NovelToon NovelToon

Seruan Untuk Imam Pengganti

1. Calon Mantu?? (awalan)

Sosok laki-laki yang baru turun dari pesawat itu menatap lekat kota kelahirannya Indonesia, setahun lalu yang ia tinggalkan demi pekerjaan di luar negeri.

Status yang masih sama dengan setahun lalu yakni sendiri, atau tepat dengan belum ada istri. Bukan berarti ia gay tapi belum mendapat sosok makhluk tuhan yang membuatnya jatuh cinta.

Ridwan Muhammad Arsyad pria berusia 26 tahun dengan hidung mancung, rahang kokoh, tubuh berotot itu berjalan menuju mobil pribadinya. Dengan pakaian formal serta kaca mata hitam yang bertengger di batang hidungnya.

"Huh." Nampak sekali guratan lelah terhias di wajahnya.

Brum brum.

Mobil sport hitam melaju di kerumunan kota, karena cuaca yang masih mendung membuat siang berasa masih pagi.

Allahu Akbar Allahu Akbar

Suara adzan dzuhur terdengar merdu didalam mobil Ridwan membuat sang pemilik menghentikannya di tempat masjid bernuansa putih. Adzan adalah seruan agar manusia berbondong melaksanakan kewajibannya.

____________

Di tempat lain, sosok gadis yang berusia 24 tahun itu tengah usai melaksanakan sholat dzuhur, ia pengajar PAI di sekolah itu bisa di sebut dengan Guru Agama. Tentu saja itu menjadi cita-citanya dulu.

Dia Arina Anjani, Gadis yang kalem dan ramah bekerja sebagai guru ia berjuang untuk menghidupi keluarganya yakni sang Ayah yang sakit-sakitan, dan sudah beberapa tahun lalu sang ibu meninggalkannya.

Bukan perempuan cantik tapi dengan sikap lembut nya mampu membuat siapapun terpana ketika sudah mengenal sosok itu. Arina Anjani, selalu semangat dalam menyapa hari tanpa menentang takdir.

"Allah bilang tidak akan menguji tanpa batas kemampuan setiap hambanya, lalu untuk apa mengeluh?"

"Hidup akan merasa cukup jika kita bersyukur, lantas apa yang membuat kita menjadi bersyukur...Yakni lihatlah seseorang di bawah kita karena kita akan tahu apa itu kenikmatan. Jangan melihat atasan kita jika kita ingin senantiasa berprasangka baik."

Kalimat itu yang sering Arina dengar dari mulut Almarhumah sang ibu, menjadi kuat dalam segala hal..Membantu orang lain walaupun sukar dalam keadaannya sendiri.

Keringat mengucur di pelipis gadis itu, tanpa ada niat mau berhenti dari kerjaannya. Tugas siswa yang baru saja ia koreksi itu mampu membuat pusing kepala Rina.

Bagaimana tidak? jika anak jaman milenial ini kadang tidak ingin mempelajari agama. Bahkan banyak diantaranya para gadis-gadis mengumbar aurat demi pujian laik-laki.

Naudzubillah.

Drrt.Drrt.Drrrt.

"Assalamu'alaikum Syifa?" Ucap Arina.

"Wa'alaikumussalam, Rin kamu jadi ke rumah?" Tanya dari seberang yang tak lain ialah Syifa, sahabat karibnya.

"Mm enggak deh, maaf ya." Tolak Arina tak enak.

"Nggak papa rin, yaudah semangat kerja."

"Iya, Fa maaf."

"Gapapa, dah ya Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam." Jawab Arina, ia membuang nafas kasar.

Hari ini ia ingin bertemu dengan anak Syifa tapi pekerjaan yang belum kelar menjadi penghalangnya. Apalagi Arina harus menjadi guru privat juga untuk menambah penghasilan.

"Oke. Semangat Rin kamu bisa! Demi Bapak!" Ucap Arina menyemangati diri sendiri.

