NovelToon NovelToon

Takdir Cinta

Awal

...Cerita ini murni karya fiksi dan tidak berhubungan dengan orang, organisasi, lokasi atau kejadian nyata....

Dentuman musik mulai terdengar keras, membuat orang-orang yang berada dalam ruangan itu mau tak mau ikut bergerak mengikuti alunan musik, tak semua karena beberapa dari mereka ada yang lebih memilih bersantai di meja bar menikmati minuman yang telah mereka pesan, juga beberapa pasangan kekasih yang lebih memilih bermesraan di sudut-sudut ruangan.

Tetapi lain halnya dengan seorang lelaki yang sedari tadi hanya duduk di bar stool yang untuk kesekian kalinya menghirup aroma wine pada gelas burgundy yang telah kosong itu. Sebelah tangannya mencoba melonggarkan sedikit dasi yang saat ini melilit rapi lehernya, lalu beralih membuka satu kancing kemeja hitam paling atas miliknya. Diambilnya sebilah rokok yang ada di dalam saku kantong jasnya, melihat itu salah seorang bartender yang melayaninya saat itu dengan suka rela memberikan macis pada lelaki berjas mewah yang ada di hadapannya. Lelaki itu menerimanya dan langsung menyalakan macis itu, segera ia menyesap rokok yang telah menyala di ujungnya.

"Pesankan aku kamar hotel," perintahnya pada seseorang yang berdiri tak jauh dari bar stool yang saat ini ia duduki.

"Maaf Tuan tapi Anda ada pertemuan penting malam ini," jawab seseorang dengan sopan.

"Ck,"—decak lelaki itu, setelahnya menghembuskan asap rokoknya ke udara—"aku bahkan tak menyetujui perjodohan itu. Siapkan saja atau kau ku pecat," tegas nya

"Baik Tuan," ucap orang itu dengan pasrah sambil membungkukkan badan dengan sopan mengingat ia hanyalah bawahan.

°°°

Cahaya mentari yang masuk melalui celah jendela kamar dan nyanyian burung di luar sana tak sedikit pun mengganggu tidurnya gadis muda yang masih setia memejamkan matanya.

Tok tok tok

Terdengar suara pintu diketuk beberapa kali dan tak lama setelahnya menampakkan seorang wanita setengah paruh baya yang jelas masih terlihat kecantikkannya. Wanita setengah paruh baya itu berjalan mendekati tempat tidur gadis manja kesayangannya.

"Cinta," panggilnya pelan sambil mengelus bahu gadis itu yang masih saja diam di tempat tidurnya.

"Enghh...," bukannya bangun Cinta malah semakin menenggelamkan tubuhnya ke dalam selimut.

"Cinta, bangun sudah pagi."

"Hmm..., 5 menit lagi Tan."

"Ya sudah. Cepat mandi dan turun ke bawah, Bibi Siti sudah menyiapkan sarapan pagi."

Selepas Wanita setengah paruh baya itu keluar dari kamar, Cinta duduk di tepian ranjang sambil menggaruk rambutnya yang bahkan sangat berantakan. Ia berjalan perlahan menuju kamar mandi masih dengan mata tertutupnya.

"Aww!" pekiknya saat tanpa sengaja menabrak lemari yang tak jauh dari pintu kamar mandinya.

"Ishh siapa sih yang menaruh lemari ini di sini?! Dan sejak kapan lemari ini ada di sini?" bentaknya entah pada siapa, sepertinya pada lemari yang baru saja ia tabrak, padahal benda mati itu tak tau apapun.

Masih memegangi jari kakinya yang terasa nyeri tanpa sengaja matanya melirik ke arah jam dinding.

"Waduh!"—Cinta menepuk jidatnya pelan—"aku kan ada jadwal kuliah pagi ini."

Cinta langsung berlari masuk ke kamar mandi, menghiraukan jari kakinya yang masih terasa nyeri.

Selesai keramas dan membersihkan badan Cinta berdiri di depan lemari kaca bening miliknya, melihat dan memilih pakaian apa yang cocok untuk ia pakai saat pergi ke kampus hari ini.

"Hmm...," gumamnya sambil berpose seperti sedang memikirkan hal yang serius, padahal yang ia pikirkan hanyalah tentang pakaian apa yang akan ia kenakan hari ini.

"Apa aku pakai ini saja ya?" ucap Cinta pada cermin yang saat ini sedang memantulkan bayangan dirinya yang masih menggunakan jubah mandi dan satu pakaian midi dress di tangannya.

