Sudah sebulan ini aku mengurung diri di kamar. HPku kubiarkan mati, tak di charge baterai. Kututup semua akses komunikasiku dengan dunia luar. Aku benar-benar sedang terpuruk. Hidupku hancur. Tak henti-hentinya ku sesali keputusanku menyusul Bayu, kekasihku, ke Bogor, karena kudengar dia sedang merayakan party bersama teman-teman tanpa mengundangku. Lebih membuat darahku mendidih lagi setelah salah seorang temanku mengirim foto yang menampakkan kemesraan Bayu dengan Maya, sahabatku. Tentu saja aku syok dan ingin cepat-cepat menyusul ke sana untuk memastikan dan meminta penjelasan dari mereka berdua.
Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa mereka mengkhianatiku. Mereka adalah orang-orang terdekatku. Bahkan chat an ku tak dijawab mereka. Berkali-kali aku menelponpun tak mereka angkat.
Gara-gara aku menyusul mereka, terjadilah tragedi itu. Aku yang menyetir mobil sendiri, diperjalanan sepi yang banyak pepohonan besar, mobilku dihadang oleh mobil segerombolan pemuda yang kulihat bukan pemuda baik-baik. Terjadilah pemerkosaan itu. Aku sudah menjerit-jerit memohon melepaskanku, tidak digubris sama sekali. Aku diperlakukan seperti binatang. Aku digilir oleh mereka berenam. Menurut polisi, aku ditemukan tidak sadarkan diri oleh seorang petani di semak-semak. Ketika aku sadar, aku sudah berada di Rumah Sakit. Ketika ingatanku kembali, aku berteriak-teriak histeris. Aku merasa tidak rela hidupku begini. Aku merasa jijik mengingat apa yang telah pemuda-pemuda berandalan itu lakukan padaku. Aku rasanya tidak ingin hidup lagi. Aku seperti sampah. Aku tidak berharga. Aku disuntik oleh seorang perawat secara paksa. Setelah itu, aku merasa lemas dan mulai mengantuk.
Samar-samar kulihat Papaku bicara serius dengan Dokter dan Kepolisian. Sedangkan Mama tiriku menangis sambil mengusap-ngusap kepalaku. Aku hanya diam dengan pandangan kosong. Air mataku seakan kering, tubuhku lemas lunglai dan serasa remuk. Aku tidak tahu apakah aku bisa melanjutkan hidupku yang telah hancur.
Papaku meminta kepolisian untuk menutup kasus ini agar tidak menjadi berita yang menhebohkan yang merupakan aib keluarga. Papaku berencana akan menyelidiki sendiri dengan mengerahkan orang-orangnya dan menghukum para pelaku itu dengan cara Papa.
Kakakku, Galih yang sedang kuliah di Inggrispun mensupportku agar semangat lagi menjalani hidup. Sheeren, adik tiriku yang kelas IV SD selalu mencoba menghiburku dan mengajak ngobrol walau tak pernah kurespon. Bu Tia, mama tiriku sudah berusaha menghiburku, tapi sama saja aku malas merespon. Aku sibuk dengan duniaku sendiri. Aku tidak tahu apa yang kulakukan. Aku seperti berada di dunia lain.
Sudah 6 tahun Pak Danu, Papaku, menikah dengan Bu Tia setelah 3 tahun Mama kandungku meninggal. Aku yang melihat Papaku sendirian mengurusku dan kakakku, merasa kasihan. Sehingga ketika ada seorang perempuan yang datang pada kehidupan Papa, aku dan kakakku menyetujui mereka untuk menikah. Bu Tia orangnya baik. Dia punya anak satu yang bernama Sheeren. Dia bercerai dari suaminya yang suka mabuk-mabukan dan memerasnya. Hingga sudah berceraipun mantan suaminya masih menerornya, mengambil uangnya secara paksa. Ketika suaminya meninggal dalam sebuah kecelakaan karena berkendara dalam keadaan mabuk, barulah ia terbebas dari laki-laki itu. Akhirnya Papaku menikahinya.
