NovelToon NovelToon

In Life

Chapter 01 - Prinsip Hidup

Jika bertanya padaku, hal yang paling tak kumengerti didunia ini, maka aku akan menjawab.

..."Hubungan Sosial Antar Mahluk Hidup yang Bernama Manusia"...

Sebuah hubungan yang hanya berupa kepalsuan, dengan kata lain, sebuah hubungan buatan, semu, tiruan, yang hanya berisikan banyak unsur kebohongan didalmnya. Meskipun begitu, kebanyakan orang tetap saja melakukan hal tersebut. Kenapa semua orang begitu bodoh?

Jadi, pengertian paling sederhana yang dapat kukatakan tentang hubungan sosial adalah, sebuah hubungan yang berisi dua atau lebih manusia didalamnya, dimana setiap manusia dalam hubungan itu pasti memiliki sebuah filter untuk menyembunyikan sifat asli mereka dan cendrung berusaha terlihat baik dengan menunjukkan muka menggunakan topeng penuh dusta.

Mereka semua melakukan hal itu bukanlah tanpa alasan, semuanya diakibatkan oleh norma-norma sosial yang mengharuskan seseorang berbohong didepan orang lain. Karena, jika mereka tidak menuruti hal itu, akan ada sebuah konsekwensi yang menimpa sang pelaku, yaitu dibuang dari lingkungan sekitarnya, dibenci, dan dijauhi akibat dari perbuatan yang berusaha jujur dan menjadi dirinya sendiri.

Disaat kau benci terhadap sesuatu kau mengatakan benci, dan disaat kau suka terhadap sesuatu kau mengatakan suka, tapi apa yang didapatkan dari seseorang yang berani mengatakan hal itu?

Orang tersebut akan dianggap seorang yang kasar karena mengatakan kenyataan dan pendapatnya yang sebenarnya tentang suatu hal.

Kebanyakan orang tidak bisa menerima bahwa kebenaran itu memang terkadang sangat menyakitkan, tapi orang yang dapat menerima rasa sakit itu akan merasakan sesuatu yang dinamakan ketulusan. Itulah menurutku.

Dan aku, Tsukihara Watari adalah satu dari sedikitnya manusia yang telah menerima hal tersebut. Potret dari seorang yang sudah lelah bersandiwara dan menunjukkan kepura-puraan didepan orang lain.

Itu semua berkat pengalaman dimasa lalu yang mengajariku apa yang disebut dengan sebuah kenyataan.

Ketika seseorang bersikap baik ke manusia lain, bukan berarti orang tersebut suka ke mereka. Orang itu hanya bersikap baik atas dasar kemanusiaan, dan hanya ingin dipuji oleh orang lain saja. Aku benar-benar merasa muak pada setiap orang yang melakukan hal tersebut.

Selain itu, ada juga orang yang suka bermain teman-temanan. Mereka berbicara, berkumpul bersama dan bersenang-senang dalam kelompok yang mereka buat.

Tapi, itu hanyalah sampul dari sebuah buku yang berisi kemunafikan seseorang. Dibelakang temannya, mereka akan saling membicarakan kejelekan satu sama lain.

Kesimpulan yang dapat kutarik, orang-orang yang terlibat dalam hubungan sosial adalah seorang penjahat, dan seorang penyendiri yang dibuang oleh lingkungan sekitarnya adalah orang-orang yang sudah tau apa yang disebut dengan "Kenyataan".

Oleh

Tsukihara Watari, kelas 2F.

Dengan alis mata dan dahi yang mengkerut Ibu Hiratsuko,

seorang guru bahasa Jepang sekaligus selaku wali kelasku membacakan dengan lantang dan keras tulisan dari selembar kertas yang kuberikan padanya.

Saat mendengarnya membacakan tulisanku dikertas, entah kenapa aku merasa bahwa tulisan itu lebih mirip seperti kumpulan kalimat pembuka pada prolog sebuah novel dari pada sebuah tugas esai.

Selesai membaca, Ibu Hiratsuko menempelkan tangannnya kedahinya, lalu menghela napas panjang.

