****
Namanya Reynand Prasaja Anugrah. Namun, Ia lebih dikenal dengan nama Reynand Anugrah. Ada alasan kenapa dia tidak memakai nama Prasaja untuk nama panggungnya. Selain itu dia sengaja mempersingkat namanya supaya orang-orang lebih mudah mengingatnya dengan nama itu. Usianya sekarang 24 tahun, seorang Aktor muda berbakat yang sedang naik daun, tidak hanya itu terkadang Ia kebanjiran pekerjaan menjadi seorang bintang iklan brand ternama. Semua itu tak luput dari wajahnya yang ganteng, tubuh indahnya yang tinggi dan memiliki bakat akting yang patut diacungi jempol tentunya hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri.
Disorot kamera, lampu-lampu pemotretan yang menyala, teriakan para fans ketika mereka melihatnya itu sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Reynand. Bahkan namanya selalu menghiasi timeline seluruh media sosial yang ada, berita tentang Reynand tersebar dimana-mana dan selalu menjadi tranding topik yang hangat. Ketika kalian melakukan pencarian dengan mengetikan kata kunci Reynand Prasaja di media sosial, kalian akan menemukan banyak nama Reynand Prasaja disana, akan tetapi hanya satu akun Reynad Prasaja yang diakui yakni akun dengan centang biru √.
Reynand lebih memilih tinggal bersama kakeknya sejak kecil. Ia merupakan anak tunggal. Kedua orang tuanya telah bercerai ketika Ia baru berusia delapan tahun, Ibunya memilih untuk menikah lagi dengan laki-laki kaya dan tinggal diluar negeri sedangkan Ayahnya memilih untuk membuka bisnisnya di Singapura.
Kakeknya berniat menjodohkan dirinya dengan seorang cucu teman lamanya. Tentu saja Reynand berusaha menolak, apalagi Dia tidak tahu gadis seperti apa yang akan dijodohkan dengannya itu. Ia merasa belum siap menikah, apa lagi dengan orang yang sama sekali tidak Ia kenal. Namun sang Kakek tetap bersikeras untuk menjodohkannya, dengan berbagai cara.
****
Alifa Nayla Putri seorang gadis remaja yang kini tengah duduk dibangku sekolah menengah atas dan sekarang Ia memasuki kelas tiga SMA. Ia adalah seorang gadis polos yang sangat mengerti apa yang harus Ia lakukan saat ini, yaitu belajar untuk meraih Universitas impiannya. Usianya sekarang ini 18 tahun, beberapa temannya biasa memanggil namanya dengan sebutan Nay.
Nayla tinggal bersama Ibu dan adik yang sangat dicintainya saat ini, Ia merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Tentu saja statusnya yang merupakan anak sulung membuat Ia menjadi anak yang mandiri, terlebih lagi saat Ia kehilangan sang Ayah yang dicintainya untuk selama-lamanya dimana kala itu Ia masih berusia sepuluh tahun. Ibunya merupakan sosok wanita karir yang sangat pekerja keras, sehingga Ia dan adiknya bisa bersekolah ditempat yang bagus sampai sekarang.
Suatu hari Ia dikenalkan oleh sang Ibu dengan seorang pria yang katanya akan menjadi calon suaminya. Mendengar dirinya kan dijodohkan tentu saja membuat Nayla menolak. Ia beralasan kepada Ibunya bahwa Ia belum Ingin menikah lantaran masih sekolah dan ingin melanjutkan kuliah. Sang Ibu tetap memaksa dengan alasan bahwa Nayla pasti akan bahagia. Air matanya tak terbendung, Ia tidak bisa menolak permintaan sang Ibu yang sangat dicintainya itu. Merasa sang Ibu telah berkorban banyak terhadap Ia dan sang adik selama ini, Nayla merasa Ia pun harus membalas budi dan mungkin dengan cara ini. Menikah dengan seseorang yang sama sekali tidak Ia cintai.
°°
••
°°
••
Hai readers! selamat datang di Novel terbaruku yang berjudul “Diam-diam menikah dengan Aktor”.
Aku sangat berharap semoga nanti kalian semua suka dengan karyaku yang satu ini.
Selamat membaca!!
