## Satu minggu sebelum pernikahan. ##
Malam itu... setelah mengajukan cuti, Rahma kini sudah berada di jakarta.
sebelumnya dia bekerja di Ampera, Kota Palembang. Sebagai perawat di salah satu rumah sakit besar di sana.
ya... walau di Jakarta juga ada banyak rumah sakit, namun ia memilih untuk merantau dan bekerja di pulau seberang. Di sana jugalah dia bertemu dengan seorang dokter UGD bernama Fikri dan menjalin ke kedekatan hingga empat tahun lamanya. Keyakinan untuk menikah yang tertancap di diri Fikri mulai semakin kuat, pria itupun melamar Rahma dan akan menikahinya Tahun ini.
Dering telfon di ponsel Rahma membuatnya berlari cepat ke dalam kamar, lalu meraih ponselnya itu. Sesaat bibirnya tersungging senang, ketika mendapati telfon dari pria pujaan hatinya.
"Hallo Assalamu'alaikum mas," sapa Rahma dengan perasaan senang.
"Walaikumsalam sayang ku, sedang apa? Sudah tidur ya? Kok menerima panggilan telfonnya lama?" tanya Fikri.
"tidak mas, tadi Paman dan bibi ku berkunjung jadi kami mengobrol di ruang tamu. Mas sedang apa?" tanya Rahma.
"aku sedang jaga malam, di hari sabtu ini, karena ini hari terakhir ku jaga malam. besok kan aku cuti? jadi tinggal mempersiapkan diri untuk ke Jakarta." ucapnya, mendengar itu Rahma tersenyum, rasanya tidak percaya kalau pernikahannya akan segera di langsungkan hari Jumat besok.
"Rahma, kamu tau? aku benar-benar menunggu-nunggu momen ini, dan tidak bisa di percaya sebentar lagi kamu akan sah jadi istri ku," ucap Fikri dari sebrang.
"Iya mas, Rahma juga. rasanya tidak sabar untuk segera bersanding di pelaminan," balas Rahma yang tanpa sadar, merasakan setitik air mata yang menetes di pipinya. Entah karena rasa terharu atau apa, Tiba-tiba ia ingin menangis dan ingin memeluk calon suaminya itu.
"Tunggu kedatangan ku ya, sayang." ucap Fikri.
"Aku akan menunggu, jaga diri mu baik-baik ya mas." kata Rahma pada Fikri yang sedang tersenyum di sana.
"Iya sayang, kamu juga. Eh sudah dulu ya, ada pasien. lagi pula sudah pukul sepuluh malam sebaiknya kamu tidur," titah Fikri.
"Iya mas."
"selamat malam bidadari ku, besok aku telfon lagi." Piiiiiikkkk panggilan telfonnya pun terputus.
Rahma tersenyum, ia memandangi layar ponselnya yang terpampang Foto Fikri dan dirinya. Rahma pun mengecup layar itu dengan perasaan senang. ia lantas berjalan cepat menuju ranjang, dan segera merebahkan tubuhnya lalu memejamkan mata. berharap malam cepat berganti menjadi pagi, dan hari terus berjalan hingga ia bisa bertemu dengan hari Jumat, hari dimana dia akan sah menjadi istri sang pria pujaan.
Pagi berselang, Rahma menyipitkan matanya, ada banyak panggilan telfon dari ibunya Fikri dan banyak pula pesan dari teman-temannya.
"Ada apa ini? Kenapa ponsel ku tiba-tiba ramai?" gumam Rahma, dari keningnya yang berkerut muncul tanda tanya besar, bercampur rasa takut yang entah apa. ia pun membuka salah satu pesan tersebut.
(Rahma, aku turut berdukacita, dan prihatin semoga kau bisa tabah dengan musibah ini, dan dokter Fikri bisa pergi dalam keadaan husnul khotimah)
Membaca pesan itu mata Rahma pun membulat, ia melihat semua pesan isinya ucapan belasungkawa, sehingga membuatnya bingung, baru saja ia berniat menelfon Fikri, pintu kamarnya sudah di ketuk oleh seseorang.
Dengan cepat Rahma membuka pintu kamarnya itu.
Ia melihat ibunya menangis sembari memeluknya, saat itu Rahma masih tidak mengerti dengan semua ini.
"I...ibu, ada apa?" Tanya Rahma, ibunda Rahma pun melepas pelukannya.
"Yang sabar sayang. Mas Fikri mu telah meninggal dunia tadi pagi, akibat kecelakaan mobil," tutur sang ibu dengan suara seraknya.
Saat itu juga Rahma menggeleng cepat. Ia langsung menghubungi Fikri, guna memastikan kalau apa yang ia dengar itu tidak benar. Namun semuanya sia-sia, nomor Fikri sudah tidak aktif lagi. Selang beberapa detik, ibunda Fikri kembali menelfon, dengan cepat Rahma mengangkatnya.
