NovelToon NovelToon

MY PERFECT HUSBAND - TRUE LOVE

BAB I - AWAL DARI SEGALANYA

Suara petir menggelegar dan siap membelah langit untuk menimpa bumi malam itu hujan sangat deras, Kanaya berjalan menyusuri zebra cross. Kaki jenjangnya melangkah sepanjang jalan zebra cross itu, dengan kedua

nanar yang menderai air mata. Hujan deras dimalam itu membuat air matanya bahkan hampir tak terlihat.

Kanaya mengingat kembali kejadian beberapa jam yang lalu, "Ayah, apa yang kau lakukan?! Kenapa kau memukul ibu?!"  Kanaya memeluk tubuh ibunya yang tersungkur dilantai dengan luka lebam di kening kirinya.

"Diam! Dasar anak ******!"  Kanaya tercekat kaget, suaranya terhenti dikerongkongan membuatnya sulit untuk berkata-kata. A-anak ******?! Aku..? Aku anak ******?! Hati Kanaya begitu sakit tersayat-sayat mendengar ayah

yang sudah ia anggap seperti ayah kandungnya sendiri tega berkata seperti itu.

Sanjoyo nama ayah tiri Kanaya menyebutnya sebagai anak dari seorang wanita ******. "Ayah!

Apa maksudmu?! Jangan asal bicara." Sorot mata Kanaya begitu tajam dan membuat Sanjoyo semakin muak.

"Cih!!! Pergi kalian! Dasar ******!" Hati Kanaya begitu hancur,ia bersumpah tidak akan pernah memaafkan ayah tirinya itu.

Malam itu akan menjadi mimpi terburuk dalam hidupnya. Tak akan pernah melupakan kejadian menyakitkan itu.

Hera nama ibu Kanaya, terkulai lemas tak sadarkan diri karena mendapatkan pukulan keras dari suaminya yang ringan tangan tersebut.

Segera Kanaya membawa ibunya ke Ruamah Sakit Bunda untuk mendapatkan pertolongan pertama.

"Dokter, bagaimana keadaan ibu saya?!" Hans, nama itu tertera di bad name yang

tergantung di salah satu sisi kemeja yang dipakai dokter muda itu. Dokter muda yang tampan, stetoskop itu ia kalungkan dilehernya dengan mengenakan jubah putih yang membuatnya terlihat keren.

"Ibumu mendapatkan luka serius dibagian kepala dan harus segera di oprasi."

"Hah..!???? O-oprasi? Dokter, apakah tidak ada cara lain untuk menyelamatkan nyawa ibuku?"

Hans menggeleng, "Tidak! Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibumu ialah dengan segera melakukan oprasi. Kita tidak punya banyak waktu. Dilihat dari kondisinya ibumu hanya bisa bertahan tiga hari."

Kanaya tertunduk diam, masih memandangi ujung jari kedua kakinya dengan kedua tangannya yang mengepal erat, Kanaya mencoba untuk ttetap tenang dan tegar. "Dokter, berapa biaya oprasi ibuku?!"

"Mungkin sekitar Rp.150.000.000; Untuk lebih jelasnya kau bisa bertanya di bagian administrasi."

Terkejut mendengar betapa mahalnya biaya oprasi itu.

Lalu Kanaya melepaskan kalung dan cincin yang ia pakai, "Dokter kumohon, untuk sekarang aku hanya punya ini. Anggap ini sebagai jaminan. Aku akan berusaha mencari biaya oprasi ibuku." Kanaya meletakkan kedua perhiasan itu di tangan Dokter tersebut.

Tanpa sadar air mata Kanaya menetes membasahi kedua pipih putih mulusnya, Kanaya mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya. Mengingat hal menyakitkan seperti itu sungguh membuatnya ingin mati tetapi di dunia ini

Kanaya masih memiliki seorang ibu yang sangat menyayanginya.

Kanaya menggeleng menepuk-nepuk wajahnya, ia tidak ingin terus menerus dalam ingatan yang menyakitkan itu.

Jam sepuluh pagi Kanaya membuka ponsel flip nya dan mengecek satu per satu kontak di handphone nya itu.

"Ah! Mariana, mungkin dia bisa membantuku." Segera Kanaya menekan tombol telpon di kontak Mariana.

-Nada Sambung Pribadi-

"Halo Mari, apa kau bisa membantuku mencari pekerjaan?!

“Aku punya kenalan di club malam, apakah kau yakin ingin bekerja disana?”

"Ah iya, apapun itu asalkan gajinya besar, aku sangat membutuhkan uang. Aku butuh biaya untuk oprasi ibuku."

“Baiklah jika memang begitu, kau catat alamatnya.”

"Iya, baiklah. Aku akan pergi ke alamat yang kau sebutkan itu. Baiklah Mari terimakasih. Maaf sudah mengganggumu. Bye..!"

Usai menelpon Kanaya bergegas menuju Club Malam yang di sarankan Mariana.

Sesampainya Kanaya di club malam itu, Kanaya pun bertemu dengan seorang pria gemuk berkacamata minus yang tingginya sekitar 169 cm, dengan setelah jaz hitam di dalam ruangan manager. Diatas meja itu tertera

nama sang manager, Boy Smith.

"Oh, jadi kau orang yang di rekomendasikan Mari untuk bekerja di club ini?!"

Kanaya mengangguk, "Iya, benar. Apakah aku bisa bekerja sekarang juga?!"

Manager itu menyematkan jari jemari tangannya, Hm... Dia terlihat fresh dan polos "Baiklah, kau boleh bekerja sekarang juga. Kau bisa mengambil seragammu di ruang sebelah."

Setelah berbincang-bincang dan menyepakati gajih perbulan yang akan diterima Kanaya, Boy mengenalkannya dengan seorang kepala staff.

