Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di halaman depan sebuah rumah yang tampak begitu
megah dengan lampu-lampu taman serta air mancur yang membuat kesan indah bagi rumah megah tersebut. Seorang pria tampan nan elegan turun dari mobil dan melangkah cepat masuk ke dalam rumah yang tak lain adalah miliknya.
"Selamat datang, tuan Dion!" ucap para pelayan yang berdiri menyambutnya di depan pintu.
Dion mengamati setiap sudut ruangan dan tak menemukan sosok istrinya, Camila.
"Dimana Camila?" tanya Dion dengan nada yang begitu dingin membuat semua pelayan merasa ciut dan takut kepadanya.
Tak ada satupun para pelayan yang menjawab pertanyaannya tersebut lantaran takut pada amukan Dion.
"Dimana Camila???" teriak Dion kesal pada semua pelayan dirumahnya yang tampak terkejut dan gemetaran.
"Nyo...nyonya sedang keluar, tuan. Sejak pagi tadi nyonya belum kembali." sahut kepala pelayan bernama Fara.
Mengetahui bahwa istrinya belum kembali kerumah, Dion pun menjadi murka. Ia langsung meraih perabot yang terpajang di ruangan itu dan menghancurkannya di hadapan semua pelayan. Semua pelayannya gemetar ketakutan termasuk Fara yang telah bertahun-tahun bekerja dengannya.
Prraaaang...
Semuanya menjadi kacau balau lantaran Dion meluapkan emosinya dengan menghancurkan semua perabot di dalam rumahnya. Dion merasa sangat kesal lantaran kepulangannya dari luar negeri tidak disambut hangat oleh sang istri yang sedang berada di luar rumah.
"Adrian!!!" teriak Dion memanggil orang kepercayaannya.
"Iya, tuan!" sahut Adrian.
"Temukan Camila sekarang juga dan bawa dia padaku sebelum tengah malam!" perintah Dion dengan kemurkaan yang seakan ingin melahap semua orang yang ada di hadapannya.
"Baik, tuan! Saya akan melaksanakannya," sahut Adrian lantas pergi mengerjakan apa yang diperintahkan
oleh majikannya tersebut.
Di sebuah rumah yang cukup mewah Camila terus saja menolak disaat ayahnya sibuk membujuknya agar mau kembali ke kediaman Dion.
"Camila, cepatlah kau pulang kerumah suamimu! Dion pasti akan ngamuk bila kau tidak ada dirumah saat dia kembali dari perjalanan bisnisnya." kata Baren kepada putrinya tersebut.
"Aku tidak mau, ayah! Aku tidak sudi terus-terusan disiksa pria kejam itu!" sahut Camila.
"Lagipula aku sama sekali tidak mencintainya, aku terpaksa menikahinya karena Ayah yang menyuruhku! Aku mencintai Demian, Ayah! Aku hanya ingin hidup bahagia bersamanya, bukan si Dion pria kejam itu." sambung Camila.
"Camila, jangan kacaukan semua yang sudah aku rencanakan sejak dulu! Dion itu pria kaya raya yang
telah memberikan kita kehidupan mewah seperti sekarang! Apa kau mau hidup
miskin di jalanan kalau sampai semua saham yang dimiliki Dion di perusahaan kita akan ditarik kembali, hah?" kata Baren kesal serta mewanti-wanti anaknya.
"Dipikiran Ayah hanya harta dan kemewahan saja! Ayah tidak mengerti kalau aku mencintai Demian!" sahut Camila bersikeras tak ingin mendengar perkataan Baren.
Baren seakan kesal pada tingkah putrinya yang selalu membangkang kepada dirinya. Disaat ayah dan anak itu sedang bersitegang muncul sesosok wanita paruh baya bergaya elegan tampak sedang berdiri pada anak tangga. Wanita paruh baya tersebut bernama Evelin dan dia adalah ibu tiri dari Camila yang dinikahi Baren sejak Camila baru berusia 2 tahun.