****
Pagi itu dirumah keluarga besar Soeseno Prasaja, rumah mewah klasik bergaya Eropa. Tampak kesibukan dirumah yang dimiliki oleh seorang pengusaha kaya tersebut. Rumah itu terlihat begitu luas, besar dan megah. Tampak beberapa asisten rumah tangga yang tengah sibuk dengan tugasnya masing-masing.
Soeseno, kala itu Ia sedang duduk sendirian diruang makan rumahnya. Terlihat dua orang aisisten tengah melayaninya menuangkan air dan menyendokkan makanan.
Tak berapa lama terdengar suara derap sepatu mendekat kearahnya. Soeseno menoleh kearah suara tersebut. Cucunya sudah datang.
Reynand menghampiri sang Kakek dan memeluknya. "Kek...."
“Lama sekali kamu datang.” Melepaskan pelukannya kemudian duduk kembali.
“Maaf kek, soalnya tadi aku agak sibuk.” Duduk berhadapan dengan sang Kakek. Kemudian ikut makan bersama.
“Hari ini kamu harus ikut Kakek buat melamar.” Berujar disela-sela kegiatan makan mereka
Reynand menghentikan aktivitasnya, Ia segera meletakkan garpunya kembali ke atas piring. Mengusap mulutnya dengan tissue dan diam sejenak berpikir. Menandakan dirinya tidak baik-baik saja mendengar ucapan kakek barusan.
Kemudian terdengar helaan nafas berat dari anak muda itu. “Kek, aku kan udah bilang, aku belum mau nikah. Aku ini masih muda kek, masih banyak hal harus aku lakuin dari pada hanya memikirkan tentang pernikahan."
Lalu suara berat kakek menimpali. “Kamu enak, usia kamu masih muda. Terus bagaimana dengan kakek? kamu tau, Kakek ini sudah tua, kakek nggak tau sampai kapan usia kakek akan bertahan. Kamu tahu bukan, sebenarnya apa alasan kakek menjodohkan kamu dengan dia."
Reynand mendengus kesal. Mendengar apa sebenarnya alasan kakek untuk menjodohkannya, sebenarnya Reynand merasa tidak enak untuk menolak. Namun, ia merasa tidak bisa menerima perjodohan dari ini. Reynand terlihat bingung harus bagaimana lagi menjelaskannya agar sang Kakek mengerti kalau dirinya benar-benar menolak dan tidak mau.
“Ini adalah janji Kakek dengan sahabat Kakek dulu. Kami ingin menikahkan anak-anak kami jika kami punya anak. Karena kami sama-sama memiliki anak perempuan janji tersebut tidak bisa kami tepati. Sekarang apa salahnya kamu menikah dengan cucu teman Kakek.”
Reynand masih bungkam, ia mengepal kedua tangannya. Nafasnya naik turun menahan kesal. Ia merasa sang Kakek terlalu memaksakan kehendak tanpa memikirkan perasaannya sedikit pun.
Mengambil air dari gelas lalu meminumnya cepat. “Sudah Kek aku mau pergi, hari ini lagi ada banyak kerjaan.” Reynand berdiri hendak pergi, ia merasa malas meladeni permintaan dari Kakeknya. Terburu-buru ia mendatangi sang kakek namun, Ia malah mendengar permintaan perjodohan secepatnya. Hal yang sama sekali tidak ingin dia dengar dan tidak ia inginkan.
“Reynand!!!!." Kakek berteriak kencang karena kepergian cucunya. Mendadak suaranya serak. Seorang asisiten rumah tangga bernama Mbok Yana bergegas mengambilkan air untuknya.
Reynand tidak menggubris, Ia tetap melangkah. Managernya sudah menunggu didalam mobil. Mengisyaratkan Reynand agar segera bergegas.
****
Saat itu dilokasi syuting, semua terlihat sibuk. Seorang make up artis saat itu tengah memoles wajah Reynand. Dari pantulan cermin terlihat Reynand masih menekuk wajahnya, rupanya perkataan sang Kakek tadi pagi masih terus menganggu dan terngiang ditelinganya.
Menikah? Hah, Kakek ada-ada aja. Gue bahkan sampai saat ini belum kepikiran sampai kesana.
