun berusaha kuat, apalagi dia melihat mamanya yang begitu kaget mendapati anaknya akan melakukan operasi caesar.

"Selly akan caesar?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Melisa. Dia benar-benar berdebar-debar membayangkan anaknya di ranjang operasi.

"Tenang, Ma, kak Selly pasti baik-baik saja, lihat saja Shea. Dia baik-baik saja setelah melahirkan." Bryan mencoba menenangkan mamanya.

Walaupun ketakutan, Melisa berusaha untuk tenang. Kini dia hanya bisa berdoa untuk keselamatan putrinya dan cucunya.

***

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya perawat membawa Selly ke ruang operasi. Saat menuju ke ruang operasi, Selly meminta untuk berhenti dan berbicara dengan mama dan mertuanya. "Ma, doakan Selly dan anak kami selamat," ucapnya.

"Tanpa kamu minta kami selalu mendoakan," ucap Melisa. Dia menahan air matanya agar tidak menetes. Dia tidak mau anaknya melihatnya yang begitu ketakutan.

"Mama kamu benar, kita semua mendoakan kamu," ucap Lana pada menantunya.

Selly merasa tenang saat semua orang mendoakannya. Dengan tenang dia melanjutkan menuju ke ruang operasi.

.

.

.

.

.

...Segini dulu, besok lagi....

...Oh ya, mau kasih tahu, sampai akhir bulan aku usahain lebih dari 1 bab karena aku belum aktif nulis di novel yang on going Januari. Setelah Januari, hanya akan ada 1 bab aja, jadi maafnya dari sekarang ya😁🥰...

...Jangan lupa like, komentar, dan vote...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!