"Ada apa? Kenapa kalian terus saja bertengkar?" tanya Evelin pada Baren dan juga Camila.
"Tanyakan saja padanya! Aku muak melihat tingkahnya itu!" gerutu Baren menatap kesal pada Camila.
"Aku juga muak menuruti semua kemauan Ayah! Ayah memperalatku untuk mendapatkan keuntungan perusahaan Ayah hampir bangkrut dulu!" pekik Camila tak kalah kesal dari sang ayah.
"Kau ...." Baren seakan kehabisan kata-kata dalam menghadapi sikap keras kepala Camila yang selama ini hidup manja dan tidak pernah mengenal hidup susah.
Evelin mendekati anak tirinya tersebut yang selama ini ia manjakan lantaran Evelin tidak memiliki anak dari pernikahannya bersama Baren, jadi mau tak mau Evelin harus bersikap baik serta memanjakan Camila supaya Baren tidak menceraikannya.
"Camila, dengarkan Ibu baik-baik! Kau pikir hanya dengan makan cinta kau bisa kenyang? Kau pikir Demian bisa memberikan segala kemewahan padamu seperti apa yang Dion berikan sekarang pada kita?" kata Evelin terus berupaya agar Camila tak mengambil langkah yang akan membuatnya menyesal di kemudian hari.
"Aku tidak perduli, Ibu! Aku dan Demian telah memutuskan untuk pergi bersama. Kami akan pergi sejauh mungkin supaya Dion tidak bisa menemukan kami," sahut Camila tetap bersikukuh ingin hidup bahagia bersama dengan pria pujaan hatinya tersebut.
"Camila, jangan bertingkah konyol!" teriak Baren marah mengetahui apa yang telah direncanakan oleh putrinya tersebut.
"Aku muak selalu menuruti keinginan Ayah dan Ibu! Aku tidak mau menjadi istri pria kejam itu! Apa kalian tidak mengerti yang sering aku katakan pada kalian kalau Dion selalu menyiksaku kalau dia sedang marah! Aku tidak mau lagi hidup bersama monster itu!" pekik Camila.
Ting....tong....
Terdengar bel pintu di kediaman Baren. Seorang pelayan segera membuka pintu dan membawa seorang pria yang tak lain adalah Adrian menemui Baren yang sedang bertengkar dengan Camila di ruang tengah.
"Maaf, tuan! Ada tamu." ucap pelayan itu pada Baren.
"Siapa yang datang?" tanya Evelin.
"Tuan Adrian, nyonya." sahutnya.
Baren menghela nafas panjang sementara Evelin dan Camila saling menatap satu sama lain.
"Camila, Adrian datang untuk menjemputmu pulang," kata Evelin.
"Aku tidak mau kembali kerumah terkutuk itu!" sahut Camila menolak.
"Kalau kau menolak, maka Dion akan menghancurkan kita!" teriak Baren sembari mencengkram lengan Camila dengan kasar lantaran sudah hilang kesabaran dalam menghadapi sikap keras kepala Camila.
"Ayah, dia pasti akan menyiksaku lagi ... aku takut." ucap Camila seakan memohon pertolongan dari ayahnya.
"Kalau kau mampu mengambil hatinya, ibu yakin dia tidak akan menyiksamu, Camila." ucap Evelin.
"Dia itu monster! Dia sering menyiksaku!" pekik Camila tiba-tiba kembali kesal.
"Selamat malam, Tuan ... Nyonya." ucap Adrian terpaksa menerobos masuk ke dalam ruangan itu karena tidak memiliki waktu yang terlalu banyak dalam menepati janjinya kepada Dion yang menginginkan dirinya membawa kembali Camila sebelum tengah malam tiba.
"Maaf, saya terpaksa masuk kesini untuk menemui kalian," ucap Adrian lagi pada Baren dan juga Evelin.