"Dia Jon, orang yang bertanggung jawab atas semua pekerja disini termasuk dirimu. Dia juga akan menjelaskan bagaimana dan apa saja yang harus kau lakukan selama bekerja di club ini, mengerti?!"

"Aku mengerti manager. Aku tidak akan menimbulkan masalah untuk anda dan juga club ini."

"Bagus. Tapi kau jangan sekali-sekali memanggilku manager aku tidak suka."

Raut wajah bingung namapak di wajah Kanaya, “Panggil aku mas Boy!” lanjut sang manager gemuk itu.

Kanaya mengganti pakaiannya di dalam ruang ganti, setelah mengganti pakaian Jon membawanya ke ruangan Gold VVIP, "Namamu Kanaya?"

"I-iya.." Suara Kanaya terdengar gemetar.

"Tidak perlu gugup. Ayo, tamu Gold VVIP sudah menunggu kita."

Tibalah mereka berdua di ruangan Gold VVIP, di dalam ruangan itu terdapat lima lelaki tampan bak seorang pangeran di negeri dongeng.

Ta-tampan sekali. Wajah Kanaya sesaat memerah.

"Apa kau sakit?!" Jon bertanya padanya sembari merapihkan dasi dan juga jas yang ia pakai.

Kanaya menggeleng gugup, "Ah, tidak-tidak hehe.."

"Tuan-tuan sekalian, silahkan menikmati beberapa wine terbaru kami. Kanaya, cepat tuangkan wine-wine itu digelas mereka."

"Ba-baik.." Dengan penuh rasa gugup Kanaya menuang wine itu kedalam gelas para tuan muda.

Selagi menuangkan wine itu kedalam gelas para tuan muda, salah satu di antara mereka Jordy memegang lengan kanan Kanaya dan membuatnya terkejut. "Heee... Kau orang baru disini?! Apakah kau masih perawan?!"

Hah!!! Pertanyaan macam apa itu? Dasar gila..! Sontak pertanyaan Jordy membuat Kanaya malu merah

padam. Kini wajah Kanaya benar-benar merah seperti tomat.

"Hahaha... Kenapa kau diam? Atau jangan-jangan kau sudah tidak perawan lagi yah??"

Apa yang telah dikatakan Jordy membuat suasana di ruangan itu dipenuhi gelak tawa.

"Hahahahaha...." Ketiga tuan muda itu Jordy, Seihan, Zean tertawa terbahak-bahak, terkecuali tuan muda Rendra Xing. Sebut saja Rendra, dia hanya sibuk memainkan smartphone nya dan sesekali menatap

dingin ke arah Kanaya.

Kanaya menarik lengan kanannya kembali, Kanaya berdiri tegak dan menghirup udara sebanyak mungkin dan langsung menghembuskannya dengan sekuat tenaga.

TAK!! Kanaya menjitak kepala Jordy "Dasar tidak sopan!" Kanaya segera pergi meninggalkan kelima tuan muda itu dengan ekspresi marahnya yang imut.

"Ouuwwhhh... Sakit sekali! Berani-beraninya dia menyentuh kepalaku." Jordy meringis kesakitan dan mengelus kepalanya. Lagi-lagi ketiga tuan muda itu dibuat tertawa terpingkal-pingkal karena aksi balasan Kanaya kepada Jordy. Tapi tidak bagi Rendra, dia masih sibuk dengan smartphone nya.

"Hey kau!"

Jordy menunjuk ke arah Jon, "Ah, iya saya tuan muda.." Bentakan itu membuatnya berkeringat dingin.

"Kenapa diam, beri dia pelajaran!"

"Ma-maafkan saya tuan muda Jordy, saya akan memberikan teguran padanya, saya permisi dulu."

"Hm!" Jordy menekuk telapak tangan kanannya kebawah dan memaju mundurkannya, "Shuh.. shuh.."

Zean menyipitkan kedua matanya dan melirik ke arah Rendra, dengan segera Zean merampas smartphone itu dari tangan Rendra.

"Shit! Apa yang kau lakukan, kembalikan!" Rendra mendengus kesal.

"Haaah???? Kita datang kemari untuk bersenang-senang, tapi kau malah sibuk dengan smartphone mu ini."

"Benar.." Seihan membenarkan pernyataan Zean. "Sudah, lupakan saja Viona dia sudah bertunangan dengan pewaris group Leng." Zean melanjutkan kalimatnya.

"Hm.. Benar, Mendapatkan pacar baru bagi tuan muda Rendra tidaklah susah. Kau harus membalasnya." Jordy meyakinkan Rendra agar tidak  terus-terusan larut dalam kesedihannya.

"Apa maksud kalian?!" Rendra mulai menunjukkan rasa ketidak sukaannya terhadap ke empat sahabatnya itu.

"Ya ampun. Rendra, kau lihat gadis yang barusan? Kenapa kau tidak mengencaninya saja dan buat Viona menyesal karena telah meninggalkanmu." Roy melanjutkan kalimatnya.

Rendra beranjak berdiri dari sofa tempat yang ia duduki dengan nyaman dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana biru yang ia kenakan dengan gayanya yang cool dan perfect.

Tanpa sepatah katapun Rendra menatap tajam ke arah mereka berempat lalu pergi begitu saja.

Pukul 23.00 malam waktunya Kanaya pulang setelah bekerja di club malam hampir tiga belas jam lamanya. "Oh tidak, tadi itu taxi terakhir. Bagaimana ini? Aku harus segera sampai ke Rumah Sakit."

Kanaya mondar mandir sedari tadi berharap ada taxi lainnya yang datang, jam hampir menunjukkan pukul 00.00, Kanaya semakin panik.

Brrmmm... Brrmmm... Kanaya mendengar suara mobil keluar dari dalam area parkir. Tanpa berfikir panjang Kanaya mempercepat langkah kakinya menuju mobil itu.