Jika sahabat-sahabat Arina menjadi ibu rumah tangga kini tidak dengan Arina yang berjuang untuk keluarga, bukan hal mudah, terkadang hutang-hutang orang tuanya masih ada yang belum lunas. Hingga membuat Arina semangat dalam bekerja.

Tok.tok.tok.

"Masuk."

"Assalamu'alaikum." Ucap laki-laki setengah baya yang di kenal dengan Kepala Sekolah.

"Wa'alaikumussalam." Jawab Rina menyilahkan ia masuk.

Gunawan pradipta ialah pimpinan di sekolah itu, siapapun akan tahu betapa garangnya Kepala Sekolah. Tapi entah kenapa dengan Arina/Rina tidak ada sifat garang itu.

"Saya mau nanya apa benar pribadi Bu Rina belum menikah?" Tanya Gunawan dengan tampang sulit diartikan.

"Belum pak." Jawab Rina seadanya.

Kepala sekolah itu mengangguk-angguk saja dan pergi dari ruangan itu. Rina hanya menatap binggung sebab Kepala Sekolah itu menanyakan hal yang sudah jelas terdapat dalam biodatanya.

Bicara soal cinta, Arina pernah menaruh hati kepada seseorang namun kenyataan menyatakan keberadaannya yang kurang mampu. Ia minder pantaskah jatuh cinta kepada seseorang yang beda level?

Menyimpan nama dalam do'a adalah sesuatu yang maksimal bagi Arina, bukan berharap lebih tetapi jika berjodoh pasti akan disatukan dengan caranya Allah.

_______________

Di sisi lain, Ridwan yang sudah selesai hendak berkunjung ke tempat orang tuanya. Rumahnya dulu yang menjadi saksi perasaan kasih sayang ke adiknya.

"Assalamu'alaikum Yah Bund?" Salam Ridwan.

"Wa'alaikumussalam, sudah pulang wan?" Tanya Ayana. Ridwan mencium tangan Bunda dan Ayahnya bergantian lalu mengangguk.

Arnold clingak-clinguk ke belakang Ridwan dengan tampang mengerinyit hal itu membuat Ayana dan Ridwan saling pandang.

"Kenapa Yah?" Tanya Ayana.

"Wan?" Ucap Arnold di balas tatapan penjelasan dari Ridwan.

"Mana calon menantu Ayah?" Tanya Arnold dengan tatapan heran. Apakah Ridwan akan bernasib sama dengan dirinya? tapi umur Ridwan lebih tua dari pada Arnold dulu saat menikah.

Ini tidak bisa dibiarkan, jika anaknya tidak di paksa untuk menikah kapan punya cucu lagi coba?

"Belum." Jawab Ridwan singkat.

"Bukannya Ayah sudah bilang! kamu kalau pulang ke sini bawalah menantu." Ucap Arnold kesal.

"Gak ada yang mening." Ucap Ridwan datar, datar banget malah.

"Wan wan, mau cari yang mening seperti apa lagi sih hah? kalau maunya bening mening mending ke surga sana, cari bidadari." Arnold menahan kesalnya dengan putra ini.

"Wih bang Ridwan pulang?" Suara itu membuat Ridwan tersenyum tipis, artinya tidak akan ada pertanyaan aneh lagi menurut Ridwan.

Yah si Rizky...Adik kecil Ridwan yang sangat penggemar siomay, kini baru datang di belakang Ridwan.

"Hm." Ridwan.

Ayana hanya geleng-geleng, Ridwan ini sangat lah datar dan makin datar lagi setelah pulang dari Amerika.

"Punya anak,,sekaku kanebo kering." Batin Ayana.

Mereka memasuki rumah yang masih sama seperti dulu, hanya saja terdapat beberapa foto yang berganti. Ridwan mendengar celoteh adiknya yang masih saja cerewet.

"Bang? Rizky kan minta oleh-oleh." Ucap Rizky.

"Di bagasi."

"Oh ya katanya Abang mau bawa kakak ipar," Tanya Rizky lagi. Arnold yang mendengar itu tersenyum puas.

"Pojokin terus ky. Ayah dukung." Batinnya.