Melihat orang kepercayaan Dion berdiri di hadapannya, Baren dan Evelin langsung menunjukkan raut wajah yang tampak ceria seolah tidak terjadi apa-apa saat itu.
"Oh, aku baru saja ingin mempersilahkanmu masuk tadi!" sahut Evelin sembari tersenyum lebar pada Adrian.
"Aku tau kau kesini untuk menjemput Camila pulang." kata Baren pada Adrian sembari melirik Camila yang tampak berwajah masam.
"Benar, Tuan," sahut Adrian.
"Apa Dion sudah kembali dari perjalanan bisnisnya?" tanya Evelin.
"Iya, Nyonya! Tuan Dion baru saja tiba satu jam yang lalu." sahut Adrian.
Evelin menoleh pada Camila yang tampak gemetar ketakutan lantaran tau apa yang akan terjadi padanya disaat ia tak berada dirumah dan berhadapan langsung dengan Dion disana.
"Camila, ikutlah bersama Adrian! Suamimu baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya dan kau harus melayaninya sebagai seorang istri yang baik." ucap Evelin sembari memberikan kode kepada Camila agar mau kembali kerumah Dion.
"Huh, aku benci sama Ibu dan Ayah! Kalian berdua tidak pernah memikirkan kebahagiaanku sama sekali!" gerutu Camila kesal sambil meraih tas branded milikinya lalu melangkah keluar dari ruangan itu dengan raut wajah yang ditekuk.
"Adrian, tolong jangan hiraukan perkataan Camila tadi! Dia masih terlalu muda, jadi pikirannya masih labil." ucap Baren merasa tak enak hati alias takut apabila Adrian akan mengadukan semua tingkah putrinya tadi kepada Dion.
Adrian hanya mengangguk pelan sembari menyunggingkan senyuman tipis di sudut bibinya.
"Kalau begitu, saya permisi dulu Tuan ... Nyonya!" ucap Adrian pada Baren dan juga Evelin.
"Baiklah, sampaikan salam kami untuk Dion." kata Evelin kembali tersenyum ramah pada Adrian.
"Baiklah, Nyonya," sahut Adrian.
Di dalam perjalanan pulang, Camila tampak gelisah. Ia bahkan terlihat gemetar lantaran takut akan disiksa oleh Dion seperti biasanya. Hal itu terlihat oleh Adrian dari kaca spion mobil. Adrian yang tau segala kehidupan pribadi Dion, mengerti apa yang tengah dirasakan oleh istri majikannya tersebut.
"Nyonya, apa kau baik-baik saja?" tanya Adrian pada Camila.
"Kau begitu tau apa yang akan dilakukan oleh monster itu dan kau masih bertanya, hah???" teriak Camila kesal pada Adrian.
"Maaf, Nyonya." ucap Adrian tak ingin membuat istri majikannya itu tersinggung atas ucapannya barusan.
"Aku benar-benar membenci tuanmu itu!" gerutu Camila kesal.
Sepanjang perjalanan Camila tetap saja gelisah. Wajahnya tampak pucat pasi saat ia tiba di halaman rumah dan melihat Dion sedang berdiri di balkon kamar sambil menatapnya dengan tatapan membunuh.
"Sialan! Monster itu benar-benar telah menunggu untuk menyiksaku!" gerutu Camila dalam hatinya.
Camila pun turun dari mobil dan mempercepat masuk ke dalam rumah untuk menemui suaminya yang sedari tadi telah menunggu kepulangannya. Saat masuk ke dalam rumah, ia melihat semua pelayan sedang membersihkan serpihan pecahan perabotan yang berserakan di lantai.
"Ini pasti kelakuan si monster itu!" gerutu Camila lagi dalam hatinya.
Camila menaiki anak tangga untuk menuju ke kamar dimana Dion sedang menunggunya sedari tadi. Namun saat menuju kesana, ia melihat seorang anak perempuan berusia 4 tahun yang tengah berdiri di balik pintu kamar yang sedikit terbuka. Camila menghampirinya sejenak dan menatap sinis pada bocah perempuan itu yang membalas tatapannya dengan tatapan yang ciut.
