Tiada lagi yang tersisa, semua seakan pergi begitu cepat untuk selamanya. Rasanya baru kemarin bersama dengan mereka, kini mereka telah terbujur kaku.
"Ma... Pa... Bangun.. !!! jangan tinggalin Lula sendiri, bangun ma.. pa.. tolong jangan tinggalin Lula"
"mama.... papa.... tolong bangun, jangan tinggalin Lula seorang diri !! hiks..hiks... "
Aku menangis sejadi-jadinya, aku genggam erat tangan mama papa yang terasa dingin sekali. Tiada lagi kehangatan yang kutemukan. Kini aku hanya seorang diri, entah bagaimana aku harus menjalani hidup ini. Aku tak punya siapa-siapa lagi selain orang tuaku. Dan yang lebih menyakitkan lagi, belum cukup sehari kematian orang tuaku dari kecelakaan maut itu, perusahaan, rumah, mobil dan semua aset lainnya akan disita semua karena papa dituduh korupsi. Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi ??.
Teringat kembali aku akan kata-kata papa, sehari sebelum terjadi kecelakaan.
"Nak.. jika sesuatu terjadi sama papa dan mama, kamu harus tetap hidup "
"Apa maksud dari semua ini ?? " bergetar hatiku bertanya.
Aku semakin menangis memikirkan apa yang telah terjadi. Sungguh, aku tidak akan pernah mengerti dengan semua ini. Kematian yang terjadi tiba-tiba, tuduhan korupsi dan aset yang disita semua. Sungguh, aku tidak mengerti.
"Mama... Papa !!! bangun... jangan tinggalin Lula seperti ini, tolong jangan seperti ini !!" pekikku lirih.
"Sudah non, ikhlaskan semuanya, non Lula harus sabar dan tetap tegar, tuan dan nyonya sudah tiada, biarkan mereka pergi dengan tenang. Jika non Lula seperti ini, itu akan membuat mereka semakin tersiksa nantinya" Paman Syam, terus menenangkan diriku. Dia adalah orang kepercayaan papa semasa hidupnya.
"Permisi.. Jenazah Almarhum Bapak Surya dan Ibu Anita harus segera dimandikan pak" ucap salah seorang pengurus jenazah.
"Baiklah... silahkan diurus semuanya". Jawab Paman Syam.
Aku hanya bisa menangis. Hatiku terasa sakit sekali.
"Mama... Papa.... Mama... Papa... " hanya kata-kata itu yang terus saja keluar.
Hingga sore hari, jenazah mama dan papa dibawa ke peristirahatan terakhirnya.
Di atas pusara mama dan papa. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Hanya air mata yang terus saja mengalir. Tangan dan kakiku lemas dan seluruh tubuhku seakan tidak berdaya. Tiba-tiba angin berhembus dan rintik-rintik hujan mulai turun, aku masih duduk di sana. Seluruh tubuhku telah basah diterpa air hujan namun rasa dingin tak kurasakan sedikit pun. Hanya perasaan sedih dan luka yang bergejolak di dalam hatiku. Begitu sakit seakan mengoyak dan mencabik-cabik seluruh ragaku.
"Ayo non Lula kita pulang, hujannya semakin deras nanti non bisa sakit". Ajak Ibu Siti, asisten rumah tangga di rumah kami.
"Lula masih mau di sini mbok, Lula tidak mau pulang "
"Tapi non Lula harus pulang, tuan dan nyonya pasti dia juga tidak mau kalo non Lula seperti ini, ayo kita pulang non "
"Mama... Papa...!!! Lula harus bagaimana menjalani hidup ?? Kenapa mama dan papa pergi begitu cepat ? Lula tidak sanggup hidup lagi.. huh huh huh... "
"Sudah non.. non Lula harus kuat, tidak baik terus menangisi kepergian tuan dan nyonya, biarkan mereka pergi dengan tenang. Non yang sabar ya.. ayo kita pulang "
Ibu Siti meraih tanganku dan membawaku pergi, aku hanya bisa pasrah. Dengan langkah lemah bersama dengan Paman Syam, mereka mengantarkanku pulang ke rumah.
