Aku berjalan lemas di trotoar tanpa tujuan yang jelas. Hari ini cukup berat untuk ku. Dengan mata kepala ku sendiri, baru saja aku melihat pacarku sedang asik berselingkuh dengan wanita lain.
"Hah," desahku pelan.
Bukan hanya itu, aku di desak untuk turun dari jabatan oleh setiap pemegang saham di kantor ku sendiri. Dan yang paling membuat ku pusing adalah, orang-orang masih gencar bertanya padaku tentang tunangan misterius, yang sekedar namanya pun aku tidak tahu. Ironis bukan?.
Namun, sepertinya percuma saja aku mengeluh karena hal itu sama sekali tidak akan membuat keadaanku menjadi lebih baik, malah akan membuatku semakin pusing dan dunia ini terasa begitu berat. Sepertinya, lagi-lagi aku harus kembali memasang topeng andalanku, berpura-pura menjadi wanita yang paling kuat dan paling bahagia di dunia ini.
Topeng ini sudah aku pakai sejak ayah ku meninggal. Aku harus terlihat kuat dan tegar, memikul tanggung jawab yang besar yang sebenarnya terlalu dini untuk di bebankan ke pundak ku yang rapuh ini. Tapi bagaimanapun, aku tidak akan putus asa. Aku akan terus berjuang dan memberikan yang terbaik, walaupun perjuangan ini begitu terasa sepi, berjuang sendiri, dan sendiri lagi.
Sepertinya kaki ku sudah kelelahan untuk dipaksakan terus berjalan. Aku memutuskan untuk duduk di halte bus sambil menikmati udara yang cukup panas, perpaduan antara sinar matahari dan polusi dari asap kendaraan di siang hari yang begitu cerah ini, sepertinya alam sedang bercanda kepadaku bagaimana bisa hari ini begitu cerah sedangkan keadaan hatiku begitu gundah.
Suara ponsel mengusik ketenangan ku, dengan malas ku buka ponsel untuk melihat siapa yang mengganggu ketenangan ku ini.
Revan Is calling,
"Zar, semua yang kamu lihat itu salah paham. Aku di jebak!, aku sama sekali nggak ada hubungan apa-apa sama Dita!" Ucap Revan mantan pacarku tergesa-gesa.
Mendengar ucapannya aku tersenyum sinis. Salah paham dari mananya?, jelas-jelas tadi aku melihat raut wajah Revan sangat berbinar bahagia di depan wanita itu.
"Masa sih?. Sebenernya mau di jebak atau nghak juga aku nggak masalah ko!. Toh aku juga udah punya tunangan kan?, jadi dari mulai sekarang kita putus dan jangan hubungi aku lagi. Oke?" jawab ku pura-pura baik-baik saja.
Tutt.
Aku langsung mematikan panggilan Revan sepihak. Lihat bukan? Bahkan kepada orang yang ku sebut pacar saja, aku masih menggunakan topeng sandiwara ku itu. Padahal jauh di dalam lubuk hati aku sangat kecewa dan sakit hati dengan Revan yang berani-beraninya mengkhianati ku dan asik berkencan dengan orang lain.
Lalu dengan bodohnya, aku menjadikan pertunangan ku yang misterius itu sebagai senjata untuk memutuskan Revan agar aku tidak terlihat menyedihkan. Padahal aku belum pernah bertemu dengan tunangan yang selalu aku bangga-bangga kan itu, namanya tidak tahu, bahkan cincing yang melingkar di jari manis ku bukan di sematkan oleh lelaki misterius itu. Melainkan oleh Ibunya.
Aku tidak tahu dosa apa yang sudah ku lakukan di masa lalu. Hingga bisa bertunangan dengan orang yang begitu misterius. Berulang kali aku bertanya kepada keluarga tunangan ku itu, tentang bagaimana rupa orang yang akan menjadi pendamping hidup ku kelak. Tapi sayangnya, mereka menutup rapat-rapat keberadaan anaknya dari publik bahkan dari ku yang bisa kalian sebut tunangannya.