"Ha...hallo bu?" sapa Rahma, harap-harap cemas.
"Rahma? Kamu sudah mendengar kabar buruk ini kan, Fikri sudah menjemput Ajalnya di dekat sungai Musi sayang. Mobilnya bertabrakan dengan truk kontainer, di mana kap mobilnya sampai terjerembab masuk, hingga ringsek dengan Fikri yang terjepit di sana. Ibu tidak menyangka ini akan terjadi padanya, padahal minggu ini kalian akan menikah, Fikriiiiiii—"
Terdengar isak tangis yang teramat menyayat dari sebrang, sedangkan Rahma hanya bisa mematung. perlahan pegangan tangannya mulai renggang, ponselnya pun terjatuh dari tangan itu.
Baru semalam ia mendengar suaranya, kenapa pagi ini tiba-tiba mas Fikri berpulang?
"Mas Fikri?" Rahma terisak, ia menghempaskan tubuhnya ke lantai.
"Rahma, sabar sayang," Ibundanya berusaha menenangkan Rahma yang mulai histeris, ia tidak bisa menerima kenyataan itu.
"Aku mau mas Fikri ku!! kita akan menikah bu, kita akan menikah hari jumat besok. Hiks Maaas, mas Fikri—" Rahma semakin histeris, di dalam pelukan ibunya itu.
Pagi itu... semua bagaikan mimpi buruk yang membuatnya ingin segera terjaga dari mimpi yang tak pernah ia harapkan.
Kini semua mimpi indahnya untuk hidup bahagia bersama Fikri seolah harus terkubur dalam-dalam bersama tubuh kaku Fikri.
–––
Hari demi hari terlalui, Rahma sama sekali tidak ingin keluar kamar, ia masih saja menangis hingga saat ini, terlebih tanggal pernikahannya dengan Fikri semakin dekat. Hanya tersisa tiga hari lagi. Matanya tertuju pada sebuah kebaya putih yang sudah tergantung di dekat lemarinya, di atas ranjangnya itu Rahma menekuk lututnya memeluknya sembari menangis, meratapi semuanya yang sudah terjadi, karena mau bagaimanapun Fikri tidak akan pernah kembali.
Di hari yang sama...
Pagi itu seorang Ustad datang menemu kyai yang juga dekat dengannya, pria berkoko hitam itu memarkirkan mobilnya di pelataran rumah Kyai Khalil.
Sesaat pria berambut putih itu menyipitkan matanya saat pria itu keluar dari dalam mobilnya sembari menyunggingkan senyumnya.
"Assalamu'alaikum pak Kyai" Seru Irsyad di depan rumahnya itu.
"Walaikumsalam warohmatulohi wabarakatuh, Irsyad kah ini?" Ucapnya, maklum saja pandangannya sudah mulai kabur, Irsyad pun meraih tangan kanan Kyai Khalil dan menciumi punggung tangannya berkali-kali.
"Iya Pak Kyai" Jawab Irsyad halus sembari tersenyum.
"MashaAllah, Ustadz tampan ini datang juga akhirnya ke rumah ku, saya pikir sudah sibuk mengisi dakwah dan mengajar jadi lupa jalan kemari." Ucap Kyai Khalil sembari terkekeh.
"Kyai bisa saja, mana mungkin saya lupa sama panutan saya ini." Jawab Irsyad yang juga terkekeh-kekeh.
"Iya...iya... Mari, masuk Ustadz" Ajak pak kyai di hadapannya itu.
Ustadz berusia tiga puluh tahun itu duduk dengan sopan di sebuah kursi sudutnya, dengan melihat ke sekeliling ia merasa bernostalgia, ia masih ingat saat tinggal di rumah ini selama satu bulan untuk mengajar ngaji anak-anak di majelis Kyai Khalil lima tahun lalu.
"Silahkan di minum tehnya Ustadz." ucap seorang wanita bertubuh tambun yang tak lain adalah istri Kyai Khalil.
"Terimakasih bu." ucap Irsyad sembari tersenyum.
"Nah ustadz? Bagaimana kabar Antum ini, setelah lima tahun tidak bertemu rasanya Antum semakin berseri saja, lebih tampan loh, sudah punya hareem belum?" (Istri) tanya Kyai Khalil.
"Ahhh bisa saja pak Kyai, kalau istri saya belum ada." Jawabnya ringan.
"Lho? Kok bisa ustadz seperti Antum belum menikah? Mau menunggu sampai kapan?" tanya Kyai itu.
"Hehe, jujur saja, saya belum menemukan wanita yang ingin saya nikahi" ucap Irsyad.
