Hai...nama gue Reyhan Putra, biasa di panggil Putra. Umur gue 18 tahun, dan sekarang gue duduk di bangku SMA tepatnya di kelas 12.
Gue berasal dari keluarga yang biasa saja, tidak kaya dan juga tidak miskin. Gue memiliki 1 saudara cowok, dan gue anak kedua.
Umur gue dan kakak gue tidak terlalu jauh, hanya beda 3 tahun saja. Kami berdua terlahir dengan otak yang cukup pintar. Tapi dari kepintaran kakak Gue, dan juga ketampanannya, dia sangat populer saat di sekolah ataupun di kampusnya sekarang.
Sangking sempurnanya Kakak gue, dia sampai di beri julukan “Lelaki sempurna”. Berbeda dengan gue, yang malah di beri julukan “Sih kutu buku buruk rupa”.
Bagaimana tidak? Gue yang sama sekali tidak memperdulikan penampilan gue, dan hanya fokus dengan buku-buku saja.
Tapi jujur saja, gue memiliki satu rahasia yang sama sekali tidak di ketahui siapapun, termaksud keluarga gue.
Ya...gue adalah seorang pemimpin mafia. Gue merahasiakan diri gue yang asli, karna itu sudah menjadi tradisi sebagai seorang pemimpin mafia untuk menyembunyikan identitas asli mereka.
Gue yang memiliki 2 nama yang berbeda, 2 penampilan yang berbeda, dan 2 sifat yang sangat jauh berbeda.
Saat matahari terbit, gue adalah Reyhan Putra yang berpenampilan seperti siswa yang sangat culun, selalu menggunakan kacamata, dan selalu memegang buku di tangan kanan gue. Sikap gue tentu saja sangat pendiam, gue selalu menyendiri di perpustakaan untuk membaca buku-buku.
Tidak ada waktu untuk mengobrol degan murid lainnya, gue juga selalu di kucilkan saat di kelas. Karna gue murid yang teladan dan juga pintar, gue menjadi kesayangan para guru, dan itu membuat teman-teman sekelas gue merasa muak dengan sikap guru yang selalu memuji gue atau membandingkan diri mereka dengan gue.
Tapi, saat matahari sudah mulai tenggelam. Gue bukan lagi Reyhan Putra yang seperti orang-orang kenal. Gue memiliki nama yang diberikan oleh pemimpin mafia sebelumnya.
Nama itu adalah Marcel Anggara, Anggara sediri di ambil dari marga sang pemimpin mafia sebelumnya. Gue yang berpenampilan sebar hitam, dengan rambut yang segaja di tata berantakan, dan juga jas hitam yang cukup panjang sampai mengenai lutut ku.
Ada satu orang yang selalu menjemput gue di depan pintu rahasia yang telah dibuat 9 tahun yang lalu. Seseorang itu adalah Jordan, sang sekretaris pribadi gus.
Aku di jemput dengan mobil yang sangat mewah dan tentu saja berwarna hitam matte. Padahal, saat gue pergi ke sekolah, gue kadang berjalan kaki ataupun mengendarai sepeda sampai ke sekolah gue.
Setelah Jordan menjemput gue, kami langsung menuju markas yang memang di buat untuk berkumpulnya para mafia di seluruh negri ini.
Jujur saya, apa layak gue yang baru berumur 18 tahun, menjadi pemimpin Mafia? Tapi, beginilah hidup gue. Layak tidak layak, semua orang harus patuh terhadap perintah gue.
Jika tidak, gue berani untuk membunuh seseorang itu dan juga seluruh anggota keluarganya.
Seorang Mafia, yang selalu mengambil ahli perusahaan ternama di negri ini, menjadi pembunuh bayaran, dan juga menjual para wanita kepada pria konglomerat di Dunia ini.
Itu lah cara kami menghasilkan uang, untuk bertahan hidup bersama. Sebenarnya, walaupun kami tidak melakukan itu semua. Kami setiap bulannya, selalu mendapatkan bayaran dari para konglomerat yang telah di lindungi oleh beberapa bawahan yang gue perintahkan.
Tapi, karna gue cukup merasa bosan dengan tugas gue yang hanya berdiam diri saja dan cukup memerintah Saja. Gue akhirnya lebih memilih untuk menjadi pembunuh bayaran, walaupun bukan gue yang membunuh mereka, melainkan bawahan gue dan juga Jordan yang langsung gue perintahkan untuk menebaknya hidup-hidup.