"Tunggu!!" Kanaya membentangkan kedua tangannya.

Pemilik mobil BMW berwarna merah itu merasa kesal dengan tindakan Kanaya. Tiin.. Tiin.. Tiin.. Klakson mobil itu terus di bunyikan. Kanaya berjalan lebih cepat dan mengetuk kaca pintu mobil. "Tuan ku mohon bantu aku..!" Kanaya memohon dengan suara iba.

Pemilik mobil yang memakai kacamata hitam itupun menurunkan kaca jendela mobilnya, "Kau tidak berhak memohon padaku!"

Kanaya terkejut mendengar jawaban itu, "Hah!? Aku tidak akan menumpang dengan gratis, aku pasti aka membayarnya. Aku harus segera sampai ke Rumah Sakit ibuku sedang sakit keras."

"Lalu?? Apakah ibumu itu ada hubungannya denganku?" Pria itu menaikkan alis sebelah kirinya, "Tidak kan?! Jadi

sekarang juga kau menyingkir!" Pria itu melanjutkan kalimatnya dengan sangat menohok dan menaikkan kaca jendela mobilnya.

"Oh my god, (Kanaya memegang kepala dengan kedua tangannya sesaat ia menjadi shock) aku pasti gila karena sudah bertemu dengan pria egois sepertimu! Pergi saja sana semoga ban mobilmu meledaaaak!"

Brrm.. Brrm.. Mobil itu melaju dengan kencang. Ah, Tidak, bagaimana ini?! Seharusnya aku bisa menahan perkataanku dan tetap memintanya mengantarku ke Rumah Sakit. Bodoh! Kanaya menunduk lesu.

Namun tak lama kemudian Kanaya mendengar suara mobil mendekat ke arahnya, "Ah, mobil itu

lagi. Kenapa dia kembali?"

BMW merah itu menepi dipinggir jalan, dan pria didalam mobil itu membunyikan klakson sebanyak tiga kali. Karena Kanaya gadis yang polos ia pun sama sekali tidak faham apa maksdunya. Pria itu semakin kesal

dibuatnya, dan langsung membunyikan klakson mobil dengan  Sangat panjang, TIIINN..!!!

"Gadis bodoh! Cepat masuk ke mobil!" Pria itu berteriak dari dalam mobil dan memanggil Kanaya dengan sebutan -Gadis Bodoh-.

Di dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit, Kanaya yang berada di dalam mobil BMW itu hanya terduduk diam memandangi jalan yang ada di depannya. Suasana yang sangat hening dan canggung. "Namamu..?"

"Kanaya Olivia Putri, panggil saja aku  Kanaya. Kau?!"

"Rendra Xing. Tadi kau mengatakan tidak akan menumpang dengan gratis bukan?"

Kanaya mengganggukkan kepalanya, "Iya. Berapapun akan ku bayar uang bensinnya."

"Bodoh! Simpan saja uangmu, aku tidak butuh!"

"Lalu?!"

Dengan lantang Rendra mengatakan "Jadilah pacarku!"

"APA!!!!" Kanaya terkejut membelalakan kedua matanya. Suara teriakan Kanaya membuat telinga

Rendra sakit. Ciiiiiittttt!!! Suara decitan ban mobil yang mendadak di rem, "Gadis bodoh! Tidak bisakah kau mengecilkan suaramu!!"

"Ma-maaf, tapi yang kau katakan barusan itu, aku  emmh aku, ma-maksduku aku."

"Berisik!!" Kiss, Rendra mencium bibir Kanaya dengan kasar.

BAB II - KESEPAKATAN

Bugh!!! Kanaya jatuh dari sofa tempat ia tidur di ruang Delima

Rumah Sakit Bunda. "Ish... Sakitnya, aw.." Kanaya mengingat-ingat kembali apa yang telah terjadi

semalam.

"Jadi pacarku dan kau akan mendapatkan

royalti. Tidak akan ada satupun yang rugi di

antara kita."

"Ro-Royalti?!"Kanaya masih shock mendengar permintaan lelaki yang

baru saja dikenalnya itu terlebih lagi menjadi pacarnya akan mendapatkan

royalti.

Kanaya menunduk memperhatikan kedua kakinya

yang gemetaran "Be-berapa royalti

yang akan ku dapatkan?!"

"Rp.50.000.000; per bulan." Dengan santai Rendra menjawab

pertanyaanya.

Haaaaaaah???? Li-lima puluh juutaaa!

Kanaya masih tak percaya dan  terus menerus menggelengkan kepalanya dan

menepuk-nepuk kedua pipinya.

"Kenapa? Kau tidak mau jadi pacarku? Atau

nominalnya kurang?” Rendra menatap Kanaya dan kembali menyetir mobil dan memfokuskan pandangannya kedepan.

 

 

Kanaya menggeleng, "Tidak, tidak, tidak, bukan

begitu."

Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya, entah demi

apapun siapa yang mau memberinya keuntungun dua kali  lipat seperti itu.

"Jadi? Kita sepakat?!" Rendra meyakinkan

Kanaya.

 

 

"Emh...(Kanaya mengangguk) I-iya

aku mau. Tapi, tapi bisakah aku mengmbil Royaktiku untuk tiga bulan kedepan?

Aku sangat memerlukannya."

 

Wanita dimanapun selalu sama, hanya ingin uang dan hartaku! Rendra menghela nafas panjang. Apa

yang Kanaya katakan barusan membuat Rendra berfikiran negative padanya. "Hei, kau bahkan belum sehari

menjadi pacarku."

 

 

"Kumohon!" Kanaya memelas dengan penuh iba,Rendra kembali menghela nafas

sembari menyetir mobil.

"Baiklah akan ku transfer ke

rekeningmu."