"Katakan, Tsukihara. Kau ingat tugas apa yang kuberikan padamu… kan?"

"Tentu saja… tulis esai tentang cerminan kehidupan bersosialisasi anak SMA sekarang ini." ucapku dengan penuh percaya diri.

"Lalu kenapa kau menulis hal yang menghina seperti ini? apa ini? kenapa bisa jadi seperti ini?" tanya bu Hiratsuko sambil membalik, memperlihatkan kembali isi kertas esai itu padaku.

Namun saat itu, pikiranku sedang teralihkan oleh sebuah konsol game keluaran terbaru berwana silver yang berada diatas meja bu Hiratsuko.

Dia seorang guru, tapi malah membawa konsol game kesekolah? Ahh... aku tidak boleh berpikir begitu, mungkin itu konsol game yang ia sita dari seorang murid.

Aku melamungkan hal itu dalam kepalaku, hingga sebuah gulungan kertas menghantam kepalaku.

"Perhatikan kalau ibu sedang bicara!"

"I-iya."

"Tsukihara, bisa kau jelaskan esai murahan apa ini?"

Sebuah tatapan tajam mengarah kepadaku. Sebuah tatapan geram yang mampu memberikan kesan mematikan, hingga tanpa sadar membuatku berbicara dengan sendirinya.

"Eng... bagaimana mengatakannya, bukankah esai itu sudah benar, itulah yang sebenarnya terjadi dimasa sekarang ini," jawabku dengan susah payah sambil melihat kearah lain.

Aku bisa saja gugup hanya karena berbicara dengan orang lain, tapi aku akan lebih gugup jika lawan bicaraku adalah seorang perempuan yang lebih tua dariku.

"Jadi kau mau bilang bahwa saat ini pertemanan adalah sesuatu yang jahat?"

"Bukan ingin bilang, tapi secara logis memang itulah yang terjadi saat ini."

"Bocah, jangan bersikap sok pintar."

"Bocah...? Ya, kalau dibandingkan dengan usia ibu yang sekarang, mungkin memang aku masih bo...."

"Whuusss"

Suara dari sebuah pukulan bu Hiratsuko yang untungnya, menerjang samping kepalaku.

"Apa kau pernah diajari agar tidak berbicara tentang usia pada seorang gadis?" ucap bu Hiratsuko dengan aura kelam yang menyelimuti sekitar tubuhnya.

Aura itu membuat tubuhku merinding sesaat, lalu kuputuskan untuk membuang nafas dalam.

"Maaf... akan kuulangi esainya...."

Namun, bukannya mendengar, bu Hiratsuko malah terlihat sedang berfikir, dan setiap kali dia menampakan ekspresi wajah itu, ia pasti sedang merencanakan sesuatu yang akan merepotkanku.

"Ikut aku Tsukihara." ucap bu Hiratsuko lalu berjalan keluar dari ruang guru.

Itu dia! permintaan sepihak bu Hiratsuko yang tidak dapat ditolak oleh siapapun, ia tidak memberitahu sedikitpun tentang dimana dan apa yang akan kulakukan ditempat yang sedang ia tuju. Dan langsung berjalan keluar dari ruangan, seolah menegaskan bahwa ia tidak ingin menerima penolakan.

Karena tidak punya pilihan lain, akupun berjalan mengikutinya dari belakang.

Bu Hirasuko menyusuri lorong-lorong sekolah kemudian menaiki tangga, lalu berjalan kembali menyusuri lorong ruangan, sampai tibalah kami didepan sebuah pintu ruang kelas yang terlihat aneh.

Dari luar terlihat, tidak ada tulisan apapun diplat pintu ruang tersebut yang biasanya menjadi penanda suatu kelas.

"Sreett"

Saat aku masih sibuk menatap plat pintu yang kosong, bu Hiratsuko menggeser pintu itu hingga terbuka, kemudian langsung saja berjalan masuk kedalam ruangan, melihat hal itu, akupun masuk, mengikutinya dari belakang.

