Dea Mahesa itu adalah namaku, anak kedua dari keluarga Mahesa. Aku mempunyai seorang kakak yang tampan bernama Keynik Mahesa. Aku juga mempunyai orang tua yang sangat menyayangiku.
Sayang sekali aku tidak ingat masa lalu, serta masa kecilku. Aku pernah mengalami kecelakaan, aku lupa segalanya. Yang aku ingat aku hanya terbangun dalam di rumah sakit, dengan sepasang suami-istri mengaku sebagai orang tuaku.
Aku juga baru saja tamat SMA, membuatku jauh dari keluargaku. Aku senang keluargaku sangat menyayangiku, tapi aku tidak ingin dimanja oleh mereka. Apalagi Key yang selalu menemaniku kemana saja, bahkan saat aku membeli bahan belanjaan bulananku, ya kalian pasti paham itu.
Butuh waktu lama untuk untuk meyakinkan kedua orang tuaku. Tapi untunglah, mereka tetap setuju dengan keputusanku. Aku sekarang menjadi mahasiswa di salah satu universitas terkenal di Jakarta, sedangkan keluargaku ada di Bandung.
"Kau sungguh tidak apa bukan?" tanya key dari ujung telepon.
Satu minggu sekali, aku pastikan untuk menelepon Key, mama, dan juga papa secara bergantian. Mereka selalu saja khawatir tentang diriku, apalagi karena aku seorang perempuan. Aku yakin aku baik-baik saja, toh aku juga sudah besar.
"Iya Key aku bisa kok, ini kan macam biasa belanja bulanan gak ada yang perlu di khawatirkan" ucapku pelan sambil berjalan ke arah sebuah toko swalayan.
"Jika butuh sesuatu tinggal telepon saja, aku pasti akan mengirimkannya" kata Key biasa dengan nada datarnya.
"Pfft, tidak apa-apa. Sudah dulu ya aku mau belanja dulu" ucapku saat akan masuk ke dalam Alfa.
"Oke Bye bby, hati-hati dan ingat kalau-"
"Iya kakaku sayang aku akan menelfon mu, bye" sergahku sambil menutup teleponnya.
Key memang seperti itu, jika saja bukan aku yang menutup teleponnya pasti dia tidak akan berhenti.
Rasa gugup muncul, saat aku mulai memilih keperluanku. Ini tidak seperti toko yang biasa aku kunjungi, tapi aku harus tetap tenang. Ada beberapa yang berbeda disini. Misalnya saja ini adalah tempat yang cukup sepi, untuk sebuah toko swalayan apalagi itu ada di sebrang jalan, dan juga dekat dengan area kampus.
"Permisi" terdengar suara lelaki yang sambil menepuk pundakku dari belakang.
"Ya-" ucapku terhenti saat tau aku di semprot oleh sebuah cairan. Aku kaget dan juga takut, tapi lama-kelamaan penglihatan ku mulai pudar. Terkahir yang aku lihat adalah senyuman seorang lelaki, yang mungkin aku pernah melihatnya.
__________________________________________
___________________________________
Aku mulai menggerakkan tubuhku. Rasanya sangat kaku, dan sulit di gerakkan. Aku baru sadar seluruh tubuhku kini terikat dengan kuat, dengan tangan ku yang terikat kebelakang. Bahkan untuk menggerakkan sedikit saja sangatlah susah.
Aku mulai melihat sekeliling. Tidak ada jendela, hanya ada satu buah pintu terbuat entah dari besi atau pun baja, serta banyak foto laki-laki dan perempuan yang tidak menggunakan pakaian. bukan hanya itu bahkan banyak terdapat foto berhubungan di pasang di dindingnya.
...DAP... DAP... DAP.......
Terdengar suara langkah kaki, mulai mendekati pintu masuk untuk ke ruanganku.
Aku mulai memalingkan tubuhku membelakangi pintu, serta menutup mataku kuat. Aku hanya bisa berharap, aku tidak menjadi korban penculik mesum.
"Ka...Kau sudah bangun" terdengar suara lelaki.
Aku hanya diam, tidak berani menjawab apalagi memalingkan wajahku. Seketika suara langkah itu terdengar lagi. Bukan menjauhiku, justru terdengar dekatku.
"Aku tanya kau sudah bangun" ucapnya kembali, terdengar berada di depanku.
Sepertinya aku sudah kalah, maksudku dia sudah tau bahwa aku hanya berpura-pura menutup mata. Dengan perlahan aku membuka mata, terlihat sepintas kaki yang memakai training warna hitam, kemudian badannya yang tertutup kain polos.
Dengan sedikit menerjapkan mata, aku mulai melihat wajahnya.
"DARREL" teriakku spontan
Ternyata orang yang menculikku adalah Darrel Kaveleri. Ya aku mengenalnya, dia adalah teman sekelas ku dulu sebelum aku pindah sekolah.
Kelas 1 SMA tepat sebelum kejadian memalukan itu, aku memang satu kelas dengan Darrel. Dia anak yang pendiam, juga tidak banyak bicara. Tapi aku sekarang benar-benar sadar, kadang orang yang pendiam adalah orang yang berbahaya.