"Masa iya? Kau jangan terlalu memilih Irsyad, tidak baik terlalu lama melajang."
"Bukan memilih pak Kyai, hanya saja saya memang belum ada keberanian untuk meng khitbah seorang ukhti, namun untuk sekarang ini mungkin saya sudah siap maka dari itu saya mendatangi Kyai, kali saja? Kyai Khalil ada calon untuk saya" ucap Ustadz Irsyad, yang saat itu membuat Kyai itu tersenyum.
"Kalau misalnya ada, kau mau menikah dengannya hari jumat ini?" tanya Kyai itu.
"A...apa? Jumat ini?" ustadz Irsyad shock saat mendengar itu, bagaimana mungkin menikah dalam jarak waktu tiga hari.
"Iya, kau ingat pak Akmal? Ketua RW di sini? Putrinya seharusnya menikah di hari jumat ini, namun kemalangan menimpah nya, calon suaminya meninggal hari ahad kemarin akibat kecelakaan mobil di palembang." ucap Kyai Khalil.
"Inalillahi WA inalillahi Roji'un?" gumam Irsyad, sesaat hatinya tersentuh saat mendengar cerita itu.
"gadis itu sebenarnya sangat baik dan ramah, namun duka yang menyelimuti hatinya membuatnya selalu mengurung diri, kemarin bapaknya datang ke saya dia minta untuk di carikan jodoh untuk putrinya karena di samping semua persiapan sudah matang, dan Melihat kondisi Rahma yang sedikit terguncang akibat belum menerima takdir membuatnya memutuskan untuk tetap menikahkan putrinya itu di hari itu dengan pria yang bisa sabar dan mampu meluluhkan nya guna mengobati luka hatinya." ucap Kyai itu.
"Kalau boleh tau namanya siapa Kyai?" tanya Irsyad.
"Namanya Rahma Quratta Aini, bagaimana Ustadz berkenan?" tanya Pak kyai itu.
"Menikah tiga hari lagi, terlebih dengan kondisinya yang masih berkabung, apa dia akan menerima itu? Sepertinya akan sulit." gumam Irsyad.
"saya juga berfikir seperti itu, namun jika Ustadz tidak berkenan tidak apa, nanti saya?"
"Saya berkenan Pak Kyai" Jawab Irsyad lantang.
"Benarkah? Antum yakin?" tanya Kyai itu, Irsyad pun mengangguk.
"Kalau begitu jangan dulu pulang, saya akan menghubungi Pak Akmal, dan malam ini juga kita ke rumahnya." tutur Pak Kyai Khalil.
"iya Kyai, namun? Saya tidak ada persiapan apa-apa, saya harus ke toko buah dulu untuk membawa sesuatu sebagai buah tangan." ucap Irsyad,
"Njih monggo Ustadz, silahkan." jawabnya sembari tersenyum, Irsyad pun beranjak dan berjalan keluar menuju mobilnya.
Setelah menerima panggilan telfon dari Kyai Khalil dengan mata berbinar Pak Akmal menemui istri ibu Ratih, ia mengabarkan kalau malam ini ada seorang ustadz yang akan meng khitbah Rahma dan siap menikahinya jumat ini juga.
Dengan sedikit ragu istrinya itu menemui putri semata wayangnya itu, ia melihat Rahma masih pada posisinya, duduk di atas ranjang sembari memeluk bantalnya.
"Rahma?" Panggil ibunya yang kini udah duduk di sebelah putrinya itu, perlahan Rahma pun menoleh, matanya masih sembab dan pipinya masih basah akibat air matanya itu.
"Iya bu?" jawab Rahma serak.
"Rahma, maafkan ibu dan bapak ya, mungkin ini terlalu terburu-buru, namun ini cara tepat untuk mengobati hati yang hilang kau harus mendapatkan hati yang baru agar hidup mu lebih semangat lagi nak." ucap Ibunya itu, dengan tatapan bingung Rahma tidak mengerti.
"Maksud ibu?" tanya Rahma.
"Nanti malam, ada seorang Ustadz yang akan meng khitbah mu, kau tetap akan menikah jumat ini, namun dengan pria yang berbeda." Deeeeeeeeggg mendengar itu mata Rahma membulat.
"I...ibu, Ibu dan ayah ini apa-apaan sih? Rahma tidak mungkin bisa menikah dengan pria lain selain mas Fikri bu, apa lagi pria itu seorang ustadz." Seru Rahma yang sedikit kesal.
"Rahma dengarkan ibu, Ustadz Irsyad itu pria baik, dia pasti bisa membuat mu bahagia nak percaya sama ibu ya,"
"Tidak! Rahma tidak mau bu." Pekik Rahma yang kembali membenamkan wajahnya ke bantalnya sembari terisak.
