NovelToon NovelToon

BERMUKA DUA

Inez Destiany

Gadis berambut panjang itu sedang berjalan setengah berlari. Langkahnya mengalun indah seperti irama lagu. Mengekspresikan kegembiraan hatinya saat ini.

Banyak orang yang memperhatikan ulahnya. Termasuk kucing kecil manis yang heran melihat ada manusia yang begitu bahagianya pada hari setelah hujan ini.

Jalanan yang becek sehabis diguyur hujan tidak menyurutkan kegembiraan hati gadis cantik tersebut. Senyum manis nan cerah terpancar dari wajahnya.

Inez Destiany, anak tunggal yang hidup dengan limpahan kasih sayang kedua orang tuanya. Berasal dari keluarga sederhana namun tak kekurangan suatu apapun.

Inez memiliki wajah nan cantik, matanya yang bulat indah amat mirip dengan mata papanya. Dan memang hanya matanyalah yang membuat papanya yakin kalau Inez adalah anak kandungnya, sisanya diborong habis oleh mamanya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai indah. Namun ada sedikit rambut yang Ia kuncir sedikit di bagian tengah hanya agar mempermanis penampilannya saja. Sungguh amat cantik dan sedap dipandang mata.

Suara sepatu ketsnya ibarat ketukan musik berirama meski sesekali terkena genangan air sehabis hujan. Tubuhnya yang langsing dengan tinggi badan bak model makin menunjang penampilannya.

Inez adalah bunga di kampusnya. Semua kumbang di kampusnya berebut ingin mendapatkannya. Karena selain cantik, Inez juga ramah, murah senyum dan tentu baik hatinya.

Jangan pikir kisah gadis cantik, murah hati dan tidak sombong hanya ada dalam dongeng. Kenyataannya memang ada kok yang seperti itu. Ya contohnya Inez ini dan masih banyak lagi yang lainnya.

Berkat didikan kedua orang tuanya yang hangat, Inez pun menjadi sosok gadis yang baik hati dan tidak sombong atas segala kelebihan yang Ia miliki. Siapapun yang menyapa pasti akan disapa balik oleh Inez, bahkan Inez tidak sungkan menyapa dan tersenyum pada orang yang Ia kenal.

Disenyumin Inez aja sudah bikin para kumbang di kampusnya senang, apalagi bisa mendapatkan hati Inez. Mereka pasti akan mati-matian memberikan segala yang dimilikinya hanya untuk menyenangkan hati Inez.

Mata Inez menangkap sosok lelaki tampan yang akhirnya berhasil menarik hatinya. Laki-laki tersebut adalah Andrew. Pacarnya yang sudah menjalin hubungan dengannya sejak 2 tahun lalu sampai akhirnya mereka sudah di tahun terakhir kuliah.

Andrew sedang nongkrong di taman kampus dengan teman-teman satu jurusannya. Andrew tak melihat ke arah Inez, namun salah seorang temannya menyenggol siku Andrew dan menunjuk ke arah Inez.

Andrew pun melihat kekasih hatinya dari kejauhan. Inez melambaikan tangannya dan setengah berlari menghampiri Andrew.

"Jangan lari dong, Sayang. Nanti kamu jatuh!" tegur Andrew saat Inez sudah sampai di dekatnya. Andrew sengaja menghampiri Inez dan meninggalkan teman-temannya yang menyoraki dan bercie-cie karena Ia kedatangan sang pacar.

"Tenang...aja.... Aku pelan....pelan kok." jawab Inez dengan nafas terengah-engah.

Andrew mengambil sapu tangan di saku celananya dan mengelap keringat yang menetes di dahi Inez. "Ada apa sih kamu sampai seexcited ini? Sampai lari-larian segala. Pasti ada berita gembira ya?" tebak Andrew.

Inez mengambil sapu tangan Andrew dan mengelap sendiri keringatnya. Malu kalau sampai dilihat mahasiswa lain. "Tebak dulu dong ada apa?"

"Mana aku tau, Sayang? Kan kamu yang mau kasih berita gembira." Andrew pun mencubit gemas kedua pipi pacarnya tersebut. Memang Inez adalah pacarnya yang paling imut dan menggemaskan. Andrew kadang harus menahan dirinya agar tidak melewati batas. Bisa kacau jadinya, karena selama ini Ia berusaha menjaga Inez yang baginya adalah calon istrinya kelak. Ia tidak mau merusak Inez sebelum waktu mereka menikah nanti.

"Aku pernah cerita kan sama kamu tentang sahabatku Rara?" tanya Inez.

"Bukan pernah lagi. Every time, every where... kamu selalu cerita tentang sahabat kamu itu. Walau aku belum pernah ketemu langsung tapi aku tau betapa kamu sangat sayang sama Dia. Memangnya kenapa dengan sahabat kamu itu?" ada nada penasaran dalam pertanyaan Andrew. Jujur saja Andrew penasaran seperti apa sih sahabat yang selalu Inez banggakan tersebut.

"Rara mau datang Sayang. Dia lagi liburan kuliah dan kebetulan mau pulang. Ah... aku seneng banget bisa ketemu Rara lagi. Aku kangen banget sama Dia."

"Sama aku gak kangen nih? Kok malah sama Rara sih kangennya? Emangnya pacar kamu Rara ya?" Andrew berpura-pura terbakar api cemburu hanya untuk mendapatkan sedikit perhatian dari Inez.

"Jangan gitu dong, Sayang. Sama kamu juga kangen, tapi kita kan sering ketemu. Beda sama Rara, aku kan jarang ketemu Dia. Walau Rara tinggal di samping rumah aku, tapi kan selama ini Rara tidak tinggal disana melainkan di asrama. Makanya aku kangen banget nih sama Dia."

"Iya....iya... aku tau kok. Pokoknya kamu jangan keasyikan sama Rara dan lupa sama aku ya?" ancam Andrew dengan nada manjanya.

"Iya tenang aja. Kamu kan ter-the best buat aku. Your only the one I loved."

"Ah kamu, makin gemesin deh. Jadi pengen aku cium. Bagi kissnya boleh gak?" tuh kan kalau Inez ngegemesin begini Andrew mana bisa tahan coba?