Informasi yang ku ketahui hanya dia sedang berada di Amerika menjalankan bisnisnya. Itu saja, tidak ada yang lain. Mungkin bagi semua orang hubungan ini adalah sebuah lelucon yang menyenangkan, tapi bagi ku ini adalah racun sekaligus obat yang aku gunakan semenjak ayah meninggal.
Sesekali saat waktu senggang, Aku selalu mengirimkan pesan kepada tunangan misterius ku itu, pesan curhatan ku selama ini. Tapi, lihatlah tidak ada satupun pesan yang ia baca.
Aku menaiki taksi tanpa mempunyai tujuan. Jika sedang banyak pikiran aku senang bepergian tanpa tujuan yang jelas. Bagiku, bepergian tanpa tujuan yang jelas selalu memberikan hal yang tidak terduga.
"Mau kemana Non?" Supir taksi melirik ku dari kaca spion.
"Bawa aku ketempat yang indah ya Pak!" pinta ku dengan pasrah.
"Eh, anda nona Zara pemilik perusahaan ZH Group ya?" Supir taksi itu melirik ku dari kaca spion.
"Iya Pak, salam kenal." Aku tersenyum ramah kepada Bapak itu.
"Wah ternyata orangnya sangat ramah ya, kenapa tidak diantar oleh supir?"
"Bapak bisa aja. Tidak pak, sesekali saya ingin naik taksi agar mereka bisa istirahat sebentar," jawab ku ramah.
*****
Sepertinya petualangan kali ini, membawa ku ke sebuah danau yang cukup indah. Aku berjalan menyusuri danau dengan perasaanku yang masih kacau. Sepertinya aku terlalu asik melamun dan mengabaikan keadaan sekitar, tanpa ku ketahui ternyata ada orang yang berjalan berlawanan arah denganku.
Bruuuk, Dahi ku membentur dada bidang seseorang yang tidak ku kenal.
Awww, aku meringis kesakitan.
Bagaimana bisa ada manusia yang dadanya sekeras ini. Aku membuka mata perlahan, kepalaku terangkat untuk melihat wajah orang yang berbenturan dengan ku. Namun, Sinar Mentari di siang hari memancar tepat di wajahnya sehingga wajahnya tidak terlihat dengan jelas.
Sret, tanpa aku sadari ternyata tas milik ku diambil oleh pencuri.
"Nona tas mu ada yang mencuri!" Ucap lelaki yang berbenturan dengan ku.
"Apa?!" ucapku panik.
Aku panik mencari-cari tas yang jelas-jelas sudah tidak ada. Tanpa berpikir panjang, aku langsung berlari mengejar penjahat itu dan mengabaikan orang masih berdiri di hadapanku.
Tas yang dicuri itu sangat berharga bagiku, karena itu adalah hadiah ulang tahunku yang ayah berikan kepadaku sebelum dia meninggal. Jadi aku akan berusaha untuk mendapatkan tas ku kembali.
High hills yang aku gunakan ternyata membatasi pergerakan kaki ku, aku berhenti sejenak dan membuang High hills ke sembarang tempat. Alhasil, sekarang aku berlari tanpa menggunakan alas kaki.
"Woy! pencuri berhenti!" aku mulai merasa kelelahan mengejar pencuri itu, jarak antara pencuri denganku sidah semakin jauh. Pencuri itu sudah berhasil melewati jalan raya dan sekarang ia sudah berada di sebrang jalan.
"Ayo semangat Zara, kamu harus mendapatkan kembali tas itu," gumam Zara di dalam hati.
Aku menambah kecepatan ku dan mengabaikan keadaan sekitar, perioritas ku saat ini adalah mengejar pencuri secepat mungkin.
Ckiiiiiit, suara mobil di rem terdengar begitu nyaring.
Zara kaget bukan main saat menyadari jika ada mobil yang akan menabrak tubuhnya. Aku terlalu asik mengejar pencuri itu hingga mengabaikan keadaan lalulintas di sekeliling ku.
Braaaakk.
Aku menutup mata pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya, sepertinya badanku akan terpental jauh mengingat kecepatan pengendara tersebut. Aku kira kehidupanku di muka bumi ini tidak akan sesingkat ini.