"Heh jangan dewasa sebelum waktunya." Ketus Ridwan membuat Rizky mengerinyit.

"Kan Rizky mau pesen biar dapet kakak ipar yang baik." Ujarnya.

"Hm." Ucap Ridwan menaikkan satu alis.

" Mau kaip (kaka ipar) seperti Gus Fauzi hehee." Cengiran anak itu membuat Arnold dan Ayana menunduk-nunduk.

"Astaghfirullah kan umurnya belum nyandak, mungkin otaknya tersangkut." Batin Ridwan sabar-sabar. Yakalik jeruk makan jeruk.

Lagi dan lagi Ridwan harus mendengar permintaan konyol adiknya yang amat sangat polos ini. Tau gini mending nggak pulang sekalian.

(....)

Ridwan memejamkan matanya di ruangan hitam putih itu. Entahlah sepertinya warna gelap menjadi favoritnya sejak dulu. Pikirannya menerawang jauh.

Cinta?

Seperti apa?

Sungguh ia juga belum tahu perasaan apa itu. Apakah rasanya seperti makanan, Lezat. Atau seperti coklat, manis. Atau seperti air yakni penawar haus? Samakah cinta dengan rumus matematika atau mungkin layaknya investasi? yang berkaitan dengan perusahaan.

-

-

-

NB : Karya ini author buat versi kehaluan saya, jd hargai tulisannya dengan cara Like, komen,vote.

Jika tidak suka dg karyanya, no hujat😌silahkan out tanpa jejak. Author tidak suka memaksa.

Salam dariku

Si Pemalas Sejuta Impian

2. Lowongan Istri??

Pilihan terbaik adalah yang paling baik segala keputusan, sama dengan menyelamatkan hidup orang berarti bagi kita..

Arina Anjani

_____________

Pagi hari menyapa,

Rina yang sengaja berangkat lebih awal agar bisa secepatnya menyelesaikan pekerjaan kemarin yang tertunda. Dalam benaknya berpikir keras agar Ayahnya bisa segera operasi jantung tapi hutangnya dahulu belum lunas dalam cicilan.

"Ya Allah bagaimana ini." Gumam Rina tidak bisa fokus dalam mengoreksi.

"Sepertinya ibu terlalu serius sampai salam saya tidak terjawab." Ucap seseorang.

"Pak Gunawan." Lirih Rina menunduk hormat.

Ia benar-benar tidak menyadari jika ada yang memasuki kantor, lebih lagi Bapak Kepala Sekolah yang masuk pagi-pagi. Tapi mungkin ada tugas.

"Mm kenapa akhir-akhir ini ibu sering melamun." Tanya Gunawan.

Rina menunduk pertama kalinya mendapat teguran, benar saja ia menjadi sangat lalai dalam bekerja otaknya kini berasa ingin meledak, lagi dan lagi ia beristighfar agar bisa menormalkan gugupnya.

Belum sempat Rina menjawab deringan ponsel bergetar di meja kerja Rina memperlihatkan nama tetangganya. Sudah dipastikan ini ada apa-apanya, sedari tadi perasaannya sudah tak enak.

Tak peduli dengan sopan tidaknya kepada Pak Gunawan kini Rina harus tahu ada berita apa dari halamannya.

"Assalamu'alaikum." Ucap Rina.

"..."

Rina membekap mulut,

"Ba-pak..Ibu bawa bapak saya ke rumah sakit sekarang hiks." Ucap Rina terdengar bergetar.

"Ada apa bu?" Tanya Gunawan.

"Ti-tidak, pak saya izin pulang." Ucap Rina dengan buru-buru.

"Biar saya antar." Ucap Gunawan terdengar sebuah perintah, Rina berfikir sejenak kemudian mengangguk. Mencari angkot sedikit susah jika berlawan arah dari berangkat tadi.

Rina dan Pak Gunawan menuju RS tempat Ayah Rina di rawat. Sesekali Gunawan melirik Rina yang panik bukan kepalang, tanpa Rina sadari Gunawan mengetik sesuatu di ponselnya lalu fokus ke arah jalan.

Sesampainya di RS..

