NovelToon NovelToon

Oh My Mafia

1# Gladys

Ting Tong!

Tanda bebas melepaskan sabuk pengaman berbunyi. Gladys membuka sabuk pengaman nya, lalu beranjak dari kursi pesawat yang akan membawa nya terbang menuju Indonesia.

Gladys bergegas menuju toilet pesawat, karena sejak boarding time tadi Gladys sudah menahan hasrat nya untuk ke kamar kecil. Pesawat yang di tumpangi Gladys baru saja take off meninggalkan Charles de Gaulle air port, Prancis.

Hampir sepuluh tahun belakangan ini, Gladys tinggal di Ibukota Prancis, yaitu Paris. Sejak tamat SMA, Gladys di kirim orang tua nya untuk melanjutkan pendidikan di Paris. Hingga dirinya lulus dari universitas, Gladys tetap tinggal di Paris karena ia ingin bekerja dan hidup di Negara yang terkenal romantis itu.

Tetapi, dua minggu yang lalu, Gladys di minta untuk pindah kembali ke Indonesia. Karena, Papa nya meminta Gladys untuk meneruskan perusahaan milik Papa nya.

Sangat mengejutkan bagi Gladys, mengapa sangat mendadak sekali Papa nya meminta ia untuk pindah dan melanjutkan perusahaan. Tetapi, setelah ia menghubungi Mama Veronica, Gladys mengerti mengapa dirinya di paksa untuk pulang. Ternyata Papa Gladys sedang sakit dan tidak sanggup lagi untuk memegang perusahaan yang sudah menghidupkan mereka sekeluarga.

Gladys, wanita cantik berusia 28 tahun adalah anak satu-satunya Bapak Anton Lee, seorang pemilik perusahaan rokok terkenal. Gladys sudah menjadi piatu sejak ia masih duduk di bangku kelas dua SMP. Kangker payudara yang ganas sudah merenggut nyawa Mama nya.

Satu tahun sejak kepergian Mama nya, Papa Gladys menikah lagi dengan seorang wanita cantik yang bernama Veronica. Veronica memiliki seorang anak laki-laki yang sudah ia miliki sebelum menikah dengan Papa nya Gladys, adik tiri Gladys bernama Bryan.

Saat Veronica dan Bryan masuk kedalam rumah Gladys, Bryan masih kelas enam sekolah dasar. Perbedaan usia Gladys dan Bryan hanya tiga tahun.

Awal nya Gladys begitu sulit menerima kehadiran Veronica dan Bryan. Karena bagi Gladys, Veronica tidak akan bisa menggantikan almarhumah Mama nya.

Tetapi, kelembutan Veronica dapat sedikit melunakkan hati Gladys. Veronica adalah Ibu tiri yang sangat perhatian dan baik hati menurut penilaian Gladys. Walaupun awalnya Gladys selalu bersikap kasar dan acuh kepada Veronica, Ibu tiri nya itu tetap memberikan perhatian nya kepada Gladys tanpa sedikitpun membalas semua perlakuan Gladys kepada dirinya.

Lambat laun Gladys melunak dan menerima Veronica sebagai pengganti Mama nya dan Bryan sebagai adik bagi dirinya. Hal itu lah yang membuat Gladys percaya meninggalkan Papa nya ke Paris dengan Ibu tirinya tersebut.

"Mengapa Papa menyuruh ku kembali Ma?" Tanya Gladys kepada Mama Veronica melalui sambungan telepon.

"Papa kamu sakit Gladys. Tetapi Papa mu tidak mau berterus-terang kepada mu. Jadi, Mama harap kamu pura-pura tidak tahu saja. Yang penting kamu pulang dan turuti permintaan Papa mu untuk melanjutkan perusahaan." Beber Mama Veronica.

"Papa sakit apa Ma?" Tanya Gladys dengan panik.

"Papa mu sakit stroke dan sekarang keadaan nya cukup memprihatinkan. Lebih baik kamu pulang secepatnya, agar kamu bisa segera melihat keadaan Papa mu sendiri."

"Baiklah Ma, terima kasih." Ucap Gladys sebelum ia mengakhiri panggilan telpon tersebut.

