NovelToon NovelToon

Mencari Sisian Hati

Matahari Pagi Yang Bersinar

Seluruh keluarga besar Marabahan berkumpul di ruang makan di rumah Yudha Lintang Marabahan. Putra sulung Rainal Juan Marabahan dan Yulia Citra Marabahan. Ditambah lagi seorang cucu tampan dan lincah, putra suluh Yudha, Andhika Alzio Marabahan. Sebentar lagi pun mereka akan menyambut kehadiran calon anak kedua nya.

Ini adalah kali pertama mereka berkumpul selengakap ini. Setelah puluhan tahun terpisah akhirnya mereka bisa bersatu lagi. Begitu banyak senyum dan tawa diantara mereka pagi itu, seperti hangatnya sinar matahari pagi.

"Dhika, makan yang banyak ya sayang", kata Juan.

"Udah banyak kok, Kek. Nanti aku gendut kayak tante Adel"

Semua orang yang duduk dimeja makan pecah tertawa. Adel melotot mendengar ucapan ponakannya itu. Lalu refleks dia memegang pipinya.

"Apa iya ya? Masa sih begitu?"

Yudha melirik ke arah adek bungsunya.

"Anak kecil biasanya jujur lo, Dek"

Adel memonyongkan bibirnya. Dia kesal di bully oleh bapak dan anak itu. Mereka kompak sekali kalau urusan menjahili orang.

"Bapak sama anak sama aja. Jahil nya. Jahat iih... "

"Look at the mirror, Aunty. Bakpau ... "

Grrrr... anak kecil ini perlu diberi pajaran rupanya. Adellia bangkit dari kursinya bermaksud menghampiri Dhika dan mencubit pipinya. Namun Dhika bertindak lebih cepat. Dia lebih dulu keluar dari kursinya dan berlari kearah Yudha, Papanya. Dia memeluk pinggang Yudha. Menyembunyikan wajahnya di badan Yudha.

"Rasakan kau, bayi..."

Adel menghujani ponakannya dengan kelitikan. Dhika makin menyembunyikan wajahnya pada pelukan Papanya.

"Sudah ... sudah ... jangan becanda melulu. Lanjutkan makannya", sanggah Juan.

"Makin banyak aja sekutu anak ini", protes Adel.

Adellia dan Dhika kembali ketempat duduk mereka. Dan menghabiskan makan pagi mereka yang menyenangkan.

******

"Bagaimana pekerjaanmu, Yudha. Apa sudah pasti akan pindah ke Indonesia?"

"Ya, Pa. Yudha sudah mengajukan usulan pada Kemenlu. Yudha di promosikan menjadi Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kementrian dan Perwakilan. Minggu depan sertijab nya. Mudah-mudahan tidak ada halangan"

"Aamiin... Papa doakan yang terbaik untukmu, Nak"

"Terima kasih, Pa"

"Cuma Papa pesan, menjadi pejabat negara iti berat, Yudha. Kamu harus berpegang teguh pada kejujuran dan loyalitas kepada negara. Jangan sampai kamu menghianati rakyat sendiri"

"Insha allah, Pa. Yudha akan selalu pegang teguh pesan, Papa"

"Aamiin... Papa percaya padamu"

Terdengar suara seseorang muntah-muntah dari dalam rumah. Yudha hapal benar kalau itu suara istrinya. Dia bangun dari duduknya dan berlari kedalam. Risa keluar dari dalam kamar mandi dengan tubuh lemas dan kepala yang berkunang-kunang. Yudha menghampiri dan mememeluknya. Mengusap-usap pundak istrinya lalu mencium kepalanya.

Dia paham benar kalau wanita yang disayanginya itu sedang berjuang mengandung anak nya. Perjuangan yang sangat berat bagi seorang wanita. Yudha menuntun istrinya ke ruang tengah. Meletakkan bantal empuk buat sandaran kepala istrinya.

"Kak, Risa ga apa-apa?"

Risa menggeleng. Dia masih menutup mulutnya. Berusaha menahan rasa mual dari dalam perutnya. Dicky yang juga melihat kepayahan kakak iparnya itu, menjadi kasihan.

Yudha, duduk di samping istrinya. Risa membenam kan kepalanya didada suaminya. Dia menangis. Entah kenapa dikehamilan kedua ini dia menjadi sangat melankolis. Berbeda sekali dengan anak pertamanya dulu.

"Kak ..."

"Hmm ..."