Srett.
Untungnya bukan benturan hebat yang aku rasakan. Tapi badanku terasa ditarik oleh seseorang. Aku merasakan lengan kekar seseorang sedang memelukku dari belakang.
Orang yang berada di belakang itu dengsman perlahan membalikan tubuh ku agar menghadap kepadanya. Perlahan aku membuka mataku, aku berharap orang yang berada di hadapanku ini bukan malaikat pencabut nyawa.
"Ceroboh sekali!, Kamu tidak sadar baru saja kamu akan tertabrak oleh mobil!. Sekarang kamu tunggu disini, saya yang akan mengejar pencuri itu!" Ucap seorang pria di hadapan ku, wajahnya menampilkan raut kekesalan bercampur dengan kekhawatiran.
"Loh, diakan yang tadi berbenturan denganku?" Gumam Ku di dalam hati.
Pria berlari itu berlari begitu saja mengejar pencuri tanpa aku minta. Aku tidak bisa memalingkan pandanganku dari sosok pria itu yang sudah semakin menjauh.
Seperti di sihir aku menurut begitu saja dan menunggu kepergiannya pria misterius itu. Karena merasa pegal aku memutuskan untuk duduk sambil berharap pria itu akan segera kembali dengan selamat, tentunya dengan mengembalikan tas ku yang di curi.
Aku memperhatikan penampilanku yang jauh dari kata baik. Rambutku yang indah sudah berubah seperti rambut singa, kakiku yang mulus sudah terbungkus dengan debu dan air yang kotor, jika di nilai sepertinya penampilanku tidak jauh berbeda dengan anak jalanan. Pasti orang-orang yang mencuri pandang ke arahku tidak akan menyangka jika aku adalah Zara Hertanto.
******
Aku menunggu dengan cemas kedatangan lelaki itu, sedangkan langit sudah menggelap dan rintik-rintik hujan mulai turun ke bumi. Tapi kenapa lelaki itu belum juga datang, andaikan ponselku tidak ikut di curi. Aku pasti akan menghubungi para pengawal ku. Yang sudah ku pastikan, sepertinya mereka sedang sibuk mencari keberadaan ku saat ini, Atau bisa jadi sekarang mereka sedang berpesta merayakan kehilanganku.
Apa aku harus mengikhlaskan saja barang pemberian ayahku?, dan menghubungi kantor polisi terdekat agar bisa segera pulang?. Tapi bagaimana jika muncul pemberitaan yang menceritakan seorang Zara datang ke kantor polisi dengan wajah seperti orang gila dan tanpa pengawal. Pasti hal itu akan berdampak buruk untuk karirku.
Sepertinya, berharap kepada pria misterius itu adalah pilihan yang terbaik untuk saat ini, aku hanya perlu lebih sabar menunggu kedatangannya yang semoga sebentar lagi akan segera datang. Walaupun mungkin tasku belum tentu ia dapatkan, setidaknya aku masih bisa meminjam uang untuk naik taksi.
*****
Hai readers?, Menurutmu bagaimana cerita ini? jangan lupa like, vote dan komen ya.. dan nantikan kisah Zara selanjutnya..
Follow Ig untuk visualisasi tokoh : @itsme_d43604
ig author : denisa_sahara
See you, di Chapter selanjutnya 🤗
Jangan Lupa baca Novel author yang lain "Cinta dan Luka"
Klik kolom komentar dong gimana kesan dan pesannya baca Tunangan Misterius, ada pelajaran yang bisa diambil nggak sama kalian?
Jalanan mulai sepi dan lelaki itu masih belum datang juga. Apa dia berbohong dan samasekali tidak mengejar pencuri itu?, atau dia terluka saat berusaha mengambil tas milikku. Aku terus bertanya dan menduga-duga. Mendadak perasaanku menjadi tidak enak memikirkan pria itu. Semoga dia baik-baik saja.