Midi dress hitam di bawah lutut mungkin akan cocok jika dipadukan dengan high heel boots hitam pendek miliknya, akan terlihat simple tetapi tetap elegan.

"Tunggu, tapi ini sepertinya tidak akan cocok jika aku memakainya hari ini. Hari inikan hari rabu," gumamnya sambil memperhatikan midi dress itu dari atas ke bawah.

"Beliau pasti akan mengomentari midi dress milikku ini dan akan berkata, 'kita mau belajar ya di kampus ini, bukan mau ke pesta'," lanjut Cinta bergumam.

Membayangkannya saja sudah membuatnya merinding. Dosennya yang satu ini memang terkenal suka mengomentari mahasiswa-mahasiswi lainnya di kampus, bahkan sampai ke pakaian yang mereka kenakan.

Menurut Cinta padahal itu modern fashion style, ibu dosennya saja yang terlalu kuno dalam berpakaian, bahkan menilai kemeja longgar yang kancingnya sampai atas leher dengan mengenakan jeans cutbray itulah yang cocok untuk mereka jika ingin masuk ke kampus.

"Aduh, aku tidak bisa membayangkan kalau jadi anaknya, bisa-bisa aku di suruh pakai...." Cinta menggelengkan kepalanya tanda ia tak ingin menjadi anak ibu dosen itu.

Cinta letakkan kembali midi dress miliknya ke lemari dan lanjut memilih pakaian lainnya.

Dilemparnya beberapa pakaian ke kasur, ia tak tau harus memakai baju apa hari ini. Bukan karena baju Cinta yang jumlahnya sedikit, sudah terlihat jelas banyaknya tumpukan-tumpukan pakaian yang menumpuk di atas kasurnya, ia bahkan memiliki dua lemari pakaian di kamar, itu menandakan seberapa banyak pakaiannya. Hanya saja ia sedikit bingung hari ini dalam memilih pakaian.

"huhh! Aku pakai baju apa ya?"—kedua tangan Cinta masih sibuk menggeledah pakaian-pakaian di dalam lemari miliknya—"ah, ini saja deh."

Celana bahan kotak-kotak akan cocok jika dipadukan dengan kaos putih polos dan cardigan hitam panjang dengan sneaker, akan menjadi perpaduan outfit yang simple.

"Yaps. Tinggal satu aksesoris lagi, jam tangan." Cinta membuka laci di meja riasnya, mengambil jam tangan berwarna silver dan memakainya.

"Aku terlambat!" pekiknya saat menyadari jam di tangannya menunjukkan pukul 8 lewat.

Cinta menuruni tangga dengan tergesa-gesa menuju ruang makan, masih dengan salah satu tangan yang sibuk mengikat rambut hitam panjang miliknya. Bukannya duduk di samping orang tuanya dan memakan sarapannya, Cinta malah memilih mengambil selembar roti tawar dan segelas susu yang sudah tersedia di meja makan.

"Cinta, kalau makan duduk nak," ujar ayahnya menegur Cinta.

"Cinta sudah hampir telat Pa, hari ini ada jadwal kuliah pagi," jawabnya sambil meminum segelas susu di tangannya.

"Makanya kalau anak perawan itu jangan malas-malasan kalau bangun pagi, jadi tidak sempat sarapan kan kamu," ujar wanita setengah paruh baya yang masuk ke kamar Cinta dan membangunkannya tadi.

Mendengar itu Cinta hanya mempautkan bibir mungilnya lucu karena tak terima disebut anak perawan malas-malasan.

"Ishh, Tante Nadia. Baru kali ini aku bangun kesiangan."

Sekarang Cinta makin mengembungkan pipi bulatnya, membuat tante Nadia dan juga ayahnya Cinta terkikik geli melihat tingkah keponakan dan anak kesayangannya itu.

"Iya sudah, cepat kamu berangkat nanti makin terlambat," sambung tante Nadia.

"Cinta berangkat dulu yah Tante, Papa."

Sebelum berangkat tak lupa Cinta mengecup kedua pipi tante Nadia dan mencium tangan ayahnya. Walaupun sedikit bandel Cinta masih dan bahkan sangat menyayangi tante dan ayahnya itu.

To Be Continue...