"Darrel! Kau yang menculikku!" teriakku sambil sedikit meronta.
Dia hanya menatapku dengan tenang, bahkan menatapku biasa saja. MENYERAMKAN!.
"Aku tidak menculikmu, aku hanya membawamu kemari," kata Darrel dengan wajah tidak pedulinya, bahkan saat aku berusaha meronta-ronta.
"Tanpa persetujuan ku! Itu sama saja penculikan Darrel, sekarang lepaskan aku!" teriakku keras sambil terus meronta-ronta.
"Ti... Tidak mau, nanti jika aku melepaskanmu kau akan lari," ucapnya sedikit terbata.
'Memang itu yang akan aku lakukan' kataku batin, sambil menatap malas Darrel.
Tak lama kemudian Darrel mulai membalikan tubuhku, bukan dengan tangannya tapi dengan kakinya. Aku di gelindingkan layaknya sebuah bola. Seketika tubuhku terbalik, dan sekarang mengarah ke pintu.
Tepat di depanku, aku melihat nasi dengan lauknya. Entah apa yang di pikirkan Darrel sekarang, justru dia mendekatkan nasi itu kepadaku.
"Kau terlihat sangat kurus, bahkan susah untuk berdiri... Makanlah," ucap Darrel sambil mendekatkan nasi tersebut padaku.
"Darrel tanganku terikat, bagaimana aku bisa makan!" kataku.
Aku berharap Darrel melepaskan ikatan pada tubuhku. Setidaknya aku lebih leluasa bergerak, dan memikirkan caranya untuk kabur dari tempat ini.
"Kau hanya perlu makan dengan mulut bukan tangan," kata Darrel sambil menyodorkan kepalaku pada nasi tersebut.
Sial! Dia tidak berniat melepaskan ikatannya. Dan lebih parah lagi sekarang, justru aku harus makan dengan mulutku langsung, tanpa dari tangan.
"Cepat makan Dea! Kau tak ingin menyia-nyiakan nasinya" ucap Darrel kembali sambil benar-benar membenamkan mukaku dalam nasi.
Dengan perlahan aku mulai menurut, dan memakan nasinya. Aku sedikit kesusahan, dan kadang tersedak apalagi dengan tatapan Darrel padaku.
"Kau sudah selesai, aku tinggal sebentar kamu baik-baik saja disini, dan anggap seperti rumah sendiri," kata Darrel kemudian pergi.
Dengan bersusah payah, akhirnya aku dapat duduk dengan tangan yang masih terikat di belakang. Aku merasa sangat kesakitan, ikatan ini benar-benar sangat kuat.
Sesekali aku mencoba melepaskan nya, tapi justru itu membuat rasa sakit semakin terasa. Aku heran dengan tali yang di gunakan Darrel untuk mengikatku. Ini seperti bukan tali, ini berwarna hitam, dan bahkan lebih terlihat seperti sabuk.
Tak lama kemudian, terdengar kembali suara langkah kaki. Aku tau jika itu adalah Darrel yang datang, jadi aku harus memikirkan bagaimana caranya untuk kabur dari sini. Ini benar-benar seperti penjara tanpa ventilasi, ataupun jendela.
"Kau butuh sesuatu," tanya Darrel saat dia sudah kembali.
Aku diam sejenak, memikirkan caranya keluar dari sini. Hingga Darrel membuatku terkejut, dengan memegang pundakku dari belakang.
"Aku tanya apakah kau butuh sesuatu," ucap Darrel kembali.
Wajahnya pucat, menatap ke arahku. Matanya tajam, sungguh itu adalah hal yang menakutkan.
"Jika tidak aku ingin menunjukkan sesuatu," kata Darrel sambil membawaku ke arah salah satu sisi ruangan.
Disana aku baru sadar jika terdapat gerbang biasa, layaknya di bagasi mobil. Dengan perlahan Darrel membuka gerbangnya, kemudian aku juga melihat Seorang wanita dengan posisi terikat sama sepertiku. Yang membedakan hanya, dia hampir telanjang dengan bra dan dalaman bagian bawah saja. Juga dia di ikat di sebuah kursi dengan posisi terduduk, dengan mulutnya ditutup.
"ELLIS! KAU DI SINI JUGA!" teriakku kaget.
Aku terkejut melihat Ellis juga ada disini, ternyata Darrel bukan hanya menculikku tapi juga menculik Ellis.
"Ke... Kenapa kamu terkejut bukankah kamu mengenalnya?" ucap Darrel sambil menunjukkan wajah Ellis, tepat kedepan ku.
"Darrel! Kau gila! Memang Ellis sangat jahat terhadapku dulu, tapi aku lihat dia tidak pernah melakukan apapun padamu!" teriakku.
Entah kenapa aku melihat sedikit Kasian kepada Ellis.Tapi jika di pikir lagi, dia tidak pantas untuk dikasihani. Memang dia orang yang jahat, bahkan sangat jahat.