Kehadiran mama tiri dalam keluargaku membuat rumah ini serasa hidup kembali dengan rutinitas keluarga pada umumnya. Papa terlihat terurus dengan baik. Kamipun selalu mendapat perhatian layaknya anak kandung oleh mama tiriku. Tidak ada perlakuan yang tidak baik seperti di film-film yang menceritakan ibu tiri yang jahat. Mama tiriku tulus menyayangi kami.
"Frida, frida..., sadarlah nak! Apa kamu tidak sayang pada Papamu? pada kami?" Mama Tia menyadarkan lamunanku. Duniaku yang lain lenyap berganti dengan dunia nyata yang ada dihadapanku.
Aku mendapati diriku acak-acakan. Tubuhku kurus dengan kulit yang pucat. Entah sudah berapa lama aku tidak menyadari diriku sendiri. Teman-teman asingku yang selama ini mengajakku mengobrol hilang entah kemana ketika ingatanku kembali. Kadang-kadang mereka kumarahi, kadang-kadang mereka lucu hingga membuatku tertawa. Tapi Dokter dan Perawat itu selalu menyuntikku hingga aku mengantuk dan tertidur bila aku marah-marah.
Perawat itu menjagaku siang dan malam. Dia wanita muda yang baik hati dan ramah.Bicaranya halus. Senyumnya tulus. Dia memperlakukanku dengan baik.
Ketika semakin hari aku semakin menunjukkan kemajuan, Perawat itu pergi. Tapi aku masih harus konsultasi ke dokter itu.
Mama Tia merawatku dengan telaten. Ia membantuku banyak hal. Ia mampu menjadi sosok mama yang selama ini kurindukan.
Tapi memang tidak mudah untuk melupakan apa yang telah terjadi. Aku masih sering bermimpi buruk. Aku bermimpi mereka, para pemerkosa itu mendatangiku. Sehingga aku enggan untuk tidur lagi, khawatir aku bermimpi lagi.
Mama Tia pun yang mengenalkanku pada seorang Ustadzah. Aku diajarkan do'a - do'a, dzikir, dan shalat. Sehingga hatiku menjadi tenang. Aku tidak pernah mimpi buruk lagi. Bayangan orang-orang asing yang mengajakku bicara pun tak pernah datang lagi.
Aku mulai melakukan aktivitas yang kusukai di rumah.
Aku suka berkebun. Aku suka menyiram tanaman. Aku suka memasak.
Hidupku mulai normal kembali. Tapi aku masih belum boleh menampakkan diri pada dunia luar, selain pergi ke Psikiater. Aku masih dikurung dirumah.
Frida, gadis berusia 18 tahun yang duduk di kelas XII SMA di sebuah SMA Swasta bonafid di Jakarta. Papanya yang bernama Pak Danu Iskandar adalah seorang Direktur Utama di Perusahaan AMC Group. Frida mempunyai kakak laki-laki yang bernama Galih, yang sedang menempuh pendidikan di Inggris. Mama Frida sudah lama meninggal. Pak Danu menikah lagi dengan seorang janda beranak satu yang bernama Tia. Frida memanggilnya Mama Tia. Anak Mama Tia yang masih duduk di Sekolah Dasar bernama Sheeren.
Frida mempunyai kekasih bernama Bayu, berbeda kelas dan jurusan dengan Frida. Frida punya seorang sahabat yang bernama Maya, teman sekelasnya. Setiah hari mereka selalu bersama. Ikut Ekskul PMR bareng, les bareng, atau sekedar jalan-jalan di mallpun bareng. Tak jarang Frida mengajak Maya waktu jalan bareng Bayu. Bagi Frida, Maya sudah seperti saudara.
"Minggu depan ada konser Ulang Tahun Televisi T****TV. Banyak artis-artis papan atas yang akan tampil. Mau nonton gak? Nanti aku bayarin deh. Beliin tiketnya dari sekarang ya Bay via on line. Nih uangnya" kata Frida sambil menyodorkan beberapa lembaran uang ratusan ribu.