"Jangan menatapku seperti itu! Kau pikir aku akan kasihan padamu, hah? Apa kau pikir aku sudi menjadi ibu tiri untukmu? Heh, asal kau tau aku sangat membencimu dan juga monster itu!" umpat Camila sembari menatap tajam pada anak itu sehingga membuatnya ketakutan dan berlari masuk ke dalam kamar serta menutup pintunya rapat-rapat.
"Heh, aku yakin dia tidak akan berani mengadu pada Dion kalau selama ini aku hanya berpura-puar menyayanginya." gumam Camila dalam hatinya. Kemudian Camila kembali melangkah menghampiri kamar utama dimana Dion sedang menunggunya.
Dengan tangannya yang gemetaran, Camila pun memutar gagang pintu kamar dan membukanya. Dengan berpura-pura tersenyum bahagia, Camila menghampiri Dion dan memeluknya dari belakang.
"Sayang, kau sudah kembali!" seru Camila berpura-pura menjadi seorang istri yang sangat merindukan suaminya.
"Kenapa kau tidak memberikan kabar padaku terlebih dahulu kalau kau pulang?" tanya Camila seolah ingin bergelayut manja saat dirinya mendekap punggung Dion dengan mesra.
Dion berbalik dan langsung mencengkram kuat lengan Camila sehingga membuatnya meringis kesakitan.
"Dari mana saja kau?" tanya Dion menatap tajam pada istrinya tersebut.
"A ... aku ... aku ...." Camila sangat gugup dan gemetar ketakutan saat membalas tatapan mata Dion padanya.
"Jawab!!!" bentak Dion membuat Camila tersentak kaget dan jantungnya berdetak kencang.
"A ... aku dari rumah orang tuaku!" sahut Camila terbata-bata.
"Heh, kau pikir kau bisa membohongiku, hah!" tukas Dion semakin kesal pada Camila.
Dion kemudian mengendus bau alkohol yang melekat di tubuh serta pakaian Camila.
"Jawab pertanyaanku dengan jujur atau kau akan menyesalinya!" ancam Dion semakin kuat mencengkram kedua lengan Camila.
"A ... aku tadi per ... pergi bersama teman-temanku dan a ... aku hanya minum sedikit! Aku hanya ingin bersenang-senang dengan mereka." ucap Camila kembali terbata-bat saat menjawab pertanyaan suaminya.
Dion kembali mengendus di bagian leher Camila.
"Apa kau tadi bersama seorang pria?" tanya Dion menatap curiga pada Camila.
"Ti ... tidak!" sahut Camila berbohong.
Dion memejamkan matanya sejenak lalu ia menarik Camila secara paksa untuk masuk ke dalam kamar tersebut. Dion merasa sangat kesal lantaran tau bahwa Camila telah membohonginya. Disana Dion menghempaskan tubuh Camila ke lantai, setelah itu ia mengambil sebuah cambuk yang biasa ia gunakan untuk menghukum Camila apabila berbuat suatu kesalahan padanya.
Melihat sebuah cambuk yang ada di dalam genggaman Dion, Camila langsung pucat pasi lantaran ia tau apa yang akan Dion lakukan dengan cambuk tersebut.
"Aku mohon padamu jangan siksa aku lagi, Dion." ucap Camila memelas sembari ketakutan saat ia tau bahwa Dion akan segera melayangkan cambuk itu ke tubuhnya.
"Kau yang menginginkannya!" sahut Dion kemudian langsung mencambuk tubuh Camila dengan sekali hantaman.
Cceettaarr...
"Aaarrghhh!!!" pekik Camila kesakitan.
"Dion hentikan! Itu sangat sakit!" pekik Camila lagi saat Dion terus melayangkan cambuk itu ke tubuhnya.
