Suara sepatu seorang gadis yang sedang berlari kencang di koridor kelas terdengar cukup nyaring. Rambut yang dibiarkan tergerai menari-nari dengan indah sesuai arah mata angin. Hari ini dia kembali telat datang ke sekolah. Keadaan sekolah sudah cukup sepi. Semua murid-murid sudah duduk di bangku kelasnya masing-masing.
Dengan sedikit tergesa. Alsa berlari kecil melewati lorong-lorong kelas. Namun tiba-tiba seseorang menghentikkan langkahnya.
"Berhenti!" suara bariton terdengar dari arah belakang.
Alsa berhenti di tempatnya. Matanya terpejam kesal. "Mampus! pasti si ketos alay," gumamnya seraya memejamkan mata.
Bukan karena Alsa takut dengan ketua osis di sekolahnya. Tetapi dia malas harus berurusan dengan semua anggota OSIS yang ujung-ujungnya akan memberi hukuman untuknya. Hukuman yang terkadang juga tidak masuk akal dengan kesalahan yang dilakukan olehnya.
Alsa memanglah salah saat ini. Dia terlambat berangkat sekolah. Tetapi bukan Alsa namanya jika tidak berani untuk menolak.
Disaat kakinya ingin kembali melanjutkan jalan. Tiba-tiba almamaternya seperti ditarik oleh seseorang dari arah belakang. Alsa yakin ini pasti kelakuan si ketos alay itu.
"Mau kemana?" tanya seseorang dari arah belakang.
Kedua alisnya saling bertautan, ia bingung mendengar suara yang tiba-tiba berubah. Jika tidak salah mendengar, diawal tadi jelas suara ketua OSIS pongah dan alay itu, namun kini suara itu terdengar sangat berbeda.
Dengan rasa yang masih bingung, perlahan Alsa menoleh ke belakang. Dan benar saja di belakangnya sudah berdiri dua laki-laki yang merupakan anggota OSIS. Pantas saja jika suara itu tadi berubah, rupanya si ketua OSIS bersama antek-anteknya.
Gerald si ketua OSIS yang paling dibenci olehnya sedang berdiri dengan tatapan dingin ke arahnya. Tidak jauh dari Gerald, anggota OSIS lainnya yang bernama Abim juga menatapnya dengan tatapan angkuh. Bahkan tangan Abim masih menarik almamater Alsava.
"Lepasin!" teriak Alsa tidak mau kalah.
Abim langsung melepaskan tangannya dari almamater Alsa. "Jangan kabur lo," ucap Abim mengingatkan Alsa, dia tahu gadis seperti apa yang sedang mereka hadapi itu.
"Gue nggak mungkin kabur. Tapi malas lagi-lagi harus berurusan dengan kalian," Jawab Alsa seraya menunjuk ke arah Abim dan ketua OSIS di depannya.
"Ral langsung bawa aja nih cewek apa gimana?" tanya Abim kepada cowok yang merupakan ketua OSIS sekaligus sahabat karibnya.
Gerald menghela napas dalam. Cowok tampan, cerdas dan sangat dingin itu mempunyai pesona yang sangat luar biasa. Bukan karena otaknya saja yang cerdas sampai membuat gadis-gadis memujanya. Tetapi tentu saja karena Gerald yang begitu good looking di mata mereka sampai membuat para siswi tidak bisa untuk berdiam diri dan membiarkan begitu saja cowok tampan yang menjabat sebagai ketua OSIS itu.
"Bawa aja Bim ke ruangan kita," suruh Gerald lalu pergi begitu saja.
Abim mengangguk patuh, menuruti apa yang dikatakan oleh Gerald. Dia segera menggiring Alsa untuk ke ruang OSIS.
"Nggak usah pakai alat alay kayak gini juga kali. Gue bisa jalan sendiri Abimanyu..." Alsa merasa tidak diperlakukan dengan baik oleh Abim.