Lagi-lagi Reynand mendengkus kesal.
“Oke scene berikutnya.” Seorang Asisten sutradara menepukan tangannya sekali.
Reynand berdiri dari duduknya hendak beradu akting dengan lawan mainnya. Para pemain sudah siap ditempatnya masing-masing. Tinggal menunggu arahan dari sang sutradara. Semuanya sudah bersiap tingggal menunggu arahan dari sang sutradara.
“Camera roll…. ACTION!!”
Kedua pemain sudah mulai memainkan perannya masing-masing dengan begitu professional.
“Sayang terimakasih untuk semuanya. Aku mencintaimu.” Mata sang wanita berbinar-binar menatap kekasihnya.
“Sama-sama sayang aku juga sangat mencintaimu.” Mencium kepala sang wanita. Dan berpelukan.
“Oke Cut!!”
Semua bertepuk tangan merasa puas akan akting kedua pemeran utama.
Selesai melakukan adegan tersebut Reynand kembali untuk duduk dan menuju ketempatnya. Terlihat dua orang stylish merapikan tampilannya. Dari jauh seorang wanita yang merupakan pasangannya difilm yang sedang dibintanginya itu memandang kearahnya, berusaha tersenyuman menggoda, mencoba berusaha untuk menarik perhatian dirinya. Reynand tidak menggubris, entah mengapa Ia malah menganggap wanita tersebut terlihat menggelikan.
Beberapa saat kemudian, ia adalah Dion, lebih tepatnya manager Reynand. Ia mendekat terburu-buru dan terlihat cemas.
“Rey, ada telpon. Ini soal kakek lo.” Dion menyodorkan ponsel milik Reynand.
Deg! Reynand merasakan jantungnya berdegun.
****
Reynand bergegas berlari mencari ruangan disebuah rumah sakit tersebut, terlihat Ia kebingungan celingak-celinguk. Nafasnya ngos-ngosan. Ia menggaruk kepalanya cemas.
“Rey ini dia ruangnya.” Dion yang berjarak tidak terlalu jauh dari Reynand menunjuk ruangan yang ada didepannya. Ia juga terlihat ngos-ngosan.
Reynand pun bergegas, Ia berlari langsung membuka pintu dan masuk kedalam ruangan tersebut. Ia mendadak menghentikan langkahnya saat masuk kedalam ruangan. Tubuhnya tiba-tiba lemas. Ia merasa tidak sanggup untuk melangkahkan kakinya.
Reynand berjalan lunglai menghampiri sang kakek yang tengah terbaring dengan selang infus ditangannya. Ia terus menatap dengan perasaan yang bersalah. Teringat kejadian tadi pagi kala ia mengabaikan sang Kakek yang tengah berbicara kepadanya. Reynand mendongakkan kepalanya rasanya ia ingin menangis saat itu.
“Reynand.” Sang Kakek yang sedang terbaring lemah rupanya tiba-tiba tersadar.
“Kakek!” menghampiri dan langsung menggenggam tangan sang Kakek dengan kedua tangannya.
Sang kakek tersenyum kearahnya. Mukanya terlihat pucat dan matanya sayu.
Reynand mencium tangan kakeknya berkali-kali lega sekaligus masih terselip rasa bersalah.
“Reynand minta maaf, tadi sudah kurang ajar sama kakek.” Tiba-tiba air matanya mengalir.
“Nggak apa-apa. Kamu nggak salah. Seharusnya kakek tidak memaksa kamu.” Berusaha berbicara ditengah tubuhnya yang begitu lemah.
Reynand menundukkan kepalanya dalam, entah mengapa Ia malah semakin bersalah mendengar perkataan kakeknya itu.
“Kakek hanya ingin kamu menikah dengan cucu dari sahabat karib kakek dahulu. Dulu kami sepakat untuk menjodohkan anak kami. Namun tidak bisa ,di karenakan yang lahir sama-sama perempuan.” Kakek kembali menoleh kearah Reynand tersenyum.
“Dulu kami selalu bersama dalam senang mau pun duka. Dia akan membantu kakek dikala susah begitu pun sebaliknya. Hingga akhirnya kami sama-sama menjadi orang yang berhasil.” Mata kakek nanar menerawang saat mengingat masa lalunya.