"Kau yang mengingikannya! Aku benci pada orang yang berani membohongiku!" kata Dion kemudian melakukan hal tersebut secara berulang-ulang membuat Camila terus berteriak kesakitan.
Setelah merasa puas memberikan hukuman kepada istrinya, Dion berjongkok dan kembali mencengkram wajah Camila sembari menatap begitu sinis kepadanya.
"Kalau kau sudah bosan hidup, maka teruslah berbohong padaku!" gertak Dion pada istrinya yang baru setahun dinikahinya.
"Keluar dari kamarku!" ucap Dion mengusir Camila dari kamar utama rumah megah tersebut.
Lalu Dion pun kembali menghempaskan tubuh Camila yang penuh dengan luka cambuk di sekujur tubuhnya begitu saja. Kemudian Dion berbalik membelakangi Camila seolah tak sudi melihatnya lagi. Dengan sedikit rintihan dan mimik wajah yang meringis kesakitan, Camila bangkit dari lantai dan keluar dari kamar itu.
"Dasar monster!" umpat Camila setelah ia masuk ke dalam kamarnya yang tak begitu jauh dari kamar utama dimana Dion sering menyendiri pabila ia sedan tak ingin di ganggu siapapun.
"Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi dengan semua ini! Bagaimana pun caranya aku akan segera pergi bersama Demian, aku tidak sudi menjadi istri dari monster gila itu!" gerutu Camila telah memantapkan dirinya untuk segera kabur bersama pria pujaan hatinya.
Di kediamannya, Baren tampak gelisah memikirkan apa yang akan dilakukan Camila bersama Demian. Ia takut apa yang akan dilakukan oleh putrinya itu dapat menjadi ancaman bagi dirinya dan juga perusahaan yang ia pertahankan secara mati-matian. Evelin yang sedang duduk di depan cermin riasnya melirik suaminya tersebut yang tampak gelisah di atas ranjang tidur mereka.
"Kau memikirkan apa? Kenapa kau begitu gelisah?" tanya Evelin pada Baren.
"Aku tak habis pikir dengan apa yang akan dilakukan Camila! Aku tak ingin semua yang aku upayakan selama ini hancur begitu saja kalau Camila akan benar-benar lari bersama Demian." sahut Baren.
"Haaah, sebenarnya aku juga memikirkan hal yang sama denganmu. Aku juga takut Dion akan menghancurkan kita kalau saja Camila lari bersama Demian." ucap Evelin.
"Ini semua gara-gara kau!" ujar Baren melirik kesal pada istrinya.
"Kenapa kau malah menyalahkan aku?" gerutu Evelin tak terima.
"Kau selalu memanjakan Camila selama ini dengan begitu dia semakin tidak bisa diatur dan berbuat seenaknya sendiri!" sahut Baren.
"Dia anakmu dan aku istrimu, jadi apa salahnya aku memanjakan dia walaupun aku hanya ibu tiri baginya!" sanggah Evelin kesal.
"Aaahh, sudahlah! Kau selalu saja mencari-cari alasan agar tidak merasa bersalah." ucap Baren tak ingin memperumit keadaan dengan pertengkarannya bersama Evelin.
Evelin menggurutu kesal sembari merengut kembali menatap dirinya di hadapan cermin.
"Kau pikir aku sudi memanjakan putrimu yang tidak tau diri itu! Aku pun muak berpura-pura untuk menyayanginya selama ini. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tidak ingin kau menikah lagi dengan perempuan lain gara-gara rahimku tidak bisa memberikan keturunan untukmu!" gerutu Evelin dalam hatinya sangat kesal terhadap Baren.
Hari sudah larut malam namun Baren masih saja tidak bisa memejamkan kedua matanya untuk segera beristirahat. Ia masih merasa gelisah dengan perkataan Camila yang akan pergi melarikan diri bersama Demian.