Yang terlihat setelah itu adalah, sebuah ruang kelas yang sudah tak terpakai, dengan papan tulis hitam kosong tergantung dipaling depan dinding kelas, kemudian meja dan kursi yang bertumpuk dibagian paling belakang kelas tersebut.

Ditengah-tengah ruang kelas itu, telihat seorang gadis yang mengenakan seragam sekolah ini, yaitu kaos putih yang dipadukan jas hitam yang menutupinya, rok merah putih bergaris, ditambah stoking kaki hitam panjang menutupi kakinya.

Ia sedang duduk disebuah kursi, sibuk membaca sebuah buku kecil yang dipegang dengan salah satu tangannya, dedaunan pink pohon sakura yang di ikuti tiupan angin masuk melalui jendela, membuat rambut hitam panjangnya bergerak terurai dengan lembut, mata biru kehitamannya perlahan terlihat saat ia berbalik melihat kearah bu Hiratsuko dan aku.

Chapter 02 - Haruno Hiyuki.

Menyadari kedatangan kami, gadis itu berbalik.

"Hiratsuko sensei, aku yakin sudah memberitahu anda untuk mengetuk dulu sebelum masuk," ucap gadis itu.

"Meskipun aku mengetuknya, palingan kau tidak akan menjawabnya, jadi aku langsung masuk saja," jelas bu Hiratsuko sambil berjalan mendekat ketempat gadis itu.

"Itu karena ibu selalu masuk sebelum aku menjawabnya," balas gadis itu.

"Lalu, siapa laki-laki yang terlihat kebingungan dibelakang ibu itu?"

Setelah memperhatikan lebih jelas, ternyata aku tau siapa gadis ini, jurusan budaya internasional, kelas 2A, sebuah kelas yang hampirrrr! 80% siswanya adalah perempuan. Fasilitas kelasnya juga sangat bagus dan lengkap, hingga mendapat julukan sebagai kelas mewah, semua pelajar yang ada didalam kelas itu adalah orang-orang jenius, dan diantara orang-orang jenius itu, terdapat seorang wanita yang paling mencolok, dialah gadis yang memiliki julukan Ice Queen, Haruno Hiyuki, hampir semua murid disekolah ini mengenal sosoknya.

Tentu saja aku hanya tau wajah dan julukannya saja, ini pertama kali kami bertemu dan sudah pasti ia tak mengenaliku.

"Dia ingin bergabung," ucap bu Hiratsuko tiba-tiba.

Mungkin karena sedang dihadapkan dengan seorang gadis yang paling populer dan terkenal disekolah, membuatku sedikit gugup, dan tanpa sadar, aku langsung saja memperkenalkan diri dengan sopan.

"Eng… Namaku Tsukihara Watari dari kelas 2F. Eng… hei tunggu dulu, apa maksud ibu dengan kata bergabung, siapa juga yang ingin bergabung dengan klub ini, dari awal… memangnya ini klub apa?"

Bu Hiratsuko berbalik menatap kearahku lalu mulai berbicara, "Ini adalah hukuman untuk tugasmu yang jelek dan juga karena telah menyakiti perasaan ibu.

Ibu tidak ingin mendengar keluhan apapun…"

Hoi!? Guru macam apa yang menghukum muridnya atas dasar alasan sakit hati hanya karena aku membahas tentang umurnya. Itulah yang ingin kukatakan, tapi bu Hiratsuko benar-benar tak memberiku kesempatan berbicara.

"…Jadi begitulah Hiyuki, dia memiliki hati sebusuk matanya, dan itu membuatnya sedih dan kesepian, karena itu, aku ingin dia bergabung dengan klub ini demi menolongnya, itu adalah permintaan ibu.

"Dengan senang hati kutolak tawaran ibu, ditatap oleh mata pria itu membuatku merasa dalam bahaya." ucap Haruno Hiyuki sambil berbalik menutupi badannya.