Bagaimana bisa Abim menggiringnya dengan pentongan kayu yang biasa dipakai oleh Bapak-Bapak yang sedang melakukan tugas ronda malam hari di kampungnya. Entah darimana Abim mendapatkan alat aneh seperti itu.
"Nggak buat mukul lo juga kali Al, protes aja," jawab Abim masih dengan menggiring Alsa sampai ke ruangannya.
Sedangkan Gerald memutuskan untuk berpatroli kembali di sekolah. Mungkin saja masih ada siswa atau siswi yang telat datang ke sekolah seperti Alsa tadi.
Setelah semua gedung sekolah dan jalanan sempit bahkan belakang sekolah dia cek dan dirasa aman. Gerald memutuskan untuk kembali menuju ke ruangannya.
"Yah, nih cewek lagi, bosan gue ngasih hukuman ke dia," ucap Ninda salah satu anggota OSIS yang memang tidak menyukai Alsa sejak lama.
Alsa menatap Ninda malas. "Gue juga bosan liat muka receh lo," jawab Alsa tidak mau kalah.
"Eh! Sembarangan ya lo kalau ngomong! Nggak ngaca banget yang receh siapa," cibirNinda mulai terlihat kesal.
"Gue udah ngaca dan gue cantik. Lo mau apa?" tantang Alsa tidak mau kalah.
Apa yang dikatakan oleh Alsa membuat Ninda seketika semakin naik pitam. Ninda jelas saja tidak terima sekalipun apa yang dikatakan Alsa memang benar. Ninda tidak menyukai Alsa sedari dulu. Mau Alsa bikin ulah atau berubah menjadi anak baikpun Ninda tidak akan pernah suka.
Langkah Ninda perlahan mulai maju ke depan, ia berusaha untuk menyerang Alsa. Tetapi Abim dan anggota yang lainnya segera melarai pertengkarang di antara mereka.
"Woy! Bantuin gue napa!" teriak Abim meminta bantuan teman-teman OSIS lainnya.
Mereka mencekal tangan Alsa dan juga Ninda. Keduanya tadi hampir saja saling tarik-tarikan rambut. Dan itu sudah hal yang biasa bagi keduanya. Dimana ada Alsa dan Ninda di situ juga pasti akan ada keributan. Beruntung Abim dan teman-temannya tadi sigap untuk melerai.
"Pusing gue, kalian beruda kayak anak kecil ngrebutin mainan tahu nggak!" kesal Abim seraya bertolak pinggang.
Matanya menatap Alsa dan Ninda secara bergantian.
"Bim lo tahu sendiri kan kalau si Alsa pembuat onar," ucap Ninda tidak terima jika dirinya ikut disalahkan.
"Sudah jangan ada yang saling menyalahkan. Tunggu sampai Gerald datang!" tegas Abim merasa tidak sanggup untuk menangani Alsa dan Ninda yang sama-sama kolot.
"Lagian lo Nin, harusnya bairkan saja Alsa. Lo tahu sendiri kan dia nggak mungkin mau kalah," ucap Abim membuat Ninda merasa semakin kesal dan tidak terima.
Ninda menatap Alsa dengan tatapan penuh kebencian. Bagiamana mungkin kesalahan Alsa membuat dirinya ikut disalahkan juga?
"Apa?" tantang Alsa tanpa mengeluarkan suara. Lagi-lagi Alsa membuat Ninda semakin naik pitam.
Sampai akhirnya suara pintu terdengar terbuka. Gerald dengan sorot mata tajamnya menatap mereka secara bergantian.
"Lo belum kasih hukuman buat dia?" tanya Gerald melihat Alsa yang masih berada di ruangannya.
"Belum apa-apa juga nih berdua udah bikin pusing," adu Abim seraya menunjuk ke arah Alsa dan juga Ninda menggunakan dagunya.
Gerald menatap Alsa dan Ninda secara bergantian. Jelas saja mereka bertengkar. Lihatlah sekarang Alsa bahkan cuek seperti baru saja tidak terjadi apa-apa. Berbeda dengan Ninda yang terlihat berwajah merah menahan kesal karena Alsa.