Tapi jika di pikir-pikir, aku adalah wanita bodoh yang langsung percaya kepada orang asing. Orang yang sudah lama ku kenal saja mengkhianati ku, apalagi orang yang baru bertemu pertama kali. Atau jangan-jangan pria itu adalah bagian dari para pencuri tadi dan membodohi ku.
Karena merasa pusing dengan pemikiran sendiri, Aku bangkit dan menaiki fly over untuk menikmati pemandangan di malam hari. Kerlap-kerlip lampu di malam hari ternyata begitu indah, kemana saja aku selama ini hingga tidak pernah menikmati keindahan yang di berikan dunia. Karena ingin melihat dengan ketinggian yang lebih tinggi, aku menginjak satu besi penghalang play over. Aku menghirup udara yang cukup sejuk.
Ketika sedang menikmati pemandangan yang cukup menenangkan. Lenganku di tiba-tiba di tarik oleh seseorang.
"Aduh," aku kaget ada yang tiba-tiba menarikku. Aku mengangkat pandangan untuk melihat siapa yang berani-berani mengangguku. Oh ternyata pria tadi, ternyata dia masih punya nyali untuk bertemu denganku.
"Apa yang kamu lakukan! Kamu mau bunuh diri?!" Ucap lelaki itu so tahu. Dih, kenapa dia datang-datang langsung marah-marah.
"Kalo iya kenapa!. Kamu nggak bisa liat orang yang lagi menikmati ketenangan apa, malah nuduh-nuduh bunuh diri. Amit-amit ya!" Ucapku marah-marah.
Dia tidak menjawab. Terlihat dia seperti sangat kelahan aku menjadi merasa bersalah malah mengomeli orang yang telah membantu ku.
"Mana tasku?" Tanyaku kepadanya.
Tanpa menjawab dia langsung memberikannya. Ternyata dia benar-benar menepati janjinya. Aku sangat bersyukur di dalam hati.
"Terimakasih." Ucapku penuh dengan rasa syukur.
Aku mengecek isi dompet ku dan memberikan beberapa ratus ribu kepada Pria itu. Pria itu hanya tersenyum mengejek namun tetap mengambil uang di tanganku. Aku melewatinya begitu saja tidak ingin terlibat terlalu dekat orang baru. Sebenarnya, aku tahu sikapku sangat kurang ajar kepada pria itu, tapi semoga saja dia memaafkan sikapku yang buruk ini.
Aku turun dari play over dan duduk di trotoar meluruskan kaki. Sepertinya sudah saatnya aku pulang, aku mengeluarkan ponsel tapi sayang baterainya sudah habis. Ya tuhan, cobaan macam apa lagi ini.
Aku melihat ada segerombolan orang yang menghampiriku, Sepertinya mereka teman pencuri tadi.
"Itu itu dia!. Wanita itu penyebab gua jadi babak belur kaya gini!" Ucap seorang Pria yang merupakan pencuri tas ku.
Mereka semakin mendekat, apa yang harus aku lakukan? Aku hanya bisa menelan ludahku. Aku berusaha berdiri menahan rasa sakit di sekujur tubuhku. Namun tiba tiba.
Srett.
Dengan cepat tanganku terasa ada yang menarik untuk berlari, dan ternyata yang menarik ku lelaki itu lagi. Ia menarik tanganku agar berlari di sampingnya. Aku hanya mengikutinya berlari, para penjahat itu masih terus mengikuti kami.
Aku memperhatikan tangan ku yang di genggam sangat kuat oleh nya, angin menerpa helaian rambut yang menghalangi wajah tampannya. Oh tuhan kemana saja aku sejak tadi, ternyata lelaki ini sangat tampan. Melihat ketampanannya rasa sakit di sekujur tubuhku serasa menghilang begitu saja. Aku membuyarkan lamunan liar ku dan berusaha mengimbangi kecepatan lelaki itu.
Sruuuk..
Kami bersembunyi di belakang sepeda motor, dia membungkuk di depanku, aku masih tidak tahu apa yang akan di lakukan lelaki ini. Dia melepaskan sepatunya, tanpa permisi dia menarik kakiku dan memakaikan sepatu miliknya, aku hanya terdiam dan pasrah mendapat perlakuan darinya. lalu dia seperti menelpon seseorang di sebrang sana.