Perjodohan (Bagian 1)

Mobil silver mewah Cinta memasuki gerbang kampus, setelah memarkirkan mobilnya Cinta keluar dengan tergesa-gesa. Aldi yang juga baru memarkirkan mobilnya tak sengaja melihat Cinta berlari dan langsung saja ia memanggilnya.

"Cinta!" panggilnya dengan berteriak, namun tak didengar karena sudah terlalu jauh.

Jam mata kuliah di kelas sudah di mulai, Cinta yang baru saja sampai di depan pintu kelas menentralkan nafasnya yang terengah-engah sehabis berlari. Dilihatnya dari celah pintu kelas yang tidak tertutup rapat itu, ibu dosen sudah memulai pelajarannya.

"Duh, gawat nih. Dosennya sudah masuk lagi, apa aku bolos saja ya?" tanya Cinta pada dirinya sendiri.

Tanpa disadarinya dosen yang ada di dalam kelas menyadari kehadirannya di luar kelas.

"Ekhm" deham ibu dosen.

"Eh? Ibu," ucap Cinta sambil tersenyum manis pada dosennya yang sekarang berdiri tepat di depannya.

"Kenapa tidak masuk kamu? Kamu bahkan terlambat hampir setengah jam," tegur dosennya.

"Maaf Bu Ida, saya tadi...." Cinta tak menyelesaikan ucapannya, karena ia masih memikirkan harus memberikan alasan tepat seperti apa agar tidak kena hukuman.

"Tadi apa?" ibu dosen Ida mengernyitkan alis dan dahinya pertanda meminta jawaban lebih atas pertanyaannya.

"Saya...,"—mata Cinta melirik ke kanan mencari alasan, setelahnya kembali menatap sang dosen—"itu Bu saya tadi kena macet, iya kena macet Bu, ehe."

Tentu saja itu bukanlah alasan sebenarnya Cinta terlambat, hanya saja jika ia berkata jujur bahwa bangun kesiangan habislah sudah dapat dipastikan Cinta akan mendapatkan hukuman, terpaksa Cinta berbohong.

"Macet?" beo ibu dosen Ida.

"Iya Bu macet, kan pagi Bu. Ini jam orang-orang pada berangkat kerja, kan Bu?" ujar Cinta mencoba meyakinkan.

"Benar juga, alasan kamu masuk akal,"—ibu dosen Ida mengangguk—"Baiklah, karena ini pertama kalinya kamu telat jadi ibu maafkan. Ya sudah masuk, tapi lain kali jangan terlambat lagi."

"Baik Bu."

"Fiuuhh..., selamat–selamat, untung tidak kena hukuman," batinnya. Cinta langsung saja masuk ke kelas dan duduk di kursinya.

"Tumben datangnya telat," ucap seseorang di samping kursinya sambil berbisik.

"Hmm," sahut Cinta bergumam.

"Cin," panggilnya lagi.

"Hmm." Cinta sibuk mengeluarkan beberapa buku dan alat tulisnya juga notebook miliknya.

Merasa hanya sebuah gumaman yang ia dapatkan, kembali ia memilih melanjutkan tulisannya yang tertunda hanya karena ia ingin tau alasan kenapa Cinta bisa terlambat padahal tak pernah sebelumnya.

90 menit berlalu, bel pergantian mata kuliah berbunyi, pertanda satu pelajaran mata kuliah telah selesai dan waktunya untuk istirahat. Cinta langsung membereskan mejanya, memasukkan semua barangnya ke dalam tas dan langsung berjalan pergi ke luar kelas.

"Cinta tunggu," ucap seseorang yang tadi mengajaknya berbicara di kelas, namun Cinta tak menghiraukannya dan tetap berjalan.

Cinta duduk di salah satu meja kantin menunggu makanan dan minuman yang telah dipesannya dengan bosan, mengabaikan sosok gadis cantik di depannya.

"Cinta, kamu kenapa sih?"

Yang ditanya bukannya menjawab tapi hanya sekadar melirik sekilas sahabat dekatnya itu. Melihat pesanannya yang baru saja datang Cinta langsung saja melahapnya tanpa lupa tetap meniup-niupnya terlebih dahulu, karena ia tau ini sangat panas seperti baru matang, begitulah pikirnya. Akan tetapi perutnya sudah tak bisa di ajak kompromi, salahkan dirinya yang bangun kesiangan dan melewatkan jam makan paginya di rumah.

"Cinta, aku lagi bertanya kenapa malah diam sih? Bukannya menjawab malah langsung menyerobot makan saja. Hati-hati itu masih panas," sambungnya lagi sambil memperingatkan sahabatnya.