"Telat dan bikin rusuh. Lo bersihin kamar mandi sana," suruh Gerald dengan santai.
Sontak saja Alsa menatap Gerald tidak percaya "Maksud lo? Gue apa dia?" tanya Alsa seraya menunjuk Ninda dengan dagunya.
"Yang telat masuk lo kan tadi?" tanya Gerald seraya berdiri dari duduknya.
Terlihat Ninda yang menyunggingkan senyumnya. Dia merasa menang atas Alsa kali ini. Lihat saja Gerald hanya memberi hukuman untuk Alsa. Meskipun tadi dia yang memulai pertengkaran.
"Gue cuma telat beberapa menit aja, dan lo ngehukum gue buat bersihin toilet? Gue nggak mau!" tolak Alsa dengan tegas.
"Oke, lo bisa keliling lapangan seratus kali kalau gitu," jelas Gerald membuat Alsa memelototkan matanya tidak percaya.
Bukan hanya Alsa saja yang terkejut. Tetapi anggota OSIS lainnya juga sama terkejutnya dengan Alsa atas hukuman yang diberikan oleh Gerald.
"Fine. Ketos alay," tekan Alsa lalu pergi dari ruangan itu dengan perasaan kesal.
Sebelum pergi Alsa sempat melirik ke arah Ninda yang sedang tersenyum mengejeknya. Dengan perasaan yang membuncah karena kesal Alsa sengaja menginjak kaki Ninda dengan kasar. Lalu pergi keluar untuk melakukan hukuman yang diperintah oleh Gerald tadi.
"Alsa! Sialan lo!" teriak Ninda tidak terima.
Mendengar jeritan dari Ninda membuat Alsa tersenyum senang. "Dasar Mak Lampir," gumamnya menuju ke toilet sekolah untuk menjalani hukumannya.
Bel istirahat berbunyi. Semua siswa dan siswi berhamburan keluar dari kelas. Berbeda dengan Alsava yang memilih untuk tinggal di kelas. Dengan santai Alsa memuju ke bangkunya. Lalu menundukan kepalanya dengan kedua tangannya sebagai alas.
Icha dan Kiana yang merupakan sahabat Alsa saling pandang bingung. Melihat Alsa yang tadi tidak ada dijam pelajaran lalu tiba-tiba datang dengan badan yang lemas seperti sekarang ini.
"Lo kenapa si Al? tanya Icha seraya menepuk pundak Alsa.
Tidak ada jawaban dari Alsa. Karena gadis itu masih terus menundukan kepalanya. Membuat Icha kini beralih menggoyang-goyangkan badan Alsa.
"Alsa ih jangan kayak sapi mau buat kurban deh." Kesal Icha yang kini sukses membuat tawa Alsa pecah. Begitu juga dengan Kiana yang berada di sebelahnya.
Alsa menatap Ica malas "Sia*n Lo." Jawab Alsa singkat lalu berniat untuk menundukan kepalanya lagi. Tetapi Icha sudah menang cepat dengan menarik tangan Alsa agar tidak menunduk di meja lagi.
"Ke kantin duli yuk, laper Gue." Ajak Icha dengan muka memelasnya.
"Lo?" tanya Alsa kepada Kiana yang sibuk dengan ponselnya.
"Gue nurut sama Ibu negara dong." Jawab Kia santai lalu memasukan ponselnya ke dalam saku dan merangkul kedua sahabatnya untuk ke kantin.
"Kalian berdua aja deh Gue capek banget." Jawab Alsa yang memang tidak berniat untuk ke kantin.
Alsa terlalu malas untuk melangkahkan kakinya. Dia merasa capek karena sudah membersihkan toilet para siswi.
"Di hukum apaan sih sama Kak ketos?" tanya Icha ingin tahu.
"Nggak usah pakai Kak kali. Ketos aja cukup." Cibir Alsa yang memang tidak begitu menyukai Gerald.