"Gak boleh! Ini tuh di kampus. Aku malu!" tolak Inez.

"Yaudah kita ke mobil aku aja yuk. Aku beneran pengen nyium kamu banget nih." ajak Andrew.

"Gak mau ah. Aku mau masuk ke kelas dulu ya, nanti telat. Dah Sayang!"

"Yah... Sayang... Tapi kan kita belum...." Andrew gagal mencegah kepergian Inez. Tanpa memperdulikan Andrew yang hasrat ciumannya tak tersalurkan, Inez sudah melenggang pergi tanpa rasa bersalah sama sekali.

(Inez)

********

Inez dan Andrew bertemu saat awal masuk kuliah. Mereka adalah teman satu angkatan namun berbeda jurusan. Kebetulan Inez ada mata kuliah yang sama dengan Andrew.

Andrew yang jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Inez langsung terpukau dengan kecantikan Inez. Wajah Inez yang bak bidadari nan putih suci langsung menarik perhatian Andrew.

Usaha pendekatan yang Andrew lakukan tidaklah mudah. Ada saja laki-laki yang mengelilingi Inez. Belum lagi banyak yang mengungkapkan perasaannya pada Inez, baik secara langsung maupun memberikan surat cinta yang diselipkan ke loker milik Inez.

Andrew tak putus semangat, Ia tahu saingannya memang banyak namun belum ada yang berhasil memenangkan hati Inez. Berbagai cara Ia lakukan, mulai dari sering membelikan Inez minuman kaleng, membawakan Inez cemilan buatan Mamanya, dan juga memberikan Inez lukisan yang Ia buat sendiri.

Andrew memiliki darah seniman yang mengalir dalam darahnya. Mamanya seorang ibu rumah tangga yang jago melukis. Papanya seorang bankir di salah satu bank ternama.

Andrew lebih memilih mengikuti jejak papanya daripada menggali lebih dalam potensi melukisnya. Alhasil, lukisan Andrew berhasil menarik perhatian Inez.

Inez yang tertarik dengan hasil lukisan Andrew perlahan mulai memperhatikan segala bentuk perhatian yang Andrew belikan. Hatinya yang memang pada dasarnya amat baik pun terketuk dengan semua usaha Andrew.

Usaha Andrew tidak sia-sia. Ia pun berhasil mendapatkan hati Inez. Andrew amat senang, baru kali ini Ia benar-benar menyukai seorang perempuan selain mamanya. Andrew tampan namun Ia tidak mau sembarangan berpacaran dengan perempuan lain. Ia adalah tipikal cowok pemilih.

Selera Andrew bukanlah perempuan biasa, baginya Inez adalah wanita yang Ia inginkan, karena itu Andrew gigih memperjuangkan cintanya. Kini, dua tahun sudah mereka menjalin hubungan asmara. Andrew makin yakin dengan pilihannya. Ia pun mencintai Inez dengan caranya, yakni menjaga kesucian Inez sampai nanti mereka menikah.

(Andrew)

*******

"Sayang kita makan dulu ya. Aku lapar nih." pinta Andrew pada Inez. Sepulang kuliah mereka berencana langsung ke rumah sahabat Inez yang baru saja pulang yakni Rara.

"Tapi aku gak sabar mau ketemu Rara." kata Inez dengan manjanya.

"Iya kan nanti bisa ketemu. Rara juga masih lama kan liburannya? Ayolah kita makan. Aku lapar. Kamu gak kasihan? Nanti aku bisa kurus loh!" Andrew memasang sinar mata minta dikasihani pada Inez.

"Baiklah. Kita makan dulu." yess.... Andrew merasa menang. Ia tahu Inez selalu lemah kalau Ia memasang sinar mata seperti itu. Pacarnya ini memang hatinya baik dan mudah luluh jika ada yang meminta seperti itu.

"Asyik. Kamu memang pacar aku yang paliiiiiing baik sedunia." gombal Andrew. Hanya pada Inezlah Ia bisa menggombal. Sama wanita lain mana pernah?

"Makan di cafe biasa aja ya." request Inez.

"Siap, Sayang." Andrew pun mengemudikan mobilnya menuju Cafe langganan mereka. Letaknya tak jauh dari kampus dan kebetulan searah dengan jalan pulang ke rumah Inez.

Sesampainya di cafe, Andrew memarkirkan mobil sedan miliknya di pelataran parkir yang disediakan. Sudah menjadi kebiasaan, Andrew akan membukakan seat belt dan pintu untuk Inez. Benar-benar memperlakukan Inez seperti seorang putri di hatinya.

Inez sangat suka dengan perhatian-perhatian kecil yang Andrew berikan. Ia merasa amat istimewa berada di sisi Andrew. Perlakuan Andrew sungguh membuatnya merasa amat nyaman dan terlindungi. So special pokoknya.

"Silahkan Tuan Putriku." Andrew mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh Inez.

Inez pun turun dari mobil sambil tersenyum malu-malu. "Terima kasih Pangeranku." ah mereka memang saling menggombal. Tak apalah toh mereka memang saling mencintai.

Andrew menggandeng tangan Inez dan mereka pun masuk ke dalam cafe. Andrew menarik kursi untuk Inez duduk terlebih dahulu barulah Ia duduk di kursi seberangnya.

Pelayan lalu datang membawakan buku menu dan memberikannya masing-masing pada Inez dan Andrew. Inez dan Andrew yang memang sudah sering ke cafe tak perlu bingung memilih menu yang mereka suka.

Andrew memesan nasi goreng dan es kopi sedangkan Inez hanya memesan roti bakar dan smoothies untuknya.

"Kamu gak mau makan Sayang? Kok cuma roti aja sih?" kata Andrew begitu pelayan meninggalkan mereka berdua.

"Aku masih agak kenyang Sayang. Gak masalah kok makan roti udah bikin aku kenyang, tenang aja." jawab Inez.

Tak lama pelayan datang membawakan minuman pesanan Andrew dan Inez lalu tak lama makanan pesanan mereka berdua pun datang. Andrew yang memang sudah sangat lapar langsung menyantap makanannya.

"Pelan-pelan Sayang. Nanti kamu tersedak." kata Inez mengingatkan.