Aku melihat para penjahat itu sudah semakin dekat.
"Bagaimana ini?" Aku panik melihat penjahat itu yang semakin mendekati kami.
"Stttt." Dia memberikan isyarat untuk tetap diam. Aku menunduk takut persembunyian ku dengannya akan terbongkar
"Kemana mereka?, pasti belum jauh! Ayo kita berpencar!" Ucap para penjahat itu. Aku merasa jarak mereka denganku sudah cukup jauh.
"Ayo!" Lelaki itu mengulurkan tangannya kepadaku. Tanpa berpikir panjang aku menerima uluran tangannya.
"Kita berlari sedikit lagi, setelah itu kita akan aman." Aku mengangguk.
Dia kembali mengajak ku berlari, aku melihat ada sebuah mobil yang sepertinya menunggu kedatangan kami. Lelaki itu langsung menarik ku untuk masuk bersamanya.
Aku sedikit ragu untuk masuk ke dalam mobil itu, bagaimana jika lelaki ini juga sama jahatnya dengan mereka.
"Ckk, ayo masuk!" Ia berkata dengan nada memerintah dan sepertinya menurutinya adalah hal terbaik untuk saat ini.
Huuuuh.
Aku merebahkan badanku di kursi mobil dan mengambil nafas dalam-dalam.
Sreeek.
"Minum!" Aku membuka mataku sedikit dan melihat sebotol air mineral di depanku. Dengan membuang jauh rasa gengsi aku langsung menghabiskan minuman itu.
"Terimakasih." Untuk kedua kalinya aku berterimakasih didalam hati kepadanya.
"Kamu tinggal di mana?" Dia bertanya, namun sebelum aku jawab.
Kruwuk. Perutku berbunyi disaat yang tidak tepat.
Aku memukul perutku pelan, aku bingung harus menyembunyikan wajahku di mana. Ini sangat memalukan!.
"Kita ke apartemen!" Perintahnya Pria itu kepada supir.
"Eh apartemen?" Aku melotot tidak percaya dengan lelaki ini, apa dia menolongku ada niatan di balik itu semua.
"Jangan berpikir yang macam-macam, Ada makanan di sana, dan kamu yakin ingin keluar dengan keadaan seperti ini?" Dia bertanya padaku.
Aku memperhatikan sekujur tubuhku yang basah, rambut acak-acakan, dan kakiku terasa perih.
"Hehehe, apa tidak merepotkan?" Aku tersenyum ke arahnya, sepertinya dia menahan tawanya dan membuang wajahnya ke arah jendela.
"Jika boleh jujur kau sangat merepotkan dan mengganggu masa liburanku!" Dih narsis sekali lelaki ini perasaan aku tidak pernah meminta bantuannya. Aku tidak membalas ucapannya dan memalingkan wajahku ke arah lain.
*****
"Ayo masuk!" Setelah tiba di apartemen miliknya aku di persilahkan masuk. Aku duduk di meja pantry dan dia sibuk sedang memasak.
"Apa keluarga mu tidak akan cemas. Sudah malam kau belum pulang." Dia membuka percakapan.
Aku tersenyum kecut mendengar pertanyaannya, aku tidak berniat untuk menjawab pertanyaannya.
"Apa aku bisa meminjam charger, aku harus menghubungi seseorang." Dia masuk ke dalam kamar dan memberikan charger kepada ku.
Aku membuka ponsel dan benar saja, sudah ada puluhan telpon dari bawahan ku.
"Jemput aku, lokasinya sudah ku kirim!" Ucapku pada pengawal ku.
Dengan menahan sakit aku berjalan menghampiri lelaki itu. "Terimakasih sudah membantu maaf aku sudah merepotkan. Sepertinya aku harus pergi sekarang, oh iya terimakasih atas tumpangannya."
"Apa kau tidak akan makan dulu?" Dia seperti menampilkan wajah kecewa.
"Tidak usah, bukannya kamu yang bilang aku sudah banyak merepotkan mu." Dia terkekeh geli.