Cinta terus melahap mie ayamnya. Sampai suapan terakhir baru kembali ia menoleh pada sahabatnya yang sekarang mendengus kesal, merasa diabaikan hanya karena semangkuk mie ayam.

"Sopan sedikit dong bu, orang lagi makan malah diajak bicara," ucap Cinta sambil meminum es jeruknya.

"Dih, aku bukan ibu-ibu rempong depan kompleks perumahanmu yah," balas Henny.

"Dih, sewot."

"Kamu sih seperti mau mengajak orang berantem, kan emosi ibu jadinya," canda gadis itu merajuk.

Saat berbicara dengan Henny tak sengaja Cinta melihat beberapa mahasiswi seperti sedang mengerumuni sesuatu di depan pintu kantin, entah apa tapi itu membuat rasa penasaran Cinta.

"Itu mereka sedang apa sih?—Cinta meminum jusnya dengan menggunakan sedotan—"ada sembako gratis ya Hen?" tanya Cinta dengan polosnya.

Henny sedikit membalikkan badannya dan memalingkan wajahnya kebelakang, memastikan apa yang dimaksud oleh Cinta. Kembali Henny keposisi duduknya yang menghadap Cinta, dengan entengnya ia berkata, "Iya, sembako berlian."

"Widih, seriusan?"

"Ya bukanlah, orang kaya mana yang mau membagi-bagikan berliannya?"

"Ya, kan siapa tau Hen."

"Itu sepertinya ada mahasiswa baru, katanya sih mahasiswa pindahan luar negeri. Ganteng banget tau aku saja sampai naksir, sayang aku sudah punya Eko," jawab Henny sambil memanyunkan bibirnya.

"Ohh...."

"...(?)"

"Oh doang?" tanya Henny melongo, karena melihat reaksi Cinta yang biasa-biasa saja.

"Memang aku harusnya gimana? Lompat-lompat, kayang gitu?"

"Melawak kamu Cin? Ya bukan begitu juga, maksud aku apa kamu tidak ada niatan buat ikutan begitu juga seperti mereka? Kamu kan jomblo."

"Punya sahabat suka banget menistakan teman sendiri."

"Ahahaha, Aww! Apaan sih Cin, sakit tau," pekik Henny setelah jidatnya dilempar sendok oleh Cinta.

"Tidak apa-apa hanya iseng saja, hehe," jawab Cinta sambil tersenyum usil yang dibalas Henny dengan muka datarnya.

"Jadi kenapa muka kamu dari tadi pagi cemberut terus? Seperti orang PMS saja."

"Mana ada aku PMS, aku cuma lagi kesal."

"Kesal kenapa?"

"Aku akan dijodohkan"

"Hah?"

"Akan dijodohkan"

"Hah??"

"Sini deh telinga kamu Hen, biar aku enak teriaknya, " ucap Cinta tersenyum gemas kepada sahabatnya.

"Sadisnya, tega banget ke sahabat sendiri."

"Habisnya kamu suka bikin aku kesal sih, aku bilang beberapa kali malah jawabnya, hah, hah, kan gemas jadinya."

"haha, iya-iya aku dengar kok, aku cuma kaget ceritanya makanya bilang, 'Hah,' biar seperti di drama-drama korea begitu. By the way sama siapa kamu akan dijodohkannya?" tanya Henny lagi.

"Belum tau, padahal tadi malam mau ketemu sama keluarga itu cowok tapi malah anaknya yang tidak datang-datang. Padahal aku sama keluarga aku sudah menunggu hampir 1 jam lebih, dan kamu tau? Gara-gara itu aku sampai bangun kesiangan," jawab Cinta dengan panjang lebar.

"Oh, jadi karena itu kamu sekesal ini, pantas saja. Tapi kenapa orang tua kamu pakai acara menjodoh-jodohkan kamu sih? Seperti jaman Siti Nurbaya saja," ucap Henny yang sudah pernah menonton filmnya, ia berpikir situasi Cinta sekarang sama seperti film yang ia tonton itu.

"Makanya, padahal aku juga bisa memilih jodoh aku sendiri. Tapi, kalau itu permintaan Ayahku mana tega aku menolaknya."

"Hati-hati Cin."

"Hati-hati kenapa?" tanya Cinta tak mengerti dengan ucapan sahabatnya, Henny.