***

Siang itu Rendra mengirimi pesan singkat pada

Kanaya dan membuyarkan ingatan indahnya itu.

"Jam tiga sore datanglah ke hotel Delux, kita

akan menandatangani kontrak."

Jam tiga? Kenapa juga harus dihotel.

Setelah menempuh satu setengah jam perjalanan dari rumah sakit ke Hotel Delux, Kanaya

tiba tepat waktu ditempat mereka janjian. Waaah,

mewah sekali hotelnya design nya juga sangat mengagumkan.

Setelah menunggu setengah jam di lobi hotel, Ini sudah jam setengah empat kemana dia?

Menyuruhku datang tepat wakutu tapi dia sendiri  malah terlambat.

 Sore itu Rendra menggunakan setelan jaz biru dipadukan kemeja

putih dan juga dasi biru membuatnya semakin tampan, "Kau sudah

datang..?!"

Suara lelaki yang tak asing itu menyapanya dari belakang, "Kau terlambat."

Lanjutnya.

"Aku datang lebih awal." Rendra membuat Kanaya kesal tetapi apa boleh

buat Kanaya tidak ingin membuatnya kesal, bagaimanapun juga dia telah

memberikan royalti tiga bulannya.

Kanaya mengela nafas, "Baiklah,

maafkan aku karena datang terlambat. Mana kontrak yang harus  ku tanda

tangani."

"Ayo, kita keruanganku."

Ruangannya?

Ja-jadi hotel ini miliknya.

 Berada didalam ruangan CEO membuat kanaya tertegun sesaat setiap sudut ruangan itu ia perhatikan sungguh mewah sekali. Kanaya dan Rendra duduk berhadapan dengan sebuah meja kaca yang menjadi pembatas di antara mereka.

 

Rendra memeberikannya kontrak  tertulis dimana di dalam kontrak itu terdapat

100 point yang tidak boleh dilanggar.

"Kenapa point nya banyak sekali? Kau ingin menjebakku."

 

Rendra menggeleng , " Lou, jelaskan padanya."

 

"Baik tuan muda."Lou berjalan mendekati Kanaya,

"Nona, kami membuat kontrak itu dengan mempertimbangkan semua kondisi anda, tuan muda memberikan

anda banyak keuntungan. 100 point saya rasa itu bukanlah masalah besar." Lanjutnya.

Lou sekretaris Rendramenjelaskan panjang lebar

mengenai isi kontrak itu, "Ya baiklah aku akan tanda tangani kontrak ini, beri aku pulpen."

Setelah selesai menandatangani kontrak itu

Rendra memberikan sebuah undangan party.

"Apa ini?!"

"Dilihat saja bukannya itu sudah jelas

sebuah undangan. Buka."

Kanaya membuka undangan itu, "Pesta pertunangan Jordy?! Siapa

Jordy?"

"Kau akan tahu setelah kita datang. Lou

aku ingin dia tampil berbeda dari wanita manapun."

"Baik tuan muda, saya akan mengatur segala

sesuatunya untuk anda."

Usai menandatangi kontrak itu Kanaya bergegas

menuju Rumah Sakit dan bertemu dengan Hans dokter yang akan mengoprasi ibunya. "Dokter kapan

ibu saya akan di oprasi? Aku sudah menyiapkan uangnya."

"Oprasi akan kita lakukan besok pagi."

"Benarkah? Syukurlah." Ibu, kau pasti akan sembuh. Kanaya mengelus dadanya dengan mata berkaca-kaca.

Jadwal oprasipun telah ditetapkan, Kanaya masih mondar-mandir

sedari tadi di depan ruangan oprasi. Terlihat jelas wajah gugupnya itu. Tiga

jam setelahnya pintu oprasi itupun akhirnya terbuka, Kanaya tertegun melihat

ibu nya yang masih tidak sadarkan diri dengan selang oxygen yang berada di

hidungnya.

 “Tidak perlu cemas, oprasinya berhasil.” Ucap Hans kepada

Kanaya sembari memegang pundaknya.

Mendengar kabar baik itu Kanaya menghela nafas lega. Setelah

memastikan ibunya baik-baik saja Kanaya segera meluncur ke sebuah boutique elit

di kota itu.

 Lou menjemput Kanaya di rumah sakit dan menemaninya ke boutique. Di dalam mobil

mereka berbincang-bincang ramah, “Nona ambil ini.” Lou memberinya sebuah kartu

kredit tanpa batas, Kanaya bisa menggunakan kartu itu untuk berbelanja

sepuasnya ataupun membeli apa saja yang ia inginkan tanpa batas.

“Kartu kredit tanpa limit? Apakah itu tidak berlebihan?”Jari telunjuk Kanaya menunjuk ke arah kartu kredit yang masih ada di tangan Lou.

Lou tersenyum ramah padanya “Nona tidak perlu khawatir, meskipun Nona membeli gnung

emas sekalipun harta tuan muda tidak akan pernah habis.”

Satu jam menempuh perjalanan dari rumah sakit ke boutique pun akhirnya mereka sampai

juga, tepat didepan mobil yang Kanaya tumpangi sebuah papan nama bertuliskan Boutique Clatch Queen menyambutnya.

 “Saya akan menunggu di dalam mobil, nona tidak masalahkan jika belanja sendirian?”

 “Iya, tidak apa-apa. Aku pergi dulu.” Kanaya mendorong pintu yang bertuliskan PUSH itu dan masuk kedalam boutique. Koleksi pakaian yang di jual benar-benar elegan dan mahal. Melihat sepatu pesta berhiaskan blink-blink silver yang di bandrol harga Rp.1.500.000; itu membuatnya terkejut setengah mati.

 

Puas melihat koleksi sepatu Kanaya beranjak ke deretan dress. "Wah, dress ini bagus

sekali." Kanaya terpesona saat melihat dress biru itu.