"Tidak! Aku harus melakukan sesuatu bila nanti Camila benar-benar melarikan diri bersama Demian. Aku harus mencari cara agar Dion tidak menarik semua sahamnya dari perusahaanku! Aku tidak mau bangkrut dan jatuh miskin." gumam Baren dalam hatinya.
Baren terus berpikir dengan rasa gelisah di dalam hatinya. Ia bangkit dari ranjang tidurnya dan melangkah menghampiri sebuah lemari untuk mengambil cerutu yang biasa ia gunakan. Namun saat akan mengambil cerutu tersebut tanpa sengaja Baren menyenggol sebuah album foto yang tampak usang lantaran tidak pernah di sentuh lagi.
Ppplllakk...
Album tersebut tergeletak di lantai dengan posisi terbuka. Baren meraih album foto tersebut dan sekilas melihat foto-foto Camila saat masih kecil. Baren meletakkan kembali album foto tersebut dan tiba-tiba saja ia terperanjat lantaran mengingat separuh jiwanya yang hampir terlupakan.
"Camelia!" seru Baren dalam hatinya mengingat seorang anak yang ia tinggalkan bertahun-tahun silam.
Keesokan harinya setelah mengetahui bahwa Dion pergi ke kantor, Camila bergegas pergi kerumah kedua orang tuanya menemui ibu tirinya untuk mengadukan semua yang terjadi kepadanya semalam setelah Dion menyiksanya. Evelin menatap semua bekas luka cambukan yang memenuhi sekujur tubuh putri sambungnya tersebut. Ia sungguh tak menyangka bahwa Dion akan melakukan hal kejam seperti itu terhadap Camila.
"Astaga, dia benar-benar monster!" ucap Evelin sambil melihat semua luka cambuk yang ada di tubuh Camila.
"Ibu lihat sendiri kan yang dilakukan Dion padaku!" seru Camila sembari kembali menutup tubuhnya dengan dress yang ia kenakan.
"Ibu, biarkan aku pergi bersama Demian. Kami saling mencintai." ucap Camila memohon kepada ibu tirinya tersebut.
"Tidak, Camila! Apa kau tidak berpikir apa yang akan terjadi pada kita semua kalau Dion sampai tau semua rencanamu itu?" tolak Baren yang tiba-tiba muncul dari pintu kamar.
Evelin dan Camila pun menoleh pada Baren yang berdiri tegak di depan pintu kamar.
"Kenapa kau kembali secepat ini, sayang?" tanya Evelin pada suaminya yang pulang kerumah disaat masih jam kantor.
"Ada berkas penting yang akan aku ambil diruang kerjaku," sahut Baren sembari melangkah masuk ke dalam kamarnya sembari menutup pintu kamar tersebut rapat-rapat.
Camila cepat-cepat menghampiri sang Ayah dan berlutut memohon agar diizinkan pergi bersama pria pujaan hatinya.
"Ayah, aku mohon biarkan aku dan Demian pergi dari sini ... aku tidak tahan lagi hidup bersama pria monster itu, dia selalu saja menyiksaku." ucap Camila dengan linangan air matanya saat memohon di kaki Baren.
"Salahmu sendiri kenapa kau berselingkuh dengan pria lain di belakang Dion? Tingkahmu seperti itu sama saja kau memang cari penyakit! Dion tidak akan menyiksamu kalau kau menjadi wanita yang patuh padanya." singkap Baren membeberkan kesalahan putrinya.
"Ibu, kenapa Ibu dan Ayah melakukan ini padaku? Aku tersiksa setiap hari setelah menjadi istrinya!" pekik Camila kesal.
"Kalau kau kabur bersama Demian, semua yang Ayahmu lakukan akan sia-sia! Kau tau sendiri kan saat ini Ayahmu sedang berusaha untuk membangkitkan lagi perusahaannya dengan suntikan dana serta saham yang Dion berikan. Kalau saja Dion tau rencanamu itu, dia bisa saja menghancurkan kita semua!" pungkas Evelin bermaksud agar Camila mengurungkan niatnya untuk kabur bersama Demian.