Maaf saja kalau mataku terlihat busuk, ya… aku juga sering mendengar orang lain mengatakan itu, jadi bisa dibilang aku sudah kebal terhadap omongan orang-orang yang menghina fisikku. Memang seperti inilah mataku dari lahir, daripada mengeluhkan hal itu, lebih baik aku menerimanya dengan lapang dada.

"Jangan khawatir, meski dia terlihat seperti itu, dia orang yang dapat dipercaya, dia tidak akan melakukan hal bodoh yang dapat membuatnya ditangkap, anggap saja ia sebagai lalat kecil yang pengecut," jelas bu Hiratsuko.

"Bisakah ibu bilang kalau aku dapat membedakan hal yang benar dan salah saja"

"Hmm… lalat pengecut kah? jadi begitu…" ucap Hiyuki dengan salah satu tangan yang berada di dagunya.

Pendapatku benar-benar diabaikan oleh dua perempuan cantik ini.

"Ya… karena ini adalah permintaan dari Hiratsuko sensei, maka aku akan tidak enak jika menolaknya…." jawab Hiyuki dengan nada yang masih tidak terima.

Apa-apaan wajah sombongmu itu, kalau tidak ingin menerimaku langsung tolak saja, dari awal aku memang tidak ingin masuk ke klub ini, jadi cepatlah ambil keputusanmu dan tolak permintaan Hiratsuko sensei, Ice Queen…

"…Aku terima permintaan ibu,"

…berakhir sudah.

"Kalau begitu, kuserahkan anak ini padamu Hiyuki," ucap Hiratsuko sensei lalu berjalan keluar dari ruangan.

Suara kicauan burung serta suara jarum jam yang berdetak menemani kami berdua dalam ruangan kelas yang tiba-tiba menjadi sunyi ketika bu Hiratsuko keluar dari ruangan.

…Oi, oi, yang benar saja! apa-apaan situasi ini? seoalah mengingatkanku sebuah kenangan kelam yang ingin kulupakan sewaktu masih duduk dibangku SMP,

Didalam klise banyangan ingatan hitam dan putih, terlihat diriku yang masih SMP sedang menunduk sambil mengatakan perasaanku kepada seorang gadis, tak butuh waktu lama gadis itu pun menjawab…

"Bisakah kita menjadi teman saja?" ucapnya.

kata Teman entah kenapa berulang kali terngiang-ngiang dikepalaku…

…Teman? kami bahkan tidak saling bicara sejak saat itu.

Dan berkat hal itu, aku tidak akan melakulan hal yang sama lagi untuk kali ini, seorang gadis hanya tertarik pada pria yang tampan, mereka mendekati teman pria itu lalu membuangnya saat sudah tak butuh, dengan kata lain mereka adalah musuhku. Satu-satunya cara agar aku bisa keluar dari situasi canggung ini adalah menjadi orang yang dibenci. Oke, sudah kuputuskan, aku akan menakuti Haruno Hiyuki.

Aku berbalik menatap tajam kearahnya, "Gerrrrrr" aku menggeram.

Dia langsung balas berbalik menatap tajam kearahku, diluar dugaaan tatapan dinginnya ternyata sangatlah berbahaya, aku langsung dibuat menatap kearah lain dan diam membeku tak bisa melakukan apa-apa. Ternyata julukannya sebagai Ice Queen bukanlah isapan jempol belaka.

"Kenapa kau tidak pergi mengambil sebuah kursi dan duduk saja!" ucap dingin sang Ice Queen Hiyuki.

"Eh… iy… maaf," balasku kalap, sambil melirik kiri dan kanan mencari sebuah kursi yang pas menurutku.

Setelah mendapat sebuah kursi, aku menaruhnya disisi kanan dari Hiyuki dengan jarak diantara kami sekitar tiga meter.

"Ada apa!?" tanya Hiyuki tanpa berbalik sedikitpun.

Ia kelihatannya terganggu karena aku terus saja mencuri pandang darinya.

"Yah… sebenarnya bukan hal yang penting, tapi… aku hanya sedikit bingung, sebenarnya klub apa yang sedang kumasuki ini?"