 

"Sayang, aku mau dress biru itu."

Seorang wanita cantik dengan rambut panjang

sepundak menginginkan dress yang sama seperti Kanaya.

Kanaya mengambil dress biru itu terlebih dahulu, "Maaf ya nona, aku duluan yang melihat dress ini."

"Apa!! Sayang aku hanya ingin dress biru itu. Aku tidak ingin dress yang lain."

Wanita itu bergelayut manja pada kekasihnya,

"Nona, maaf bisakah kau memberikan dress itu kepada pacarku?!"

"Tidak.

Aku yang terlebih dahulu melihatnya." Kanaya menolak untuk memberikan dress itu padanya.

Keributan kecilpun terjadi,mendengar keributan itu Sandra pemilik boutique keluar dari

ruangannya. "Cukup! Apa yang telah kalian

lakukan sudah mengganggu kenyamanan pelanggan lainnya.”

 Lina    nama wanita cantik yang memperebutkan dress itu dengan Kanaya, mereka

bertiga dibawa masuk keruangan Sandra agar tidak mengganggu kenyamanan pembeli lainnya.

 

 

"Nona-nona bisakah kalian menjelaskan apa

yang terjadi? Kenapa kalian berdua membuat keributan disini?!"

Kanaya dan Lina menjelaskan kronologi kejadian

itu dengan versi mereka masing-masing, “Kalian ini, siapa yang benar sih?

Penjelasan kalian sama sekali berbeda.”

Dengan sombong Lina membangga-banggakan status

pacarnya itu, “Aku ingin dress itu berapapun harganya, apa kau tidak tahu?

Pacarku ini cucu kesayangan tuan El. Kau pasti tahu dengan sangat baik siapa

itu tuan El kan?”

 Kanaya terpancing dan menjadi tidak mau kalah dengan status pacar yang

seperti itu “Hm, jangan sombong dulu kau

nona. Aku memang tidak tahu siapa itu tuan El, tapi akan kupastikan jika kau

mengenal Rendra Xing.”

“Apa?” Pemilik boutique itu tak percaya seorang

gadis biasa seperti Kanaya bisa mengenal Rendra, “Kau, Kau siapanya tuan muda

Rendra? Dan lagi kau hanya menyebut nama lengkapnya tanpa kalimat penghormatan

terhadapnya.”

“Hah! Dia tidak butuh itu dariku, aku yakin kau tidak ingin

tahu aku ini siapanya Rendra, tapi karena kau bertanya baiklah aku sama sekali

tidak keberatan untuk memberitahumu. Aku Kanaya pacar Rendra.” Kanaya meletakkan kelima jarinya di atas

dadanya sendiri dengan bangga.

  Manager itu sontak tekejut, Hah? Pa-pacar tuan muda Rendra, matilah aku “Baiklah, sudah

diputuskan dress ini milikmu nona Kanaya.”

Mendengar hal itu Lina sangat marah dan

menggebrak meja, “Mana bisa begitu, sayang kenapa kau diam saja?”

“Emh, ya soalnya kalau sudah berhubungan dengan

Rendra Xing itu membuat bulu kudukku merinding. Sayang kita cari yang lainnya

saja ya, apapun itu akan aku belikan.”

 

“Hah! Dasar pengecut.” Tapi tidak kusangka seorang tuan muda Excel sepertimu masih tidak bisa

berkutik dengan orang yang bernama Rendra Xing, sebenarnya siapa sih dia? Aku

jadi penasaran. Sial!

 

Selesai membeli dress dan sepatu pesta Kanaya

dan Lou melanjutkan perjalanan mereka ke sebuah salon yang juga tak kalah

elitnya di kota itu.

 Salah satu karyawan disalon itu meminta Kanaya

untuk masuk kesebuah ruangan untuk mencuci rambutnya terlebih dahulu.

Merekapun mengobrol dengan ramah,

ditengah-tengah obrolan itu ponsel Kanaya berdering, panggilan

masuk dari kekasih kontraknya Rendra “Hallo,

aku sedang bersiap-siap.”

 “Ingat, jangan sampai terlambat!”

“Ya tenang saja

sekretarismu melakukan tugasnya dengan baik. Jadi aku tidak akan terlambat, nanti

ku hubungi lagi, mereka mau make over padaku.”

Setelah satu jam di make over oleh tangan professional, “Wah, cantik sekali kulit

wajahmu juga sangat bersih kau pasti melakukan perawatan mahal.”

“Mana ada, aku hanya

rutin menggunakan skincare pagi dan malam, memakai minyak zaitun diwajahku dan

setiap malam sebelum tidur aku selalu menggunakan aloevera gel hanya itu saja.”

“Benarkah?”

Perias itu terkagum-kagum dengan kecantikan Kanaya.

 Lou dibuat pangling dengan penampilan Kanaya di sore itu, Kanaya benar-benar tampil

cantik dengan tubuh berbalut dress biru dan sepatu pesta yang berhiaskan

blink-blink silver.

 

Mendapatkan pandangan seperti itu membuat Kanaya tersipu malu.

“Pestanya akan segera dimulai.” Kanaya hanya diam dan mengangguk.

 Dan sampailah mereka di Villa mewah milik keluarga Jordy. Lou membukakan pintu

mobil dan memberinya uluran tangan.

“Sekretaris Lou

bagaimana menurutmu penampilanku? Aku sangat gugup.”

“Nona anda tidak perlu khawatir, malam ini anda sangat cantik.” Lou dan Kanaya pun

tiba di ruang utama acara pertunangan itu.

“Rendra.” Sesaat Rendra dibuat terkesan dengan penampilan Kanaya yang menggunakan dress biru sepatu

pesta berhiaskan blink-blink silver dengan rambut yang di curly riasan makeup

yang sangat cantik membuatnya mendapatkan perhatian dari seoang Rendra Xing.