Gladys terlihat sangat panik. Di dunia ini ia hanya memiliki Papa nya. Gladys tidak ingin membuang-buang waktu lagi. Gladys langsung mengurus kepindahan nya ke Indonesia.

Seorang awak pesawat menawarkan Gladys segelas wine saat ia kembali dari kamar kecil. Tetapi, Gladys menolak nya dan meminta segelas juice saja untuk ia nikmati pada senja itu.

Gladys menatap kosong ke arah luar jendela pesawat. Sambil menikmati juice yang baru saja ia terima dari awak pesawat. Penerbangan first class tidak lagi menyenangkan bagi Gladys. Di mata nya terus terbayang wajah Papa nya yang sedang sakit dan ia berharap dirinya untuk segera berada di samping Papa nya.

"Pa, tunggu Gladys ya. Gladys besok akan bertemu dengan Papa." Bisik nya di dalam hati.

**

Setelah perjalanan yang panjang, akhirnya pesawat yang di tumpangi Gladys mendarat. Dengan tak sabar, ia beranjak dari kursi nya dan turun dari pesawat. Setelah semua barang bawaan nya sudah di tangan, Gladys pun bergegas keluar dari terminal kedatangan.

Saat ia baru saja keluar dari terminal ia menyapukan pandangannya ke sekumpulan orang yang sudah menunggu kehadiran orang yang sengaja mereka jemput. Gladys melirik arloji di tangan kanan nya dan kembali melihat sekumpulan orang tersebut.

Tiba-tiba saja seorang lelaki berkaca mata hitam menghampiri dirinya.

Lelaki yang menggunakan celana bahan berwarna hitam dan kemeja putih tersebut menyapa dirinya dengan suara yang terdengar sangat datar dan dingin.

"Nona Gladys?"

"Ya, saya." Sahut Gladys sambil memperhatikan sosok lelaki tampan yang sedang berdiri di hadapannya.

"Saya di utus tuan Anton Lee untuk menjemput Anda." Ucap Lelaki bertubuh atletis tersebut.

"Ah, begitu. Ok, tolong bawa barang bawaan saya." Ucap Gladys sambil menyerahkan koper dan tas tangan milik nya dengan angkuh.

Lelaki itu tidak menyahut perintah Gladys. Ia membalikan badan nya dan menyuruh Gladys untuk mengikuti dirinya dari belakang menuju mobil yang sudah menunggu.

"Hei! Saya menyuruh mu untuk membawakan barang bawaan saya! apa kamu tidak mendengar?" Ucap Gladys sambil mengikuti lelaki itu dari belakang.

Lelaki itu menghentikan langkah nya dan menoleh ke arah Gladys.

"Aku menjemputmu bukan berarti aku pembantu mu. Kamu urus sendiri barang bawaan mu." Ucap lelaki itu. Lalu, ia kembali melanjutkan langkahnya menuju mobil.

Gladys terperangah menatap lelaki itu. Ia tidak menyangka akan mendapatkan jawaban seperti itu dari lelaki yang menjemput dirinya.

Gladys kembali melanjutkan langkahnya hingga tiba di depan mobil mewah berwarna hitam.

"Hei! siapa nama mu? Aku akan beritahukan Papa ku atas sikap tak sopan mu kepada ku." Ucap Gladys sambil memperhatikan lelaki itu yang sedang membuka bagasi mobil.

"Taruh barang-barang mu kedalam bagasi, setelah itu masuk lah." Ucap lelaki itu. Lalu, ia membuka pintu mobil nya dan duduk di balik kemudi.

"Sungguh kurang ajar! Apa dia tidak tahu bila aku adalah putri seorang Anton Lee?" Gumam Gladys.

Gladys memasukan kedua koper nya kedalam bagasi mobil sambil terus bergumam kesal. Dari pantulan kaca spion tengah mobil, lelaki itu terus memperhatikan Gladys yang terus mengomel karena sikap nya.

Setelah semua barang bawaan nya tertata di dalam bagasi, Gladys menutup bagasi tersebut lalu masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang.