...----------------...
Dalam sekejap, aku Lula Anggita telah menjadi yatim piatu. Semua fasilitas mewah yang aku punya telah disita, bahkan rumah tempat tinggal kami juga harus aku tinggalkan. Inilah aku yang sekarang, aku tak memiliki apa-apa lagi. Kuliahku juga belum selesai, aku harus memulai hidup dari mana ?. Bagaimana aku harus menyampaikan kecemasan dan kegelisahan yang mengguncangku. Rasanya begitu sakit menyesakkan dada.
"Mohon maaf, saya hanya menjalankan perintah. Mulai besok rumah ini harus segera dikosongkan untuk menutupi utang-utang almarhum pak Surya " ucap Pak Roy, utusan dari Good Food, perusahaan yang selama ini dipimpin oleh papa.
"Papa tidak pernah berutang, papa tidak pernah korupsi, papa adalah orang yang jujur dan baik hati. Kalian telah memfitnah papa !!! kalian sungguh kejam !!! " teriakku dengan kencang.
"Sabar non Lula.. tenangkan diri nona, mbok.. tolong bawa non Lula kembali ke kamar " ucap Paman Syam.
"Baik tuan, mari non kita ke kamar " Ibu Siti membawaku masuk ke dalam kamar.
"Apa tidak ada keringanan sedikit ? Kenapa rumah beliau juga harus disita ? kemana putrinya harus tinggal ? dia tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini "
"Maafkan saya pak Syam, kami tidak bisa melakukan apa-apa. Semua bukti menyatakan bahwa almarhum pak Surya bersalah. Saya hanya menjalankan perintah saja"
"Tapi Pak Roy tau sendiri kan, pasti ada kesalahan. Beliau tidak mungkin melakukan semua ini"
"Untuk membuktikannya, pak Syam harus tetap bekerja di sana dan cari tahu semuanya, kalo gitu saya permisi pak"
"Baik pak, silahkan"
Pak Roy berlalu pergi, sementara paman Syam memintaku untuk mengemas semua barang-barang yang akan kubawa pergi.
"Tolong kemasi pakaian nona, tinggallah di rumah saya, rumah ini harus dikosongkan"
"Kenapa harus rumah ini paman ?? Rumah ini penuh dengan kenangan mama dan papa, Lula tidak mau pergi dari sini"
"Saya mengerti perasaan nona, tapi saat ini kita tidak ada pilihan lain, saya janji akan mencari bukti kalau almarhum tuan Surya tidak bersalah. Bersabarlah sedikit lagi nona"
"Baiklah paman, tapi bolehkah Lula tinggal sendiri saja. Lula masih punya sedikit tabungan untuk menyewa tempat tinggal" pintaku.
"Jangan nona, tinggallah bersama saya dan istri saya. Saya juga memiliki seorang putri yang bisa menemani nona" cegah Paman Syam.
"Baiklah paman, aku akan ikut ke rumah paman tapi paman jangan panggil Lula dengan sebutan nona karena Lula bukan majikan paman lagi. Panggil Lula dengan sebutan anak saja. Hanya paman pengganti orang tua Lula saat ini. Lula tidak punya siapa-siapa lagi". Kataku lagi.
"Baiklah jika itu keinginan nak Lula" jawab Paman Syam.
Aku dan paman Syam saling berpelukan. Namun tiba-tiba aku sadar akan keberadaan Ibu Siti. Aku terdiam sebentar. Lalu kualihkan pandangan ke Ibu Siti.