Rendra melirikkan matanya ke arah Lou dan memberinya isyarat untuk segera pergi, “Nona

saya permisi dulu masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan.”

Rendra mendekati Kanaya dan memulai perbincangan. “Kau tidak perlu membawa hadiah.”

“Mana bisa begitu, bukankah ini acara yang penting.” Banyak sekali tamu undangannya, dilihat dari

manapun mereka semua benar-benar dari kelas elit.

Kanaya tak ada hentinya menatap tuan muda yang menjadi kekasih konraknya itu, di pesta

elit ini Rendra mengenakan jas putih dan kemeja biru dengan tampilan yang cassual

nan elegan membuatnya semakin banyak mendapatkan perhatian dari pasang mata

yang hadir pada pesta itu. Tampan sekali.

 

MC memulai acara pertunangan itu, semua tamu pada malam itu menikmati jamuan

mewah.

“Selamat ya Jordy.” Seseorang menyebut nama Jordy dan membuat Kanaya penasaran siapa itu

Jordy? Perlahan Kanaya melangkahkan kakinya mengikuti pria itu. Kanaya terkejut

saat mengetahui siapa itu Jordy. Jordy menatap kearah kanaya, “Oh hai, kau

datang juga. Salam kenal.”

“Hah!!! Jadi kau yang bernama Jordy?”

Tanpa merasa bersalah Jordy mengulurkan tangannya dan mengajak Kanaya berkenalan “Ya,

aku Jor –“

BUGH!!

Kanaya menginjak kaki Jordy dengan highheels 5 sentimeternya itu. Jordy tak

kuasa menahan rasa sakit itu dan hanya mampu menggembungkan kedua pipinya

sembari menahan sakit. Karena tak mungkin ia akan berteriak di acara semegah

itu.

“Ka– kau, aku akan memberimu pelajaran.” Jordy memegang tangan kiri Kanaya.

“Hm, rasakan itu dasar mesum.”

 “Jangan menyentuhnya!” Rendra datang menengahi mereka berdua.

“Tak ku sangka kau akan datang dengannya.” Jordy merapihkan jaz yang ia pakai

“Perempuan, Kau masih dendam padaku?! Aku minta maaf soal waktu itu.”

“Hmph!!”Kanaya memalingkan wajahnya “Permintaan

maafmu tidak tulus dan namaku Kanaya jangan memanggilku perempuan.”

“Kau!”

Tak lama kemudian ke tiga tuan muda lainnya dan Miranda tunangan Jordy datang

berkumpul dengan mereka. Malam itu mereka menghabiskan waktu bersama, canda

tawa menyelimuti mereka dimalam itu.

BAB III - KENCAN PERTAMA

Malam minggu, Kanaya sedang disibukkan dengan kencan pertamanya, ia sibuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan.

Setelah selesai memilih pakaian, Kanaya mulai merias wajahnya, sembari menatap cermin Apakah ini benar? Meskipun aku hanya kekasih kontraknya saja tapi apakah ini memang dibenarkan? Kencan berdua seperti ini.

Dilain tempat Lou telah selesai mengatur tempat kencan Kanaya dan Rendra, semua harus berjalan dengan baik tidak boleh ada keslahan sedikitpun.

Kanaya menunggu taxi lewat didepan rumahnya sembari melihat jam di tangan kirinya. “Taxi.. Taman kerinduan ya mang.”

“Beres neng.”

Setelah sampai di taman Kanaya mencari sosok pria yang menjadi kekasihnya itu. Dari kejauhan seorang pria tampan mengangkat tangan dengan ketinggian setengah tangannya dan memaju mundurkan tangannya, “Kemari.”

Kanayapun berlari menuju tempat Rendra.

“Ku kira kau tidak akan kencan ditempat ramai seperti ini.”

“Kanaya, jangan berfikir yang tidak-tidak.”

Mereka berduapun duduk disebuah kursi taman berwarna putih, “Aku haus.” Kanaya sama sekali tidak menggubrisnya karena ia fikir Rendra akan mengajaknya untuk menikmati segelas jus dan semacamnya.

“Kau tidak dengar?”

“Ah, apa? Kalau kau haus beli saja sendiri.”

“Kau ingin melanggar kontrak kita.” Rendra menyenderkan pundaknya di dinding kursi putih itu.

Kanaya menepuk jidatnya sendiri sembari menggeleng Aku pasti sudah gila karena setuju menandatangi kontrak itu.

“Aku haus.” Rendra memegangi lehernya.

“Ya, ya, aku akan membelikanmu minuman.”

“Tidak disini, tapi disebrang jalan sana.” Rendra menunjuk minimarket yang ada di sebrang jalan taman tersebut.

“APA!!!” Kanaya mendengus kesal.

Kencan pertama Kanaya sama sekali tidak berkesan, apanya yang kencan ini malah lebih mirip menjadi pembantu tuan muda itu.

“Lama sekali, aku menyuruhmu membelikan minuman tapi begini saja kau lamban.”

Kanaya mengelus dadanya dan mengehela nafas pelan, “Tuan muda maafkan aku karena telah membuatmu menunggu.”

Rendra menaikkan satu ujung bibirnya dan membentuk setengah senyuman, Kencan denganku tidak akan semudah yang kau bayangkan.

Rendra mendongakkan kepalanya keatas, “Aku lapar.”

“Apa? Kau baru saja menghabiskan tiga bungkus roti kan?”

“Lalu?” Rendra melipat kedua lengannya di depan dada bidangnya itu.

“Baiklah, baiklah, akan kubelikan makanan.”

Kanaya mencari makanan kesana kemari tapi tak kunjung menemukan makanan. Krucuk krucuk kampung tengah Kanaya mulai berdemo. Ia sibuk mengurusi makan dan minum pacarnya namun Kanaya lupa dengan perutnya sendiri.