Lelaki itu langsung mengunci otomatis pintu mobil. Lalu, ia mulai mengendarai mobil dengan perlahan meninggalkan bandara.

"Siapa nama mu? apa kamu tidak tahu bila aku ini adalah putri dari tuan mu?" Tanya Gladys dengan gusar.

Lelaki itu kembali melirik Gladys lewat kaca spion tengah mobil dan mengacuhkan pertanyaan Gladys.

"Apa kau tuli? Jawab pertanyaan ku!" Desak Gladys.

"Aku tidak bekerja untuk Anton Lee." Sahut lelaki itu.

Gladys terperangah saat mendengar ucapan lelaki itu.

"Maksud mu?" Tanya Gladys.

Lelaki itu kembali mengacuhkan Gladys.

"Hei! maksud mu apa? Bila kamu tidak bekerja dengan Papa ku. Lalu, kamu ini siapa? dan bekerja untuk siapa? Mama Veronica? Bryan?"

Lelaki itu menoleh ke belakang dan menatap Gladys dengan seksama.

"Ternyata kamu cerewet sekali." Ucap Lelaki itu. Ia menepikan mobil nya dan turun dari mobil.

Lelaki itu membuka pintu penumpang, lalu ia menarik tubuh Gladys hingga merapat ke tubuh nya. Gladys mencoba menatap mata lelaki itu dari balik kaca mata hitam nya. Samar, Gladys dapat melihat sorot mata milik lelaki itu. Mata nya terlihat teduh tetapi terasa sangat dingin.

Dengan cepat, tangan lelaki itu membekap mulut dan hidung Gladys. Sehingga Gladys kesulitan untuk bernapas. Gladys meronta-ronta beberapa saat sebelum iya terkulai lemas tak sadarkan diri.

Lelaki itu melepaskan tangan nya dari wajah Gladys. Lalu, ia mengantongi sapu tangan yang sudah ia berikan cairan obat bius untuk membungkam Gladys.

Lelaki itu merapikan kemeja nya. Lalu, ia kembali menutup pintu penumpang dan kembali ke balik kemudi nya. Ia melirik Gladys dari spion tengah sebelum ia kembali mengemudikan mobil dengan cepat, menuju ketujuan nya.

2# Diculik

Suara langkah kaki membangunkan Gladys dari tidur nya yang sudah entah berapa lama. Gladys mencoba membuka kedua mata nya, pandangan nya yang nanar mencoba menatap tegas ke arah beberapa orang yang sedang berdiri memandangi dirinya yang tak berdaya.

Gladys mencoba untuk bangkit. Tetapi, apa daya tangan dan kaki nya terikat kuat oleh tali. Gladys menatap satu persatu laki-laki yang mengenakan Jas di depan nya. Seorang di antaranya seorang lelaki paruh baya dan bertubuh tambun yang sedang mengisap dalam-dalam cerutu nya.

"Bagus kerja mu anak muda." Ucap nya kepada lelaki yang sudah membawa Gladys ke tempat antah berantah itu. Lelaki muda yang telah membawa Gladys hanya tersenyum dengan ragu.

Lelaki tambun itu menatap Gladys dengan tatapan nakal, seakan lelaki itu akan melahap Gladys di pembaringan.

"Ternyata anak Anton cantik sekali." Ucap nya. Lalu, ia tertawa hingga gigi nya yang kecoklatan karena nikotin terlihat dengan jelas.

"Saya dimana? Apa mau kalian!" Ucap Gladys sambil menatap satu persatu lelaki yang berdiri di hadapan nya.

"Tidak perlu kamu tahu, kami hanya menjalankan tugas dan di bayar." Ucap lelaki paruh baya bertubuh tambun tersebut. Lalu, ia duduk di tepi ranjang dimana Gladys terbaring.

"Siapa yang menyuruh kalian! Aku akan memberikan berapa saja untuk kalian, asal kalian melepaskan ku!" Ucap Gladys yang terlihat semakin panik saat lelaki bertubuh tambun itu duduk di tepi ranjang.