“Sejujurnya kakek masih berharap kamu akan menerima perjodohan ini. Kakek hanya ingin hubungan Kakek dengan sahabat karib Kakek dahulu tidak terputus, oleh karena itulah Kakek berniat menjodohkan kamu dengan cucunya. Walaupun kini sahabat Kakek tersebut telah tiada.” Terlihat matanya sedih mengenang sang sahabat.
Reynand terdiam beberapa saat, sampai akhirnya ia mendongak. “Baiklah kalau itu yang Kakek mau, aku akan terima perjodohan ini.” Akhirnya walaupun terpaksa, Reynand menundukkan kepalanya kembali. Sekarang ia telah menyutujui perjodohan yang diminta sang Kakek, walau hanya untuk menyenangkan hati Kakeknya untuk saat ini. Setidaknya hal ini membuat rasa bersalahnya terhadap sang Kakek sedikit menghilang.
Dia akan menikah dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai.
*
*
*
*
Hai ini novel kedua aku. semoga suka😉
****
Disebuah sekolah favorit yang ada dikota tersebut, terlihat aktivitas sekolah telah selesai sore hari itu. Semua murid-murid satu persatu keluar dari lingkungan sekolah melewati pintu pagar. Suasana sangat ramai, berisik dan berdesakan. Beberapa kali terdengar suara deru motor dan tingkah anak-anak SMA yang saling menjahili satu sama lain.
Kala itu suasana sudah sepi, semua anak hampir keseluruhan sudah meninggalkan lingkungan sekolah. Teman-teman Nayla pun sudah terlebih dahulu pulang. Tinggal Nayla seorang duduk sendirian dihalte bus sekolah. Ia tenggelam dalam lamunan, mendekap buku pelajarannya. Perkataan Ibunyanya terus terngiang-ngiang ditelinga. Membuat Ia merasa malas untuk kembali kerumah.
“Nay, nanti malam ada yang mau datang kerumah. Kamu siap-siap ya. Dandan yang cantik. Ingat kamu harus bersikap baik didepan tamu kita nanti. Sebelumnya Mami udah kasih tau kan, ada yang mau melamar kamu.”
“Mami ada-ada aja deh. Masak aku udah mau dinikahin.” Mendengus dengan kesal, suasana hatinya benar-benar suram.
Tak berapa lama seorang cowok ganteng yang mengendarai motor berhenti tepat didepan Nayla. Cowok tersebut merupakan teman sekelas Nayla. Mereka sering bersama, setiap hari Ia akan menwarkan tumpangan untuk Nayla baik saat pergi ataupun pulang sekolah.
“Nay….”
Nayla mendongak, suara tersebut mengehentikan lamunannya. Ia baru menyadari kalau yang berhenti dehadapannya itu adalah teman sekelasnya.
“Riko.” Berujar malas dengan raut wajah yang masih suram.
“Yuk naik.” Tersenyum sambil menepuk-nepuk jok motor belakang.
Nayla pun segera beranjak dari duduknya. Kemudian menghampiri Riko dan duduk menyamping di motor tersebut.
“Pegangan yang kuat nanti jatuh.”
“Em” menjawab dengan malas.
Tak berapa lama motor pun melaju. Hembusan angin sore terasa sangat dingin, menembus seragam tipis Nayla.
“Kamu kenapa?” Riko mencoba menunjukkan rasa perhatiannya disela deru motor yang sedang melaju.
“Nggak ada apa-apa.” Menjawab walaupun sebenarnya malas.
“Tapi kok mukanya ditekuk gitu.”
Pertanyaan tersebut rupanya malah membuat Nayla semakin malas untuk menjawab.
“Ya udah kalau kamu nggak mau jawab.” Riko pun mencoba untuk mengerti.
Motor terus melaju, namun tidak teralu kencang. Melintasi jalanan ramai di perkotaan. Angin kencang terus menerpa, membuat rambut panjang Nayla yang terurai melayang-layang diudara.
Tidak berapa lama akhirnya mereka pun sampai. Motor berhenti tepat didepan rumah Nayla. Nayla pun segera turun dari motor. Kemudian hendak berlalu masuk kedalam rumah. Mengabaikan Riko yang menatap penuh harap pada dirinya.