Aku bertanya sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

Sebuah helaan nafas lelah keluar dari mulut Hiyuki, setelah itu, ia bebalik menatap kearahku, "Kenapa kau tidak mencoba menebaknya."

Aku melipat kedua tanganku didepan dada lalu dengan cepat menebaknya.

"Klub Sastra?"

"Heh… alasannya?"

"Karena klub itu tidak perlu peralatan khusus seperti yang ada diruangan ini, yang kau lakukan disini hanya duduk dan membaca buku," ucapku berusaha terlihat pintar.

"Salah," jawab Hiyuki dengan nada dan wajah yang merendahkanku.

"Kalau begitu klub apa!?" ucapku kesal sambil memalingkan wajahku menyingkir dari tatapannya.

"Inti dari klub ini adalah yang kita lakukan sekarang."

"Hmm…!" aku berpikir dengan sangat keras.

"…Percuma, aku menyerah, cepat katakan saja."

"Tsukihara-kun, sudah berapa lama sejak terakhir kali kau berbicara dengan seorang gadis?"

"Hah!?"

kalau tak salah… seingatku, 2 tahun lalu, saat bulan mei…

"Ah hari ini benar-benar panas ya…"

"Hm… seperti dikulkas saja," jawabku.

"Eh… i-iya.

Ternyata yang diajaknya berbicara adalah perempuan yang duduk dibelakang bangkuku. Sesampainya dirumah, aku langsung masuk dalam kamarku dan berteriak dengan keras didalam selimut. Kenangan itu benar-benar membuatku merasa malu sampai sekarang.

"Mereka yang memberi sesuatu terhadap kekurangan orang lain disebut dengan relawan, mereka memberi bantuan pada orang yang membutuhkan, dan itulah yang klub ini lakukan, selamat datang di Klub Relawan, aku akan memenuhi tugas yang diberikan dengan memperbaiki semua masalahmu. Bersyukurlah."

Hiyuki berjalan kearahku dengan kedua tangannya yang terlipat didepan dadanya, dan sekarang, dengan matanya yang menutup sombong, ia sudah berada tak jauh disamping kursi tempatku dudukku. (1,5 meter).

Chapter 03 - Tsukihara sang penyendiri VS Ice Queen Hiyuki Haruno.

"…Bersyukurlah."

…Perempuan ini!

"Masalah!?" ucapku dengan suara berat sambil berdiri dari tempat dudukku.

"Aku ini ya, sebenarnya orang yang cukup pandai, aku peringkat 3 dalam tes keahlian bahasa Jepang, wajahku juga sebenarnya tidaklah terlalu buruk, aku tidak punya pacar maupun teman itu hanya karena tingkat standarku yang terlalu tinggi!"

"Mengatakan hal itu dengan sangat bangga, kau ini memang sesuatu yang luar biasa, orang aneh, dan juga… menjijikan."

"Berisik! aku disini bukan untuk diejek olehmu, gadis aneh."

"Dari yang kulihat, kau adalah orang yang selalu sendirian dan merasa kesepian karena sifat dan pandangan kehidupanmu yang terbalik, dan juga penampilanmu, kau harus tau pandangan orang yang melihatnya, dengan kata lain, orang yang berhak menilai apakah kau ganteng atau tidak hanyalah aku sekarang ini kan?"

"Engg!! itu kata-kata yang sangat konyol, tapi… entah kenapa aku merasa itu terdengar cukup masuk akal."

Hiyuki melemparkan rambutnya kebelakang dengan sombong lalu lanjut berbicara, "Baiklah itu adalah akhir dari simulasi percakapan kita."

"Hah!?"

"Jika kau sanggup bicara dengan seorang perempuan cantik sepertiku, harusnya kau tidak akan ada masalah ketika berbicara dengan orang lain. Bukankah aku sudah membantumu walaupun sedikit?" ucapnya dengan sebuah senyuman yang jelas-jelas sedang merendahkanku.

"Dengar baik-baik wanita aneh! bukan berarti aku tidak bisa berbicara dengan orang lain. Aku hanya tidak suka membicarakan hal-hal yang tidak berguna." balasku sambil menaruh kedua tanganku kepinggang.