"Kau yakin akan keluar dengan keadaan seperti ini?" Dia bertanya lagi.
"Hahaha tidak usah menghawatirkan aku. Aku masih tetap cantik walaupun berantakan seperti ini." Dia seperti geli mendengar apa yang aku katakan.
Teleponku berdering dan itu membuktikan jika pengawal ku sudah datang.
"Aku harus pergi, terimakasih untuk bantuannya." Dia hanya mengangguk dan tidak mengantarkan ku sama sekali. Dasar lelaki kasar!.
Aku menutup pintu dan melihat pengawal ku yang terkejut dengan penampilanku.
"Jangan menghinaku. Mana jaket dan sandalku." Dengan sigap mereka memberikannya. Sebelum memasuki mobil aku melihat sebentar ke gedung di belakangku dan tersenyum. Lalu masuk kedalam mobil dan beristirahat
"Hufffftt, aku lapar!" Aku merengek di dalam mobil.
*****
Hai readers?, Menurutmu bagaimana cerita ini? jangan lupa like, vote dan komen ya.. dan nantikan kisah Zara selanjutnya..
Follow Ig untuk visualisasi tokoh : @itsme_d43604
ig author : denisa_sahara
See you, di Chapter selanjutnya 🤗
Zara memasuki apartemennya dan langsung membanting kan tas dan sendalnya, ia merebahkan badannya di sopa. Tangannya menutupi wajah dengan kaki yang di pukul-pukul ke sopa.
"Bodoh-bodoh, bagaimana aku bisa bersikap sebegitu menyedihkannya di depan orang asing. Bagaimana jika ia mengenaliku dan membuat skandal di pemberitaan? Oh tidak." Zara menyesali setiap detik yang telah terjadi dengan lelaki yang ia tidak tahu namanya itu.
Zara bangun dan mengambil air minum.Ia duduk di meja pantry, sekelebat bayangan tentang lelaki tadi terlintas di benaknya, ia melihat tangannya yang tadi di genggam erat oleh lelaki asing itu, dia meraba perutnya yang tadi di peluk oleh lelaki asing itu, tanpa ia sadari ternyata senyumnya terlukis begitu saja.
"Wo wo wo, kenapa aku malah memikirkan lelaki asing itu. Sepertinya aku benar-benar kelelahan."
Aku bangun dari duduk dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuhku. Badanku terasa begitu sakit. Seperti sudah dipukuli oleh orang sekampung. Malah aneh jika badanku tidak sakit, karena dari tadi ditarik sana sini seperti kue cubit.
Aku mengambil handuk dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Namun, suara ponsel menghentikan langkahku.
"Kamu kenapa belum pulang?!" Terdengar suara tante di sebrang sana. Tante adalah Ibu tiri ku, dia cukup cerewet jika menyangkut kedisiplinan.
"Aku di apartemen, aku lelah ingin istirahat. Selamat tidur Tante." Aku mematikan telpon sepihak, sepertinya aku memang kurang sopan. Tapi jika di teruskan bisa-bosa aku habis dimarahi.
Aku merendam badanku di bathub.
"Huuuh, segarnya. Apakah besok akan ada kehebohan lagi yang terjadi?" Bagiku hari esok adalah sebuah misteri yang harus aku siapkan, setiap malam aku selalu berdoa agar hari esok baik-baik saja.
Tiba-tiba kejadian hari ini berputar begitu saja. Mulai dari pengkhianatan Revan sampai perjumpaan ku dengan pria misterius yang dipenuhi ketegangan. Dengan perlahan aku menenggelamkan seluruh badanku ke dalam air, berharap air akan memberikan efek ketenangan kepadaku.
..........
*Pria misterius
Aku masih setia menatap makanan yang aku hidangkan berapa menit lalu, tanganku masih setia melihat kartu nama seorang gadis yang beberapa menit lalu menyusahkan ku.
"Zara Hertanto?" Aku membaca sebuah nama yang terasa tidak asing di telingaku.
Aku tersenyum geli mengingat penampilan gadis itu yang sangat acak-acakan. Tapi anehnya wajah gadis itu terlihat sangat cantik, penampilannya yang acak-acakan sama tidak memudarkan kecantikan alami yang ia miliki.