"Apaan sih Frida, biar dari aku aja. Beli 3 kan?" tanya Bayu.
" Maya kamu mau ikut kan nonton konser?" tanya Frida.
"Mau dong. Gratis masa ditolak" jawab Maya terkekeh.
"Dasar, mental gratisan!" kata Frida sambil menoyor kepala Maya. Maya menghindar sambil terkekeh.
Akhirnya pada malam pelaksanaan konser mereka bertiga bersiap-siap. Selepas Maghrib Frida sudah bersiap-siap. Bayu katanya akan menjemput. Tapi sudah 10 menit Frida menunggu, Bayu belum datang juga.
Drt drt drt... terdengar ponsel Frida bergetar. Frida lupa dari sejak di sekolah HP nya masih silent.
"Hallo, Bay, kamu dimana? Kok lama amat, belum ke sini juga?"
"Mobilku ada sedikit masalah. Mendingan kamu berangkat duluan aja, nanti aku menyusul" jawab Bayu.
" Lama gak? Jangan lama-lama. Nanti gak bareng nontonnya kan gak asyik. Maya mana?" tanya Frida lagi.
"Ini ada. Kamu tunggu aja di parkiran nanti" kata Bayu.
"Oke deh. Aku naik Taxi. Pak Hasan udah pulang. Kalau tahu gini tadi sore Pak Hasan jangan pulang dulu" kata Frida membicarakan supirnya.
Akhirnya Fridapun pergi ke Gedung T****TV sendiri dengan naik taxi. Setelah sampai, Frida menunggu di tempat parkir sambil matanya mengawasi orang dan mobil yang lalu lalang. Barangkali Bayu dan Maya sudah datang. Tapi yang ditunggu-tunggu belum datang juga. Beberapa kali ditelpon baik Bayu ataupun Maya, susah dihubungi. Chat-an dari Fridapun belum dibalas. Masih centang satu.
Dengan gusar, Frida memutuskan masuk ke gedung. Nanti ketemuannya di dalam gedung saja, pikirnya.
Setelah mendapat tempat duduk, penontonpun bersorak. MC naik ke panggung acara akan segera di mulai. Frida kepalanya masih celingak celinguk mencari-cari Bayu dan Maya. Frida mengirim petunjuk tempat duduknya berada pada Bayu dan Maya.
"Pada kemana sih nih orang, belum kelihatan juga. Apa belum datang ya" gumam Frida.
Konserpun dimulai. Acaranya sangat menarik. Beberapa penyanyi tampil membawakan lagu andalannya. Joke-joke yang dilontarkan MC membuat acara konser menjadi hidup.
Hampir satu jam Frida menikmati sendiri konser itu tanpa Bayu dan Maya. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Fridapun menoleh.
"Dari mana aja sih? Acaranya nanti keburu selesai" sungut Frida.
"Iya, maaf, maaf. Mobilku ngadat" jawab Bayu.
"Ditinggal di bengkel aja kali. Naik taxi. besok baru diambil" kata Frida.
"Udah oke kok sekarang. Udah bisa diatasi" jawab Bayu sambil mengangkat jempolnya.
"Eh kamu kenapa Maya? lehermu kaya merah-merah gitu?" Frida mengangkat layar hpnya supaya terang mengarahkan pada leher Maya. Dari balik kemeja Maya terlihat sedikit leher Maya yang merah.
"Eng-enggak kenapa - napa kok. Aku lagi kena alergi" jawab Maya gugup.
"Alergi apa? pulang sekolah tadi siang kayaknya gak kenapa-napa" selidik Frida.
Belum sempat Maya menjawab di panggung muncul Grup Band Noah yang langsung disambut tepuk tangan dari para penonton. Gedung serasa bergemuruh. Semua fokus melihat ke panggung. Maya terselamatkan oleh situasi karena tidak perlu menjawab pertanyaan Frida.