"Iya. Aku lapar berat nih. Tadi pagi aku hanya makan sepotong roti aja dan belum makan siang lagi karena jadwal kuliah full. Pas mau makan eh diajakin nongkrong membahas jalan-jalan yaudah gak jadi makan deh." curhat Andrew tanpa menghentikannya makan.

"Kamu gak bilang sih sama aku. Kan tadi aku bisa beliin kamu makanan. Yaudah makan yang banyak ya. Nih, roti bakar aku buat kamu aja kalau masih kurang."

"Gak usah Sayang. Ini udah cukup kok." tolak Andrew.

Inez tersenyum melihat kekasih hatinya tersebut makan dengan lahapnya. Lagi kelaperan aja Andrew terlihat tampan apalagi kalau lagi...

"Ah beruntung sekali aku memilikimu Sayang. Kamu adalah laki-laki terbaik yang akan selalu menjaga aku. Aku sangat sayang dan cinta sama kamu" gumam Inez dalam hati.

"Kenapa liatin aku terus? Ganteng ya?"

Inez yang ketahuan sedang menatap Andrew wajahnya langsung memerah karena malu. "Ih kamu mah. Iya, kamu emang ganteeeeeng banget."

"Masa sih?" tanya Andrew memastikan lagi.

"Beneran deh."

"Aku mah gak ada apa-apanya Sayang dibandingkan dengan fans-fans kamu yang lain. Jauh banget malah. Aku yang amat beruntung mendapatkan kamu. Makanya aku gak mau kehilangan kamu. Awas ya kalau kamu ninggalin aku!" ancam Andrew.

Inez tersenyum. Hatinya berbunga-bunga karena begitu disanjung dan dikagumi oleh Andrew. "Tenang aja Sayang. Kamu tuh everything buat aku. Luv you more...more...more..."

"Ah kamu bisa aja. Aku yang love kamu super banyak. Harus aku yang lebih mencintai kamu dibanding kamu loh." balas Andrew.

"Loh memangnya kenapa?" tanya Inez bingung.

"Karena kamu yang nantinya akan menjadi ibu dari anak-anakku kelak. Jadi aku harus mencintai kamu lebih...lebih... dan lebih lagi. Ya kan?"

Inez kembali tersenyum malu. Ah kalah jago Ia dengan Andrew kalau masalah menggombal. "Iya aja deh Sayang. Oh iya udah selesai belum makannya? Aku gak sabar nih mau ketemu Rara."

"Udah. Kamu juga udah selesai?" tanya Andrew begitu dilihatnya piring berisi roti bakar milik Inez masih ada isinya.

"Udah. Aku udah kenyang."

"Oke. Aku bayar dulu ya." Andrew pun bangun dan membayar pesanan mereka di kasir.

*******

Mobil Andrew memasuki halaman depan rumah Inez. Ia pun memarkirkan mobil dan dengan terburu-buru pergi ke rumah yang terletak di samping rumah Inez.

Inez yang tak sabar ingin bertemu dengan Rara pun menarik tangan Andrew agar berjalan dengan cepat. Andrew hanya geleng-geleng kepala melihat sang kekasih amat tak sabaran ingin bertemu dengan Rara. Ia amat penasaran seperti apa sih sosok Rara, bagaimana Ia begitu berkesan di hati kekasihnya sampai Inez bersemangat seperti itu hanya untuk menemuinya.

Inez menekan bel di pintu rumah Rara. Tak lama seorang wanita seusia Mamanya Inez keluar dan menyambut kedatangan Inez.

"Eh ada Inez. Pasti mau ketemu Rara deh." tebak Tante Vio.

"Iya Tante. Inez kangen banget sama Rara." jawab Inez masih dengan matanya yang berbinar-binar penuh semangat.

"Itu siapa?" tanya Tante Vio menunjuk ke arah Andrew.

"Ini pacar Inez, Tante. Oh iya kenalin Tante namanya Andrew." Inez melihat Andrew dan menyuruhnya berkenalan dengan Tante Vio. Andrew dan Tante Vio pun berkenalan.

"Yaudah kalian masuk nanti Tante panggilkan Rara ya."

Inez dan Andrew pun masuk dan menunggu di ruang tamu. Sementara Tante Vio memanggilkan Rara di kamarnya yang terletak di lantai 2. Tak lama Rara pun turun dan menemui Inez.

Laura Cristy

Wajah gadis itu terlihat tidak semangat. Ditariknya koper yang berisi pakaiannya dengan malas dan berjalan memasuki pekarangan rumahnya.

Rumah tempat Ia semasa kecil dibesarkan tidak ada perubahan, masih tetap sama. Masih terasa kosong dan hampa. Ia menatap rumah yang terletak di sampingnya.

Rumah tersebut amat berbeda dengan rumahnya. Auranya amat jauh berbeda. Rumahnya terasa kosong dan dingin, sedangkan rumah sebelah terasa hangat dan penuh dengan canda tawa bahagia. Seperti menertawakan kegetiran hidupnya.

"Cuih!" Rara membuang ludahnya ke pekarangan rumah tetangganya tersebut. Rasa benci tak bisa Ia sembunyikan. Benci dan dendam sudah menggunung jadi satu.

Laura Cristy atau biasa dipanggil Rara. Gadis yang cukup menarik jika saja wajahnya mau dihiasi dengan senyum, namun Ia lebih memilih menghiasi wajahnya dengan aura kesedihan yang membuatnya selalu terlihat murung apalagi kalau berada di lingkungan rumahnya.

Bagaimana kalau di asramanya? Laura lebih bahagia tinggal di asrama. Ia memiliki banyak teman dan suka tertawa bersama. Kebahagiaan itu berubah kalau Ia pulang ke rumah. Pulang ke rumah yang terasa amat suram dan menyakitkan tersebut.

Sayangnya kehidupannya yang indah di asrama akan berakhir 6 bulan lagi. Ia sudah berada di semester akhir kuliahnya yang berarti tidak lama lagi Ia akan kembali tinggal di rumah ini lagi bersama dengan kenangan-kenangan menyakitkan yang masih terekam dengan jelas di memorinya.