"Kamu belum pernah ketemu sama orang yang akan dijodohkan ke kamu itu, kan?"

"Iya, kan tadi sudah aku bilangnya begitu."

"Cinta, aku lagi serius nih."

"Iya apa?" tanya Cinta yang mulai menanggapi perkataan Henny dengan serius.

"Hati-hati, bisa-bisa kamu dijodohkan sama om-om berowokan."

"Apaan sih? Mana mungkin, Ngawur kamu Hen."

"Eh, tidak ada yang tidak mungkin, kan? Apalagi kamu belum tau orangnya siapa, ditambah itu cowok tidak datang di pertemuan pertama kalian," ucap Henny meyakinkan Cinta kalau dugaannya itu benar.

"Nih ya, seperti sinetron-sinetron yang sering aku lihat, itu si ceweknya sampai hari pernikahan tidak tau siapa mempelai prianya, ketika akad pun itu mempelai prianya tetap pakai penutup muka begitu, dan di malam pertama...." Henny menggantung ucapannya, membuat Cinta semakin penasaran.

"Saat penutup mukanya terlepas ternyata om-om berewokan yang kelihatan banget dari mukanya punya banyak istri," sambung Henny menjelaskan sambil bergidik ngeri.

"Hahahaha," tawa Cinta lepas.

"Kamu kok malah ketawa sih?"

"Habisnya sih ada-ada saja kamu ngawurnya, kebanyakan nonton sinetron sih, jadinya ya begini parnoan."

"Aku cuma ingin memperingatkanmu Cin, siapa tau nanti kejadian."

"Tau ah, aku pusing jika memikirkan masalah itu," jawab Cinta yang menyudahi pembicaraan panjang mereka, tak ambil pusing langsung berjalan santai keluar kantin.

To Be Continue...

Perjodohan (Bagian 2)

Sebenarnya Cinta masih ingin menambah pesanannya, namun keburu ia ingin buang air kecil. Cinta berlari kecil, tanpa memperhatikan seseorang yang juga berjalan dengan membawa beberapa buku di tangannya.

Bruk

Tanpa sengaja Cinta menabrak lelaki di depannya, keduanya pun terjatuh secara bersamaan.

"Aww/aduh," ringis keduanya.

Beberapa buku yang dibawa oleh lelaki itu terjatuh berhamburan ke sana kemari. Tanpa ada niatan membantu Cinta yang juga terjatuh, lelaki itu berdiri dan langsung saja membereskan buku-buku miliknya yang berserakan.

"Aku juga terjatuh nih. Harusnya kamu bantu aku berdiri dulu, begitu," keluh Cinta sambil mencoba berdiri sendiri. Namun ucapannya tidak digubris oleh lelaki yang ada di depannya.

"Hei, kau dengar aku bicara atau tidak sih?"

"Kau yang menabrak aku, seharusnya kau meminta maaf bukannya malah marah-marah," sahut lelaki itu.

Memang benar ucapan lelaki itu, seharusnya Cinta meminta maaf karena telah menabraknya, namun seharusnya lelaki itu juga menolong Cinta yang juga terjatuh untuk berdiri.

"I-iya sih, tapi tolongin aku dulu kan bisa."

"Sudah bisa berdiri sendirikan? Jadi tidak perlu aku bantu lagi," tukas lelaki itu sambil berjalan lalu melewati Cinta begitu saja.

"Heh? Sudah tidak membantu aku bangun, jutek lagi," gerutu Cinta sambil membersihkan celananya yang sedikit kotor bekas debu di lantai.

Selepas dari toilet Cinta langsung masuk ke kelas dengan wajah yang sedikit lebih cemberut dari tadi pagi.

"Makin di tekuk saja itu muka," celetuk Henny saat melihat Cinta masuk ke kelas dengan wajah yang semakin terlihat masam. Henny sudah dari tadi masuk kelas karena ditinggal Cinta begitu saja di kantin.

"Aku makin kesal tau tidak Hen, tadi aku tidak sengaja menabrak mahasiswa lain waktu mau jalan ke toilet tadi."

"Terus?" tanya Henny meminta penjelasan lebih.

"Terus aku sama orang yang tidak sengaja aku tabrak tadi jatuh, bukannya bantu aku bangun, dianya malah membiarkan aku begitu saja," keluh Cinta dengan kesal.

"Masa sih? Malah membiarkan kamu begitu saja?"