Padahal tanpa sepengetahuan Frida, mobil Bayu bermasalah hanyalah alasan yang dibuat Bayu karena ia ingin berduaan dengan Maya. Setelah mobil Bayu terparkir ditempat yang kebetulan sepi. Setelah mematikan lampu mobil, Bayu dan Maya telah melakukan ci***n yang panas di dalam mobil. Sudah beberapa minggu, mereka berdua terlibat cinta segitiga. Frida tampaknya belum menyadari itu. Orang-orang terdekatnya telah mengkhianatinya.
Maya yang memang sejak lama menyukai Bayu, mau saja di ajak selingkuh oleh Bayu. Kewarasannya hilang karena cinta. Bayu yang memang sering jalan bareng bertiga kemana-mana mulai melirik Maya yang terlihat lebih pendiam. Apalagi Maya tidak menolak untuk dicium, semakin membuat Bayu ketagihan. Beda dengan Frida yang membuat aturan No kiss, no peluk selama pacaran, sebelum halal, katanya. Pernah sekali waktu Bayu mencuri - curi mencium pipi Frida yang berakibat Bayu mendampat tamparan dari Frida.
Semakin lama Bayu sudah tidak tahan menyembunyikan perasaannya. Bayu merasa lebih menyukai Maya. Akhirnya Bayu mengadakan party di Villa nya di Bogor tanpa mengundang Frida. Teman-teman yang diundangpun bukan teman-teman sekolahnya yang sudah mengetahui hubungan Bayu dan Frida. Teman-teman yang diundangnya hanyalah teman-teman nongkrongnya yang terdiri dari teman-temannya waktu SMP dan teman di sekitar rumahnya.
Setelah acara party itu Frida menghilang tanpa kabar dan dinyatakan cuti dari sekolahnya
Pak Danu, seorang Direktur Utama Perusahaan AMC Grup, berusia 50 tahun, mempunyai 2 anak yang bernama Galih yang masih SMA dan Frida masih SMP.
Pak Danu, pria dingin jika berhadapan dengan orang lain baik itu koleganya maupun orang disekitarnya, tapi bersikap hangat pada istri dan anak-anaknya.
Kepergian istrinya karena di panggil Yang Maha Kuasa, membuat hidupnya serasa hampa. Kehidupannya berubah sejak kematian istrinya. Pak Danu jadi gila kerja. Pulang dari kantor selalu larut malam. Berangkat ke kantor pagi-pagi sekali.
Galih dan Frida sangat kehilangan sosok papa mereka yang dulu. Mereka merasa sikap papanya berubah sejak kematian mama mereka. Mereka kehilangan mama sekaligus kehilangan sosok papa. Papanya sepertinya sudah tidak memperdulikan mereka berdua.
Galih yang merasa papanya sudah tidak menyayanginya melampiaskan kekecewaanya dengan ikut klub motor. Hampir setiap hari Galih keluyuran mengikuti konvoi, bahkan tak pulang ke rumah karena ikut tour klub motor itu.
Frida yang masih bisa bersikap biasa, walau ia merasa kesepian dan merasa ditinggalkan orang-orang terkasihnya d rumah, ia melampiaskannya dengan mengikuti les dan kursus, selain aktif kegiatan ekskul di sekolahnya.
Pada suatu hari, Frida mendapat kabar kakaknya, Galih, kecelakaan lalu lintas dan masuk Rumah Sakit. Tentu saja papanya sangat syok dan merasa bersalah atas kejadian itu. Ia jadi tersadar akan sikapnya yang berlarut-larut dalam kesedihan sehingga melupakan anak-anaknya yang masih butuh perhatiannya.
Frida dan papanya memasuki Rumah Sakit. Menurut info dari pihak Rumah Sakit, Galih masih di tangani di UGD. Merekapun menunggu diluar ruang UGD dengan hati yang was-was dan kalut. Takut kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Frida berdo'a dalam hati semoga kakaknya selamat. Frida tidak ingin kehilangan yang kedua kalinya keluarganya.