"Kami bukan preman kelas teri Nona, kami mafia. Menyewa jasa kami sangat mahal dan kami sangat profesional. Berapa pun yang Nona tawarkan, kami tidak akan mengkhianati klien kami." Ucap lelaki tambun itu. Lalu, ia kembali mengisap dalam-dalam cerutu yang di tangan nya dan beranjak dari duduk nya.

"Ya sudah, kamu tangani dia. Sambil menunggu perintah klien selanjutnya." Ucap lelaki tambun itu kepada lelaki muda yang telah menculik Gladys.

"Baik Boss." Ucap lelaki muda tersebut sambil sedikit menunduk saat lelaki tambun itu berlalu di hadapan nya.

Pintu kamar itu pun tertutup rapat setelah lelaki tambun itu dan beberapa anak buah nya keluar dari kamar dimana Gladys di sekap oleh mereka.

Gladys menatap tajam lelaki berkemeja putih yang kini duduk di atas sofa yang berada di kamar tersebut. Kini Gladys dapat melihat mata lelaki itu dengan jelas. Lelaki itu terlihat sangat tampan, wajah nya terukir dengan sempurna.

Lelaki itu memiliki mata yang teduh tetapi tatapan nya terlihat sangat dingin. Hidung nya mancung dan tulang rahang nya terlihat sangat sempurna. Wajah nya bersih, lelaki itu lebih cocok menjadi lelaki baik-baik dari pada harus menjadi mafia.

"Apa alasan kalian menculik ku?" Tanya Gladys kepada lelaki itu.

Lelaki itu menatap Gladys dengan malas. Lalu, ia kembali menatap gawai nya.

"Hei! aku bertanya kepadamu! Apakah kamu tuli?" Tanya Gladys, kesal.

Lelaki itu kembali menatap Gladys. Lalu, ia memasukan gawai nya kedalam saku celananya.

"Aku tidak ada kewajiban untuk menjawab semua pertanyaan kamu. Lebih baik kamu diam, jangan bising. Atau aku akan menutup mulut mu dengan lakban." Ucap lelaki itu dengan suara khas nya yang terdengar dingin dan datar.

"Aku tidak tahu apa motif kalian. Tetapi, mau kah kamu melepaskan aku? Aku bisa memberikan kamu pekerjaan yang lebih baik dan aku bisa memberikan kamu uang berapa pun yang kamu mau." Bujuk Gladys.

Lelaki itu beranjak dari duduk nya. Lalu, ia pergi menuju kamar kecil yang berada di dalam kamar penyekapan tersebut.

"Hei! Bisakah kamu melepaskan ikatan yang ada di tangan dan kaki ku? Siapa nama kamu? Siapa yang menyuruh kalian?" Gladys tetap berusaha berkomunikasi dengan lelaki yang sudah mengacuhkan dirinya itu. Tetapi, ia tetap tidak mendapatkan jawaban apa pun.

Lelaki itu menutup rapat-rapat pintu kamar kecil itu dan beberapa saat kemudian, terdengar bunyi gemericik air.

"Seperti nya dia sedang mandi, ini adalah kesempatan ku!" Gumam Gladys.

Gladys berusaha untuk melepaskan ikatan di tangan nya. Dengan susah payah ia mencoba untuk lepas dari seutas tali yang melilit tangan nya dengan erat.

"Tuhan, ku mohon selamatkan aku." Gumam Gladys sambil terus berusaha melepaskan diri.

**

Suara Elektrokardiogram menggema di ruangan dimana Papa nya Gladys di rawat. Di samping ranjang nya terlihat Veronica yang sedang menunggu Anton yang sedang terbaring dengan lemah.

Veronica terus menggenggam tangan Anton yang terlihat agak sulit bernapas. Perlahan, Anton membuka kedua matanya dan menatap Veronica yang juga menatap dirinya dengan sorot mata yang sangat khawatir.

"Sayang, mana Gladys? Mengapa dia belum datang? Bukan kah kamu bilang dia akan datang?" Tanya Anton dengan suara yang terdengar sangat lemah.

Veronica menghela napas dengan berat. Lalu ia mulai menangis tersedu-sedu sambil memeluk tubuh Anton yang terbaring di atas ranjang.