"Mbok.. maafkan Lula.. Mbok tidak usah bekerja lagi, nanti kalau Lula sudah punya pekerjaan dan tempat tinggal baru mbok kerja lagi ya, terima kasih banyak mbok selama ini telah merawat Lula"
"Iya non, mbok akan kembali ke kampung, kalau non mau ikut mbok juga boleh, terima kasih banyak non Lula, mbok sangat menyayangi non Lula, yang sabar ya non... "
Ibu Siti memelukku erat dan aku juga membalas pelukannya. Air mataku terus mengalir deras. Dalam sedih aku terus merintihkan doa, semoga aku kuat menjalani skenario hidup yang telah ditentukan untukku.
..
..
..
Para pembaca sekalian,
Ini karyaku yang kedua ya, terima kasih yang telah membaca karya kami yang pertama yaitu "Istri Seorang Prajurit".
Semoga kalian suka dengan karya kami yang kedua ini. Kritik dan saran selalu kami tunggu ya sebagai masukan buat kami.
Selamat membaca ya 🙏🙏🙏😘😘😘
Sudah seminggu sejak kepindahanku ke rumah Paman Syam, meski disambut dengan baik dan hangat di sana namun tetap saja aku merasa tidak nyaman dan berat hati untuk tinggal di rumah orang lain. Hingga suatu hari aku ditawari oleh sahabatku Riana untuk bekerja di rumah salah satu teman sepupunya yang sedang mencari seorang ART (Asisten Rumah Tangga).
"Gue turut berduka cita ya atas musibah yang menimpa keluarga elo, maafin gue karena tidak datang saat elo butuh gue. Gimana perasaan elo sekarang ? apa elo baik-baik saja untuk mengikuti kelas ? bukankah sebaiknya elo istirahat dulu, nanti biar gue yang bantu catat mata kuliah yang tertinggal" Kata Riana sambil memelukku erat, ia terlihat begitu khawatir saat aku mulai masuk kampus.
"Tidak apa-apa ri.. Aku baik-baik saja, aku harus tetap kuliah biar tidak tertinggal jauh"
"Yang sabar ya la.. gue yakin elo pasti kuat menghadapi semua ini dan Oia.. mengenai kerjaan, gue udah dapat buat elo, sepupu gue lagi nyari ART buat bosnya, dia adalah seorang CEO dan tinggal seorang diri aja, elo cuma ngurus 1 orang aja kalo elo mau. Katanya gajinya besar, dia juga akan biayai hidup dan kuliah elo, cuman elo harus tinggal di rumahnya la, elo fikir-fikir aja dulu sebelum memutuskan"
Riana menatap dalam ke arahku sambil menggenggam erat tanganku.
"Aku sudah siap ri, aku akan terima, kapan aku bisa mulai bekerja ?"
"Apa elo yakin la ? elo siap tinggal di sana ?"
Aku terdiam sebentar, lalu kembali meyakinkan Riana bahwa aku siap bekerja.
"Iya ri.. aku yakin dan sudah siap untuk bekerja"
"Baiklah la, gue telpon sepupu gue dulu ya"
Riana lalu melakukan panggilan telepon, sesaat kemudian Riana kembali menatapku.
"Elo bisa ketemu dengan orangnya besok dan kalau cocok, elo bisa langsung kerja"
"Baiklah ri.. terima kasih ya"
"Sama-sama la, elo hati-hati ya, semoga semuanya baik-baik saja, yang sabar ya la dan tetap kuat"
Riana kembali memelukku dan aku pun membalasnya.
"Terima kasih riana "
"Sama-sama Lula "
Tidak terasa air mata menetes di sudut mataku. Begitu memilukan nasib yang tengah aku alami. Tapi aku harus kuat, aku harus bekerja demi melanjutkan hidup dan menyelesaikan kuliah. Aku tidak boleh selamanya bergantung pada orang lain.
...----------------...
Hari berikutnya, sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditetapkan, ditemani Riana, aku dipertemukan dengan orang yang akan menjadi majikanku.