"Bapak, kenapa hikss." Ucap Rina pada Pak Mardi yang terbaring lemah di atas ranjang pasien.

"Keluarga pasien?" Tanya dokter. Secepatnya Rina mengangguk.

"Ayah anda jantungnya melemah, jadi secepatnya harus segera melakukan operasi. Untuk surat persetujuan silahkan ambil di adsminitrasi." Ucap Dokter

Lagi dan lagi Rina menunduk pilu, apa dia tak pantas bahagia? Astaghfirullah ia sama saja menolak takdir. Padahal apapun yang terjadi sudah di garis akan takdir.

"Kenapa tidak ke sana?" Tanya Pak Gunawan. Sedangkan Rina menggeleng pelan.

Pak Gunawan kini tahu bahwa Rina mempunyi masalah dengan uang, hingga senyum tipis terukir entah apa yang ada di kepalanya.

"Pakai uang saya dulu aja bu." Tawar Pak Gunawan.

"Tidak usah saya bisa cari dulu kok pak." Tolak halus Rina, tidak mungkin ia akan berhutang lagi secara hutang orang tuanya belum pada lunas.

"Jangan sungkan, kasihan ayahmu dia butuh pertolongan." Ucap Pak Gunawan yakin cara ini tidak mampu ditolak siapa pun.

Semoga ini langkah yang benar, Rina tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima tawaran dari kepala sekolah. Tidak ada pikiran buruk yang terlintas di kepala Rina.

"Baiklah, saya berjanji akan melunasi hutang saya segera." Ucap Rina, dibalas anggukan.

___________

Seorang Pria duduk di kursi kebesarannya yakni CEO perusahaan RMI yang tidak jauh sukses dari perusahaan Brams dan kini pria berkemeja biru laut serta lengan digulung sampai siku tengah berbicara melalui telfon putih khusus kantor.

"Hm."

"Ayolah bos, diperpanjang waktu sedikit lah. Berkas tadi pagi belum kelar." Ucap Rian, asisten sekligus sekretaris Ridwan.

"Hm."

"Huaahhh." Teriak Rian kesal bisa di tebak ia meneriaki telfonnya sendiri.

"Suruh Syifa, biasanya dia pandai dalam mengedit."

"Baiklah." Ucap Rian mengerti dan sambungan terputus begitu saja, membuat Rian tak henti-hentinya mengumpat.

Di ruangan lain..

"Astaghfirullah maafkan hambamu yang soleh ini." Ucap Rian segera menghubungi Syifa.

15 menit kemudian,,

Ting

Pesan masuk di ponsel Rian yang bernama "Adiknya bos datar." itu membuat Rian tersenyum namun juga mengerinyit.

Adiknya bos datar:

Sudah sy kerjakan brosure nya, dan sudah sy kirim ke Bg Ridwan. Bisa anda cek di email kalian.

Setelah mendapat pesan itu Rian mengecek email yang katanya sudah tergambar jelas brosure ter edit. Tapi Rian heran kenapa tulisannya beda dari tadi, tidak ingin ada kesalahan ia memutuskan menanyakan ke Syifa.

Me

Adiknya bos? ini kenapa tulisannya lain?

?

?

Beberapa pesan ia kirim namun nihil, Syifa mematikan ponselnya. Rupanya Syifa sengaja, ia harus mengabari bosnya.

"Hallo, bos lihat email, Syifa sudah kirim tapi.." Ucap Rian terpotong.

"Saya percaya Syifa, cepat sebar brosure itu." Ucap Ridwan sekaligus memutuskan sambungan.

Rian mengacak rambut frustasi, bisa-bisa rambutnya rontok kalo begini.

____

Ridwan yang sudah selesai dengan urusan kantor kini menyambar jasnya dan memakainya, untuk segera pulang. Knop pintu di buka Ridwan, namun dengan cepat Ridwan membulatkan mata.

"Rian kenapa di luar banyak manusia." Ucap Ridwan jengkel. Ia bergidik melihat apa yang ada di depan ruangan.