Pintu ruang UGD pun terbuka, tampaklah seorang dokter keluar dari ruangan itu. Pak Danu menghampiri dokter itu.
"Bagaimana dok, keadaan anak saya?" tanya Pak Danu
"Pendarahannya di kepalanya dapat dihentikan. Pasien mendapat beberapa jahitan. Kalau telat sedikit saja, akan sangat berbahaya. Untuk patah tulang kakinya kita akan operasi nanti sore. Bapak sekarang ikut saya, untuk menandatangani surat persetujuan operasi" kata dokter. Pak Danupun mengikuti dokter itu ke ruangannya. Frida duduk menunggu di luar ruangan.
Malamnya, setelah selesai operasi, Galih dipindahkan ke ruang perawatan VIP. Kepala Galih penuh perban. satu kakinya juga penuh perban dengan kaki digantung.
Frida yang kelelahan menunggu kakaknya, tertidur di sofa di ruangan itu. Pak Danu sedang duduk menghadap Galih. Galih belum sadar dari pengaruh bius. Pak Danu tampak menitikkan air mata. Tidak tega melihat anaknya dalam keadaan seperti ini.
"Maafkan papa, nak. Papa bersalah karena tidak memperhatikan kalian akibat kesedihan papa. Papa lupa, ada anak-anak papa yang harus papa sayangi dan perhatikan walau tanpa mama kalian. Papa janji, akan menjadi papa yang baik untuk kalian" gumam Pak Danu.
Setelah itu, Pak Danu beranjak dari duduknya. Melihat Frida tertidur di sofa, Pak Danu menyelimuti Frida. Kemudian ia pun keluar dari ruangan itu. Sambil duduk di kursi yang ada di luar ruangan itu, ia pun mengecek hpnya. Ada banyak chat yang masuk dari Sekretaris maupun rekan bisnisnya.
Tiba-tiba terdengar ribut-ribut di luar ruangan lain yang berbeda kelas tapi masih dapat terlihat dari tempat Pak Danu duduk.
Tampaklah seorang wanita yang sedang diseret seorang laki-laki. Tampaknya wanita itu mempertahankan tasnya agar tidak diambil laki-laki itu. Orang-orang dari beberapa ruangan keluar menyaksikan wanita dan laki-laki yang sedang ribut itu, tapi hanya melerai dengan kata-kata saja. Tidak ada yang berani menolong wanita itu.
"Pergilah breng***! Jangan ganggu kehidupan kami lagi! Lepaskan tas ini! Dasar tidak punya hati! Anakmu sakit, kau masih memerasku! Mana tanggungjawanmu terhadap anakmu?!" teriak wanita itu.
Laki-laki itu tampaknya dalam pengaruh alkohol. Ia tidak menggubris teriakan wanita itu. Malah membuat wanita itu terjatuh karena dihempaskan laki-laki itu.
Pak Danu yang melihat itu langsung beranjak dari duduknya dan berjalan cepat kearah wanita dan laki-laki yang sedang ribut itu.
"Hei, kamu! Jangan kasar pada wanita! Ini Rumah Sakit, jangan bikin keributan di sini! Apa kau tidak malu, meminta uang pada wanita?! Laki-laki tidak berguna!" gertak Pak Danu.
Laki-laki itu melotot ada yang berani ikut campur urusannya.
"Jangan ikut campur urusanku! Apa kau menyukai mantan istriku? Ambil saja dia! Kau tampaknya orang kaya. Kau boleh mengambilnya setelah membayar padaku" kata laki-laki itu sambil menyeringai.
"Dasar laki-laki bej**! Kau pantas mendapat ini!" Pak Danu melayangkan pukulannya pada wajah laki-laki itu. Terjadilah baku hantam. Orang - orang tampak berdatangan dan segera memisahkan mereka.
Security datang dan langsung menggiring laki-laki pembuat keributan itu. Tas yang ada ditangannyapun direbut oleh Pak Danu.