" Sudah siap, Lula ? " Riana bertanya.
Aku menganggukkan kepala.
" Baiklah kalo gitu, ayo kita masuk "
Riana lalu menggandeng tanganku masuk ke dalam sebuah restoran. Kami menuju meja yang telah dipesan dan di sana telah duduk Angga sepupu dari Riana.
"Mas Angga.. ini sahabat gue namanya Lula, dia yang akan jadi ART di rumah teman mas Angga "
Angga mengulurkan tangannya dan aku pun menyambutnya.
"Hallo Lula, saya Angga sepupunya Riana "
"Saya Lula "
"Beneran kamu yang akan jadi ART, kamu tidak keberatan ? kamu masih bisa menolak jika keberatan karena kalau sudah tanda tangan kontrak kamu tidak bisa berhenti begitu saja "
" Aku tidak keberatan kak, aku siap untuk bekerja " ucapku dan terus meyakinkan diri dengan keputusan yang akan aku ambil.
"Baiklah, kita tunggu sebentar ya, Satya masih dalam perjalanan ke sini "
Aku hanya mengangguk dan beberapa saat kemudian, terlihat seorang pria dengan penampilan yang begitu menawan sedang berjalan menuju ke arah meja kami.
" Maaf aku terlambat, tadi ada pekerjaan penting " Ucapnya lalu duduk di kursi kosong sebelah Angga.
" Tidak apa-apa bos, kami juga baru saja tiba Oia.. ini Lula yang akan bekerja jadi ART di rumahmu dan Lula.. ini adalah Satya, dia teman sekaligus CEO di kantor tempatku bekerja " Angga memperkenalkan kami.
" Saya Lula, saya siap bekerja di rumah tuan " ucapku seraya menundukkan sedikit kepala.
Satya hanya menatap sekilas ke arahku. Dia terlihat begitu dingin.
" Baiklah... Angga kamu urus semuanya, tunjukkan apa yang harus dia kerjakan, minta dia tanda tangani kontrak dan antar dia ke rumahku mulai hari ini. Sekarang saya harus pergi karena ada janji ". Satya pun berlalu pergi.
" Ok bos " Jawab Angga.
" Mas Angga.. apa Lula akan baik-baik saja bekerja sama orang seperti itu ? dia begitu dingin, gue khawatir sama elo la " Kata Riana tiba-tiba.
" Tenang saja.. Satya orangnya dingin tapi dia baik, turuti saja segala perintahnya dan jangan membantah, jangan membuatnya marah " Jawab Angga.
" Tidak apa-apa ri, kamu tidak usah khawatir, aku sudah siap " ucapku.
" Ini kontrak kerjanya kamu baca dulu dan bubuhkan tanda tanganmu di sini, setelah itu kembalilah dan kemasi pakaianmu, saya akan menjemputmu nanti " Angga lalu menyodorkan sebuah map ke arahku, setelah membaca isinya aku pun menandatangani kontrak itu lalu menyerahkan kembali kepada Angga. Kini aku telah terikat kontrak jadi ART seorang CEO.
Aku dan Riana lalu pamit untuk pulang. Di rumah Paman Syam aku minta ijin untuk pindah, meski sebelumnya Paman Syam tidak setuju karena mengkhawatirkan diriku tapi aku berusaha meyakinkannya.
"Apa nak Lula yakin akan bekerja dan pindah dari sini ? saya khawatir dengan keadaan nak Lula, saya sudah berjanji untuk menjaga nak Lula " ucap Paman Syam.
Kutatap lekat manik mata Paman Syam seraya menggenggam erat tangannya.
"Tidak usah khawatir paman, jika terjadi sesuatu.. aku akan menghubungi paman. Percayalah... aku pasti baik-baik saja"
Terlihat Paman Syam menghela nafas berat, setitik air jatuh di sudut matanya.