"Ibu tau ini berat bagi mu Rahma, namun ini yang terbaik untuk mu, dan pihak keluarga Fikri juga sudah merestui itu nak, bahkan mereka yang memberi ide untuk tetap mencarikan jodoh untuk mu, agar kau tidak terus-terusan seperti ini." ucap Ibunya itu sembari mengusap punggung yang tengah bergetar itu.
"Bu, Rahma itu bukan wanita soleha, tidak berhijab, bagaimana bisa seorang ustadz mau menikahi wanita seperti Rahma? Terlebih Rahma tidak mengenalnya, Rahma tidak mau bu" ucap Rahma yang masih bersikukuh menolaknya.
"Rahma, ustadz Irsyad juga tidak mengenal mu, dia bersedia menikahi mu dan berusaha mencintaimu nak."
"Itu tandanya pernikahan ini tanpa cinta antar satu sama lain, bagaimana bisa ibu berfikir kami akan bahagia?"
"Rahma, jangan terus seperti ini, percaya pada ibu dan bapak, Pak kyai Khalil tidak akan salah memilihkan jodoh untuk mu." ucap ibunya itu mengakhiri perdebatan kecil antara ibu dan putrinya itu.
Tanpa menjawab apapun selain menangis Rahma terpaksa menerima itu, setelahnya ia tidak yakin kalau hatinya bisa sepenuhnya melayani Pria asing itu, bahkan wajahnya saja ia belum pernah melihatnya bagaimana bisa tiba-tiba pria itu menjadi suaminya dan tidur dalam satu ranjang bersamanya.
Malam itu pria yang bernama Irsyad dan Pak Kyai benar-benar datang, dengan keringat dingin dan perasaan gugup Irsyad duduk di sofa ruang tamu sederhana itu.
Ibunya Rahma datang dengan membawakan minuman dan beberapa kue kering di kaleng itu lalu menyuguhkannya pada dua tamu agungnya itu, setel berbincang basa basi cukup lama Kyai Khalil pun mengatakan maksud dan tujuannya.
"Supaya Afdol Pak Akmal, saya ingin menyampaikan sesuatu kalau saya ingin mengkhitbahkan Nak Rahma Quratta Aini untuk anak didik saya ini Irsyad Fadilah, putra dari Kyai Muktar ,Tegal Rejo magelang." Ucap Kyai tersebut, dengan Pak Akmal yang manggut-manggut sembari menyunggingkan senyum harunya.
"Saya tidak menyangka Ustadz Irsyad mau mempersunting putri bapak, bahkan siap menikahinya dengan jarak waktu yang sangat dadakan ini." ucap Pak Akmal sembari mengusap matanya yang basah.
"Iya Pak, saya mohon restu dari bapak, untuk menerima pinangan saya ini, saya siap menafkahi Rahma lahir dan batin, sekuat kemampuan saya" ucap Irsyad sembari menyunggingkan senyum.
"Terimakasih nak Irsyad terimakasih banyak, ohhh iya apa nak Irsyad mau bertemu dengan Rahma saat ini juga?" Ucap Pak Akmal menawarkan.
"Saya rasa tidak perlu Pak, biar saya melihatnya saat ijab qobul sudah terlaksana." ucap Irsyad.
"Ustadz yakin tidak ingin melihatnya dulu sebagai tanda ta'aruf pertama?" tanya Pak Akmal lagi.
"Tidak Pak, saya yakin seperti apapun wajahnya, saya akan tetap menerimanya" ucap Irsyad.
'Saya takut tidak bisa tidur akibat terus terbayang-bayang wajahnya jika aku melihatnya sekarang, terlebih Rahma belum halal bagi ku' Gumam Irsyad dalam hati.
"Ya sudah kalau begitu, tapi jujur saja, sebelum ini, putri kami tidak berhijab Ustadz, apa tidak apa-apa?" tanya Pak Akmal.
"Setelah ini, saya akan berusaha mengajaknya untuk menutup kepalanya itu dengan hijab Pak, jadi itu tidak masalah untuk saya" ucap Irsyad dengan kesungguhan hatinya, senyum merekah terlihat di bibir Pak Akmal, yang lantas memegangi tangan Irsyad sehingga membuat Irsyad terkesiap kaget.
"Terimakasih banyak Ustadz, terimakasih banyak telah menerima putri saya beserta kelebihan dan kekurangannya itu." tutur Pak Akmal bahagia.
"Pak, jangan seperti ini saya jadi tidak enak" ucap Irsyad yang merasa canggung, Pak Akmal pun melepaskan tangan calon menantunya itu.