Selama ini Rara tidak pernah pulang sekalipun sedang liburan. Ia lebih memilih menghabiskan liburan di rumah neneknya yang terletak tak jauh dari asrama dibanding pulang ke rumah. Namun 3 bulan lalu nenek tercinta sudah berpulang ke pangkuan ilahi. Tak ada lagi tempat yang bisa Ia habiskan kalau liburan selain rumah ini.

Rara melihat ke sekeliling teras rumah. Tak ada tanaman dalam pot seperti yang dimiliki oleh rumah sebelah. Tentu saja tidak akan ada. Mana mungkin si Nenek Lampir sempat mengurus tanaman, mengurus dirinya saja Ia tak mau bahkan sampai mengirimnya ke asrama segala.

Laura mendekat ke keset di depan pintu. Diangkatnya keset tersebut dan benar saja Ia menemukan kunci rumahnya terletak disana. Ini memang kebiasaan si Nenek Lampir sejak dulu. Kunci cadangan diletakkan dibawah keset.

Laura berdiri dan membuka pintu rumahnya. Krieettt.... pintu rumah pun terbuka. Mata Laura memandang sekeliling dalam rumah. Hanya sedikit yang berubah seingatnya. Ukuran TV yang makin besar dan dengan model terbaru terletak di ruang keluarga.

"Cih! Untuk apa beli TV sebesar itu? Memangnya ada yang mau menonton!" ketus Rara. Ia berbicara sendiri karena memang rumah ini tak ada siapapun.

Rara menutup pintu lalu naik ke lantai 2 dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia amat lelah dengan perjalannya hari ini. Ia putuskan untuk langsung mandi lalu tidur. Memang perjalanan dari asramanya dengan rumah cukup jauh. Hampir 8 jam perjalanan dengan bus. Kalau dengan pesawat hanya 1 jam saja, namun Ia sengaja memilih naik bus agar tidak terlalu lama menghabiskan waktunya di rumah.

Rara baru saja hendak berbaring setelah sebelumnya sudah membersihkan tubuhnya ketika mendengar namanya dipanggil.

"Huft! Mau apa sih Si Nenek Lampir itu? Kenapa juga Ia ada di rumah hari ini? Bukankah Dia gila kerja?!" gumam Rara.

Tak lama pintu kamar Rara diketuk lalu masuklah seorang perempuan cantik yang memakai kemeja kerja ke dalam kamar Rara.

"Sayang kamu udah sampai? Kok kamu gak telepon Mama sih? Kan Mama bisa jemput kamu nanti." Mama Vio mendekati Rara yang kini sudah duduk di tempat tidurnya lalu memeluk Rara dengan erat.

"Mama kangen banget sama kamu Sayang." ujar Mama Vio dengan suaranya yang sedikit bergetar menahan kesedihannya. Ia sungguh sangat kangen dengan putrinya ini.

Rara melepaskan pelukan Mamanya. "Gerah, Ma. Rara baru aja selesai mandi. Kenapa Mama ada di rumah? Bukannya Mama seharusnya di kantor?" Rara melihat jam di kamarnya, jam 2 siang. Sangat jarang melihat kehadiran Mamanya di siang hari. Mama biasanya pulang ke rumah tengah malam atau menjelang pagi lalu akan berangkat kerja lagi di pagi-pagi sekali sebelum Rara bangun.

"Iya Mama sengaja ijin sama kantor karena mau menyambut kedatangan kamu Sayang. Kamu sudah makan belum? Kalau belum Mama akan pesankan makanan buat kita makan bersama. Atau kamu mau makan keluar? Sekalian kita merayakan liburan kamu, gimana?" Mama Vio amat senang dengan kepulangan Rara, Ia bahkan mengacuhkan sikap Rara yang terkesan menjauhinya. Baginya hanya perlu sedikit usaha maka Rara akan dekat kembali dengannya. Toh mereka kan memang ibu dan anak yang memiliki ikatan batin. Ia tidak menyadari kalau semakin lama hubungannya dengan Rara semakin jauh.

"Aku mau makan di rumah saja. Aku lelah mau istirahat dulu." tolak Rara.

"Baiklah Sayang. Kamu istirahatlah. Mama akan pesan makanan jadi nanti saat kamu bangun sudah siap semua. Mama tinggal dulu ya. Istirahatlah Sayang." Mama Vio lalu menyalahkan AC dan meninggalkan kamar Rara.

Rara melanjutkan tidurnya. Baru satu jam tidur tiba-tiba Rara mendengar pintu kamarnya diketuk lagi. Rara pun terbangun dari tidurnya.

"Kenapa Ma?" tanya Rara dengan kesal.

"Kenapa sih Si Nenek Lampir ini gangguin gue terus?" gerutu Rara dalam hati.

Mama Vio pun masuk ke dalam kamar Rara setelah mendengar kalau Rara sudah bangun. "Sayang ada Inez di bawah. Dia pengen ketemu kamu. Katanya kangen banget."

"Inez? Si Tukang Pamer itu lagi. Ngapain sih seexcited itu pengen ketemu gue? Pasti ada yang mau dipamerin lagi deh." gumam Rara dalam hati.

"Iya, Ma. Nanti Rara turun. Rara mau cuci muka dulu." jawab Rara dengan malas.

"Oke Sayang." Mama Vio pun meninggalkan kamar Rara untuk menyuguhkan minuman untuk Inez dan pacarnya.

Rara menyingkirkan guling di sampingnya dengan kesal. Wajahnya kesal. Baru saja tiba sudah banyak hal-hal menyebalkan. Kenapa sih Nenek harus meninggal secepat ini? Ia kan harus terus bertemu orang-orang menyebalkan seperti Si Nenek Lampir dan Si Tukang Pamer Inez.

Dengan kesal Rara masuk ke dalam kamar mandi dan mencuci mukanya. Ia mengelap wajahnya dengan handuk bersih lalu merapihkan rambutnya sebelum turun menemui Inez.

Rara melangkahkan kakinya menuruni tangga. Terdengar suara dua orang yang sedang tertawa dengan bahagia lalu suara Mamanya yang juga ikut tertawa senang.

"Bisa juga Si Nenek Lampir tertawa bahagia kayak gitu." kata Rara dalam hati.

"Itu Rara udah turun." beritahu Mama Vio pada Inez.

Inez lalu bangun dari duduknya dan berlari menghampiri Rara.