"Baiklah nak, jika itu keinginan nak Lula saya hanya bisa pasrah. Saya berdoa semoga nak Lula akan mendapatkan kebahagiaan dan saya berjanji akan menemukan orang yang telah berbuat jahat kepada orang tua nak Lula "
"Terima kasih paman, aku janji akan baik-baik saja "
Aku peluk erat tubuh Paman Syam yang sudah kuanggap seperti orang tua bagiku. Air mataku ikut berderai dan kulihat mata Bibi Maya istri Paman Syam juga berkaca-kaca, dan Delia anak mereka ikut terisak di atas tempat duduknya. Kurasakan kedamaian di dalam hatiku karena setelah orang tuaku tiada, aku masih memiliki mereka yang begitu menyayangi diriku.
Sekitar sebulan yang lalu, Satya Wijaya pindah dari rumah utama dan memilih untuk tinggal sendiri. Dia kesal karena mamanya selalu memintanya untuk membawa calon istri ke rumahnya. Jangankan calon istri, Satya bahkan belum memiliki kekasih. Dulu dia pernah mencintai seorang gadis namun gadis yang dicintainya telah menikah dengan pria lain. Sejak saat itulah dia fokus bekerja dan memilih untuk tidak dekat dengan seorang gadis, dia lebih senang menghabiskan waktu dengan wanita-wanita di tempat hiburan malam.
Hari itu Satya pulang lebih awal, aku menyambutnya.
" Selamat malam tuan, tuan sudah pulang ? ". Sapaku saat Satya memasuki rumah.
" Siapkan makanan untukku, aku mau mandi dulu ". Jawab Satya kemudian berlalu ke kamarnya.
Aku pun masuk menuju dapur dan menyiapkan makanan untuk Satya. Aku memang anak tunggal tapi aku bukan seorang gadis yang manja, dulu waktu mama masih hidup kami sering melewati waktu bersama untuk memasak dan beliau juga telah mengajariku banyak hal. Ternyata kenangan itu menjadi pengalaman berharga bagiku saat mama telah pergi, aku harus menjadi gadis yang mandiri. Mengingatnya kembali membuat hatiku teriris pedih. Aku tak kuasa menahan bulir-bulir air bening yang menetes membasahi kedua pipiku.
Ketika sedang menata makanan yang telah aku masak di atas meja, Satya datang mendekatiku. Keadaan rumah begitu sepi karena kami hanya tinggal berdua. Satya menarik kursi yang ada di dekatku lalu duduk di sana. Aku menjauhkan diri dan memilih berdiri di samping meja makan sambil menunggu perintah jika Satya membutuhkan sesuatu.
" Kenapa berdiri di sana ?? duduk di situ dan temani aku makan " Satya menatap ke arahku.
" Tapi tuan... aku akan makan setelah tuan selesai makan "
" Jangan membantah perintahku, duduklah.. ayo kita makan "
" Baiklah tuan " aku lalu duduk di kursi berhadapan dengan Satya.
Kami pun makan dalam diam tanpa ada yang bersuara sedikit pun. Beberapa saat kemudian, Satya telah selesai makan.
" Aku sudah selesai. Setelah membereskan dapur, kamu bersihkan kamarku, sebelum itu buatkan aku secangkir kopi lalu antar ke ruang kerjaku " ucap Satya sambil berlalu pergi.
" Baik tuan " jawabku lalu segera membuatkan kopi dan mengantarkannya ke ruang kerja.
Aku mengetuk pintu ruang kerja Satya.
" Masuk " terdengar suara dari dalam dan aku lalu membuka pintu.
" Permisi tuan, ini kopinya "
" Letakkan di atas meja "
Aku lalu meletakkan kopi di atas meja kemudian berjalan keluar meninggalkan Satya yang tengah sibuk berkutat dengan laptopnya. Aku kembali ke dapur untuk menyelesaikan sisa pekerjaan di sana.