"Aku ingin makan jeruk ponkam"

Yudha terkejut. Mau cari dimana jeruk ponkam. Sekarang kan lagi ga musim imlek. Kalo saat Xin Chia sih gampang nyarinya, di mall juga banyak, pikirnya. Yudha hanya nyengir sambil menggaruk-garuk kepala.

"Carikan doong...", renggek Risa pada Yudha.

"Oke ... Oke ... tunggu disini dulu ya, Kak Yudha dan Dicky pergi dulu"

Risa menganguk senang. Dia menyandarkan kepalanya lebih dalam diatas bantal kursi. Yudha menarik tangan adiknya. Mengajaknya pergi.

"Kita cari dimana, Kak?"

Yudha menggelengkan kepalanya.

"Mana Kak Yudha tau, Dek. Itu sedang ga musim Xin Chia"

Yudha dan Dicky saling berpandangan. Lalu mereka menuju mobil. Yudha duduk dibelakang kemudi. Dia melajukan mobilnua menuju pusat kota.

******

Petualangan Mencari Jeruk Polkam

"Bagaimana ini, sudah semua mall dan pasar yang ada di Jakarta kita kelilingi. Tapi si bulat kuning itu ga ketemu juga"

Yudha menyelonjorkan kursi mobilnya. Meregangkan pinggang nya yang pegal berkeliling seharian. Dicky yang duduk disebelahnya asik menikmati segarnya AC mobil. Dia juga seharian keliling pasar-pasar tradisional demi kakak iparnya yang sedang ngidam.

"Cari kemana lagi, Kak"

"Entah lah, Kak Yudha juga kehabisan ide"

"Apa ga bisa di ganti dengan yang lain, Kak?"

"Nah, kalo bisa mah Kak Yudha ga pusing, dek. Risa kalo ngidam mah harus"

"Hehehe..."

Yudha mengambil ponselnya.

Tuuuut.... Tuuuuttt...

"Dimana posisi mu, Ken?"

"Saya sedang pusat kota, Pak. Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

"Benar sekali. Pertanyaan bagus, Ken. Aku mau kau cari jeruk polkam. Aku tahu nya kau dapatkan barang itu. Entah bagaimana caranya. Mau kau terbang ke China langsung kek, terserah. Aku tunggu dirumah"

"Baik, Pak!"

******

"Kamu yang bawa mobilnya, Dek"

Yudha turun dari pintu kemudi berpindah ke kursi di sebelah nya. Dicky menuruti perintah kakak sulung nya.

"Kita kemana, Kak?"

"Kayak nya lebih baik kita tunggu dirumah, sudah mau magrib, Dek"

"Iya, Kak"

Dicky mengambil alih kemudi mobil. Dia melarikan mobilnya ke arah rumah kakak nya. Sesampainya disana Risa yang sudah menunggu sejak tadi langsung menghampiri mereka.

"Dapet, Kak?"

"Maaf ya sayang, aku dan Dicky sudah keliling seluruh Jakarta. Tapi belum ketemu. Aku sudah suruh Ken mencarinya. Sabar ya", bujuk Yudha sambil mengusap lembut kepala istrinya.

Risa agak kecewa. Tapi ya sudahlah. Bersabar sedikit menunggu hasil pencarian Ken.

Satu jam. Dua jam. Tiga jam. Sampai sudah pukul sebelas malam tak juga ada laporan dari, Ken. Ris mulai gelisah. Dia bolak balik turun kebawah. Mencari air segar di dapur.

"Kak Risa, belum tidur", tegur Dicky yang jiga bermaksud kedapur untuk minum.

"Belum ngantuk"

Dicky mengambilkan kakak iparnya segelas air. Risa meminumnya sampai habis. Helaan napas nya membuat wajah nya terlihat lesu.

"Kenapa, Kak? Masih ga enak badan?"

"Aku nunggu jeruknya. Lama sekali. Ken ko ga datang-datang"

"Ya, ampun. Kak Risa masih nunggu jeruknya ya. Lebih baik ga usah di tunggu. Kakak tidur saja. Nanti kalo, Ken datang, Dicky panggil Kak Risa"

"Bener, ya"

Dicky mengangguk dan tersenyum pada Risa. Dalam hatinya dia sedikit gundah, apa iya Ken bisa menemukan kan. Ini sudah larut malam. Dicky mengantar Risa sampai ujung tangga di lantai dua. Lalu dia kembalu kekamarnya untuk tidur.