"Sayang, Gladys menghilang. Dia sudah tiba di Indonesia kemarin. Tetapi, saat ia di jemput oleh supir kita, Gladys sudah tidak ada di bandara. Dan dia tidak pernah sampai di rumah kita sayang." Ucap Veronica.

"Apa!" Anton terlihat sangat terkejut dan menatap Veronica dengan tak percaya.

"Maksud mu apa Vero?" Tanya Anton lagi.

"Sayang, Gladys menghilang. Aku tidak tahu dia ada di mana sekarang, aku sudah meminta Bryan untuk melaporkan menghilangnya Gladys ke polisi."

Anton memegang dada nya sambil menahan sakit yang teramat sangat yang sedang ia rasakan. Sontak saja Veronica menjadi panik dan langsung menekan tombol nurse call yang terletak di samping bantal Anton.

Beberapa saat kemudian, Dokter dan beberapa perawat datang untuk memeriksa keadaan Anton. Veronica pun di minta untuk menunggu di luar selama Anton di tangani oleh tenaga medis.

Dengan berderai air mata, Veronica pun keluar dari ruangan itu. Lalu, ia terduduk lemas di kursi tunggu di depan ruang rawat inap Anton.

**

"Apa yang kamu lakukan?"

Suara lelaki itu, membuat Gladys yang sedang berusaha untuk melepaskan diri terperanjat dan langsung menatap lelaki itu.

Gladys terpana saat melihat tubuh lelaki itu yang hanya terlilit selembar handuk di bagian pinggang hingga lutut nya. Terlihat jelas otot perut dan lengan nya yang membuat wanita mana pun menjadi terpesona.

Lelaki itu berjalan mendekati Gladys sambil mengeringkan rambut nya yang basah dengan handuk kecil. Jantung Gladys berdetak begitu kencang saat lelaki itu berdiri di samping ranjang.

"Jangan lakukan hal yang membuat ku akan membunuh mu." Bisik lelaki itu tepat di telinga Gladys. Gladys bergidik ngeri saat mendengar ucapan lelaki itu.

Setelah lelaki itu memeriksa ikatan tangan dan kaki Gladys, lelaki itu pun pergi menuju arah lemari tua yang ada di dalam kamar tersebut. Lalu, ia memakai kemeja dan celana panjang bahan yang baru saja ia ambil dari dalam lemari.

"Aku akan membawa makanan untuk mu. Jangan lakukan hal yang bodoh selama aku tidak berada di ruangan ini." Ucap lelaki itu. Lalu ia pergi meninggalkan Gladys sendirian di dalam kamar tersebut.

3# Vino

Vino, nama lelaki itu. Usia nya sama dengan Gladys, 28 tahun. Menjadi seorang mafia, bukan lah keinginan nya. Tepatnya, Vino terjebak situasi dimana dirinya terpaksa menjadi seorang mafia.

Kejadian lima tahun yang lalu membuat Vino terpaksa menjadi anak buah Robert, lelaki tua bangka yang berbadan tambun itu.

Flashback on

Sepuluh tahun yang lalu, awal dimana semua nya terjadi.

"Benar-benar kurang ajar!" Ucap Papa nya Vino saat ia baru saja sampai di rumah.

Vino yang sedang berada di kamar nya terkejut saat mendengar Papa nya mengumpat dan bersumpah serapah di ruang keluarga. Tidak biasanya Papa nya seperti itu. Tetapi, hari ini lain dari pada hari-hari biasanya. Papa Vino yang sabar dan tak pernah marah pulang dalam keadaan yang begitu panik dan emosi.

"Ada apa Pa?" Tanya Mama nya Vino.

"Berani-beraninya Hendra menipuku!"

"Menipu bagaimana Pa?" Tanya Mama nya Vino lagi.

"Diam-diam dia sudah mengambil alih perusahaan! kini kita bangkrut dan tak punya apa-apa lagi." Papa nya Vino tertunduk lesu di atas sofa.

"Pa, bagaimana ini?" Mama nya Vino ikut panik dan terduduk lemas di samping Papa nya Vino.