"Baiklah Nak Irsyad kami dan keluarga sudah membicarakan hal ini pada Rahma sebelumnya, ya maaf walau sedikit berat namun Rahma tetap menerima lamaran ustadz Irsyad ini, jadi kami juga dengan sangat bahagia menerima khitbah dari Ustadz." tutur Pak Akmal dengan wajah berbinar.
Mendengar itu Irsyad pun turut berbinar, ia pun mengucap Syukur berkali-kali, dan berterima kasih pada Pak Akmal dan istrinya karena telah menerimanya.
Di sisi lain Rahma berdiri di balik pintu sembari memegangi dadanya, air mata yang sudah tak terbendung itu akhirnya berguguran sesaat saat ayahnya menerima pinangan seorang Ustadz yang sama sekali tidak ia kenal.
Ustadz Irsyad bersedia menggantikan mendiang calon suaminya yang seharusnya akan menikahinya jumat ini. Sulit di percaya memang, bagaimana bisa Ustadz itu tiba-tiba meminangnya, bertemu saja belum pernah, namun semuanya terpaksa ia Terima demi bisa tetap menjalani pernikahan ini karena persiapan sudah terlanjur di bentuk, dekorasi, katering, gedung pernikahan, dan jasa rias pengantin. Semua sudah di pesan dan tidak bisa di batalkan lagi.
Tepat dua hari setelah lamaran itu, Rahma sama sekali belum melihat wajah calon suaminya dengan sangat jelas selain dari Foto yang di berikan oleh orang tuanya.
Ya, besok adalah hari pernikahannya yang harus ia Terima dengan penuh keterpaksaan, malam ini saat Rahma akan menutup matanya, ia terkesiap saat ponselnya menyala dan mendapati sebuah pesan singkat dari seseorang yang tidak di ketahui namannya, dengan malas ia membuka dan membacanya.
(Assalamu'alaikum dek Rahma, ini mas Irsyad, maaf mas baru berani mengirimkan pesan singkat ini pada mu, jujur saja mas tidak bisa berhenti memikirkan mu malam ini, ya mungkin karena mas gugup hehehe.
Ade, mas harap saat ini ade juga merasakan kebahagiaan yang sama dengan mas, dan bisa menerima mas dengan sepenuh hati. Karena besok kau akan menjadi istri mas, oh iya kalau ade tidak berkenan membalas pesan singkat mas, tidak apa dek, istirahatlah dan sampai bertemu besok ya, calon istri ku.)
"Ck" Dengan malas Rahma melempar ponselnya tanpa membalas pesan singkat itu, ia pun memiringkan tubuhnya dan berusaha memejamkan matanya.
Sedangkan di sebrang, Irsyad tau pesan itu telah terbaca namun sudah setengah jam lamanya Rahma tidak membalas pesannya itu.
"Ya, mungkin dia masih malu-malu" Gumamnya lirih, ia pun terkekeh lalu meletakkan ponselnya ke atas meja dan mulai menengadahkan tangannya memanjatkan doa tidur, setelah selesai ia pun mengusap wajahnya dan merebahkan tubuhnya lalu memejamkan matanya berusaha tidur secepatnya.
Hari ini di tempat yang berbeda, Ustadz Irsyad menjabat tangan ayah Rahma dan berikrar.
"Bismillahirrahmanirrahim, saya Terima Nikahnya Rahma Quratta Aini binti bapak Akmal Sadikin, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai" Dengan lantang pria itu mengucap ikrar pernikahannya dengan Rahma, di sisi lain Rahma tertunduk dengan belaian lembut ibunya yang terharu saat putrinya kini telah resmi di persunting oleh Pria bernama Irsyad itu.
"Nak, kau sudah resmi menjadi istri ustadz Irsyad, selamat ya sayang," Ibunya memeluk tubuh putrinya dengan bahagia namun tidak untuk Rahma yang merasa semua pernikahan ini adalah sebuah paksaan yang sama sekali tidak di inginkan olehnya.
Saat itu juga Irsyad menghampiri istrinya di bilik yang berbeda, ia berjongkok di hadapan Rahma.
"Assalamu'alaikum, istri ku? Bolehkah mas melihat wajah mu?" Ucap Irsyad dengan suara yang sangat lembut, yang sesaat membuat Rahma menaikan kepalanya menatap suaminya untuk yang pertama kali.
'Subhanallah, istri ku benar-benar cantik' gumamnya dalam hati, ya tidak hanya Rahma, Irsyad pun sama, ini adalah kali pertamanya melihat wanita di hadapannya itu.
Irsyad pun mengulurkan tangannya berharap Rahma akan meraih tangan itu dan mengecup punggung tangannya, dengan perlahan Rahma meraih tangan itu dan mengecupnya pelan sebagai tanda baktinya untuk pertama kali.