"Raraaaaa...." kata Inez dengan penuh semangat. Inez langsung memeluk Rara melepaskan rasa kangen di hatinya.

"Ineezzz Sayaaaaang. Gue kangen banget sama lo." Rara balas memeluk Inez.

"Cih. Siapa juga yang mau kangen sama lo?" omel Rara dalam hati.

"Gue juga kangen banget sama lo, Ra. Ya ampun lo cantik banget sekarang." puji Inez. Inez melepaskan pelukannya lalu menatap penampilan Rara dari ujung rambut sampai kaki yang terlihat amat berbeda.

"Bohong! Bilang saja lo mau gue puji juga. Oke, gue ikutin permainan lo!" kata hati Rara.

"Masa sih, Nez? Kalah lah cantiknya sama lo. Wajah lo aja makin glowing gitu. Makin cantik lo mirip sama Tante Nia aja." Rara sengaja menyebut Inez secantik Tante Nia Mamanya Inez agar Inez makin senang dengan pujian yang Ia berikan.

"Enggaklah. Pokoknya masih cantikkan lo. Titik." ujar Inez tak mau kalah memuji.

"Terserah lo lah. Gue males kebanyakan muji lo. Makin besar kepala nanti. Cih." gumam Rara lagi dalam hati.

"He...he...he... Bisa aja deh. Lo sama siapa kesini?" Rara melirik seorang cowok yang duduk di ruang tamunya. Cowok itu sejak tadi memperhatikan dirinya.

"Pasti Si Tukang Pamer ini selalu cerita tentang gue deh makanya cowoknya penasaran sampe liatin gue kayak gitu." gumam Rara dalam hati.

"Itu pacar gue, Ra. Ayo gue kenalin." Inez menggandeng tangan Rara dan mengajaknya berkenalan dengan Andrew.

"Sayang. Ini Rara." Inez lalu bicara pada Rara. "Ra kenalin cowok gue namanya Andrew."

Andrew berdiri lalu mengulurkan tangannya. "Andrew."

"Laura panggil aja Rara." Rara menyambut uluran tangan Andrew.

"Inez banyak cerita tentang lo. Gue jadi penasaran ternyata lo seperti yang diceritain ke gue, he..he.." jawab Andrew.

"Ah masa sih? Inez cerita apa aja tentang gue? Pasti yang jelek-jelek ya misalnya gue suka ngupil gitu?" tebak Rara asal.

Tak disangka Andrew ternyata malah tertawa padahal Rara tak ada niat untuk melucu.

"Enggak kok. Inez cerita yang baik-baik tentang lo tenang aja. Tapi bener ya kata Inez kalau lo tuh anaknya asyik. Baru kenal aja kita udah langsung akrab kayak gini." puji Andrew.

"Akrab? Gue akrab sama kalian? Lo kali yang sok akrab sama gue! Gak masalah lah karena lo ganteng. Kalau lo ganteng terus tajir lo bakalan beneran gue baikkin, tapi kalo lo ternyata kere mah males banget gue baik-baik sama lo." kata hati Rara.

"Hmm... Aku dicuekkin sama kamu nih ceritanya? Wah baru ketemu Rara aja kamu udah pindah ke lain hati nih. Bisa bahaya nih." ujar Inez berpura-pura cemburu.

"Enggak kok Sayang. Rara kan sahabat kamu. Masa sih aku tega merusak persahabatan kalian? Inget ya, your only the one I loved." gombal Andrew untuk memenangkan hati Inez kembali.

"Cih! Mulai pamer kemesraan mereka di depan gue. Makin muak aja gue ngeliatnya. Gue jadi pengen ngerusak hubungan kalian yang super duper lebay itu. Baiklah ini target liburan gue kali ini. Lumayanlah untuk mengisi liburan daripada bosen. Lebih baik ngerusak hubungan Si Tukang Pamer ini. Sekali tepuk dua lalat bisa kena. Bikin Si Tukang Pamer ini menderita sekalian putusin hubungan mereka." kata Rara dalam hati.

"Udah ayo kita duduk dulu sambil ngemil. Mama aku udah nyiapin cemilan tuh." ajak Rara. Mereka pun kembali mengobrol di ruang tamu.

Rara duduk di samping Inez yang terus saja menggandeng tangannya tak mau lepas. Sejujurnya Rara merasa risih dengan perlakuan Inez yang bermanja ria padanya. Tapi demi menunjukkan citra sahabat yang juga kangen sama sahabatnya terpaksalah Ia menahan perasaannya. Andrew duduk dihadapan mereka berdua seorang diri sementara Mama Vio kembali ke dapur untuk memanaskan makanan yang Ia pesan.

"Jadi kalian sudah berapa lama berpacaran?" Rara mulai menginterogasi kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu. Ia berusaha mencari informasi yang banyak sebelum menjalankan rencana jahatnya tersebut.

"Udah 2 tahun." jawab Andrew. Sementara Inez sedang asyik memperhatikan kuku milik Rara yang dihiasi dengan kutex berwarna indah dengan hiasan batu diatasnya.

"Wah udah lama juga ya. Kok lo gak pernah cerita sih sama gue Nez kalau lo udah punya pacar?" Rara berusaha mengalihkan perhatian Inez dari kukunya. Ia mulai risih dengan sikap Inez yang menurutnya amat norak itu, memangnya Ia tidak pernah ke salon apa hanya untuk manicure dan pedicure? Usaha Rara berhasil. Inez mulai mengalihkan perhatiannya dari kuku Rara.

"Habisnya kamu kalau aku telepon sibuk terus sih?! Kan aku belum sempat cerita tentang Andrew." protes Inez.

"Sibuk darimana sih Nez? Aku kan di asrama cewek mana sempat pacaran? Gak kayak kamu yang pacarnya banyak. Ups... maaf aku gak bermaksud bilang kayak gitu." Rara memasang wajah bersalah melihat ekspresi Andrew yang langsung memicingkan matanya penuh curiga.

"Memangnya Inez banyak pacarnya Ra?" Andrew mulai terpancing dengan omongan Rara.

"Oh enggak kok. Aku cuma becanda aja. Inez mah anak baik-baik. Mana mungkin Inez kayak gitu." jawab Rara.