Ya begitulah gue, sangat pendiam saat matahari menampakkan cahaya, dan mulai beraksi atau menjadi ganas saat cahaya matahari mulai memudar.
Layaknya seekor kelelawar yang tidur di siang hari, dan mulai beraksi atau mencari mangsanya saat malam hari.
Bersambung
Pagi hari, Gue yang sudah siap dengan seragam sekolah dan juga tas yang gue gendong di belakang punggung gue.
Saat gue baru saja keluar dari kamar, Ibu gue langsung berteriak memanggil nama gue.
"Reyhan!! cepat sini, sarapan dulu!!" teriaknya.
Jujur saja, sebelum gue kembali kerumah. Gue sudah lebih dulu makan di markas tepatnya di ruangan pribadi gue.
Tapi karna gue gak bisa menolak ucapan Ibu gue, gue akhirnya berjalan ke meja makan dengan terpaksa.
Saat sampai di meja makan, gue langsung duduk di kursi tepat di samping Abang gue.
"Kamu mau makan apa?" tanya Ibu.
"Roti aja, Bu." jawab Gue.
"Bukan kamu, tapi Abang mu." sahutnya.
Abang gue yang mendengar itu, hanya bisa tertawa kecil sambil mengejek gue.
"Yaudah, Reyhan ambil sendiri aja." ucap gue dan langsung mengambil sepotong roti dan juga selai coklat.
Gue pun memakan roti dengan santai. Sambil memikirkan masalah yang semalam gue perbuat.
*Kalau tau dia bawa senjata, mungkin gue bakal nyuruh Jordan langsung buat bunuh tuh orang. Bawahan gue jadi masuk rumah sakit kan, gara-gara tuh orng.* Batin gue yang mulai kesal dengan pria yang telah menempak bawahan gue.
*Awas aja ntar malam, bakal gue jual anak gadisnya.* batin gue lagi.
"Lu napa sih? kok melamun?" bisik Rizky, Abang Gue.
"Hah? gue gak papa, cuma mikirin ulangan nanti." jawab Gue.
"Gak usah di pikirin kali, lu kan selalu dapat peringkat satu. Jadi santai aja, kayak gue." balasnya.
"Ogah!! mending gue belajar, dari pada kayak lu, yang pacaran mulu."
"Yaelah, gini-gini gue selalu dapat beasiswa kan."
"Sombong amat, dah gue mau pergi." sambung gue dan sontak berdiri.
"Reyhan pamit ya, bye." ucap gue ke orang tua gue.
"Iya, hati-hati." jawab Bapak gue.
Gue yang pergi ke sekolah dengan sepeda gue, sepeda biasa dan tentu saja sama sekali gak ada keren-kerennya.
Sebenarnya, setiap gue sendirian di luar rumah. Selalu ada yang memantau gue dari jauh, dan itu adalah bawahan gue sendiri.
Mereka selalu memastikan, kalau gue selalu aman dengan penampilan gue yang berbeda ini.
Karna pesan dari pemimpin yang sebelumnya, semua bawahan gue harus mengawasi gue selama 24 jam tanpa henti.
Gue yang sama sekali gak suka dengan peraturan Tuan Anggara, jadi gue memutuskan membuat peraturan gue sendiri, yang cukup berbeda dengan peraturan sebelumnya.
Salah satu peraturan itu, adalah tidak boleh ada yang mengawasi gue, kecuali gue yang menyuruh mereka langsung mengawasi gue. Jika tidak, nyawa mereka yang menjadi bayarannya.
Setelah gue sampai di sekolah, gue langsung memarkirkan sepeda gue di parkiran sekolah.
Ada hal yang membuat gue semakin terkenal culun yaitu, gue satu-satunya yang naik sepeda ke sekolah. Semua murid rata-rata memakai motor atau pun mobil, walaupun rumah mereka sangat dekat dengan sekolah.
Saat di parkiran, selalu ada beberapa murid yang menghampiri gue dan menghina gue sekaligus menendang sepeda gue.
"Gak capek lu? kesekolah kok naik sepeda mulu. Malu dong sama Abang lu, yang selalu pakai motor keren." oceh salah satu murid yang da di hadapan gue.
Gue hanya diam saja, sambil menundukkan kepala gue. Ya, seperti itu lah gue saat ada seseorang yang selalu mengganggu gue.
"Dasar culun!" ucap murid lainnya sambil menendang sepada gue, sampai terjatuh.