"Saya ke sana bos. Tapi cek brosure anda!" Ucap Rian.

__________

DI CARI!!!

TELAH DIBUKA PENDAFTARAN SEBAGAI SEORANG CALON ISTRI PRESDIR RMI.

BAGI YANG INGIN DAFTAR SILAHKAN LANGSUNG KE DEPAN RUANGAN PRESDIR.

Kuota terbatas karena PRESDIR nya ganteng.

___ ___ _______

Ridwan menggeram kesal ia sadar dan sangat paham kenapa depan ruangannya banyak sekali manusia. Oke sabar adalah penawarnya.

"Bos bos?" Rian yang baru datang dari luar terengah-engah. Ridwan hanya menatap sekilas kemudian menyembunyikan kepala di meja dengan siku yang dilipat.

"Hehehe bos mereka pada ngantri di luar, kau mau buat apa?" Ucap Rian memang sudah terbiasa.

"Kau pikir sendiri." Ketus Ridwan mengidikkan bahu.

Rian mendengus pasrah, lagi dan lagi dia yang kena. Untung tingkat kecerdasan otak Rian bisa di gunakan saat genting sekalipun.

"Gue ada ide." Ucap Rian melangkah keluar dan menyambulkan kepalanya di pintu sedikit.

Ridwan memperhatikan asistennya tanpa niat menganggunya.

"Kau dah siap bos?" Tanya Rian.

"Siap?" Tanya Ridwan bingung.

"Hem punya bos otaknya gini amat." Gerutu Rian.

"Ngomong apa tadi?" Sungut Ridwan mendelik.

"Huh, bukannya Tuan Arnold menginginkan menantu. Jadi kenapa nggak sekalian bos cari,, yaa sapa tau cocok." Ucap Rian dengan santainya duduk di sofa.

"Iya juga." Batin Ridwan berfikir sejenak dan mengangguk.

Rian memulai aksinya, memanggil urutan pertama.

"Masuk." Teriak Rian.

Muncullah wanita bertubuh seksi, tinggi semampai nyaris sempurna. Dengan balutan dress merah maroon atas lutut terlihat belahan dada serta rambut ikal dengan make up menor. Benar saja dengan bibirnya yang merah bak darah.

Ridwan dan Rian sontak nenutup mata, tangan Ridwan menggerayak berkas untuk menyembunyikan muka tampannya.

Astaghfirullah Astaghfirullah

"Yan buat lo aja gue ogah." Ketus Ridwan.

"Sama bos, kalo pun gue boleh poligami gak tampang gitu juga bos, makasih deh makasih. " Ucap Rian yang benar-benar ngeri.

"Pergi kamu." Titah Ridwan, membuat si wanita terlonjak kaget.

"Tap-tapi saya belum kenalan, Nama saya.." Belum sempat ia kenalan, Ridwan dan Rian sudah berteriak.

"PERGI!!!"

"i-iya." Wanita itu langsung pergi sebelum kenalan.

-

-

Masih mau keseruan Ridwan Rian nggak??

lanjut yaa?

3.Penolong

Allah perencana yang baik, memberikan suatu keburukan tetapi ada hal indah di balik keburukan tersebut..

_________________

Masih dengan Bos dan Asistennya, yang menyaring pendaftaran CALON ISTRI BOS.

"Lanjut." Teriak Rian, ish gak usah pake teriak juga kali ya!

Muncullah wanita yang berjilbab tapi membawa anak satu yang masih bayi. Sontak hal itu membuat Ridwan menyelidik heran.

"Siapa?" Tanya Rian pada si perempuan. Tepatnya pada si anak.

"Ini anak saya pak." Ucap perempuan itu tersenyum, dan sukses membuat 2R menganga.

Apa tadi katanya? Anak?

"Ha? Janda anak satu?" Tanya Rian.

Perempuan itu mengangguk dan memperkenalkan diri. Sedangkan Ridwan hanya menatap datar setelah itu menyuruh Rian memutuskan sesuatu.

"Hehehe bu silahkan keluar." Ucap Rian cengengesan.