Icah terkikik begitu juga dengan Kia. Hal sepele seperti itu saja Alsa langsung memprotes.
"Di suruh lari lagi?" tanya Kia yang kini mulai penasaran dengan hukuman yang diberikan oleh para anggota osis kepada sahabatnya.
"Bersihin toilet Lo-lo pada." Jawab Alsa membuat Icha dan Kiana tertawa.
Alsa memandang malas kedua sahabatnya yang sama sekali tidak bersimpati dengannya. Mereka malah terihat sedang mengejeknya.
"Wah... Ibu negara kok nggak nolak. Tumben Lo." Ucap Kiana lagi.
"Udah deh diam kalian. Sana pesenin Gue bakso dan bawa kesini." Usr Alsa seraya mendorong kedua sahabatnya untuk keluar dari kelas.
"Siap Bu... Sambelnya satu mangkok ya." Teriak Icha berusaha untuk menggoda Alsa.
"Terserah." Jawab Alsa dengan teriakan suaranya.
Icha dan Kiana tertawa. Lalu mereka segera berjalan menuju ke kantin.
Sedangkan Alsa kembali menundukan kepalanya. Rasanya badannya seperti mau lepas dari tulang-tulangnya. Sudah dua kali Alsa mendapatkan hukuman membersihkan toilet.
"Tahu gini tadi Gue ribut aja sama Mak Lampir." Gumamnya seraya terkikik.
Ting
Ponselnya berbunyi. Menandakan ada pesan yang masuk. Dengan malas Alsa merogoh ponselnya yang berada di dalam sakunya.
Matanya terbelalak setelah melihat isi pesan itu. Ada rasa sesak dalam dadanya yang tidak bisa dia jelaskan saat ini.
"Gue punya orang tua nggak sih sebenarnya." Gumamnya lagi yang tiba-tiba wajahnya berubah menjadi melow.
Alsa memasukan ponselnya tanpa membalas pesan tersebut. Memikirkan kedua orang tuanya yang terus saja sibuk dengan bisnis membuat mood Alsa tiba-tiba down.
Sejak kecil memang dia bisa dikatakan hidup dengan pengasuhnya saja. Bukan berati Alsa sudah tidak memiliki orang tua. Kedua orang tuanya masoh lengkap. Tetapi mereka sibuk dengan bisnisnya sampai Alsa remaja sekarang.
Tidak lama datanglah kedua sahabatnya yang sudah membawa nampan berisi mangkok bakso dan juga jus.
"Cepet banget?" tanya Alsa kepada kedua temannya.
"Ngapain lama-lama di kantin. Nggak ada pemandangan yang nyegerin mata." Jawab Icha sekenanya.
"Maksud Lo nggak ada Kak Gerald sama gengnya kan?" tuduh Kia membuat Icha terkikik.
Berbeda dengan Alsa yang malah memutar bola matanya malas "Heran Gue ma Lo berdua. Suka sama cowok nyebelin gitu." Ucap Alsa membuat Icha buru-buru menggeleng tidak terima dengan apa yang Alsa katakan.
"No. Lo salah besar Al, Kak Gerald tuh cowok sempurna yang pernah Gue lihat setelah Bang Jen." Jawabnya seraya memberi sambal pada mangkok baksonya.
"Maksud Lo Zayn Malik Cha?" tanya Kia yang mendapat anggukan kepala dari Icha.
"Dih pakai Bang Jen Bang Jen segala. Kayak Abang Lo aja." Cibir Kia lagi.
"Emang Abang Gue kalau di mimpi." Jawab Icha membuat mereka tertawa.
Alsa bahagia di saat bersama dengan kedua sahabatnya. Sejenak bisa melupakan masalahnya saat ini. Bahkan karena kedua sahabatnya juga yang membuat Alsa tidak begitu merasa kesepian lagi.
Alsa tersenyum. mood nya kembali baik dengan semangat menyendokan bakso yang berada di depannya.