Senyumnya tersungging bahagia di bibir Irsyad saat Rahma mengecup tangannya itu, sesaat getaran di hatinya mulai terasa. namun tidak demikian untuk Rahma yang kembali tertunduk air matanya menetes, tangannya sedikit terkepal, bukan pria yang ada dihadapannya lah yang seharusnya menjadi suaminya, melainkan mas Fikri pria yang sangat ia cintai.
Malam itu juga, Rahma langsung di boyong ke rumah Irsyad yang lumayan besar, di sana hanya ada mereka berdua, keluarga Irsyad tinggal di Tegal Rejo, kabupaten Magelang.
Sedangkan Irsyad tinggal di daerah harapan indah bekasi.
Irsyad membuka pintunya, dengan tas Rahma yang berada di tangannya.
"Assalamu'alaikum," Ucap Irsyad saat pintu itu terbuka.
"Ayo masuk dek," Ajak Irsyad.
Tanpa berucap apapun Rahma masuk dengan perlahan, sedikit takjub ia sesaat saat dirinya melihat rumah yang lumayan besar itu.
"Selamat datang di rumah kita dek, mas harap kamu betah tinggal di sini ya?" Ucap Irsyad. Namun alih-alih menjawabnya Rahma justru berjalan lebih dulu meninggalkan suaminya itu yang masih berdiri di sana, dengan senyum tersungging Irsyad mengikuti langkah istrinya yang masih terlihat bingung itu.
"Dek, kamu cari apa? Kamar kita di atas" Ucap Irsyad sopan.
"Dimana?" Tanya Rahma singkat.
"Alhamdulillah, akhirnya kamu mau membuka suara, suara mu sungguh indah Rahma," Ucap Irsyad senang.
Ya, sebagian wanita saat di puji seperti itu pasti akan senang namun tidak untuk Rahma, ia malah justru tidak senang, jangankan mendengar pujiannya, melihat wajah pria itu saja ia sama sekali tidak ingin, baginya mas Fikri jauh lebih tampan darinya. Ia pun membuang muka dan berjalan ke atas menaiki satu demi satu anak tangga meninggalkan Irsyad yang masih memandanginya.
"Orang bilang? Rahma itu sebenarnya gadis yang halus dan baik, hanya saja hatinya masih terluka jadi aku harus bisa menjadi pembalut luka yang bisa menutup luka di hatinya, semoga saja, kau bisa mencintai ku Rahma" Gumam Irsyad, ia pun kembali melangkahkan kakinya menyusul Rahma yang sudah sampai di lantai dua rumah tersebut.
"Dek, kamar kita di sebelah sini," ucap Irsyad, Rahma pun berbelok dan mengikuti langkah pria jangkung di hadapannya itu.
Sesaat Irsyad membuka pintu kamarnya, sedikit terkejut Irsyad saat melihat kamarnya sudah di hias cantik.
"Waaahhhh pasti ini di garap saat sedang akad tadi" Dia tersenyum senang lalu menoleh ke arah Rahma.
"Cantik ya dek?" Tanya Irsyad, namun Rahma tidak menjawabnya ia hanya masuk begitu saja dan duduk di atas ranjang tersebut.
'MashaAllah, kenapa aku berdebar seperti ini?? Benar ini malam pertama ku dan Rahma, aku tidak boleh gugup hanya karena melihat wanita duduk di atas ranjang ku' Gumam Irsyad tak karuan. Ia pun berjalan masuk dan menutup pintu kamarnya lalu meletakkan tas Rahma di dekat lemari pakaiannya.
Rasanya sangat canggung, walaupun Rahma masih fokus melihat ke sekeliling area kamar itu namun pesona Rahma benar-benar membuat Irsyad tidak bisa melawan rasa gugupnya itu, perlahan ia melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Rahma.
'MashaAllah, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tau harus memulainya, bahkan aku tidak bisa menatapnya' Irsyad benar-benar gugup, perlahan wajahnya menoleh ke arah Rahma yang saat itu juga Rahma tengah menoleh kearahnya.
Kedua mata itu saling bertemu, yang saat itu juga membuat Rahma memalingkan wajahnya, sedangkan Irsyad malah justru tersenyum.
"Rahma? Kamu tidak mau melihat mas?" Ucap Irsyad.
"Aku ingin ke kamar mandi mengganti pakaian ku" Ucap Rahma gugup.
"Ohh, iya dek, namun sebelum itu" ucap Irsyad. "Bolehkah? Mas membuka hijab mu?" Ucap Irsyad yang saat itu juga membuat Rahma menoleh.
"Hi...hijab ku?" Tanya Rahma.
"Iya, mas ingin? Membuka dan melihat rambut mu sebelum kau melepaskannya sendiri di dalam bilik kamar mandi itu, boleh kan?" Tanya Irsyad.