“Nay….”
Nayla menoleh.
“Hm….”
“Besok gue jemput.” Tersenyum menatap dalam.
Nayla hanya menjawab dengan anggukan. Kemudian segera berlalu meninggalkan Riko.
Riko memandangi Nayla, Ia merasa ada sesuatu dengan gadis pujaannya itu. Tidak biasanya Ia melihat Nayla dengan wajah begitu murung. Biasanya Nayla sangat ceria jika sedang bersamanya.
~
Nayla masuk kedalam rumahnya, tanpa salam. Tidak seperti biasanya, Ia akan bersemangat jika baru sampai rumah, mencari Ibunya didapur dan menghambur memeluk. Bahkan Romeo, adik laki-lakinya yang baru menginjak kelas dua SMP yang sedang duduk disofa sambil menonton serial kartun kesukaannya itu pun diabaikan. Setidaknya Nayla akan sedikit menjahili sang adik saat baru pertama bertemu setelah seharian disekolah.
“Kaak.” Romeo memanggil sang Kakak yang terlihat begitu muram dan kusam.
Nayla tidak menggubris, Ia melewati Romeo dan bergegas masuk kedalam kamarnya.
Ia menaruh sembarang tas sekolahnya. Membaringkan tubuhnya diatas kasur. Lelah, itulah yang dirasakannya saat ini. Sejenak Ia berpikir tentang perjodohan yang diminta Maminya. Memang si Maminya tidak memaksa dengan kekerasan, tetapi Nayla masih tidak bisa menerima ini semua. Menikah diusia 18 tahun saat dirinya masih kelas tiga SMA. Punya pacar saja tidak pernah ini malah disuruh menikah muda. Nayla gusar, Ia menghentak-hentakkan tangan dan kakinya dikasur.
Cklek….
“Nay.” Mami tiba-tiba membuka pintu dan masuk kedalam kamar.
Mendengar suara sang Mami, Nayla bergegas duduk. Ia menundukkan cemberut wajahnya enggan menatap Mami.
“Baru sampai ya.” Mendekat dan duduk mendekati Nayla. Mami membelai kepala Nayla, Ia tahu jika putrinya itu sedang marah padanya.
Mami menarik nafas pelan.
“Nayla, maafin Mami ya. Mami nggak bisa nolak permintaan Kakek Eno.” Masih membelai rambut Nayla.
“Ya tapi kan bisa nunggu Nayla tamat SMA kan Mi.” Nayla menyeka air matanya yang mulai mengalir tak terbendung lagi.
“Nayla masih mau kuliah Mi.” masih berusaha berucap, air mata Nayla mengalir semakin deras. Membuat wajah putihnya memerah dan sembab.
“Sayang maafkan Mami. Kakek Eno sudah tua, dia hanya ingin melihat cucunya dan kamu menikah selagi Ia masih ada.” Memeluk Nayla.
“Walupun sudah menikah, nanti kamu masih bisa kuliah kok sayang. Kamu tidak akan terkekang, kamu masih bisa bebas. Kamu masih bisa melakukan banyak hal. Mami janji.” Melepaskan pelukannya dan menyeka air mata Nayla.
Nayla hanya terdiam mendengarkan perkataan mami, air matanya masih mengalir. Walau apapun yang dikatakan Maminya, Nayla masih belum bisa menerima perjodohan ini. Namun Ia juga tidak enak menolak jika perjodohan itu adalah permintaan Maminya juga. Bagaimanapun Mami adalah pahlawan bagi Ia dan adiknya. Sedari kecil Mami mengurus serta membesarkan Nayla dan Romeo seorang diri. Nayla tidak ingin membuat Mami-nya kepikiran, Nayla tidak ingin membuat Maminya bersedih.
“Ya sudah mandi dulu gih. Usap air matanya, nanti jadi nggak cantik lagi kalau nangis terus.”
Nayla menyeka air matanya dengan kedua tangannya. Setelah itu Ia bergegas mengambil handuk dan segera pergi kekamar mandi.
“Maafkan Mami Nay, Mami nggak punya pilihan. Kakek Eno sudah banyak membantu Kakek kamu dulu.” Memandang nanar.