Saat sedang asik melamun ternyata ponselku berbunyi.
"Alderich, kamu mau sampai kapan bersembunyi?, Kamu sudah sampai belum di indonesia?" Ucap Bunda di sebrang sana.
"Bun, aku sudah sampai. Kalo belum sampai pasti telpon Bunda nggak bakal terhubung, aku kan pakai nomor indonesia." Ucapku berusaha menyadarkan kecerobohan Bunda.
"Sudah-sudah maafkan kebodohan Bunda mu ini. Pokoknya Bunda tidak mau tahu, kamu cepat pulang ke rumah sekarang. Bunda sudah tidak tahan dengan pemberitaan yang menyebutkan anak Bunda yang satu ini lumpuh, bisu, cacat dan jelek. Mereka tidak tahu bahwa anak Bunda sangatlah tampan!" Mendengar curhatan Bunda yang penuh drama, aku hanya terkekeh geli.
"Aku malas Bun, biarkan saja. Aku tidak peduli dengan berita murahan seperti itu." Ucapku.
"Dasar anak nakal!, kamu nggak kasihan gitu sama tunangan kamu?. Bunda kasihan kepada tunangan mu nak, yang selalu mati-matian menjelaskan bahwa kamu baik-baik saja. Padahal dia juga tidak tahu bagaimana rupa mu. Dia selalu di sudut kan dari sana sini. Di tekan dari sana dan sini. Jika kamu keberatan dengan pertunangan ini sebaiknya kamu batalkan saja."
Mendengar saran dari Bunda hatiku bukan merasa senang tapi malah tidak rela, aku hanya bisa terdiam kehilangan kata-kata untuk menjawab atau menyanggah ucapan Bunda.
"Siapa nama wanita itu?" Tanyaku pelan, namun masih bisa terdengar oleh Bunda.
"Dasar anak nakal, bagaimana bisa kamu tidak mengingat namanya sama sekali. Dia wanita yang sangat cantik tangguh dan baik, kau pasti akan menyesal. Namanya Zara Hertanto! Awas jika kau melupakannya lagi!" Mendengar ucapan Bunda, aku jadi teringat kartu nama gadis tadi. Tanganku merogoh saku celana untuk memastikan kembali.
Zara Hertanto, Direktur utama JH Group.
"Gadis itu?" Aku tidak menyangka ternyata gadis yang aku selamatkan adalah tunangan ku sendiri. Aku mengacak rambutku hingga berantakan, perasaanku campur aduk antara senang dan bingung menyatu menjadi satu.
"Bun, sepertinya sudah waktunya aku menampakan diri." Ucapku entah mendapat keberanian dari mana.
"Apa? Syukurlah. Pokonya besok kau harus pulang. Jika besok kamu tidak membawa Zara ke hadapan Bunda, jangan harap kamu bisa kembali ke Amerika, oh iya satu lagi. Bunda akan menarik investasi dari perusahaan mu, " Ucap Bunda berusaha mengancam ku.
"Loh nggak bisa gitu Bun. Kan-" Ucapku berharap Bunda tidak mengancam ku.
Sebelum aku selesai bicara. Bunda malah mematikan ponselnya begitu saja. Aku merebahkan badanku ke sopa. Kenapa keadaan jadi berubah rumit seperti ini?. Padahal niatku pulang untuk membatalkan pertunangan dan kembali dengan tenang ke Amerika. Tapi anehnya tujuanku malah melenceng sangat jauh, apalagi saat aku sudah tahu siapa tunangan ku. Aku merasa tidak rela kika harus membatalkan pertunangan ini.
Ting ting ting.
Ada banyak pesan masuk ke dalam ponselku. Aku menatap ponselku kebingungan siapa yang mengirim pesan. Karena seingat ku yang tahu nomor ini hanya Bunda.
Aku semakin bingung saat melihat pesan yang masuk tidak hanya satu atau dua, melainkan ada 7.300 pesan masuk dari nomor tidak di kenal. Aku berusaha menebak-nebak siapa yang mengirim pesan ke nomor milikku.