"Untuk apa? Memang selama ini mas belum pernah lihat aku tanpa hijab? Bukannya selama ini aku memang tidak berhijab, masa iya mas tidak tau?" Ucap Rahma, Irsyad tersenyum selama seharian ini akhirnya Rahma mau berbicara banyak padanya.
"Mas tau, ade selama ini tidak berhijab, cuman mas memang belum pernah melihat diri ade yang tanpa hijab itu, tapi setelahnya mas minta Ade istiqomah mengenakan kain hijab ini ya?" ucap Irsyad.
"Aku tidak janji mas" Jawab Rahma ketus.
"Loh, itu kan kewajiban dek, ade harus pakai hijab kalau keluar rumah ya" ucap Irsyad.
"Emmm" Jawab Rahma singkat yang lantas membuat Irsyad tersenyum.
"Bagaimana? Boleh mas buka sekarang?" tanya Irsyad.
Sedikit terdiam Rahma saat mendengar hal itu, pria yang kini sudah menjadi suaminya itu menginginkan untuk membuka hijab yang menutupi kepalanya saat ini, walaupun ia bisa memperlihatkan rambutnya pada Khalayak banyak namun entah mengapa permintaan suaminya itu sangat membuatnya gugup.
"Kenapa diam dek? Tidak boleh ya?" tanya Irsyad.
"Iya boleh" Jawab Rahma datar.
Dengan bergeser sedikit tangan Irsyad mulai terangkat ia menyentuh kepala Rahma dan mulai membacakan bacaan doa sejenak dengan mata yang terpejam, sekilas Rahma menatap wajah di hadapannya itu, ya? Memang lebih tampan mas Fikri namun Mas Irsyad juga sedikit tampan baginya.
Perlahan mata Irsyad mulai terbuka sehingga membuat Rahma kembali menatap ke bawah.
"Mas buka ya?" Ucap Irsyad halus, Rahma pun mengangguk.
"Bismillah" Gumamnya, perlahan kedua tangan Irsyad mulai melepas kancing peniti yang ada di bawah dagu Rahma dan meletakkannya di atas meja lalu dengan perlahan kerudung segi empat itu di bukanya perlahan. Dengan gerakan naik ia mulai melihat warna rambut yang hitam berkilau, Irsyad merasa semakin terpesona dengan bentuk wajah Rahma itu, wajah yang putih bersih dan sejuk di pandang itu kini sudah polos tanpa hijab di atas kepalannya.
'Ya Allah istri ku? Kau benar-benar sangat cantik' Gumam Irsyad yang tengah memandangi wajah Rahma tanpa berkedip.
"Sudah kan?" Tanya Rahma memecah lamunan Irsyad, ia pun berniat beranjak.
"Tunggu istri ku" Irsyad menahannya.
"Apa lagi mas?" Tanya Rahma mulai sebal. Cuuuuupph sebuah kecupan pertama mendarat di kening Rahma, hal itu pula yang membuat Rahma membulatkan bola mantannya dengan senyum tersungging di bibirnya Irsyad menatap dalam-dalan mata istrinya itu.
"Mas belum melepas ikat rambut mu itu," ucapnya.
"Mas? Mas bisa melakukannya nanti kan,Ade mau ganti baju mas," tutur Rahma sedikit jengkel.
"ya sudah, silahkan dek." Ucap Irsyad.
Dengan cepat Rahma pun masuk ke dalam bilik kamar mandi itu, sedangkan Irsyad menghela nafas berkali-kali dengan debaran jantung yang sangat tak beraturan itu.
Irsyad menyentuh dadanya dengan senyum tersungging di bibirnya "malam ini aku benar-benar mencintai mu istri ku," Gumam Irsyad yang merasa senang.
Ia pun melepas pecinya dan meletakkannya di atas meja lalu melepas atasannya dan menggantinya dengan kaos oblong berwarna putih, ia pun menoleh ke arah pintu kamar mandi itu.
"Rahma lama sekali?" Gumamnya.
Tak lama pintu kamar mandi itu pun terbuka, ia mendapati Rahma menggunakan stelan piyama tidur dengan atasan berlengan pendek dan celana panjang nya, rambut panjang tergerai indah semakin membuat Irsyad berdebar dan membuat matanya tidak bisa lepas dari pemandangan halalnya itu.
Rahma berjalan mendekati ranjang itu dan menyibak selimutnya perlahan ia mulai merebahkan tubuhnya dengan selimut menutupi separuh badannya.
Melihat itu Irsyad pun mendekati istrinya dan duduk di sebelah Rahma berbaring.
"Dek, Ade pasti lelah? Ade mau langsung tidur?" Tanya Irsyad.