"Ih Sayang kamu kok nanya gitu sih? Kamu gak percaya sama aku? Waktu itu aku emang sering cerita sama Rara tapi bukan tentang pacar aku tapi tentang cowok-cowok yang lagi pendekatan sama aku. Aku gak pacaran sama mereka semua kok." kata Inez menjelaskan. Ia takut Andrew cemburu yang berakibat rusaknya hubungan mereka nantinya.

"Oh jadi mau pamer nih ceritanya kalau punya banyak gebetan? Sok iye banget sih jadi orang. Ih makin semangat deh gue ngerusak hubungan kalian berdua." batin Rara.

"Iya, Drew. Mungkin gua aja kali yang lagi gak fokus dengerin ceritanya Inez. Gue pikir Inez gonta ganti pacar eh ternyata hanya fansnya Inez aja toh. Wah berarti lo beruntung ya Drew dapetin Inez?" Rara mulai memakai topeng muka duanya saat ini. Cara yang paling ampuh untuk merusak hubungan orang.

"Bisa aja nih Rara. Enggaklah. Justru gue yang beruntung mendapatkan cinta Inez. Susah loh dapetin Inez. Saingannya banyak." puji Andrew pada kekasih hatinya.

"Yaelah ternyata cowoknya sama lebaynya sama nih cewek. Sama-sama norak. Kayak gak pernah pacaran aja sebelumnya. Cocok emang tukang pamer sama tukang pamer." gerutu Rara dalam hati.

"Lo sendiri gimana Ra? Cowok lo siapa sekarang? Lo pasti punya pujaan hati kan?" tanya Inez.

"Gue-" belum sempat Rara menjawab tiba-tiba Mama Vio menjawab. Mama Vio yang datang membawakan lagi cemilan untuk teman mereka mengobrol ternyata mendengarkan percakapan mereka sejak tadi. Ia juga amat ingin tahu kehidupan anaknya seperti apa.

"Rara mungkin agak susah untuk pacaran, Nez. Ia sibuk belajar. Buktinya nilai kuliahnya amat bagus. Bahkan sampai Cum Laude. Mana sempat Ia berpacaran? Iya kan Sayang?" tanya Mama Vio.

"Iya, Ma. Mana sempat aku berpacaran. Aku kan sibuk dengan belajar." jawab Rara sambil tersenyum.

"Kalian pikir gue gak bisa kabur kalau malam hari untuk sekedar ke diskotek? Jangan panggil gue Laura kalau aku gak bisa buat onar di asrama putri sekalipun." gumam Rara dalam hati.

(Rara)

Piyama Party

"Tuh kan apa Tante bilang, Rara tuh memang anak baik dan rajin, Nez. Mana sempat Dia pacaran." ujar Mama Vio dengan bangganya.

"Iya Tante. Inez jadi malu nih sama Rara. Inez kerjaannya pacaran melulu he...he..he..." kata Inez merendah.

"Saya dong yang salah, Tante. Kan saya yang ngajakkin Inez pacaran?" seru Andrew berusaha membela pacarnya dari sindiran halus Tante Vio tersebut.

"Sudah.... sudah... Jangan saling menyalahkan. Kalau mau disalahkan tuh salahin aja aku yang ngejomblo terus." ucapan Rara langsung disambut dengan tawa semua orang.

"Kena kan kalian sama gue. Silahkan kalian tertawa sepuasnya. Nanti kalian akan menangis, gue pastikan itu!" gumam Rara dalam hati.

"Ah anak Mama ini bisa aja. Sudahlah ayo kita makan dulu, Tante udah beli makanan nih buat makan sama-sama. Gimana?" ajak Tante Vio.

"Gak usah Tante. Aku udah makan tadi sebelum kesini." tolak Andrew.

"Tapi aku mau makan bareng sama Rara." kata Inez dengan manjanya.

"Yaudah kamu ikut makan bareng. Aku pulang duluan ya. Aku gak mau gangguin sesi kangen-kangenan kamu sama Rara." pamit Andrew.

"Nanti telepon aku ya kalau udah sampai rumah." pesan Inez.

"Iya Sayang." jawab Andrew. "Tante... Rara... Aku pamit pulang dulu ya." pamit Andrew dengan sopan. Memang Mami Andrew di rumah mendidiknya dengan penuh kasih. Ia tumbuh menjadi anak yang sopan tidak seperti anak muda kebanyakan yang suka songong dan tidak sopan pada orang yang lebih tua.

"Iya, Ndrew. Hati-hati. Tenang aja, Inez aman kok disini." jawab Rara sambil menyunggingkan senyumnya.

"Iya gue percaya kok sama lo. Makasih ya semuanya."

"Lebay.... Kayak mau pergi kemana aja pake perpisahan kayak gitu." oceh Rara dalam hati.

Inez mengantar Andrew sampai depan mobilnya. Ia melambaikan tangannya saat mobil Andrew melaju meninggalkan pekarangan rumahnya. Inez lalu kembali lagi ke dalam rumah Rara.

Inez langsung menghampiri Rara yang kini sedang duduk di ruang makan bersama Tante Vio. Sudah tersedia piring untuk dirinya di meja makan. Tanpa sungkan Rara pun langsung duduk di tempat yang disediakan.

"Tante masak semuanya?" tanya Inez dengan cueknya.

"Ya enggaklah, Nez. Mana sempat Tante masak semua ini. Semuanya beli. Kamu tahu sendiri kalau Tante tuh super sibuk." jawab Tante Vio dengan santainya.

"Gue sih gak masalah Nez mau masak sendiri atau beli, yang penting bisa dimakan. Udah ayo makan. Gue laper nih tadi di bus cuma ngemil chiki aja. Gak nampol." ujar Rara sambil mengambil nasi dan menuangkannya ke piringnya sendiri. Ia lalu mengambil lauk ayam bakar yang sudah Mamanya pesan.

"Ayo Inez juga diambil dong makannya. Kita makan bareng. Kan udah lama banget kita gak makan bareng." ajak Tante Vio.

"Siap Tante. Inez makan ya. Inez sengaja tadi gak ikut makan sama Andrew soalnya Inez mau ajak Rara makan bareng. Kangen banget sama Rara habisnya." kata Inez dengan nada manjanya. Inez pun mengikuti Rara mengambil nasi dan lauk ke piringnya lalu menikmati makan siang yang kesorean untuknya.