Vino turun ke lantai bawah dan mencoba menguping pembicaraan Mama dan Papa nya.

Hendra adalah sepupu Papa nya Vino yang di besarkan oleh Kakek nya Vino. Tidak di sangka, Hendra berkhianat dan berniat mengambil semua harta peninggalan Kakek nya Vino. Hendra tidak sadar bahwa dirinya hanyalah anak angkat dan tidak berhak untuk menerima warisan seperak pun dari Kakek nya Vino.

Hendra sudah yatim piatu, lalu dirinya di angkat anak oleh Kakek nya Vino sejak Hendra berusia sebelas tahun. Sebenarnya Hendra sudah mendapat warisan. Tetapi namanya dia manusia yang serakah, ia menjebak Papa nya Vino hingga ia mengambil alih semua harta peninggalan Kakek nya Vino.

Trik yang digunakan Hendra adalah trik yang klasik. Karena Papa nya Vino adalah orang yang baik, ia tidak menaruh curiga sama sekali dengan Hendra.

"Perusahaan kita sedang butuh dana besar, saham turun dan kita tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Dan kita tidak bisa membayar gaji karyawan." Ucap Hendra beberapa bulan yang lalu kepada Papa nya Vino.

Hendra adalah Direktur keuangan di perusahaan raksasa milik Kakek Vino. Sedangkan Papa nya Vino saat itu sebagai CEO yang memimpin perusahaan tersebut.

"Bagaimana bisa Hen?" Tanya Papa nya Vino.

"Kau tahu sendiri lah, semua perusahaan sedang di ambang kehancuran. Semua sedang sulit, tidak hanya perusahaan kita." Ucap Hendra.

Papa nya Vino memijat kepalanya yang pusing. Saat menatap laporan keuangan yang sedang ia pegang.

"Aku akan berusaha mendapatkan uang secepatnya. Aku mohon bantuan kamu Hen, tenangkan para karyawan. Aku akan mengadaikan semua aset ku demi menyelamatkan perusahaan peninggalan Papa ini." Janji Papa nya Vino.

Sejak saat itu, rumah beserta isi nya di gadaikan oleh Papa nya Vino demi menyelamatkan perusahaan nya yang sedang di ambang kehancuran.

Tidak di sangka, ternyata semua adalah taktik Hendra saja. Hendra sengaja memberikan laporan palsu dan memanfaatkan keadaan yang saat itu memang lagi sulit bagi semua perusahaan.

Setelah semua niat busuk Hendra terlaksana, entah bagaimana Hendra mampu membalikkan hak milik perusahaan menjadi hak milik pribadi nya. Dan mencampakkan Papa nya Vino dari perusahaan tersebut.

Setelah tidak punya pekerjaan lagi dan rumah di sita oleh bank, Vino dan keluarga nya jatuh miskin. Mereka hidup mengontrak di pinggiran kota. Vino yang saat itu baru saja lulus SMA harus berjuang menghidupi kedua orang tua nya dan adik-adiknya dengan bekerja serabutan.

Sedangkan Papa nya Vino menjadi stress dan sakit-sakitan, hingga menutup usia. Mama nya Vino yang tidak terbiasa susah harus mengemis bantuan kepada sanak saudara nya yang tak mau tahu sedikitpun tentang kesusahan mereka. Akhir nya Mama nya Vino merasa putus asa karena semua saudara menjauh dan tak mau tahu.

Lima tahun kemudian, Mama nya vino pun menyusul Papa nya Vino. Sedangkan adik-adik Vino yang masih duduk di bangku SMA dan SMP kala itu, menjadi terguncang. Saat itulah Vino menggantikan tugas sebagai orang tua bagi kedua adik nya.

Pendidikan Vino yang hanya lulusan SMA, tentu saja tidak dapat menjadikan dirinya mendapatkan posisi yang baik dan di anggap rendah. Tetapi, Vino tetap berusaha melakukan pekerjaan apa pun demi dirinya dan adik-adiknya nya.

"Kak, aku akan Ujian Nasional. Aku di minta membayar semua tunggakan sekolah kak." Ucap Clarissa Adik Vino yang duduk di kelas tiga SMA.