“Kencan, kencan apanya yang KENCAAAAAAAAAAANNNNNN!!!!!” Karena emosi tanpa sadar Kanaya berteriak dan membuat orang-orang disekitarnya memperhatikan dirinya.

Setelah berhasil mendapatkan nasi goreng Kanaya segera kembali ketempat Rendra menunggu.

Huh, huh..!! Nafas Kanaya tersengal-sengal.

“Lambat, aku sudah tidak mau makan lagi.”

Setelah susah payah Kanaya mencari makanan dan saat ia kembali membawa makanan dengan mudahnya Rendra berkata seperti itu.

Kanaya segera mengatur nafasnya dengan baik, “KAU!!” Darah di ubun-ubun Kanaya mulai mendidih dan Kanayapun mengepalkan kedua tangannya dengan erat dan siap membombardir pria gila yang ada di depannya itu.

“Kau saja yang makan, aku sudah tidak lapar.” Rendra memalingkan wajahnya kearah lain.

“Hah?” Sejenak Kanaya terdiam bingung.

“Kalau kau tidak mau makan buang saja makanan itu.” Rendra beranjak berdiri dan mengambil bungkusan makanan itu dan hendak membuangnya.

“Ah tidak! Aku akan memakannya.”

“Bagus.” Sembari menikmati makanan itu Kanaya masih bingung, seolah-olah Rendra tahu jika dirinya belum menyantap makanan sedikitpun. Bola mata Kanaya mendapati pria yang ada di depannya itu sedang memegang smartphone nya dan ‘cekrek’.

“Uhuk.. Uhuk..” Kanaya terkejut setelah mendapati pacarnya itu yang tiba-tiba mengambil foto candid nya.

“Kau tersedak. Minum.” Rendra memberinya botol minuman.

Minum dari botol yang sama? Bukankah ini jauh lebih dari romantis, kyaa~~

“Tidak mau minum?” Rendra mengerutkan kening.

Kanaya mengangguk, “Mau, mau tentu saja aku mau minum.” Buru-buru Kanaya mengambil botol minuman itu.

“Jangan dihabiskan!” Tanpa rasa berdosa Rendra mengatakan hal itu.

“Eh, kok airnya sama sekali tidak keluar?” Kanaya menggoncang-goncangkan botol minuman itu kebawah, “Loh, kok Kosong?”

Dengan kekonyolannya itu membut Rendra tertawa terbahak-bahak dan meninggalkan Kanaya sendirian.

“Idiot!” Rendra terkekeh melihat kekonyolan Kanaya. Emosi Kanaya memuncak ia tak bisa lagi mengukur batas kesabarannya, “ARGH!!!! BRENGSEK KAU RENDRA! AKU AKAN MEMBALASMU SEPULU KALI LIPAT!!!”

Pagipun tiba, Miranda menganjak Kanaya untuk menikmati secangkir kopi di coffe lentera, “Bagaimana kencanmu? Apakah berkesan?”

“Apanya yang berkesan, dia pasti sudah gila.”

Kanaya menceritakan kronologi tak mengenakan itu.

“Hahaha...” Miranda menyeka air matanya, menurutnya kencan mereka berdua sungguh lucu. Terlebih lagi Rendra tak pernah sekalipun memperlakukan kekasihnya yang dulu seperti itu.

“Kenapa tertawa?”

“Ya, soalnya aku belum pernah melihat Rendra seperti itu. Kurasa ini adalah kencan pertama yang mengagumkan untuknya.”

“Apanya yang mengagumkan?”

Jordy dan Rendra memarkinkan mobil di area parkir coffe lentera.

“Kenapa kau juga ada disini.”

“Jordy, apakah aku masih harus menjawab pertanyaan konyolmu itu.”

Dua lelaki tampan itu memasuki coffe dan duduk bersebalahan dengan Kanaya dan Miranda.

“Kalian sudah datang.” Sapa Miranda kepada dua lelaki itu

“Ada perlu apa memanggilku kemari? Aku tidak punya waktu yang cukup untuk meluangkannya meskipun sedikit.” Seperti biasa jawaban Rendra selalu ketus.

--- Berbincang-bincang---

“Hm, liburan? Kenapa tidak.” Rendra langsung menyetujui rencana liburan itu begitu saja.

Miranda dan Jordy sedikit tercengang karena menurut mereka tidak mudah untuk mengajak tuan muda itu berlibur. Sesaat bulu kuduk Kanaya merinding, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Rendra.

Kanaya meneguk minuman terakhirnya itu dan segera berpamitan. “Semuanya aku pergi dulu, hari ini ibuku keluar dari Rumah Sakit jadi aku harus bergegas kesana.”

“Aku akan mengantarmu ke Rumah Sakit.” Rendra bangkit dari duduknya dan menggandeng Kanaya menuju mobil.

Setelah beberapa menit meninggalkan cpffe Rendra menghentikan mobilnya ditengah perjalanan menuju ke Rumah Sakit, “Turun.”

“Hah? Kenapa menyuruhku turun. Kita bahkan belum sampai ke tempat tujuan.”

Dengan tegas Rendra mengulangi kalimatnya, “Turun!”

Kanaya menghela nafas dengan cepat, “OK!” Dengan penuh amarah Kanaya menutup pintu mobil itu dengan sekuat tenaga. BANG!!

Rendra menurunkan Kanaya ditengah jalan dan pergi meninggalkannya begitu saja.

Brrm..Brrm.. Mobil itu nelaju kencang.

“Awas saja kau, aku benar-benar akan membalasmu!”

Setengah jam menyusuri jalan dibawah terik matahari peluh membasahi wajah Kanaya, sesekali Kanaya mengusap wajahnya yang berkeringat. “Awas saja kau, suatu hari nanti aku pasti akan membalasmu. Lihat saja.”