"Nginep aja Nez sekalian. Temani Rara." ujar Tante Vio spontan.

"Uhuk..." Rara yang kaget mendengar Mamanya tiba-tiba menyuruh Inez untuk menginap pun sampai tersedak. Inez lalu bangun dan menepuk-nepuk punggung Rara agar tersedaknya reda.

"Pelan-pelan Sayang makannya." Tante Vio juga ikut bangun dan menuangkan segelas air putih untuk Rara. "Ayo diminum dulu air putihnya." Tante Vio memberikan gelas berisi air putih dan memberikannya pada Rara.

Rara mengambil air putih tersebut dan meminumnya. Inez sudah tidak menepuk punggung Rara lagi melainkan hanya mengusapnya dengan lembut seperti memberikan ketenangan agar rasa tersedak Rara hilang.

"Makasih, Nez." ujar Rara setelah sudah tenang.

Inez pun kembali lagi ke tempat duduknya.

"Ayo dimakan lagi. Nanti keburu dingin gak enak." ujar Tante Vio.

"Iya, Ma." jawab Rara. Ia pun melanjutkan lagi makannya meski selera makannya sudah lenyap.

"Ngapain sih Mama pake nawarin Si Tukang Pamer untuk nginep segala? Males tau gak tidur deket-deket Dia terus." keluh Rara dalam hati.

"Emm... Ra, gue boleh kan nginep malam ini? Kebetulan besok gue udah mulai liburan jadi kita bisa begadang semalaman sambil ngobrol. Gue kan kangen banget mau cerita-cerita sama lo. Boleh ya, please..." pinta Inez. Inez pun menatap Rara dengan sorot mata yang tak mampu siapapun menolaknya.

"Kasih lah Ra sahabat kamu Inez untuk nginep. Kasihan Dia tuh kangen banget sama kamu." suruh Mama Vio pada Rara.

Rara menghela nafas berat. Rasanya hari ini amat lelah. Lelah dengan perjalanan jauh, lelah juga dengan orang-orang yang suka ngintilin hidupnya. Padahal malam ini rencananya Rara mau cabut ke diskotek untuk bertemu teman-teman lamanya.

"Baiklah. Apa sih yang enggak buat Inez tersayang?" ujar Rara dengan mulut manisnya. Lain di mulut lain juga di hati. Dalam hatinya Rara terus mengutuk dan jijik dengan perkataan yang Ia ucapkan sendiri.

"Asyyiiikkk. Rara memang terbaik deh. Habis ini aku mau pulang dulu ya. Aku mau mandi dan nanti kita pesta piyama ya berdua." kata Inez dengan semangat berapi-api. Hatinya amat senang hari ini.

*****

"Iya Sayang aku mau nginep dulu ya di rumah Rara. Dah Sayang." Inez menutup sambungan teleponnya dengan Andrew. Ia sudah mandi dan berganti dengan piyama tidur bergambar teddy bear kesukaannya.

Inez lalu pergi ke dapur dan membawa cemilan untuk stok pesta piyama nanti bersama Rara.

"Kamu mau kemana sih Nak dengan semua cemilan itu? Mau kamu makan sendirian? Gak takut gendut? Nanti Andrew kabur loh kalau liat kamu gendut kayak gajah." tanya Mama Olive yang sejak tadi melihat putrinya sedang sibuk memilih cemilan dan memasukkannya ke dalam papper bag.

"Eh emangnya Inez belum bilang ya sama Mama? Inez mau nginep Ma ke rumah Rara." Inez menggaruk kepalanya, Ia sedang mengingat-ingat apakah Ia sudah minta ijin mamanya atau belum.

"Belum. Memangnya Rara sudah pulang?" tanya balik Mama Olive.

"Udah, Ma. Tadi siang Rara udah pulang. Malah tadi Inez makan bareng sama Tante Vio dan Rara." beritahu Inez.

"Tumben Vio ada di rumah saat jam kerja. Mama baru tau loh dari kamu kalau Rara sudah pulang. Memangnya Rara gak capek baru pulang sudah kamu intilin terus? Nanti Dia terganggu gak sama kedatangan kamu gimana?" tanya Mama Olive khawatir.

"Tenang aja Ma. Tadi Inez udah ijin sama kok sama Rara dan diijinkan buat nginep. Kalau masalah Tante Vio di rumah mungkin mau menyambut kedatangan Rara kali, Ma. Makanya Tante Vio ijin dari kantornya untuk pulang lebih cepat." jawab Inez.

"Ya sudah kalau begitu. Bawa saja deh cemilan yang kamu mau. Anggap aja sebagai hadiah menyambut kedatangan Rara di rumah. Jangan lupa salamin ya dari Mama buat Rara. Kalau perlu Rara suruh nginep di rumah kita, gantian."

"Siap, Ma."

*****

"Aku gak bisa keluar malam ini, Beb. Reschedule aja ya. Besok atau lusa aku usahain. Aku tunggu Si Nenek Lampir ke luar kota. Tadi Dia bilang sih katanya mau ke luar kota antara besok atau lusa. Iya aku janji deh. Kamu jangan ngambek sama aku ya. Oh iya Si Tukang Pamer mau nginep nih di kamar aku. Sebenernya sih aku males tapi aku mau mengorek informasi dari Dia dulu buat rencana aku ke depannya." Rara sedang asyik berbicara di telepon dengan pacarnya ketika Inez memanggilnya di bawah.

"Ra... aku datang nih." teriak Inez penuh semangat.

"Beb, udah dulu ya. Si Rese dateng nih. See you tomorrow ya, Luv you." Rara menutup teleponnya dengan cepat. Ia tidak mau Inez sampai menguping pembicarannya dengan sang kekasih.

"Masuk aja, Ra. Aku lagi beresin barang-barang di kamar." teriak Rara balik.

Tak lama Inez mengetuk pintu kamar Rara. Tanpa menunggu persetujuan Rara, Inez pun langsung masuk ke dalam kamar.

"Wah kamar kamu gak ada yang berbeda ya Ra. Masih tetap sama seperti dulu." Inez memang sudah lama tidak masuk ke dalam kamar Rara.