Setelah kenyang mereka masih memutuskan untuk duduk di dalam kelas. Bahkan Kia dan Icha sudah mengeluarkan peralatan make up nya ke atas meja. Tidak heran jika mereka itu tidak mau sampai terlihat lusuh.
"Lo nggak Al?" tanya Kia melihat Alsa yang hanya duduk seraya berdiam diri.
"Males. Parfuman aja Gue buat ngilangin nih bau bakso." Jawab Alsa yang di angguki oleh Kiana.
"Lo kan parfuman aja Al, tuh mangkok bawain ke Buk kantin gih." Celtuk Icha membuat Alsa menatap Icha melas.
"Enak aja. Lo yang bawa ke sini Gue yang di suruh ke sana. Ogah Gue." Tolak Alsa yang memang tiba-tiba saja menjadi bad mood lagi setiap teringat dengan kedia orang tuanya.
Sudah tadi pagi mendapat hukuman dan sekarang malah di tambah dengan kabar dari kedua orang tuanya yang akan melakukan bisnis di luar negeri untuk beberapa hari. Lengkap sudah rasanya penderitaan Alsa saat ini.
"Lha ni anak cuma mau enaknya doang." Jawab Icha lagi seraya memoleskan liptin ke bibirnya.
Kai menatap Alsa yang tidak seperti biasanya. Tidak mungkin kalau cuma masalah hukuman tadi pagi membuat Alsa seperti sekarang ini. Biasnya Alsa akan baik-baik saja setelah mendapat hukuman dari para anggota osis.
"Lo kenapa sih?" tanya Ki seraya menatap Alsa.
"Gue tidur di rumah Lo ya nanti." Ucap Alsa membuat Kia terdiam sebentar. Lalu kemudian mengangguk setelah paham yang membuat Alsa jadi sedikit murung.
"Oke. Mau pulang dulu ambil baju apa gimana?" tanya Kai membuat Alsa berpikir sejenak.
"Lihat nanti deh. Tapi kayaknya nggak perlu deh." Jawab Alsa membuat Kia kembali mengangguk. Lalu melanjutkan aktifitasnya.
Sampai akhirnya ketiga gadis cantik itu dikejutkan dengan kedatangan para anggota osis. Lebih tepatnya geng Gerald yang tiba-tiba masuk ke kelas mereka di saat jam istirahat.
Gerald menghela napas melihat apa yang sedang mereka lakukan. Terutama Icha dan Kiana yang kini sedang buru-buru meletakan peralatan make up nya kedalam tas lagi. Lalu menatap Alsa yang sedang menatap Gerald tanpa ekspresi.
"Lo ikut Gue." Ucap Gerald menunjuk Alsa.
Alsa tidak menurut apa yang dikatakan oleh Gerald barusan. Bahkan sekarang Alsa duduk seraya bersikedap dada. Menatap Gerald dengan tatapan malas.
"Alsa lo denger nggak sih?" tanya Abim yang juga ikut bersama dengan Gerald dan Verrel.
Mereka satu geng, tetapi hanya Verrel yang tidak ikut anggota osis dia kapten tim basket di sekolah.
"Apa lagi sih? gue udah bersihin toilet tadi!" jawab Alsa dengan nada kesal.
Jelas Alsa kesal disaat moodnya sedang tidak baik seperti ini. Para anggota osis kembali datang mengganggunya. Padahal Alsa sudah mengerjakan hukuman yang tadi diberikan kepadanya.
"Nggak ada penolakan ke ruang osis sekarang." Ucap Gerald datar lalu pergi begitu saja. Diikuti oleh kedua temannya yang setia membuntutinya.
Setelah kepergian Gerald dan gengnya. Icha dan Kia langsung mencondongkan kepalanya. Mereka penasaran dengan para anggota osis yang menyuruh Alsa datang ke ruangannya.
"Lo cari masalah lagi pas kita ke kantin?" tanya Icha membuat Alsa langsung memukul pelan kening Icha.