Gue langsung meraihs sepeda gue, dan memberikan sepeda gue lagi, seperti sebelumnya.
"Cih!! membosankan." sambungnya dan langsung pergi dari hadapan gue.
*Memang lebih baik diam, sampai mereka bosan sendiri. Dasar anak-anak gak guna!* batin gue sambil menatap kearah murid itu dengan tajam.
Gue pun langsung berjalan menuju kelas gue dengan santai, tapi sambil menundukkan kepala gue.
Kalau gue boleh jujur, leher gue setiap hari sakit. Cuma gara-gara harus nundukin kepala mulu
Tapi beginilah hidup yang gue pilih sendiri, saat 9 tahun yang lalu. Cukup rumit, tapi membuat gue puas.
Saat gue sampai di kelas, semua murid langsung menatap gue dengan tatapan muak. Gue sama sekali gak peduli sama tatapan mereka, gue tetap berjalan dengan santai menuju meja gue yang ada tepat di depan papan tulis.
Tapi saat gue mau duduk, tiba-tiba ada yang menarik kursi gue dan alhasil gue terjatuh dengan kuat.
"Hahaha...mampus!" ucap seluruh murid yang melihat gue terjatuh.
"Sakit ya?" tanya siswa yang menarik kursi gue.
"Gak." jawab gue pelan setelah berhasil berdiri.
"Gak ya? mau di ulang lagi, gak? Mumpung gue lagi baik nih." sambunya.
"Gak, Sa-sakit..." lirih gue.
"Aduh, aduh. Jangan nangis dong." ejeknya.
*Sebelum gue nangis, tangan lu lebih dulu yang gue potong.* batin gue.
"Ngapin lu diam aja? sana ke kantin!! beliin gue minum." perintahnya.
"Minum apa?" tanya gue palan.
"Minum apa? ya lu pikir sendiri lah!! kalau perlu lu borong semua yang ada di kantin, buru!!!" teriaknya.
Tanpa membalas ucapannya, gue langsing berlari keluar kelas. Mereka yang melihat itu, hanya tertawa dengan keras dan sangat puas. Sampai-sampai tawa mereka terdengar ke luar kelas.
*Gue jadi penasaran, kalau bawahan gue liat ini gimana ya? apa mereka bakal ngebantai satu sekolah? atau ngebakar sekolah ini sekaligus isi-isinya?* batin gue sambil tersenyum miring.
Setelah beberapa menit, gue pun kembali ke kelas dengan 2 kresek yang berisi beberapa minum yang ada di kantin.
"Ini." ucap gue sambil memberikan kedua kresek itu ke siswa yang menyuruh gue tadi.
"Aduh,aduh. Makasih banget ya, repot-repot banget lu." jawabnya.
"Sama-sama." jawab gue dan langsung berbalik dan melangkah menuju meja gue.
Tapi sebelum langkah kedua gue, laki-laki itu langsung berkata. "Lu mau kemana?"
Gue langsung berbalik, dan menjawab. "Ma-mau ke meja gue."
"Siapa yang suruh? emang gue ada nyuruh lu balik ke meja lu?"
"Gak ada."
"Tolol! anjing itu harus nurut sama majikannya. Lu kan pintar, pasti lu paham kan." sahut seorang cewek yang duduk di sebelah laki-laki itu.
"I-iya." jawab gue.
Tiba-tiba saja, laki-laki itu memegang pundak gue sambil menyeringai ke gue.
"Lu itu—"
"Woi, bangsat!!" teriak seorang cewek dari arah pintu.
Kami semua sontak berbalik dan menatap cewek itu. Laki-laki yang tadinya memegang pundak gue, sontak melepaskannya dan tersenyum ke cewek itu dengan manis.
*Menjijikan.* batin gue saat melihat senyumnya.
"Ratu sekolah datang nih." ucap murid lainnya.
"Lu kenapa kesini, sayang?" tanya laki-laki itu.
"Sayang? lu bilang sayang?" sahut cewek itu yang berdiri di depan laki-laki itu.
"Bryan sang ketua basket di sekolah, yang selalu di takuti di sekolah ini. Tapi, malah ngaku-ngaku pacar gue? Lu mau gue bunuh, hah?!!" geramnya.
"Aduh, aduh. Bukannya kita udah resmi ya kemarin?"
"Resmi? pala lu resmi, mau gue tolak sekali lagi? biar pas ke 30 kalinya, gue nolak lu."
"Hey!! Jessica sang ratu sekolah, cewek tercantik di sekolah. Lu mau gue pakai, hah? mulut lu gak bisa di jaga banget."