Kamar Rara tetap terjaga kebersihannya selama ini meskipun sudah hampir 4 tahun Ia tidak pulang ke rumah. Rara memilih tinggal di asrama putri sejak kuliah. Meskipun Rara jarang pulang namun Tante Vio tetap menjaga kamar Rara seperti terakhir kali Rara meninggalkannya.

Foto Papa Rara yang sedang menggendong Rara sambil tertawa bahagia masih tetap berada di meja belajarnya. Mata Inez langsung tertuju pada Om David. Inez gak suka dengan Om David. Kenapa Rara masih memajang foto Papanya tersebut?

Rara melihat pandangan mata Inez yang tertuju pada foto dirinya dan Papanya. Dengan langkah secepat kilat Rara menggandeng Inez dan mengajaknya duduk di tempat tidurnya.

"Sini duduk dulu, Nez." ajak Rara.

"Oh iya aku sampai lupa, Ra." Inez menepuk keningnya. Gara-gara melihat lagi foto Inez dengan Om David Ia sampai lupa dengan apa yang Ia bawa. Inez pun mengeluarkan cemilan dan titipan dari Mama Olive untuk Rara. "Ini, Ra. Mama aku bawain buat kita ngemil sama..... nah ini Dia. Mama buat syal ini sendiri loh. Mama bilang ini buat kamu. Nanti kamu pakai ya kalau di asrama dingin."

Rara menerima syal rajut buatan tangan Tante Olive. Syal berwarna pink itu terlihat amat lembut dan hangat. Rajutannya pun rapi. Benar-benar sesuai dengan kepribadian Tante Olive.

Sejak dulu Rara amat menyukai Tante Olive. Tante Olive dan Mama Vio memang berteman lama, namun sikap dan sifat Tante Olive dan Mama Vio amatlah jauh berbeda.

Tante Olive adalah sosok keibuan yang selalu Ia idamkan sejak dulu. Tante Olive memperlakukan dirinya sama lembutnya dengan Inez. Ini yang Ia suka dari berteman dengan Inez, selebihnya hanyalah hal yang Ia benci.

Tante Olive selalu menawarkan Rara makan setiap Rara pulang sekolah dan mendapati rumahnya kosong melompong tanpa ada sesuatu yang bisa dimakan. Hanya ada uang di atas lemari es untuk Ia membeli sendiri makanan yang Ia suka.

Tante Olive selalu memanggilnya untuk makan bersama. Rara tanpa tahu malu selalu ikut Inez makan siang bersama dengan Tante Olive. Semua itu Rara lakukan hanya demi bisa merasakan masakan Tante Olive yang menurutnya paling enak sedunia.

Air mata Rara mulai menggenang di pelupuk matanya. Andai.... Andai Ia memiliki Mama seperti Tante Olive, maka Papa David tidak akan pergi dari rumah dan Ia tidak perlu tinggal dengan Mama Vio yang suka membentaknya dan selalu mengatur hidupnya tersebut.

Rara memimpikan memiliki keluarga yang utuh seperti Inez. Keluarga yang saling mendukung. Keluarga yang hidup rukun dan damai tanpa perlu ada pertengkaran setiap harinya. Tanpa perlu ada piring terbang dan keramik pecah yang terkadang melukai jarinya sampai berdarah.

Keluarga yang tertawa bahagia, bukan yang saling memaki dengan kata-kata kebun binatang yang keluar dari mulut sepasang kekasih yang dulunya mengaku saling mencintai namun kini saling menyakiti. Iya, Rara iri dengan semua yang Inez miliki dan Ia tidak miliki. Andai ia bisa menukar kehidupannya dengan kehidupan milik Inez.....

"Ra... Ra...." Inez menggoyangkan tangannya di depan wajah Rara yang sejak tadi hanya melamun dan asyik dengan pikirannya sendiri.

Rara kaget dan tersadar dari lamunannya. "Emm.... Iya... Maaf gue tadi lagi terpukau sama hasil rajutam Tante Olive. Bagus banget."

"Lo suka?" tanya Inez.

Rara mengangguk. Ia memang amat menyukai apapun yang Tante Olive buat.

"Nanti gue bilangin sama Mama buat bikinin rajutan buat lo deh sebelum lo balik ke asrama. Lo mau dibuatin apa lagi Ra biar nanti gue request ke Mama." tanya Inez.

"Apa aja. Terserah Tante Olive aja." jawab Rara pasrah.

"Oke. Kita ngapain nih buat pesta piyama kali ini? Hmm... gimana kalau kali ini lo yang cerita gimana kehidupan lo di asrama. Gimana?" tanya Inez.

"Ah mana seru sih Nez kehidupan di asrama? Sehari hari hanya makan, tidur, sekolah. Begitu aja terus. Gak ada yang bisa gue ceritain. Lebih seru cerita di kampus lo deh kayaknya." Rara mengambil sebuah chiki yang Inez bawa lalu membukanya.

"Memangnya se-membosankan begitu ya kehidupan asrama? Gak bisa jalan-jalan keluar gitu?" tanya Inez penasaran.

"Ya bisa lah. Emangnya gue tinggal di penjara. Lo gak tau aja kalau di asrama putri lebih parah dari kehidupan kuliah lo yang gitu-gitu aja. Lo gak tau kan kalo gue tuh ratunya party? Dasar cupu!" keluh Rara dalam hati.

"Iya gitu deh. Udah ah gak usah bahas kehidupan gue yang monoton. Lo ceritain dong tentang pacar lo Andrew. Kok bisa sih kalian awet pacaran sampai sekarang?" Rara mulai mengorek informasi dari Rara.

"Soalnya Andrew tuh orangnya baik banget Ra sama gue. Dia selalu sabar ngadepin sikap gue yang kadang kekanak-kanakan." jawab Inez dengan jujur.

"Kalau gue liat sih ya Nez, Andrew tuh typikal cowok posesif, bener gak?" tebak Rara.

"Emm... Belum tau ya Ra. Yang pasti Andrew tuh pencemburu orangnya." kata Inez.

"Bingo! Dasar bodoh! Itu rahasia besar kalian dan lo bocorin ke gue. Sekarang gue tau apa yang akan gue lakukan ke lo." senyum Rara dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!