"Auw... Sakit bege!" kesal Icha tidak terima.
"Mereka tuh cuma caper sama gue. Tahulah gue kan cantik." Jawab Alsa songong. Dan sukses membuat Icha menggelengkan kepalanya dengan kesombongan Alsa. Tetapi memang benar sih apa yang Alsa katakan. Alsa memang cantik dan bahkan menjadi bunga di sekolahnya. Hanya saja kelakuannya yang sering membuat masalah membuatnya juga banyak yang tidak menyukainya. Terutama para siswi-siswi di sekolahnya.
Menurut mereka Alsa membuat masalah di sekolahnya karena ingin terus mendapat perhatian dari para anggota osis. Terutama Geral yang memang menjadi idola bagi mereka semua.
"Gue nyamperin anggota alay dulu deh," pamit Alsa yang sudah berdiri dari duduknya.
"Al!" panggil Kiana.
"Apa?" tanya Alsa yang membalikan badannya.
"Nggak sekalian ini?" tanya Kia seraya menunjukan beberapa mangkok kosong bekas makan mereka tadi.
"Sorry gue buru-buru." Jawab Alsa yang langsung kabur agar tidak diperintah oleh kedua sahabatnya.
Icha dan Kiana saling pandang. "Kampret tuh anak." Ucap mereka secara bersamaan.
Alsa memasuki ruang osis. Dimana di sana sudah berkumpul semua anggota osis termasuk Ninda yang sedang menatapnya kesal.
Sekali lagi Alsa harus berurusan dengan para anggota yang menurutnya alay ini. Jujur saja dia sangatlah malas. Tetapi menurutnya mereka selalu mencari gara-gara dengan kesalahannya yang masih wajar.
"Duduk!" perintah Gerald dengan nada suara datar.
Alsa tidak menjawab. Tetapi dia menuruti apa yang Gerald perintah. Alsa duduk di depan Gerald.
"Kenapa lagi?" tanya Alsa yang memang sudah jenuh berada di ruangan mereka.
"Minta maaf sama Ninda." Suruh Gerald membuat Alsa membelalakan matanya.
"Lo gila!" sentak Alsa tidak terima dengan perintah Gerald. Dia kembali berdiri dari duduknya.
Sedangkan Ninda kini tampak tersenyum mengejek Alsa. Salah sendiri tadi Alsa menginjak kakinya. Dan itu jelas digunakan oleh Ninda untuk membuat Alsa malu di depannya.
"Siapa suruh lo berdiri? duduk!" tegas Gerald lagi.
Sebenarnya Gerald juga sangat pusing berurusan dengan gadis di depannya. Yang selalu berani dengan dirinya dan semua anggota osis bawahannya.
"Heh lo drama apa lagi sih nenek lampir?" tanya Alsa menatap tajam ke arah Ninda.
"Lo lihat aja kaki gue." Jawab Ninda tanpa menatap Alsa yang kini sedang memanas karena ulahnya.
Ninda menunjukan kakinya yang terlihat merah dan bengkak. Sontak saja Alsa terkejut melihat kaki Ninda yang lebih mirip seperri kaki gajah sekarang.
Tidak mungkin itu karena ulahnya yang tadi. Alsa yakin sakit di kaki Ninda sekarang karena ulahnya sendiri untuk memalukan Alsa di depan semua teman-temannya itu.
"Lo lebay deh, gue cuma injak kaki lo dikit malah lo tambahin pukul pakai kayu." Alsa berucap dengan nada menyindir Ninda.
Ninda tidak terima. Dia berdiri dari kusrinya dan berniat untuk menghampiri Alsa. Tetapi nyeri pada kakinya membuatnya mengurungkan niatnya.
"Auw." Pekik Ninda membuat Alsa semakin malas dengan drama yang cewek di depannya ini lakukan.
"Drama aja terus!" sindir Alsa lagi.