"Ibu dan Ayah egois!!!" pekik Camila lagi semakin kesal.
Camila melirik sebuah wadah yang berisikan buah-buahan dan sebilah pisau kecil yang terletak di atas meja sofa yang tak jauh dari ranjang tidur orang tuanya. Ia melangkah dengan cepat dan meraih pisau tersebut dan mengarahkannya ke pergelangan tangan.
"Kalau Ibu dan Ayah tetap menyuruhku untuk hidup tersiksa bersama monster itu, lebih baik aku mati bunuh diri!" gertak Camila mengancam Evelin dan juga Baren yang tampak panik saat melihat apa yang sedang dilakukannya.
"Kau jangan berlaku konyol, Camila!" teriak Baren.
"Kalian pikir aku tidak berani menghabisi nyawaku sendiri, hah? Daripada aku hidup tersiksa, lebih baik aku mati!" ucap Camila bersungguh-sungguh akan melakukan hal tersebut lantaran sudah tak tahan lagi hidup tersiksa sebagai istri Dion, pria yang selama ini tidak ia cintai.
"Camila, buang pisau itu!" perintah Baren pada putrinya yang sedang putus asa.
"Jangan mendekatiku atau aku akan menyayat pergelangan tanganku!" ancam Camila dengan tangannya yang menggenggam erat pisau buah tersebut.
"Camila, jangan bertindak bodoh!" teriak Evelin.
"Lebih baik aku bertindak bodoh, daripada aku harus menderita karena hidup tersiksa bersama monster itu!" pekik Camila lagi.
Camila pun terus mendekatkan pisau yang tajam itu pada kulit pergelangan tangannya seolah segera ingin menyayatnya.
"Camila, hentikan!!!" teriak Baren, namun Camila terus saja melakukan hal yang diinginkannya.
Tak ada cara lain bagi Baren untuk menghentikan hal tersebut selain menyetujui apa yang diinginkan oleh putrinya.
"Baiklah!" seru Baren membuat Camila dan Evelin menoleh padanya.
"Ayah akan membiarkanmu pergi bersama Demian," ucap Baren alhasil menyetujui keinginan Camila.
"Benarkah? Ayah tidak berbohong padaku kan?" tanya Camila ingin memastikan ucapan dari Ayahnya tersebut.
"Iya! Ayah akan menyetujui apapun yang kau inginkan." sahut Baren.
"Buang pisau itu!" sambung Baren lagi.
Dengan segera Camila langsung membuang pisau itu jauh-jauh kemudian ia berlari dan memeluk Ayahnya. Sementara Evelin menatap heran pada Baren yang begitu mudah memberikan izin kepada Camila untuk kabur bersama Demian.
"Ayah, aku tau Ayah akan mengizinkan aku pergi bersama pria yang aku cintai ... aku hanya ingin bahagia, Ayah." ucap Camila memeluk Baren dengan erat.
"Aku sangat senang, Ayah! Sebentar lagi aku akan memulai kebahagiaanku bersama Demian," ucap Camila lagi sembari tersenyum lebar.
"Kau jangan senang dulu! Sebelum kau pergi bersama Demian nantinya, kau harus membantu Ayah mencari penggantimu," suruh Baren pada putrinya tersebut.
"Penggantiku?" gumam Camila bingung.
"Apa maksudmu, sayang?" tanya Evelin tak kalah bingung dari Camila.
"Aku memiliki rencana untuk masalah ini!" sahut Baren.
Camila dan Evelin masih menatap Baren dengan tatapan bingung serta penasaran dengan rencana yang dikatakannya.
"Ayah bilang penggantiku? Maksudnya Ayah akan memberikan seorang wanita kepada Dion sebagai penggantiku?" tanya Camila.
"Tentu saja!" seru Baren.