Setelah kecelakaan, aku masuk dalam kelas yang sama juga dengan Ellis. Awalnya dia sangat baik, tapi lama-kelamaan dia mulai aneh.
Ellis mulai meminta hal yang kejam untuk aku lakukan. Memakan bekas makanannya, menggonggong layaknya anjing, bahkan jika aku menolaknya dia dan teman-temannya mulai memukuliku.
Sebelumnya aku tidak ingin keluarga ku tau tentang hal ini, apalagi aku sudah banyak merepotkan karena kecelakaan. Tapi akhirnya mereka tau saat insiden yang memalukan itu. Bahkan sampai sekarang aku masih mengingatnya, dimana Ellis merencanakan malamku dengan seorang om-om tua.
Entah darimana aku bisa sebodoh itu, aku hanya menangis diam. Tapi sekarang haruskah aku bahagia atas keadaannya?.
...BRAK!...
Terdengar suara bantingan, yang ternyata tubuh Ellis. Lamunanku baru saja dibuyarkan oleh perilaku Darrel kembali, yang membanting Ellis tepat di hadapanku. Ellis di banting dengan posisi tertelungkup, hingga wajah Ellis tepat di kakiku.
"DEA! DEA! BANTU AKU SEPERTINYA ORANG GILA INI MENURUTMU!" teriak Ellis Langsung, saat pembekap mulutnya dilepas.
"Jika dia sudah menurutiku, dia juga pasti sudah melepaskanku dodol!" kataku dengan nada meninggi, sambil sedikit mundur kebelakang karena takut.
"Lagipula jika aku bisa menolong, kenapa aku harus menolonomu?" kataku tak peduli dengan nada yang dingin.
Aku masih marah, tentu saja dengan perilaku Ellis padaku dia pantas mendapatkannya. Setidaknya sama sepertiku, diculik oleh orang yang gila.
Wajah Ellis pucat seketika, kemudian berubah menjadi ekspresi marah saat mendengar perkataanku.
"Kau... Jadi kau tida-" ucap Ellis dengan geram, tapi tertahan karena Darrel mulai menariknya.
Aku juga terkejut dengan perilaku Darrel yang tiba-tiba saja menarik Ellis. lebih tepatnya menarik seutas tali yang mengikat leher Ellis, dari belakang.
"BISAKAH KAU DIAM!" kata Darrel sambil menatap Ellis tajam. Dengan wajah yang dingin, dan menyeramkan aku tidak menyangka Darrel bisa melakukannya.
Tak lama kemudian Darrel mulai melepaskan tarikannya. Dia melepaskan Ellis, hingga kembali ke posisi semula yaitu tertelungkup. Tak lama Darrel hanya melihat sekitar, kemudian melihatku. Wajahnya sangat tenang seperti dia biasa melakukan ini semua.
"A... Aku mencoba membuatmu terangsang, tapi sepertinya foto fulgar seperti ini saja itu tidak cukup" kata Darrel.
"AAKK!" teriak Ellis saat Darrel tiba-tiba menarik pinggang Ellis. Darrel benar-benar menarik menariknya, hingga posisi Ellis tepat menjadi menungging.
"Ba... Bagaimana jika aku melakukan hubungan tepat di depanmu, apakah kau akan terangsang?" tanya Darrel mungkin padaku.
"APA!" teriakku bersamaan dengan Ellis.
Mungkin ya aku sama kagetnya dengan dia, tapi beberapa saat kemudian wajah Ellis mulai pucat sadar dengan perkataan Darrel.
"KAU GILA! MANA MUNGKIN AKU- " teriakan Ellis tiba-tiba terhenti, saat Darrel mulai menariknya kembali.
"Sudah diam, kau hanya cukup berdiam dan membuat Dea terangsang," kata Darrel dengan dingin.
"Kenapa aku! Kau kau berhubungan hubungan saja jangan sangkut pautkan denganku!" teriakku sambil memundurkan diriku karena takut.
Darrel tidak menjawab apapun. Dia hanya memulai aksinya, dengan mulai melosotkan seutas kain di bagian bawah milik Ellis dan mulai memegang pinggangnya.
Tapi aku melihat ada yang berbeda dengan Darrel. Wajahnya pucat, seperti dia sakit atau entahlah.
Beberapa saat, terlihat ekspresi jijik dari Darrel. lantas dia membungkam mulutnya, dan muntah seketika.
"Menjijikkan! Ma... Maafkan aku Dea, aku akan pergi sebentar," ucap Darrel, kemudian pergi meninggalkan kami berdua.
"DEA! DEA DIA GILA! TAPI SEPERTINYA DIA MENDENGARKAN DIRIMU!" teriak Ellis seketika, dengan bagian bawahnya yang benar-benar telanjang.
"Aku sungguh tidak bisa melakukannya Ellis! Dengar aku sekarang ketakutan, jika dia melakukan hal ini denganmu pastinya juga akan melakukan hal yang sama dengan padaku," jelas ku pada Ellis, dengan wajah pucat ku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!