08**********
"Halo, tunangan. Aku Zara, hari ini kita bertunangan tapi aku sama sekali tidak hadir di sana. Bahkan ibumu yang menyematkan cincin tanganku. Asalkan kau tahu aku juga nggak mau tunangan ini terjadi. Jadi STOP! Jual mahal. Emang seganteng apa sih kamu!. Punya muka pas-pasan aja belagu. Sebenarnya yang paling membingungkan itu kenapa ayahku malah menjodohkan aku anak kesayangannya dengan lelaki menyebalkan kaya kamu!"
Melihat pesan itu aku terkekeh geli, lalu mensecrol lagi ke bawah.
"Halo, tuangkan. Karena kamu nggak muncul terus ke permukaan, aku lelah menjawab pertanyaan ke wartawan yang bilang kamu cacat. Sebenarnya kamu cacat nggak sih? Kalo bener kamu nggak sempurna juga nggak papa, muncul aja. Aku pasti mendampingi mu!"
"Halo, tunangan hari ini ayah aku meninggal. Woy bangsat elo sama sekali nggak pulang ke indonesia. Pura-pura juga nggak papa. Hargai gua dong. 😭"
"Halo, tunangan. Lagi-lagi perusaahan bokap mau di rebut sama Paman-paman yang brengsek itu. Aku nggak pantes ya jadi direktur tama. Lelah aku bang, pulang dong bimbing aku jadi orang hebat."
"Halo, tunangan. Karena kamu nggak muncul terus. Jadinya aku udah jadian deh sama seseorang yang selalu ada dan membantu aku. Dia baik ganteng dan romantis. Jadi kamu nggak perlu takut aku kenapa-kenapa.. Masih nggak mau pulang? Hus pergi ke kayangan!"
Melihat pesan Zara audah mempunyai pasangan. Entah kenapa aku jadi merasa kesal. Niatku untuk membaca semua pesan yang dikirim Zara tiba-tiba menghilang. Aku berniat untuk mematikan ponsel.
Ting, sebuah pesan baru saja datang lagi. Aku menurunkan rasa gengsi dan cepat-cepat membuka pesan yang baru saja dikirim seseorang.
"Woy tunangan gaib, kamu nggak tahu kan hari ini aku hampir mati. Aku tau kamu maunya aku mati aja, ya kan?. Tapi untung ada lelaki malaikat yang baik, yang udah nolongin aku, jauh beda sama kamu. Btw kamu bener lumpuh ya?.
Hmmm, hari ini aku sakit banget, badan, hati, semuanya. Pacar yang kemarin aku bangga-banggakan itu, tadi dia kepergok selingkuh sama wanita cantik tapi tetep cantikan aku ko. Jadi sekarang aku udah nggak punya pacar lagi deh. Lo balik dong, biar aku ada yang ngejaga. Lelah aku bang."
Melihat pesan terakhir dari gadis itu, seketika hatiku terasa menghangat. Jadi selama ini ternyata tunanganku selalu mengirimnya pesan dan mencurahkan segala yang dia rasakan. Walaupun hanya sebatas pesan, tapi aku merasa di hargai.
Aku kembali membaca satu persatu pesan yang dikirim oleh gadis itu. Tanpa ku sadari sesekali aku tertawa terbahak-bahak saat membaca pesan gadis itu yang aneh, dan tidak jarang pula aku ikut merasa bersedih saat membaca pesan yang menyedihkan.
Aku melirik jam di pergelangan tanganku, tidak terasa sudah jam tiga dini hari. Tapi aku dia masih betah membaca diary gadis itu yang dipenuhi dengan permasalahan.
"Selamat bertemu hari esok, Zara Hartanto." Gumam ku di dalam hati.
*****
Hai readers?, Menurutmu bagaimana cerita ini? jangan lupa like, vote dan komen ya.. dan nantikan kisah Zara selanjutnya..
Follow Ig untuk visualisasi tokoh : @itsme_d43604
ig author : denisa_sahara
See you, di Chapter selanjutnya 🤗
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!