Setengah jam kemudian aku telah selesai membersihkan semuanya, aku kembali ke kamar yang telah ditunjuk menjadi kamarku, kemudian aku membersihkan diri dan mengganti pakaianku terlebih dahulu lalu menuju ke kamar Satya untuk membersihkan kamarnya. Sesaat setelah mengganti seprei tiba-tiba pintu kamar dibuka, Satya berjalan masuk meletakkan laptop di atas nakas sambil menatap lekat ke arahku. Dengan cepat aku merapikan bantal dan guling yang masih berserakan kemudian mengambil seprei yang kotor lalu berjalan hendak keluar. Tetapi, Satya tiba-tiba menarik tanganku. Aku tersentak kaget. Aku berusaha mengendalikan diri dan tetap tenang.
" Tunggu sebentar, tetaplah di sini "
Aku menarik tanganku dan memberanikan diri untuk berbalik menatap Satya.
" Maaf tuan, aku harus kembali ke kamar, pekerjaanku sudah selesai, silahkan tuan istirahat "
" Kamu tidak usah munafik, aku adalah seorang CEO dan semua wanita menginginkanku, termasuk kamu kan ? "
" Apa maksud tuan ? "
" Kamu pasti tahu maksudku "
Aku menggelengkan kepala.
" Maaf tuan, aku tidak mengerti maksud tuan. Maaf aku harus keluar "
Aku mulai berjalan untuk keluar namun lagi-lagi Satya menghentikan langkahku.
" Aku menginginkan tubuhmu Lula "
Mendengar ucapan itu, aku begitu terkejut, sangat tersentak kaget. Aku menelan ludah, tenggorokanku terasa kering dan tercekat.
" Aku bukan gadis seperti itu tuan, tolong biarkan aku keluar, aku di sini untuk bekerja sebagai ART tuan dan aku janji akan bekerja dengan baik "
Aku mulai menitikkan air mata, tapi Satya tidak menghiraukan ucapanku. Dia lalu memeluk tubuhku dan mulai menciumi bibirku. Aku memberontak, sebuah tamparan aku layangkan dengan keras ke wajah Satya.
Plakkk...
" Hentikan tuan, jangan kurang ajar, tuan tidak boleh seperti ini "
" Ha-ha-ha.... Bagus Lula, kamu telah berani melawanku ". Satya memegangi pipinya yang terlihat memerah karena bekas tamparanku.
Satya semakin dibutakan oleh nafsu. Dia menatap tajam ke arahku dan melanjutkan kembali aksinya. Dia mengangkat tubuhku lalu membaringkannya di atas kasur. Sekuat tenaga aku berusaha melepaskan diri.
" Cuihh...Lepaskan tuan, jangan lakukan ini " Aku memberontak sambil meyemburkan ludah ke wajah Satya.
Satya tidak memperdulikannya, dia terus melucuti paksa satu persatu pakaianku hingga aku telah polos tanpa sehelai benang pun. Aku tak bisa berbuat apa-apa lagi, tubuhku sudah tidak berdaya dan kehabisan tenaga. Satya semakin liar menciumi tiap inci tubuhku dan bermain di area-area sensitif milikku. Satya mulai mencoba memasukkan senjata miliknya ke lembah milikku. Berkali-kali ia menghentakkan tubuhnya dan saat hentakan yang kesekian kalinya barulah senjata kejantanannya menembus lembah milikku. Aku memekik merasakan sakit yang luar biasa.
" Aahhhh " teriakku, aku menggigit bibir bawahku seraya meremas dan mencakar lengan Satya. Aku memejamkan mata, air mata mengalir deras di kedua ujung mataku. Aku tidak pernah menyangka di hari pertama aku bekerja, justru menjadi malam ketika aku harus merasakan kehormatan yang terenggut paksa.
" Hentikan tuan, tolong hentikan, ini sakit sekali tuan " teriakku lagi.