Vino menghela napas nya dan menatap kedua bola mata adik nya dengan teduh dan tersenyum.

"Sabar ya, Kakak sedang mencari uang untuk kalian semua. Do'akan saja Kakak ada rezeki besok hari." Ucap Vino.

"Iya Kak." Ucap Clarissa.

Vino memeluk adik perempuan satu-satunya itu. Lalu memeluk Kevin adik bungsu nya yang masih duduk di bangku kelas dua SMP.

Esok hari nya, seperti biasa Vino berangkat kerja. Sudah dua bulan belakangan ini ia menjadi kurir paket di salah satu ekspedisi. Saat Vino sedang mengantarkan Paket, di jalan yang sepi. Ia melihat dua kelompok sedang berseteru dan berakhir dengan baku hantam.

Vino merasa ketakutan saat kelompok satu terpaksa harus mundur ke arah dimana dirinya yang sedang terpana di atas motor yang membawa tumpukan-tumpukan paket di atas nya. Sedangkan kelompok dua terus mengejar kelompok satu dengan senjata tajam.

Tanpa pikir panjang, Vino berniat untuk memutar mencari jalan yang lain. Tetapi terlambat, Vino sudah terjebak di tengah-tengah dua kelompok yang sedang bertikai.

Sebuah benda tumpul menghantam bahu Vino, yang membuat dirinya terjatuh dan meringis kesakitan. Vino sudah benar-benar tidak ada pilihan lain selain ia harus keluar dari kerumunan dua kelompok tersebut.

"Bughhhh..!"

Vino kembali terkapar saat kepalanya terkena pukulan benda tumpul. Vino terinjak-injak dan ia berusaha melindungi dirinya. Satu persatu anggota kelompok satu mulai berguguran karena senjata tumpul dan senjata tajam yang di bawa kelompok dua.

Vino berpikir, apa bila dia mati saat itu, bagaimana nasib kedua adik nya. Sedangkan kelompok dua semakin brutal, tanpa memikirkan mereka salah sasaran atau tidak, Membunuh atau tidak.

Seorang yang memegang senjata tajam ambruk di samping Vino, mulut nya mengeluarkan darah segar karena bagian perut nya terluka. Vino menjadi panik. Saat itu juga ia mengambil senjata tajam yang di pegang oleh orang tersebut lalu ia bangkit dan melawan siapa saja di depan nya.

Vino bagaikan orang yang sedang kesetanan. Dirinya tidak lagi memandang siapa saja, ia hanya ingin keluar dari sana dengan selamat. Ia harus membubarkan dua kelompok yang sudah menjebak diri nya di tengah-tengah pertikaian berdarah tersebut.

"Mundurrrrrr..!" Seru seorang dari kelompok dua.

Napas Vino terengah-engah saat di depan nya tidak ada siapa-siapa lagi. Vino melihat kesekeliling nya. Hingga mata nya menatap kelompok satu yang berdiri di belakangnya, mereka semua sedang terpana menatap Vino yang sedang memegang senjata tajam yang penuh dengan darah manusia.

Vino pun sadar, lalu ia terkejut dan melepaskan senjata tajam tersebut. Dengan panik ia pun langsung mendirikan sepeda motor nya yang terjatuh di aspal dan memungut satu persatu paket yang berserakan dari tas yang berada di sepeda motornya. Lalu, Vino pergi meninggalkan lokasi tersebut.

Tangan Vino gemetar, di tangan dan tubuh nya ada percikan darah. Ia begitu kacau dan panik.

"Apakah aku sudah membunuh seseorang? apakah tadi aku melukai seseorang? aku tidak mau di tangkap polisi, bagaimana adik-adik ku?" Gumam nya.

Vino menepikan sepeda motor nya di jalan yang sepi. Lalu ia mengambil botol air mineral yang berada di dalam jok motor nya. Lalu ia membilas kedua tangan nya. Vino mulai menangis di tepi jalan yang sepi. Ia begitu takut dengan apa yang baru saja terjadi dan yang akan terjadi kedepan nya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!