"Iya Hen. Aku langsung saja bangun sendiri. Aku bilang ke dia, 'harusnya kamu bantu aku berdiri dulu,' dia malah sibuk membereskan buku-bukunya yang jatuh, seperti tidak ada niatan untuk membantuku bangun."

"Terus dianya jawab apa?" tanya Henny lagi.

"Kata dia 'sudah bisa bangun sendirikan? Jadi tidak perlu aku bantu lagi,' begitu katanya. Kan kesal aku Hen, jutek banget dia," ucap Cinta menjelaskan sambil memanyunkan bibir mungilnya.

"Iya kan dia benar, sudah bisa bangun sendiri kenapa mesti dibantu lagi, ahahaha." Henny tertawa, karena situasi yang dialami sahabatnya itu menurutnya sedikit lucu.

"Ishh, kok kamu malah membela dia sih Hen? bukannya aku," ujar Cinta yang semakin kesal karena ditertawakan Henny.

"Habisnya omongan dia benar, ngomong-ngomong memangnya mahasiswa jurusan mana yang tidak sangaja kamu tabrak tadi Cin?" tanya Henny yang penasaran.

"Aku tidak tau, belum pernah lihat, mungkin mahasiswa baru."

"Jadi penasaran."

"Kenapa kamu malah penasaran dengan orang jutek seperti dia?"—Cinta menampakkan wajah protesnya—"sudahlah, itu lihat Pak Toyo sudah mau masuk kelas," tunjuk Cinta pada bapak dosen yang sudah berdiri tepat di depan pintu kelas.

°°°

Cinta merebahkan badannya ke kasur tidur di kamarnya tanpa melepaskan sepatu yang ia pakai, baru saja ia akan terlelap menuju alam mimpi suara merdu sang tante terdengar di samping telinganya.

"Cinta, bangun ayo ganti baju," suara senandung tante Nadia berbisik.

"Nanti Tante, sekalian nanti mandi sore saja ya," jawab Cinta sambil menutup kedua kelopak matanya dengan lengan tangannya dan lebih memilih melanjutkan acara menuju tidur siang indahnya.

"Sekarang Cinta, jam 4 sore nanti kita diundang ke rumah rekan bisnis Ayah kamu."

"Hm, yang mengundangkan rekan bisnis Papa berarti Papa yang wajib datang, aku di rumah saja Tante." Cinta berucap masih dengan mata terpejamnya.

"Tapi kita diundang untuk membicarakan masalah pertunangan kamu yang tertunda kemarin, sekalian makan malam di sana."

"Hah?"—Cinta langsung bangun dari tempat tidurnya—"tidak mau ah Tan. Nanti seperti malam kemarin anaknya tidak datang, membuang-buang waktu saja."

"Keponakan tante tidak boleh bicara begitu, ayo cepat mandi terus ganti baju ya. Tante tunggu di bawah," ujar tante Nadia sebelum meninggalkan Cinta yang mendengus sebal.

Tante Nadia dan ayah Cinta sudah siap di ruang tengah, Cinta menuruni tangga dengan dress putih di bawah lutut dan ikat rambut kuncir satunya.

"Sudah siap?" tanya ayah Cinta.

"Sudah Pa."

Ayah Cinta mengendarai Mobil mewahnya keluar dari pekarangan rumah menuju rumah rekan kerjanya sekaligus calon besannya. Dalam perjalanan Cinta hanya memperhatikan jalanan dari balik kaca mobil, merasa tak ada hal yang unik Cinta lebih memilih memasang earphone bluetoothnya dan memutar lagu kesukaanya, Bts-21st Century Girl.

Cinta masih asyik mendengarkan lagu di earphone bluetooth miliknya sampai-sampai ia tak menyadari bahwa mobil yang ia tumpangi sudah berhenti sedari tadi. Merasa Cinta yang tidak juga beranjak dari kursi belakang kemudi, tante Nadia menyentil jidat keponakannya yang sedang asyik mengangguk-anggukkan kepala sambil memejamkan matanya dan tak lupa dengan tangan kiri yang terangkat ke atas.

"Aww!"—pekik Cinta dan langsung melepaskan earphonenya—"sakit tau Tante," rengeknya pada tante kesayangannya sambil mengusap pelan jidatnya.

"Kamu sih keasyikan dengar lagunya, itu sudah sampai," ujar tante Nadia sambil terkekeh gemas.