"Iya, tidak apa kan?" Tanya Rahma yang mulai memejamkan matanya.
"Ahhh iya dek, tidur saja dulu." ucap Irsyad.
'Ya benar, tidak semua pengantin ta'aruf langsung bersenggama di malam itu juga' batin Irsyad, perlahan ia mendekati wajah Rahma dan mengecup keningnya lagi, jujur saja hal itu benar-benar candu baginya sehingga membuatnya ingin mengecupnya terus menerus, namun ia harus bersabar dengan itu ia tidak mau terlalu terburu-buru, sesaat mata Rahma terbuka akibat kecupan itu, Irsyad pun kembali tersenyum.
"Selamat tidur bidadari surga ku" Ucap Irsyad sembari mengusap kepala Rahma dengan senyum tersungging di bibirnya, sehingga saat itu juga membuat Rahma memiringkan tubuhnya membelakangi Irsyad.
Irsyad pun menggeleng, ia beranjak lalu mematikan lampu kamar, menyisakan penerangan dari lampu tidur yang remang-remang dan kembali menuju ranjang tidur itu lalu merebahkan tubuhnya di sebelah Rahma.
Dengan menatap langit-langit ia benar-benar tidak percaya, di sebelahnya ada seorang wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu.
"Dek?" Panggil Irsyad pelan. "Sudah tidur belum?" Tangannya.
"Aku sudah mau tidur tapi mas malah memanggilku" ucap Rahma masih memejamkan matanya, Irsyad pun terkekeh.
"maaf ya, emmmm Mau mengobrol sebentar tidak?" ucap Irsyad.
"Apa?" Tanya Rahma dingin.
"Ya, apa saja tapi mas inginnya kamu dulu yang bercerita" ucap Irsyad masih menatap ke langit-langit kamarnya.
"Aku tak pandai bercerita" Jawab Rahma datar.
"baiklah kalau begitu mas yang tanya ya? mas dengar-dengar ade itu seorang perawat ya?" tanya Irsyad.
"iya" jawab Rahma singkat.
"kenapa jauh sekali di palembang? disini bukannya ada rumah sakit?" tanya Irsyad, pertanyaan itu sama sekali tidak di jawab oleh Rahma yang memilih untuk diam, merasakan hening Irsyad pun menoleh, dan memiringkan tubuhnya menghadap Rahma.
"ade? sudah tidur kah?" Tanya Irsyad.
"belum" jawab Rahma sedikit ketus, Irsyad pun terkekeh.
"mas pikir sudah, emmm sekarang giliran Dek Rahma deh yang tanya tentang mas" Ucap Irsyad.
"mau tanya apa?" ucap Rahma.
"pekerjaan mas mungkin."
"aku sudah tau mas itu Ustadz" jawab Rahma.
"mas bukan cuma Ustadz kok, tapi mas juga seorang Dosen."
"Do...dosen?" Rahma membuka matanya, ia baru tahu kalau suaminya itu adalah seorang Dosen muda.
"Iya, kau baru tahu ya?" Tanya Irsyad sedikit terkekeh yang saat itu juga semakin menikmati obrolannya.
"Aku pikir mas hanya Ustadz biasa" Jawabnya singkat ia pun kembali memejamkan matanya sehingga membuat Irsyad tersenyum.
"Iya, mas memang mengisi kultum di beberapa pengajian, tapi sebenarnya pekerjaan mas itu adalah seorang dosen." Jawab Irsyad, mendengar itu Rahma hanya membulatkan bibirnya dan tidak berniat untuk bertanya banyak, hening sesaat.
"Rahma? Boleh mas bertanya?"
"Apa?"
"Ade bahagia tidak saat ini, menjadi istri mas?" tanya Irsyad, sungguh pertanyaan itu sangat tidak ingin di jawabnya.
'Pria ini benar-benar ya? Kenapa malah menanyakan hal itu, sudah jelas kan kalau aku tidak bahagia karena pernikahan dadakan ini' gerutunya dalam hati.
"Sudah malam Mas, tidur saja" gumam Rahma yang memutuskan untuk mengalihkan pertanyaan itu,karena ia benar-benar tidak ingin menjawab pertanyaan Irsyad itu.
Ia lantas menarik selimutnya naik hingga menutupi seluruh tubuhnya dan sedikit menyisakan wajahnya,
Mendengar itu Irsyad pun tersenyum, dengan menjadikan satu tangannya sebagai bantalan ia terus menatap ke arah wajah yang hampir tertutup semuanya itu dengan selimut,
'Sungguh, mas tidak bisa berhenti memandangi mu dek' Irsyad terus memandangi wajah yang tengah terpejam di hadapannya itu hingga perlahan matanya pun mulai terpejam dan tertidur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!