"Kurasa kau akan kesulitan bersosialisasi jika kau tidak merubah sikapmu itu!"

"Sreeet"

"Hiyuki, aku masuk," ucap bu Hiratsuko yang tiba-tiba membuka pintu ruang klub.

"Ketuk dulu…."

"Maaf… maaf… sepertinya kau sedang kesulitan menghadapi Tsukihara."

"Itu karena dia tidak mau mengakui masalahnya."

"Bukan begitu!" ucapku tiba-tiba.

"Aku hanya tidak mau orang lain memaksaku berubah," lanjutku sambil melipat kedua tanganku di depan dada.

"Itulah sikap yang dinamakan lari dari kenyataan," balas Hiyuki.

"Tapi merubah diri sendiri dan menjadi orang lain juga bisa disebut lari dari kenyataan bukan? yang kulakukan sekarang ini hanyalah berusaha menerima diriku apa adanya."

"Kalau begitu…

"…kalau begitu, masalah tidak akan terselesaikan bukan? dan hal itu tidak akan membantu siapapun." tiba-tiba tatapan dan suara Hiyuki berubah sedikit berat.

"Eng!"

Aku yang melihat tatapan dingin Hiyuki tanpa sadar mundur selangkah kebelakang.

"Kalian berdua, tenanglah…" Bu Hiratsuko menengahi perdebatan kami.

"Ehem… ehem," ia berdehem lau mengankat jari telunjuk kanannya sejajar dengan wajahnya.

"Kita akan putuskan siapa yang benar dan salah lewat sebuah tantangan."

"Hah!?" ucap terkejut aku dan Hiyuki.

"Maksud ibu adalah, sebagai anggota Klub Relawan, yang paling banyak berhasil menyelesaikan permintaan yang timbul adalah pemenang!!"

"Sensei, bukankah anda terlalu berlebihan?" tanyaku.

"Yang kalah harus melakukan apapun permintaan yang disuruh sang pemenang, bagaimana jika begitu?"

…Lagi-lagi dia mengabaikanku, dan juga! saat ibu bilang apapun, benar-benar APAPUN kan?

"Glek" aku menelan ludahku sendiri.

Dan terlihat dengan jelas reaksi ketakutan dari Hiyuki, ia sampai mundur agak jauh kebelakang.

"Aku menolak dengan tegas, aku merasa tidak aman kalau bertaruh dengan dia.

"Jangan salah paham, aku sama sekali tak pernah memikirkan hal-hal aneh tentang dirimu." ucapku membela diri.

"Bahkan Haruno Hiyuki juga ternyata memiliki hal yang ditakuti kah? kehilangan percaya diri? takut kalah?" ucap bu Hiratsuko sambil memegang dagunya.

"Baikalah kalau begitu, meski aku merasa bodoh karena telah mengikuti provokasi Hirutsuko sensei… aku terima tantangan itu." ucap Hiyuki dengan wajah yang serius.

"Kalau begitu sudah diputuskan!"

…Eng, lagi-lagi mereka berdua tidak menanyakan pendapatku.

"Teng…… teng… teng.. teng…… teng… teng.. teng… teng….…"

Suara bell tanda berakhirnya jam belajar dan dimulainya kegiatan klub disekolah kami. (Atau apalah bunyinya itu).

"Sreeet"

Aku menggeser pintu ruang klub lalu berjalan selangkah, masuk kedalam ruangan tersebut.…

"Sreeet"

…kemudian menutupnya lagi dari dalam.

Itu adalah hal yang penting untuk dijelaskan.

Setelah itu terlihat Haruno Hiyuki, yang sudah berada didalam ruangan tersebut, duduk didekat jendela sambil membaca buku. Aku perlahan berjalan, lalu kembali duduk dukursiku yang berjarak sekitar tiga meter disisi kanan Hiyuki.

"Selamat siang."

"Eh," aku benar-benar dikejutkan oleh sapaan sopan dari sang Ice Queen Hiyuki tersebut.