Plak!!!
Bersambung
Suara tamparan yang sangat keras itu, mendarat tepat di pipi Bryan. Semua orang yang melihat itu, ada yang tiba-tiba berdiri dan ada juga yang sampai menjatuhkan barang-barang yang ada di tangan mereka.
Sedangkan gue? Tentu saja, hany berpura-pura terkejut dan sedikit mengeluarkan ekspresi takut.
"Mulut lu mau gue jahit, hah?!! Berani banget lu bilang kayak gitu ke gue!!" geram Jessica.
Bukannya melawan ataupun marah dengan tingkah Jessica, Bryan malah tiba-tiba menyeringai, dan sontak tertawa dengan keras.
"Kerena banget sumpah! gua makin cinta mati sama lu, hahaha..." sahut Bryan.
"Lu gila, ya? Di tampar malah ketawa, sumpah sinting banget lu! dah gue mau pergi, bye." ucap Jessica dan sontak berbalik lalu keluar dari kelas gue.
*Bener-bener cewek gila.* batin gue.
"Bubar-bubar, gak usah ngeliatin Bryan." sahut Cewek yang tadi berdiri di samping Bryan.
Semua murid langsung kembali ke mejanya masing-masing, termaksud gue. Karna cewek gila itu, gue akhirnya bisa duduk tanpa harus tunduk di hadapan Bryan lagi.
*Tapi percuma, cewek kayak dia malah semakin jelek di mata gue.* batin gue sambil tersenyum miring.
Bel sekolah pun berbunyi, guru pun masuk kelas kami dan memulai pelajaran.
Seperti biasa, gue selalu mengikuti semua pelajaran dengan baik. Tanpa ada rasa mengantuk sedikitpun, walaupun gue semalam tidak ada tidur sedikitpun, karna ada masalah saat di markas.
Gue menjalani hari-hari yang sangat membosankan di sekolah. Saat istirahat pun, tempat gue hanya di perpustakaan, sampai bel masuk lagi.
Tidak ada yang spesial di hari ini, kecuali pertengkaran Jessica dengan Bryan pagi ini. Itu pun, hanya pertengkaran kecil, yang membuatku sangat bosan.
Di pikiran gue, gue selalu ingin melihat orang-orang yang sengsara karna gue. Tapi saat siang, itu bukan hidup gue.
Setelab hari yang sangat membosankan dan juga hari yang cukup panjang untuk gue, akhirnya gu kembali kerumah dengan sepeda kesayangan gue.
*Kapan hidup gue penuh dengan drama, ya? Kalau kayak gini terus, bisa-bisa gue mati karna bosan.* batin gue.
Tapi saat di pertengahan jalan, gue tiba-tiba menerima telpon dari seseorang. Gue akhirnya berhenti, dan mengangkat telpon itu.
"Halo, ada apa?"
"Maaf mengganggu waktu anda, Tuan. Tapi ada kabar yang harus saya beritahukan sekarang."
"Kabar mendesak apa? sampai-sampai kamu mengganggu waktu ku, Jordan?"
"Dua bawahan Anda, yang ada dirumah sakit. Telah meninggal, Tuan."
"Apa?!! Bukannya tembakan yang pria itu pakai, hanya tembakan biasa saja?"
"Jenis tembakannya memang biasa tuan, tapi pelurunya bukan peluru biasa."
"Maksud mu?"
"Peluru itu berisi racun yang sangat berbahaya, dan seperti yang kita tau. Semalam, pria itu mengincar nyawa anda, bukan bawahan Anda."
"Apa kamu bercanda? Peluru beracun seperti itu sangat susah untuk di miliki."
"Saya tidak bisa menjelaskannya sekarang, Tuan. Apa anda bisa langsung datang ke markas sekarang?"
"Apa kamu ingin di bunuh, Jordan? Kamu berani sekali menyuruh ku, datang ke markas di sore hari."
"Ma-maafkan saya, Tuan. Tapi ini benar-benar darurat."
"Untuk apa aku memiliki bawahan yang sangat banyak, jika tidak berguna? Kalian ingin di bunuh, hah?!!"
"Ti-tidak, Tuan."
"Jangan banyak bicara!! kamu urus masalah itu sekarang, dan jangan lupa untuk menjemputku saat jam di tangan mu itu sudah menunjukkan pukul 18.30 kamu harus sudah ada di depan pintu."