Laki-laki itu sudah tidak berkutik karena diapit oleh 2 orang security yang melipatkan tangannya ke belakang. Laki-laki itu menatap Pak Danu penuh kebencian. Laki-laki itupun dibawa pergi oleh 2 orang security itu.
Pak Danupun segara menghampiri wanita itu yang sudah berdiri dari tempat dia terjatuh tadi. Pak Danu menyerahkan tas pada wanita itu.
"Ini tasmu" kata Pak Danu sambil menyerahkan tas.
"Terimakasih, pak atas pertolongannya" kata wanita itu sambil menerima tasnya. Orang-orangpun bubar dari tempat itu.
Pak Danu hamya tersenyum. Kemudian pergi dari tempat itu. Wanita itu memandang laki-laki yang telah menolongnya itu beranjak pergi. Kemudian iapun kembali ke ruangan anaknya yang sedang di rawat.
Esok paginya Pak Danu bertemu di kantin rumah sakit. Pak Danu sedang memesan sarapannya, menoleh ke arah wanita disebelahnya yang juga akan memesan makanan. Wanita itupun menoleh.
"Eh bapak, lagi pesan makanan juga pak?" wanita itu yang memulai pembicaraan.
" Iya" jawab Pak Danu singkat.
"Siapa yang dirawat, pak?" tanya wanita itu lagi
"Anak saya. Habis kecelakaan," jawab Pak Danu.
"Maaf saya duluan, bu" kata Pak Danu sambil menerima sepiring sarapannya.
"Oh iya, silahkan" jawab wanita itu.
Pak Danu mengambil tempat duduk didekat jendela. Pagi itu suasana di kantin cukup ramai oleh orang-orang yang sedang sarapan.
Tak lama terlihat wanita itu selesai mengambil sarapannya dan berjalan mencari tempat duduk yang tampak kosong. Pak Danu yang melihat wanita itu kebingungan mencari tempat duduk karena sudah terisi semua, melihat Pak Danu memanggilnya sambil melambai-lambaikan tangannya.
Wanita itupun duduk berhadapan dengan Pak Danu. Kebetulan meja yang mereka tempati hanya untuk 2 orang. Meja yang lain ada yang untuk berempat.
Merekapun menikmati sarapan tanpa bicara sepatah katapun. Pak Danu tampak menyelesaikan sarapannya.
"Maaf, kita belum berkenalan. Nama saya, Danu. Ibu siapa?" tanya Pak Danu. Sebenarnya Pak Danu bingung untuk memulai pembicaraan. Jadi ia putuskan untuk berkenalan dulu. Kan tidak lucu nanti ngobrol panjang lebar tapi tidak tahu nama.
"Nama saya Tia," jawab wanita itu tanpa berjabat tangan, karena laki-laki dihadapannya pun tidak mengajaknya berjabat tangan karena mungkin melihat dirinya masih sedang makan.
Berawal dari sanalah mereka berdua akrab dan saling cerita. Mereka saling mengunjungi ke tempat perawatan anak mereka. Bu Tia yang lebih dahulu pulang dari rumah sakit karena anaknya sembuh, memberikan nomor HP pada Pak Danu. Mereka semakin intens melakukan komunikasi baik melalui HP maupun bertemu. Kedekatan mereka yang diketahui oleh Galih dan Frida, akhirnya membuat Galih dan Frida menyuruh Papanya menikah lagi.
Mendapat lampu hijau dari anak-anaknya, Pak Danupun mengungkapkan cintanya pada Bu Tia dan langsung melamarnya. Tak lama kemudian merekapun menikah.
Frida melihat papanya tampak bahagia. Fridapun senang mendapatkan ibu pengganti mamanya yang baik hati. Keadaan di rumah besar itupun tampak normal kembali seperti keluarga-keluarga lainnya. Tidak ada lagi kenakalan yang dilakukan Galih. Mama tiri Frida mampu membuat seluruh anggota keluarga terperhatikan. Apalagi Frida mendapat adik tiri yang menggemaskan. Mereka semua saling menyayangi dengan kasih sayang yang diberikan papa dan mama barunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!