"Lanjutt.?" Tanya Rian pada Ridwan.

"Terserah kau lah, pusingg." Keluh Ridwan kesal.

Rian dengan segera menyuruh semua yang di luar yang sebagian besarnya karyawan perusahaan, Astaghfirullah lagi wan, sabar sabar.

"Lho loh kalian pada ngapain disini?" Tanya Rian pada karyawan.

"Kita mau mencalonkan diri pak hehe." Ucap perwakilan dari staff.

Ridwan memandang Rian yang pastinya tatapan membunuh. Resiko orang ganteng mah gini, tapi sayang ganteng-ganteng belum laku.

"Buat karyawan segera keluar ruangan." Putus Rian. Tanpa harus bertanya kepada bosnya, karena jikapun dia suka kenapa gak dari dulu nikahnya.

Semua karyawan mendengus kecewa, patah hati dan berasa kesempatan emas itu hilang bak di telan ikan.

"Saya mau yang tersisa disini mengatakan apa status kalian ya." Tegas Rian diangguki semua yang di situ.

Rian menunjuk salah satu, semua tak luput dari tatapan datar Ridwan entah apa yang difikirkan oleh asistennya.

"Saya janda, baru cerai setelah mendapat kabar lowongan istri untuk pak Ridwan." Ucapnya.

"Astaghfirullah." Batin Rian menunjuk sebelahnya wanita tadi.

"Sama." Ucapnya.

"Apa hanya janda yang ingin melamar saya?"

"Saya janda anak dua." Ucap orang itu, sukses membuat Rian menatap Ridwan mengejek. Oke lanjut!

"Saya juga janda baru cerai setelah nikah karena pak Ridwan buat lowongan." Ucapnya.

"Astaghfirullah bos Ridwan lo buat patah hati para suami baru nii." Batin Rian benar-benar pening. Oke Lanjut.

"Masih lajang."

"Masih lajang."

"Iya masih lajang tapi tentu saja Ridwan carinya yang berjilbab bukan yang kurang bahan." Gumam Rian, lanjut ke perempuan terakhir yang sudah terlihat berusia 35 tahunan.

"Saya janda ber anak tiga." Ucap perempuan itu.

"Anjaytana." Batin Ridwan mengaga.

"Ya Allah bos, nih kenapa banyakan janda sih??" Batin Rian menatap Ridwan seolah mengatakan dengan isyarat

(....)

Ridwan menolak semua sekaligus, ide konyol Asistennya membuat dirinya bad mood benar benar gila. Tampang ganteng gini dapetnya orang yang baru cerai pula, kalau sudah begini Ridwan menyuruh si pecalon kembali ke suaminya.

"Kenapa gak milih salah satu, lumayan tadi ada yang mening?" Tanya Rian tersenyum-senyum.

"Gak. Lagian kenapa gak kau saja." Sungut Ridwan.

"Oooh sori ni bos, saya sudah punya istri..satu saja sudah cukup, dan saya tidak akan mencari apalagi berbagi, bisa-bisa dijadikan dadar gulung saya bos." Jawab Rian serius.

Ridwan memutuskan untuk pergi dari ruangan, ia ingin meminta pertanggung jawaban ke adiknya, bisa-bisanya dia membuat Lowongan pekerjaan menjadi lowongan calon istri. Hancur sudah martabat dan wibawanya..

-

-

Sang surya berada di atas kepala wanita berjilbab biru berseragam guru sekolah dengan kacamata bening yang memperjelas penglihatan tengah berjalan kaki untuk mencapai tujuannya, yah dari pada membuang ongkos lebih baik ia jalan kaki, selagi mampu.

Hidup dalam kesederhanaan adalah suatu kebaikan, Allah juga melarang manusia untuk hidup terlalu berlebihan sebab harta adalah titipan dan mempunyai hal yang berlebih ialah ujian! Yah ujian untuk tidak sombong tidak tamak dan menghindari dari muslihat Syaiton.

"Sebentar lagi sampai." Ucap Rina yang menatap benda putih melingkar di tangannya.