"Kau pikir kau bisa lolos begitu saja dari Dion! Kalau kau tak ingin mati bersama kekasihmu itu, kau harus mencari pengganti yang akan menempati posisimu di kediaman Dion." papar Baren dengan segala rencananya.
"Bagaimana caranya?" tanya Evelin semakin bingung.
"Sudah lama aku menyimpan semua ini pada kalian kalau sebenarnya aku memiliki anak selain Camila." singkap Baren mengatakan sebuah rahasia yang ia kubur selama bertahun-tahun lamanya.
"Apa?" ucap Camila dan Evelin kaget bukan kepalang.
"Jadi selama ini kau menyimpan perempuan lain dan memiliki anak dengannya, hah???" teriak Evelin naik pitam.
"Apa kau bisa membiarkan aku menjelaskan semua? Aku belum selesai bicara kan!" balas Baren meneriaki istrinya tersebut yang terlihat sangat jengkel padanya.
"Ayah, katakan padaku! Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa istri Ayah lainnya dan siapa anak yang Ayah bilang barusan?" tanya Camila dengan rasa penasaran yang menjadi-jadi.
"Aku memang memiliki dua istri di hidupku!" seru Baren membuat Evelin semakin jengkel padanya.
"Istri pertamaku adalah ibu kandungmu dan istri keduaku adalah ibu tirimu itu!" seru Baren lagi.
Evelin tercengang mendengar jawaban Baren mengingatkan kembali ingatannya pada seorang wanita bernama Shofia yang tinggal di sebuah kota kecil.
"Maksudmu Shofia?" tanya Evelin untuk meyakinkan dirinya.
"Tentu saja! Kau sendiri tau kan kalau aku sebenarnya memiliki istri saat menikahimu dulu!" sahut Baren mengiyakan.
"Haaaahh, aku pikir kau memiliki wanita lainnya lagi selain kami berdua." ucap Evelin seolah bernafas lega mendengarnya.
Disisi lain Camila masih belum mengerti maksud perkataan Ayahnya yang mengatakan bahwa Ayahnya tersebut memiliki anak lain selain dirinya.
"Tapi Ayah siapa anak yang Ayah katakan?" tanya Camila lagi.
"Camelia! Dia saudari kembarmu!" jelas Baren membuat Camila dan Evelin kembali terkejut mendengar jawabannya.
"Apa? Aku kembar?" ucap Camila seolah tak percaya.
"Ya! Lebih tepatnya lagi Camelia adalah kakakmu." sahut Baren.
"Apa kau bilang? Jadi selama ini kau membohongiku? Dulu kau bilang kau hanya memiliki seorang putri saja!" ucap Evelin seolah meminta penjelasan dari suaminya tersebut.
"Aku tidak bermaksud untuk membohongimu, tapi aku sudah terlanjur mangatakannya dulu kalau aku hanya memiliki Camila saja karena ketika aku akan membawa kedua bayiku, Shofia mencegahku sehingga aku hanya bisa membawa salah satu bayi kembarku saja," sahut Baren menjelaskan.
"Lagi pula setelah bertahun-tahun lamanya aku menikahimu aku memutuskan untuk melupakan mereka berdua! Sampai sekarang aku tidak tau bagaimana kabar mereka." sambung Baren lagi.
Camila berpikir untuk mencerna semua yang dikatakan Ayahnya tersebut mengenai saudari kembarnya. Dengan begitu sikap ego Camila pun mencuat di dalam pikirannya untuk memanfaatkan saudari kembarnya tersebut agar ia bisa hidup berbahagia bersama pria pujaan hatinya.
"Ayah! Apa Ayah masih ingat dimana alamat mereka tinggal?" tanya Camila.
"Ya, aku masih ingat!" sahut Baren.
"Kalau begitu lebih baik secepatnya kiat cari saudari kembarku itu untuk menggantikan posisiku disisi Dion!" ucap Camila sembari menyunggingkan senyuman disudut bibirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!