Semua anggota osis memperhatikan pertengkaran diantara mereka. Sudah hal yang biasa memang tontonan seperti ini mereka lihat. Dan para anggota osis itu akan membiarkan selagi mereka tidak saling pukul atau tarik-menarik rambut seperti biasanya.
"Nin lo diam dulu biar Gerald yang mutusin kasus ini." Jelas Abim seraya menatap Ninda.
Lalu menatap Gerald yang masih diam seperti memikirkan sesuatu untuk kasus Alsa saat ini. Alsa sudah sering membuat masalah. Bahkan catatannya penuh dengan namanya.
Lalu Gerald mengetik sesuatu didalam komputernya. Semua masih menatap Gerald dengan serius. Sepertinya Gerald akan memberi hukuman yang setimpal untuk Alsa.
"Lama banget sih? gue keluar deh." Ucap Alsa berniat untuk keluar dari ruang osis.
"Ini." Ucap Gerald seraya berdiri dan memberikan selembar kertas kepada Alsa.
Alsa menatap Gerald horor. "Ini apa?" tanya Alsa tidak mengerti dengan maksud Gerald.
Jelas Alsa tidak mengerti jika tiba-tiba saja Gerald memberikannya sebuah kertas. Sedangkan dirinya katanya dinyatakan bersalah.
"Besok orang tua lo harus datang ke sini." Ucap Gerald tanpa ekspresi dan dengan muka datarnya.
Alsa membeku mendengar penuturan Gerald. Bukan karena takut kedua orang tuanya akan ke sekolahnya. Tetapi karena kedua orang tuanya yang terus sibuk dengan bisnis mereka tanpa memeprdulikan Alsa. Selama ini kebutuhan materi Alsa tercukupi dan bahkan berlebih. Tetapi tidak dengan kasih sayang yang seharusnya di berikan oleh orang tuanya kepadanya.
"gue usahain. Tapi nggak janji!" jawab Alsa dengan nada suara berbeda.
Hatinya tercabik setiap kali mendengar kata orang tua. Tetapi Alsa selalu menutupinya di depan semuanya.
"Harus dateng. Ini buka hanya keputusanku tetapi dari Guru BK dan juga Pak kepsek." Jelas Gerald membuat Alsa menatap Gerald tajam.
Alsa yakin Gerald sudah mengadukan perbuatannya kepada guru BK dan juga Pak kepsek. Bahkan mungkin dilebihkan oleh Gerald. Sampai membuat surat panggilan untuk kedua orang tuanya.
"Terserah." Jawab Alsa seraya mengambil kertas yang berada di meja Gerald. Lalu keluar tanpa seraya membanting pintu ruangan osis.
Jelas saja semua terkejut dengan perbuatan beraninya itu. Baru saja diberi hukuman dan Alsa kembali melakukan kesalahan lagi. Berbuat tidak sopan di ruangan osis juga termasuk kesalahan.
"Alsa lo belum minta maaf ke gue!" teriak Ninda melihat kepergian Alsa begitu saja.
Ninda kesal karena lagi-lagi rencananya untuk mempermalukan Alsa di depa para anggota osis terutama Gerald gagal lagi. Tetapi sedetik kemudian dia tersenyum mengingat keputusan yang Gerald ambil untuk memanggil orang tua Alsa ke sekolah sangatlah tepat. Setidaknya gadis yang dibencinya itu mendapat catatan hitam.
"Gue mewakili Alsa minta maaf ke lo." Ucap Gerald lalu pergi dari ruangannya.
Semua anggota osis yang berada di sana ternganga dengan penuturan Gerald. Apa lagi Ninda. Dia mematung seketika mengingat ucapan Gerald yang meminta maaf kepadanya mewakili Alsa.
"A-apa ini?" gumamnya masih tidak percaya.
"Ral tungguin gue!" teriak Abim seraya berlari untuk mengejar Gerald yang sudah lebih dulu pergi.
Budayakan Like dan koment ya kalau mau cerita ini berlanjut 😉
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!