Cinta yang baru menyadarinya langsung membuka pintu mobil dan turun. Ayah Cinta menekan bel 2x dan tidak lama kemudian salah seorang pembantu membukakan pintu rumah itu, dan langsung mempersilahkan mereka masuk karena pemilik rumah sudah menunggu di ruang tamu.

Benar saja saat keluarga Cinta memasuki ruang tamu keluarga calon suaminya, dapat dilihat sepasang suami istri yang sedang duduk di salah satu kursi ruang tamu. Saat sepasang suami istri itu menyadari keluarga Cinta sudah datang, keduanya langsung berdiri.

Lelaki yang saat ini sudah menginjak kepala lima itu mengulurkan tangannya kepada ayah Cinta.

"Maafkan sikap anak kami kemarin ya Pak Wahyudi, yang mendadak tak bisa datang padahal yang mengatur acara itu kami," tutur sang tuan rumah ramah.

"Tidak masalah Pak Suryadi, iya kan Nadia?" jawab ayah Cinta membalas jabat tangan dari sang tuan rumah, sambil menoleh pada adiknya yang tidak lain adalah tantenya Cinta.

"Iya, sekarang kita kan sudah mengatur ulang acaranya lagi," ujar tante Nadia sambil tersenyum membenarkan perkataan sang kakak.

Wajar jika ayah Cinta dan calon besannya yang tidak lain adalah rekan bisnis beliau terlihat begitu akrab, mereka berdua sudah lebih dari 5 tahun saling bekerja sama dalam berbisnis.

Saat itu perusahaan ayah Cinta mengalami krisis keuangan. Perusahaan beliau sedang berada di ujung tanduk kebangkrutan karena proyek yang sedang dipegang beliau mengalami kegagalan sehingga mengharuskan beliau membayar ganti rugi, beliau berpikir untuk meminjam uang kepada beberapa koleganya, namun ditolak dengan alasan ayah Cinta tak punya jaminan pasti untuk mereka bisa meminjamkan uang padanya, juga perusahaan ayah Cinta yang di ambang kebangkrutan membuat koleganya ragu ayah Cinta bisa membayar hutangnya.

Namun keberuntungan berpihak padanya, saat ayah Cinta hampir frustasi, salah seorang koleganya yang lain yang baru saja mengetahui jikalau ayah Cinta sedang diambang kebangkrutan beliau langsung menghubungi ayah Cinta dan memberikan pinjaman uang kepada ayah Cinta. Koleganya itu ialah bukan lain adalah pak Suryadi. Walaupun beliau berdua baru kenal hampir 1 tahun, pak Suryadi sudah bisa mempercayai ayah Cinta, karena beliau tau akan kinerja ayah Cinta yang bagus, kegagalan dalam sebuah proyek perusahaan adalah hal biasa menurutnya dalam sebuah dunia perbisnisan, tinggal sikap kita mengatasi hal tersebut sebagai seorang usahawan yang memegang penting kendali perusahaan.

"Cinta kamu cantik banget, imut lagi pakai dress putih itu," puji Fitri, istri pak Suryadi sambil mencubit pipi Cinta dengan gemas, yang dicubit hanya bisa tersenyum sambil meringis, karena sepertinya Cinta sedikit merasakan sakit dari bekas cubitan ibu Fitri.

"Sudah dong Fitri kasihan itu Cintanya kesakitan," tegur suaminya

"Maaf Cinta, soalnya tante gemas kalau lihat kamu."

"Hehe, tidak apa-apa kok Tante," jawab Cinta sambil sedikit mengelus pipi chubbynya yang sedikit memerah.

Keluarga pak Suryadi mempersilahkan keluarga pak Wahyudi untuk duduk.

"Ada suara mobil, sepertinya anak kami sudah pulang," kata pak Suryadi pada semuanya.

Cinta mulai merasa gelisah di tempat duduknya, ia penasaran siapakah calon suaminya tetapi ia juga sedikit merasa takut.

"Oh, Sedang ada tamu," ucap seorang lelaki yang tiba-tiba berdiri tepat di belakang kursi Cinta.

Cinta merasa tidak asing dengan suara lelaki di belakangnya sekarang, untuk mengusir rasa penasarannya Cinta membalikkan tubuhnya ke arah belakang kursi tepat lelaki itu berdiri.

Cinta melongo setelah melihat lelaki itu.

"Aldi?" ucapnya kaget melihat Aldi lah orang yang berbicara tadi.

To Be Continue...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!