******

"Kenapa, Del?"

Yulia yang tadi sempat melihat Risa menangis di bujuk Yudha di kamar, menanyakan perihal itu pada Adel yang baru turun dari lantai dua

"Kak Risa, ngidam jeruk Polkam, Ma. Kayak na belum dapet deh. Dia nangis tuh"

"Walah... Kenapa Yudha ga nyari sih. Kasian loh istrinya lagi ngidam begitu"

"Sudah, Ma. Kemaren Dicky dan Kak Yudha sudah keliling ke semua tempat di Jakarta ini. Tapi hasilnya nihil", sambung Dicky dari belakang.

"Hamil anak kedua ini, Risa sensitif banget ya. Lebih melow. Beda dengan anak pertama dulu"

"Barangkali anaknya perempuan kali, Ma", kata Adel sambil menghabiskan kue nya.

"Aamiin... Semoga aja. Jadi cucu mama pas sepasang"

Tak lama Yudha dan Risa juga turun dari lantai atas. Risa duduk disebelah Adel. Adel mengusap-usap punggung kakak ipar nya.

"Sabar ya, Kak"

Yudha membawakannya segelas jus jeruk. Risa menghabiskan nya sampai tak bersisa. Menangis tadi membuatnya merasa haus.

"Dhika kemana?, tanya Risa

"Lagi main diluar sama Papa, Kak?", jawab Adel.

Tak lama anak kecil yang ditanyakan itu muncul sambil berlari-lari, diikuti oleh Juan dari belakang. Napasnya ngos-ngosan mengikuti langkah lincah sang cucu. Adel bangkit dari duduk nya. Mengbilkan Papa nya segelas air.

"Papa, nyerah deh. Luar biasa tenaga nya seperti ga ada habisnya"

Adel tertawa melihat Papanya yang "KO" mengikuti Dhika. Adel duduk dibelakang Juan lalu memijat pundaknya.

"Selamat pagi, Pak", sapa Ken yang muncul dari ruang depan pada Yudha.

"Bagaimana, Ken?"

"Ini yang anda minta"

Ken menyerahkan satu keresek penuh jeruk polkam. Yudha tersenyum puas terhadap kerja Ken.

"Terima kasih, Ken. Tapi kau tak terbang ke China mencarinya kan?!"

"Nyaris saja saya melakukan itu, Pak"

"Baiklah. Terima kasih"

"Saya permisi, Pak"

Risa bukan main senang nya menerima sekantung penuh jeruk polkam yang diidamkannya. Diambilnya sebuah. Dielus-elus nya. Lalu dicium bau segar jeruk polkam tadi. Buru-buru dia kupas dan dimakannya satu ruas.

"Aahh... Segar sekali. Sudah aku sudah kenyang. Aku tak mau lagi"

Risa berjalan ke arah dapur, membuma kulkas dan mengambil jus dari dalamnya. Semua orang yang ada disitu saling pandang. Mau diapakan jeruk sebanyak ini?!

******

Pertalian Hati

Hari ini semua staf disibukkan dengan urusan masing-masing. Perusahaan sedang mengembangkan sayap nya untuk masuk ke pangsa pasar eropa dan asia tenggara. Dicky sudah di sibukkan dengan padatnya agenda kerja dia hari ini. Setumpul berkas yang ada dimejanya harus ia cek ulang untuk meminimalisasi kesalahan yang terjadi.

Sekretaris nya pun tak kalah sibuk, berkas barang masuk dan keluar harus segera ia rapi kan. Begitu juga dengan data yang harus dikirimkan kepada kolega dan calon rekanan bisnis mereka. Pada bulan ini Dicky memenangkan sebuah tender besar untuk meng ekspor komoditi unggulan ke pangsa pasar eropa.

Drrrr.... Drrrr...

Dering telepon di meja kerja nya menghentikan kerja dia sesaat.

"Maaf pak, ada sambungan telepon dari London untuk anda di line tiga"

"Oke, baik. Segera sambungkan"

Sambil mengecek pekerjaan di layar laptop nya Dicky menerima telepon dari kolega nya di London. Rekanan bisnis lama nya disana. Tak lama dia selesai berbicara, ponselnya pun berdering.

Drrr.... Drrrr...

"Halo ... "

"Halooo.... Oom Dicky"

"Eh ..."

Dicky berhenti sejenak. Mengamati layar ponselnya, sebuah nomor yang tak dikenalnya. Dan suara anak kecil itu ... Yaahh... Dhika.