~
Saat itu pukul 07 malam. Nayla telah selesai mandi, Ia pun juga sudah berganti pakaian dengan baju tidur. Matanya masih merah dan sembab. Dapat terlihat jelas jika Ia habis menangis. Nayla tidak terlalu memikirkan hal tersebut, Ia segera mengambil buku pelajarannya hendak membuat tugas sekolah. Namun entah kenapa rupanya Ia tidak bisa fokus. Ia masih memikirkan kalau Ia kan segera menikah. Air matanya sudah ingin mengalir kembali, namun Nayla mencoba menahannya.
“Nggak bisa fokus belajar padahal sebentar lagi Ujian Nasional. Fokus Nay, Fokus. Nggak usah dipikirin Nay." Nayla terus menyemangati dirinya.
Nayla pun berniat keluar kamar, sepertinya Ia butuh air minum. Setelah menangis tadi ternyata membuat Ia lelah, kepalanya juga terasa pusing.
Saat membuka pintu Nayla dikejutkan dengan sang Mami yang tiba-tiba berada tepat dihadapannya.
“Eh, baru Mami mau ngajak kamu keluar kamar.”
“Kenapa memangnya Mami?”
Mami tidak menjawab Nayla, Ia malah fokus memperhatikan wajah Nayla yang masih sembab.
“Duh kok muka kamu gini sih sayang. Dandan dulu gih.” Mendorong Nayla masuk kedalam kamar.
Belum sempat nayla bertanya kembali Mami sudah memoleskan bedak tabur kewajah Nayla.
“Mmm…. Mami.” Nayla mencoba memundurkan kepalanya.
“Mami kenapa sih? Nayla nggak mau pakai bedak.”
“Kakek Eno sama cucunya udah datang. Mami kesini mau ngajak kamu keluar untuk nemuin mereka. Tapi, lihat muka kamu masih sembab begitu, nanti apa kata mereka kalu lihat muka kamu begini.”
“Ya udah dikit aja.” Ujar Nayla terlihat kesal. Kepalanya kembali dirasuki pikiran ketakutan akan segera menikah.
Beberapa saat kemudian, Mami mengajak Nayla keluar dari kamar. Diruang tamu sudah duduk Soseone bersama Reynand. Rupanya Reynand berpenampilan seadanya tidak terlalu menonjol, sehingga Ia terlihat sesuai dengan usianya.
Reynand memperhatikan Nayla yang berjalan mendekat bersama Mami-nya. Kesan pertamanya adalah, Ia melihat Nayla benar-benar seperti anak SMA pada umunya persis seperti yang diceritakan sang Kakek. Wajahnya sedikit familiar, seperti pernah bertemu tapi Ia lupa.
“Aduh maaf ya Om, nunggunya lama.” Mami duduk berhadapan dengan Kakek dan Reynand. Nayla pun juga ikut duduk disamping Mami.
“Nggak apa-apa.” Kakek tertawa renyah.
“Kamu salam dulu gih sama Kakek Eno dan Reynand.” Mami menyentuh lengan Nayla.
Nayla pun nurut menyalami Kakek. Namun saat menyalami Reynand Ia menundukkan kepalanya. Membuat Reynad yang ingin memperhatikan wajahnya terhalangi oleh rambut panjang Nayla yang terurai kedepan akibat terlalu menunduk.
“Nayla kamu sehat.” Kakek berusaha mengajak ngobrol.
Nayla tidak menjawab, Ia masih menundukkan kepalanya.
“Nay, jawab. Jangan nunduk gitu.” Mami menyenggol lengan Nayla.
“Sehat kek,” Akhirnya Nayla mengangkat kepalanya berusaha tersenyum. Namun tak lama Ia kembali menundukkan wajahnya.
Selintas Reynand dapat melihat wajah Nayla. Hidung yang bangir, matanya indah, bibirnya merah dan tipis, kulit putih dan juga mulus. Ia sering melihat wanita-wanita cantik sebelumnya. Tapi Nayla ini agak beda, seperti cantiknya sangat alami dan juga Ia terlihat polos. Sejenak Reynad terpesona dengan gadis berstatus pelajar yang akan dijodohkan dengannya itu.
*
*
*
*
*
*
*
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!