Jalanan cukup sepi membuat Rina sedikit berfikiran buruk, namun secepatnya ia tepis segala keburukan itu agar segera sampai tujuan.

"Hay, sendirian mbak?" Tanya pria sok genit dengan memgedipkan satu mata.

Kalau dah gini Rina hanya ingin berlari, namun naas ketiga orang itu mampu mencekal tangan Rina. Kalau saja di sini ada sahabatnya pasti sudah kena hajar oleh temannya. Tapi ini Rina?

"To-long." Ucap Rina menepis tangan yang sudah dicekal si preman.

"Hahahaha mau minta tolong sama siapa manis?" Seringai pria itu memperlihatkan keliling.

Yah hari yang buruk bagi Rina, Ia hanya mampu ber do'a dan tetap saja ia takut dia ini perempuan tentu saja takut terjadi sebuah tragedi seperti cerita-cerita temannya dulu.

Terlebih lagi kini Rina dipaksa untuk berjalan menuju semak-semak. Kejamnya ketiga pria ini, Mau melawan? Rina tak cukup tenaga mau berontak tubuhnya terasa lemas. Pagi tadi dia belum sarapan dan kini? Astaghfirullah.

"Jangan sentuh saya, TOLONG." Teriak Rina dosa apa dia dihadapkan dengan pria bengis seperti mereka.

"Mau lari kemana manis." Ucapnya lagi dengan licik. Rina berhasil berlari namun selalu tercekal oleh pria-pria ini.

Satu pria mendorong tubuh Rina hingga tersungkur di samping jalan. Rina meringis kesakitan, lebih lagi kacamata beningnya terlepas dari kepalanya, ia tak bisa melihat dengan jelas.

"Allah berikan penolong, hamba takut, Bapak hiks hiks." Seruan hati Rina dan mundur-mundur dengan posisi ngesot ke belakang, bersamaan para preman yang mendekat.

Demi apa Rina gemetar hebat, ia takut... kalau saja di dunia ada jenny dan jonny pasti ia akan menghilang detik itu juga.

"TOLONG." Teriak Rina.

Tangan Preman hendak menarik jilbab Rina, posisi Rina yang menyembunyikan kepalanya di atas lutut. Tiba-tiba..

Bugh!

Bugh!

Plak!

Seseorang dengan gaya cool nya menghabisi ke tiga preman tadi. Samar-samar Rina melihat bentuk tubuh si pria penolongnya, benar-benar perfact apalagi gaya menyerangnya seperti terbiasa dalam berkelahi.

Rina tersadar bahwa ia butuh kacamatanya, yah kacamata bening yang tadi terlepas di dekatnya. Tangan Rina menggerayak maju mundur samping kanan kiri, namun susah sekali..

"Ini." Ucap seseorang menyodorkan kacamata Rina.

Dengan hati-hati Rina menerimanya, lalu memakainya tepat ia mendongak menatap pria yang juga menggunakan kacamata hitam. Ada rasa terkejut sekaligus bahagia telah ditolong olehnya.

Si penolong pergi meninggalkan Rina dengan tampang datarnya, seperti biasa tanpa sepatah kata pun.

"Ka Ridwan?" Batin Rina tersenyum. Meskipun Ridwan menggunakan kacamata tetap saja ia mengenalinya. Seseorang yang selama ini dia kagumi.

(...)

Yah Ridwan Muhammad Arsyad tanpa sengaja mendengar teriakan padahal jaraknya gang dari jalan raya cukup jauh. Karena penasaran ia memutuskan melewati gang, benar saja kejadian tak terduga ada di depan matanya.

Ridwan tidak tahu siapa wanita yang ia tolong.

Setelah menolong si wanita mengenaskan, Ridwan memutuskan untuk segera pergi. Dengan tampang datar, mengingat ia harus bertemu adiknya, syifa.

-

-

Sloww going ya, cuma sekedar waktu luang.

Kalau bagus jangan lupa di Like dan komennya kalau mau cepet lanjut😅(maksa bangett,)

Typo bertebaran🙏

Salam dariku

Si Pemalas sejuta Impian

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!