"Dhika?"

"Yaaa... Betul. Seratus buat, Oom Dicky"

Hahahahaaa.... Dicky tertawa

"Mana hadiahnya buat, Oom. Kan Oom Dicky bisa tebak suara kamu"

"Hadiaaaaahnyaaaa....."

Dhika berfikir keras apa yang harus dia berikan pada Oom ganteng kesayangannya itu.

"Ahaaa... Sesuatu"

"Sesuatu apa?"

"Ra ... Haa.... Siii..aaaa.."

Hahahha .... Lagi-lagi Dicky tertawa melihat polah bocah lucu itu.

"Ini no handphone siapa, Dhika? Bukan no Mama atau Papa mu, bukan?"

"Save it, Oom!"

"Hmm..."

"Ini punya aku ... Papa yang belikan aku kemarin. Hadiah karena aku ga nakal, Oom"

"Hmmm... Begitu ya. Kalo begitu nanti Oom save ya. Eh.. ngomong-ngomong kamu lagi apa, sayang?"

"Lagi telpon Oom Dicky"

Olalala... Lah iya lah, pikir Dicky. Ini anak makin membuat dia gemes setengah mati. Sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan keponakan nya itu.

"Oom, sibuk ya. Nanti aku telpon lagi ya, Oom. Dadaaah... Oom ... Love you .. muaach..."

"Love you too"

Dicky senyum-senyum sendiri dibuatnya. Dia ingin rasanya segera menyelesaikan semua pekerjaannya sekarang dan langsung pergi menemui Dhika.

Namun apa daya, dia tetap harus berjibaku lagi dengan pekerjaanya yang sudah di ambang deadline-nya.

******

Pukul 19.00 wib, Dicky baru mengeluarkan kendaraannya dari parkiran kantor. Lembur yang sangat lumayan beberapa hari ini. Dan malam ini dia berniat menemui Dhika.

Dicky mampir sebentar di toko kue langganannya, memberi beberapa kue coklat dan setelah itu dia masih menyempatkan diri mampir ke salah satu mall. Membelikan hadiah khusus buat keponakannya itu.

Tepat pukul delapan lebih sepuluh menit, mobilnya sudah terparkir dihalaman rumah Yudha.

"Oom Dicky...", teriak Dhika dari dalam rumah saat melihat Oom gantengnya itu datang.

"Halooo... Ganteng"

Dhika memeluk Dicky lalu mencium pipi Oom gantengnya itu.

"Ini Oom bawa sesuatu buat kamu?"

"Apa itu"

"Coba tebak!"

Dhika melirik ke kantong plastik putih besar yang dibawa Dicky. Sejenak ia berfikir, menerka-nerka apa yang akan diperolehnya itu.

"Aku tahu!"

"Apa?"

"Kue coklat...?!"

"Pintar banget ya, ponakan Oom yang ganteng ini"

Dhika beesorak gembira. Dia langsung mengambil kantong besar itu. Dia membuka nya yang pertama. Sekotak kue coklat kesukaan dia. Lalu kantong yang kedua, sebuah mainan remote control terbaru. Bukan maen senangnya Dhika. Dia memeluk Oom ganteng kesayangannya itu. Sambil mencium nya dan mengucapkan terima kasih.

"Dicky"

"Kak Risa, apa kabar, Kak. Gimana keadaan kandungan Kak Risa?"

"Alhamdulillah sehat, dek. Bayi nya juga sehat. Kami datang dari tadi? Ya ampun, Dhika. Ada Oom Dicky datang kok ga panggil Mama?"

Dhika hanya nyengir sambil terus menikmati kue coklat kesukaannya.

"Kak Yudha, belum pulang Kak?"

"Kak Yudha sedang ada raker di Bogor. Sudah dua hari ini dia tidak pulang. Kalau tidak meleset dari jadwal besok raker terakhir. Besok malam dia sudah ada dirumah"

"Ya, sudah kalau begitu, Kak. Dicky pamit dulu. Jaga kesehatan Kak Risa dan bayi dalam kandungan itu. Kalau ada apa-apa hubungi Dicky, Kak"

Risa mengangukkan kepalanya. Dicky pamit dan mencium punggung tangan kakak iparnya. Dhika ikut mengantar Oom ganteng kesayangannya sampai di mobil lalu Dicky menghilang di balik pagar rumah besar itu.

******

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!