Tiin.. Tiin.. Dari kejauhan terdengar suara motor yang bergerombolan. Suara kenalpot itu membuat bising ditelinga.

GME (Geng Motor Elang) itupun semakin mendekat lambat laun merekapun bertemu dengan Kanaya dan sesekali menggoda wanita malang itu.

“Nona, butuh tumpangan?” Tanya salah seorang anak geng motor itu.

“Swit, swit.” Ada juga yang menggoda Kanaya dengan siulan. Meskipun mendapat godaan seperti itu Kanaya sama sekali tidak takut dan juga tidak menggubris mereka.

“Hey nona cantik kau sudah pacar belum? Bagaimana jika kita menikah? Seorang anggota geng motor yang mengenakan kalung tengkorak, tiga tindikan ditelinga kanan dan lima tindikan ditelinga kiri itu mengajak Kanaya untuk menikah.

Mendapatkan godaan bertubi-tubi seperti itu Kanaya sudah tidak mampu lagi menahan rasa sabarnya.

“Tidak, pergi sana!” Setengah berteriak Kanaya mengusir geng motor itu.

“Uh, judes sekali nanti cepat tua loh.”

“Berisik!”

Hari yang penuh tantangan itu tak akan pernah Kanaya lupakan, akan selalu terimpan di memorinya dengan baik hingga tiba waktunya untuk membalas semua perbuatan Rendra.

Dengan penuh perjuangan akhirnya Kanaya pun sampai juga di rumah sakit. Kanaya berlari menyusuri lorong rumah sakit itu dan sampailah di depan pintu ruangan delima yang bertuliskan nomor 302.

Kanaya menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan pelan lalu membuka pintu ruangan kamar itu.

“Ibu maaf aku terlambaaaat, (terkejut) eh kau? Kenapa bisa disini...?!”

Betapa terkejutnya Kanaya saat melihat Rendra ada dialam ruangan itu. “Sayang, kenapa tidak bilang kalau kau sudah punya pacar? Pacarmu membelikan ibu buah kesukaan ibu loh.”

Kanaya berjalan cepat mendekati ibunya, “Ibu janga tertipu, dia itu licik!”

“Benarkah? Tapi sepertinya tidak hehehe..”

“Ibuuu....” Ibuku bahkan tergila-gila padanya.

Rendra berdehem untuk megalihkan obrolan anak dan ibu itu, “aku datang kemari untuk menjemput ibumu.”

“Tidak perlu, pergi sana. Shuh.. Shuh..”

“Kanaya kau tidak boleh seperti itu. Nak Rendra maafkan putriku ya dia masih kecil.”

Rendra menyipitkan kedua matanya dan menatap tajam ke arah Kanaya. Kanaya membalas tatapan mata itu. Kanayapun menghela nafas pelan, “Baiklah, ayo.”

Kanaya, Hera, dan juga Rendra telah sampai di rumah kontrakan kecil . Begitu sampai dirumah itu Rendra terkejut melihat keadaan yang seperti itu. Bukankah aku sudah memberinya royalti tiga bulan? Kenapa dia tidak menggunkan uang itu untuk membeli sebuah rumah.

“Jangan melamun, turunkan barang-barang ibuku.”

“Kau kira aku kurir, turunkan sendiri. Aku masih ada urusan.”

Setelah mengantar Kanaya dan ibunya dengan selamat Rendra buru-buru menancap gas mobilnya dan melaju kencang menuju Hotel Delux.

Sesampainya di lobi hotel Rendra memasuki lift pribadinya dan menekan tombol 25, hotel itu memiliki 26 lantai. Dimana lantai ke 25 adalah ruangan kerja Rendra dan lantai yang ke 26 adalah ruangan istirahat pribadinya. Baginya lantai ke 26 itu sudah seperti rumah kedua.

Sesampainya diruangan kerja Rendra melepas jas yang ia pakai dan melemparkan jaz itu ke sofa biru yang ada disisi kanannya.

“Lou, keruanganku sekarang juga.” Lima menit kemudian Lou mengetuk pintu dan masuk keruangan CEO.

“Tuan muda memanggil saya?”

“Cari tahu latar belakangnya.” Lou mengambil selembar foto yang ada di atas meja kerja CEO muda itu, “Nona Kanaya? Kenapa fotonya seperti ini?” Lou tertawa dengan suara kecil, meskipun suara tawa itu kecil namun kedua telinga Rendra masih bisa menangkap suara itu.

“Kau mengatakan sesuatu?!”

“Ah, tidak tuan muda. Saya akan menyiapkannya.”

{Lou tertawa melihat foto kanaya saat sedang menyantap nasi goreng dikencan pertama mereka-}

Lou memulai penyelidikannya tak butuh waktu lama semua data-data yang diperlukan telah didapatkannya dengan mudah.

Setelah mendapatkan semua data-data itu Lou segera kembali ke Hotel Delux.

Lou menyerahkan sebuah amplop folio coklat didalam amplop itu berisi data lengkap yang di inginkan Rendra. Rendra pun mulai membuka amplop itu dan mulai membaca data-data itu, “Ini..!?” Rendra terkejut melihat data-data itu “Kau tidak salahkan? Semua data ini real.”

“Benar tuan muda, beberapa waktu yang lalu ibu nona Kanaya mendapatkan perlakuan kekerasan dalam rumah tangga dan mengakibatkannya mendapatkan luka parah di bagian kepala, dan nona Kanaya membutuhkan biaya oprasi yang tidak sedikit.”

“Hm, begitukah. Kau boleh pergi.” Jadi itukah yang sebenarnya? Kau meminta royalti tiga bulanmu di awal waktu kita baru mulai berpacaran. Kenapa tidak berterus terang saja..!

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!