Satya tidak memperdulikan diriku, dia semakin menggoyangkan pinggulnya dengan cepat dan cepat. Hingga beberapa saat kemudian tubuh Satya bergetar, dia mencapai klimaks. Dia terkulai lemas di sisiku dengan tubuh yang berkeringat. Dia juga merasa menyesal telah melakukannya pada diriku yang ternyata masih perawan.
" Maafkan aku, aku tidak bisa mengendalikan diriku, aku fikir kamu juga sudah sering melakukannya, tapi ternyata aku salah. Tolong maafkan aku " ucap Satya seraya menyelimuti tubuhku dengan selimut.
Aku membalikkan badan membelakangi Satya, aku terus saja menangis sambil meremas kuat ujung selimut. Tubuhku terasa remuk, sekuat tenaga aku berusaha menahan rasa sakit pada organ intim milikku. Aku bangkit dari tempat tidur memunguti seluruh pakaianku lalu memakainya kembali dan hendak keluar dari kamar. Satya menarik tanganku.
" Tetaplah di sini "
" Tidak tuan, saya harus kembali ke kamar " dengan langkah tertatih-tatih aku lalu berjalan keluar menuju kamarku.
...----------------...
Gemetar tubuhku saat mengingat kembali apa yang baru saja terjadi. Aku begitu bodoh karena tidak bisa mencegahnya. Aku sungguh tidak berdaya. Kini, aku hanya bisa menangisi segala yang terjadi dalam hidupku. Belum sembuh luka dan kesedihan yang mengguncang jiwaku karena kepergian orang tuaku. Kembali lagi hidup mengujiku dengan ujian yang begitu berat. Aku diperkosa, kehormatanku direnggut paksa oleh majikan tempatku bekerja. Aku sudah tidak suci lagi. Hidupku kini bertambah hancur. Aku semakin menangis, entah sudah berapa lama aku berendam dalam bathtub, sudah berkali-kali aku menggosokkan sabun di seluruh tubuhku namun aku masih merasa sangat kotor.
" Aku adalah wanita yang kotor, aku begitu menjijikkan, huh..huh... mama.. papa ... kenapa hidupku begini ?? " bibirku berucap lirih.
Aku terus membasuh tubuhku yang dipenuhi bekas ciuman Satya, aku terus menggosoknya agar tanda itu hilang namun tetap saja tidak bisa. Begitu seterusnya hingga dengan menahan kecewa dan marah aku menyelesaikan ritual mandi kemudian menutupi tubuhku dengan sehelai handuk. Aku melangkah keluar lalu berganti pakaian.
Aku tercenung di atas tempat tidur.
Sejenak aku berusaha melupakan apa yang telah terjadi. Aku menguatkan diri agar bisa tetap bertahan.
" Aku tidak boleh lemah, aku harus tetap bekerja untuk bertahan hidup, aku harus berjuang hingga kuliahku selesai dan aku harus membersihkan nama orangtuaku, aku harus kuat, anggap saja tidak terjadi apa-apa antara aku dan tuan Satya " Gumamku sambil memejamkan mata untuk tidur.
Sementara di kamar berbeda, entah kenapa Satya terlihat begitu gelisah. Dia merasa sangat menyesali perbuatannya. Terbayang di pelupuk matanya, saat aku menangis dan menjerit merasakan sakit akibat perbuatannya. Aku si gadis malang yang terus memintanya untuk berhenti melakukannya namun tidak dihiraukannya.
" Kamu sungguh berbeda, maafkan aku Lula " gumam Satya.
Satya merenung.
" Kenapa aku melakukannya padamu Lula ? kenapa aku tidak bisa menahan hasrat saat melihatmu ? dan sialnya, kamu ternyata masih perawan " batin Satya.
Satya menatap pantulan tubuhnya di depan cermin, beberapa luka bekas cakaranku ada di sana. Dia memejamkan matanya. Dia terlihat sangat frustasi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!