"Jika kurang ataupun lebih, kamu pasti tau apa yang akan terjadi di markas."
"Ba-baik, Tuan."
Tanpa menjawab ucapan Jordan lagi, Gue langsung mematikan telpon itu, lalu melanjutkan perjalanan gue menuju rumah.
*Apa pria itu gila? Berani banget, ngebunuh bawahan pribadi gue. Awas aja nanti, habis lu!* batin gue yang mengayuh sepeda dengan sangat cepat, agar bisa menyingkat waktu untuk sampai di rumah.
Jika yang dibunuh bukan bawahan pribadi gue, mungkin gue gak bakal memperpanjang masalah ini.
dan lagi, bawahan gue sangat merelakan nyawa mereka, hanya untuk gue. Karna mereka semua telah mengambil sumpah, yang terkait dengan nyawa mereka.
Tapi karna bawahan pribadi gue, cukup spesial bagi gue. Karna mereka yang menemani gue selama 9 tahun, mulai dari pertama kali gue gabung dengan kelompok mafia, mereka sudah mengambil sumpah lebih dulu dari bawahan lainnya.
Berapa jumlah bawahan pribadi gue? Tidak banyak, hanya 8 orang saja. Sesuai dengan umur gue saat bertama berkabung dengan kelompok mafia.
Setelah sampai di rumah, gue langsung berjalan menuju kamar gue dengan terburu-buru.
Sekolah gue terlalu gila, masa pulangnya jam setengah 5? sampai rumah kan pas jam 5, gue cuma punya waktu 1 jam untuk istirahat.
Setelah sampai di rumah, gue langsung mengganti pakaian biasa gue. Bukan pakaian serba hitam, malah pakaian santai dengan celana pendek dan baju lengan pendek.
Penampilan gue dirumah, harus terlihat biasa saja . Tanpa dicurigai sedikitpun, dan untuk saja orang tua ku tidak terlalu mengusik privasi gue.
Tapi berbeda dengan 1 orang, yang selalu saja mengusik gue saat di rumah.
Tentu saja itu, Abang gue Rizky Putra. Sang pengganggu hidup gue saat di rumah.
Tok tok tok
"Rey!! buka!! Abang mau tidur." teriak Rizky.
"Nah kan, baru di bicarain udah datang." gumam gue.
"Lu punya kamar sendiri, bang. Gue mau tidur juga." teriak gue.
Satu kelemahan yang hanya Rizky seorang yang mengetahui itu, dan kelemahan itu bisa membuat gue bertekuk lutut di hadapan Abang gue.
"Gue bawa burger nih, yakin gak mau buka pintu?" ucap Rizky.
Ya itulah kelemahan gue, entah sejak kapan gue sangat gila dengan burger. Gue selalu bertanya-tanya sama diri gue sendiri, kenapa gue bisa suka burger? Apalagi kalau udah double cheese, gue paling gak bisa nolak itu.
Setelah mendengar kata burger, gue langsung berlari ke pintu dan membukakan Rizky pintu.
"Nah kan, di buka." ejeknya.
"Nih, khusus buat adek kesayangan gue." ucapnya sambil memberikan gue sekantong burger, lalu masuk kedalam kamar gue.
"Ingat! Lu disini cuma sampai jam 6, kalau lebih, awa lu!!" ancam Gue.
"Iya,iya. Gue ingat kali." jawabnya dan langsung berbaring di ranjang gue.
Gue pun langsung berjalan menuju meja belajar gue, setelah menutup pintu gue.
"Btw, hari lu ada yang spesial gak?" sahut Rizky.
"Gak ada, sama seperti sebelumnya." jawab gue santai sambil duduk di kursi, lalu mulai mengeluarkan burger itu dari dalam kresek.
"Yaelah, lu gak mau jadi kayak gue gitu? biar hidup lu gak bosan-bosan banget."
"Gak, makasih. Kayak gini aja, udah syukur banget."
"Lu gak niat punya pacar, gitu?" tanyanya.
Gue hanya menggelengkan pelan kepala gue, tapi pasti. Karna gue lagi mengunyah burger.
"Lu mah gak asik, padahal kalau lu gak pakai kacamata, terus rambut lu gak usah disisir segaja di culun-culunin. Pasti lu ganteng, tuh. Kayak gue."
"Gue anggap tuh pujian, makasih."
"Dasar!! gak seruh."
"Dah lah, gue mau tidur."
*Serah lu.* batin gue yang masih sibuk menikmati burger pemberian Abang gue.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!