"Kukira kau tidak akan datang lagi keruangan klub ini…" ucap Hiyuki sambil membalik halaman buku yang dibacanya.

Sebenarnya aku juga tidak berniat datang kembali kesini, tapi bu Hiratsuko menungguku didepan kelas dan menyeret paksa aku kesini.

"…Jangan-jangan kau masokis?"

"Jalas bukan!"

"Kalau begitu stalker/penguntit?"

"Apa yang membuatmu berpikir aku sangat tertarik padamu?" ucapku berusaha membungkam sifat sombongnya itu.

"Apa aku salah?" ucapnya sambil mengalihkan pandangannya kearahku.

"Jelas salah lah, aku sudah mulai lelah dengan sifatmu yang terlalu percaya diri itu…" ucapku sambil menaruh tasku dilantai dekat kursiku duduk.

"…Kau itu, sebenarnya. juga tidak memiliki teman kan?"

Hiyuki mengalihkan pandangannya, berbalik menatap kearah luar jendela, "Ya… bisa kau jelaskan jenis hubungan apa yang bisa disebut sebagai tema…."

"Sudah cukup… sampai situ saja, itu adalah kata-kata dari seorang yang tak memiliki seorang teman, source : Aku. Kau tipe gadis yang disukai banyak orang tapi tidak memiliki satupun teman… kenapa bisa begitu?"

Hiyuki membuang nafas panjang, "Kau tidak akan pernah mengerti," ucapnya lalu berdiri dari kursinya dan berjalan mendekat kejendela.

"Sejak kecil aku ini selalu imut dan penyendiri…

"Tch"

"…Sampai semua laki-laki disekitarku selalu memiliki perasaan terhadapku.

"Kau menyebut dirimu penyendiri saat banyak pria yang suka padamu? apa kau sadar? kau baru saja membuat kesan yang aneh tentang pengertian seorang penyendiri."

"Jika memang benar aku disukai oleh banyak orang, kurasa itu mungkin adalah sesuatu yang bagus."

"Ha? apa maksudmu?"

"Saat SD, orang-orang menyembunyikan sepatuku sebanyak 60 kali, 50 diantaranya adalah murid perempuan. Karena hal itu, setiap hari aku selalu pulang terlambat karena harus mencari sepatuku yang disembunyikan terlebih dahulu, hahh…."

"Kedengarannya masa SD-mu lumayan sulit ya."

"Tentu saja sangat sulit, itu semua terjadi hanya karena aku terlalu imut, tapi… mau bagaimana lagi. Tidak ada yang sempurna, manusia itu rendah dan lemah, selalu mudah iri terhadap sesuatu yang dimiliki oleh orang lain yang tak dimiliki olehnya. Jadi sangat sulit bagi orang berbakat, cantik, dan imut sepertiku untuk hidup secara normal. Tidakkah itu terdengar aneh? Jadi, aku memutuskan ingin merubah hal itu, merubah dunia ini."

"Itu tujuan yang sangat besar untuk ukuran seorang siswi yang masih kelas 2 SMA."

"Itu lebih baik dari pada bayi lemah sepertimu, sifatmu yang santai dan cuek itu, aku sangat membencinya.

Hiyuki Haruno adalah contoh orang yang menderita karena diberkahi dengan berbagai macam hal, padahal dia bisa saja menyembunyikan kelebihannya dan hidup seperti biasa, namun… ia tak melakukan itu, dia menolak berbohong pada dirinya sendiri…

Dan disaat itu pula, aku mulai merasa bahwa aku dan perempuan ini memiliki sebuah kesamaan, tidak biasanya aku berfikir seperti ini, bahkan kesunyian diantara kami ini entah kenapa terasa nyaman untukku.

Rasanya jantungku ingin berdetak lebih cepat, dan berdetak lebih cepat lagi dari detik jarum sebuah jam.

Kalau begitu, mungkin… dia dan aku….

...----------------...

..."Mengubah diri sendiri...

...Sama halnya dengan melarikan diri...

...Kenapa kau...

...Tak mencoba menerima dirimu apa adanya."...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!