Tepat jam delapan pagi, terdengar bunyi klakson dari sebuah mobil Honda Brio berwarna putih yang dikendarai seorang wanita cantik. Suara klakson itu terdengar menggema di depan sebuah rumah mewah dengan pagar yang tinggi.
Tak lama pintu pagar terbuka, seorang pria paruh baya mendorong pintu gerbang tersebut hingga terbuka separuh, mobil itupun melesak masuk ke dalam halaman rumah yang luas itu.
"Pagi, non" ucap mang Ujang, tukang kebun yang membukakan pagar untuk sang nona cantik.
"Iya, pagi mang" Jawab gadis yang baru saja turun dari dalam mobil itu.
Gadis berambut lurus berwarna merah kecoklatan tampak turun dari mobilnya. "Mas Rendra udah bangun, Mang?" Tanyanya usai menutup pintu mobilnya.
"Sepertinya belum Non, masih di kamarnya."
"Kalo gitu Anya masuk dulu ya mang."
"Iya non...mangga" jawab si mamang sambil menunjukkan jempol kanannya seraya sedikit membungkuk sebagai tanda pempersilahkan masuk.
Gadis itu berjalan masuk ke dalam rumah, diruang tamu, tampak wanita paruh baya sedang mengelap aneka keramik mahal yang terpajang di sudut ruang tamu tersebut.
"Pagi, bi Asih" ucap sang gadis sambil berlari kecil menaiki anak tangga.
Bi Asih adalah istri mang Ujang, mereka merupakan asisten rumah tangga dikeluarga Bapak Subrata Raharjo, dan Ibu Winni, orang tua Rendra.
"Pagi, Non Anya" balas bi Asih sambil tetep melanjutkan pekerjaannya mengelap aneka keramik dan hiasan di rumah tersebut.
Gadis bernama lengkap Anya Medina tersebut telah sampai di lantai atas, ia segera membuka pintu kamar yang tepat ada di depan tangga.
Ruang kamar itu masih tampak gelap. Ia segera berjalan kearah jendela dan segera membuka tirai, sinar matahari seketika masuk menerobos kaca jendela, sehingga ruangan menjadi terang. Nampak sesosok berbadan atletis yang nampak tidur telungkup diatas ranjang, tubuhnya menggeliat, ia meregangkan tubuhnya kemudian membalikkan badan keposisi telentang, wajah tampan itu terlihat menutup matanya dengan kedua tangan karena silau terkena cahaya yang masuk dari jendela.
Anya segera berhambur merebahkan badannya diatas tubuh sang pria.
"Bangun yank..udah siang, udah hampir jam 9" ucapnya sambil memeluk erat lelaki bernama Rendra itu.
"Apaan sih..." Rendra segera menyingkirkan tubuh wanita itu dari atas badannya.
"Ihhh...Ayang. Napa sih selalu kek gini?" ucap si wanita sambil tetep memeluk Rendra yang berusaha melepaskan pelukan Anya.
"Nggak pantas kayak gini. Lepasin gak?!" laki-laki itu berdiri dari tempat tidurnya dan menghempaskan tubuh wanita itu hingga terguling diranjang. Roknya tersingkap membuat paha mulunya makin terlihat.
Rendra memalingkan wajah "keluar dari kamarku" ucapnya sambil berlalu ke kamar mandi meninggalkan wanita itu seorang diri.
"Apa wajah cantikku dan body seksi ku ini tidak menarik untuknya? ia selalu menolak tiap ku sentuh" pekik Anya seorang diri. "Dasar cowok nggak normal" gerutunya.
Terdengar suara percikan air dari dalam kamar mandi, itu tandanya Rendra sedang mandi. Selagi Rendra mandi, Anya segera membereskan tempat tidur sang kekasih, ya kekasih yang kini mulai hilang rasa padanya. Namun Anya nggak mau menyerah begitu saja. Walaupun Rendra semakin cuek padanya, ia pantang mundur selalu datang kerumah Rendra, bahkan ia berusaha selalu memberikan buah tangan untuk Mamanya Rendra, yang dia anggap sebagai calon Mama mertua.
Usai membereskan tempat tidur, gadis ini merapikan buku-buku serta laptop yang lupa belum dimatikan oleh sang empunya. "Gue juga males beberes gini kalau bukan karena sebuah misi yang ingin mengambil hati seorang Rendra" bidiknya dalam hati
Rendra adalah mahasiswa fakultas farmasi di Universitas Nusantara, atas kemauan Pak Subrata, sang papa, ia dianjurkan untuk mengambil jurusan Farmasi. Pak Subrata merupakan manager di salah satu perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan dan Alat kesehatan. Oleh karena itu ia ingin salah satu dari anaknya ada yang jadi ahli farmasi. Kakak Rendra yang bernama Rianty adalah seorang Dokter spesialis kulit dan kelamin, ia menikah dengan teman kuliahnya dan tinggal di daerah asal suami yang asli Palangkaraya.
Rendra menjalani kuliah dengan bermalas-malasan. Ia merasa semua dijalaninya hanya karena terpaksa, atas desakan Papanya. Akibatnya banyak mata kuliah yang tidak lulus dan harus ia ulang disemestee berikut.
Seperti semester ini, ia hanya mengulang mata kuliah yang tak lulus disemester sebelumnya. Besok perkuliahan baru aktif setelah libur panjang.
Tiap week end, Anya terbiasa berkunjung ke rumah Rendra, mereka sudah menjalin hubungan selama dua tahun, bertemu saat masa Ospek (Orientasi Pengenalan Kampus). Walau mereka beda fakultas, tapi kampus mereka berdekatan. Namun sudah beberapa bulan Rendra memutuskan hubungan dengan Anya. Alasannya ia sudah tak punya rasa lagi pada gadis itu. Namun Anya nggak mau begitu saja diputuskan. Ia masih mencintai Rendra yang ingin Rendra jadi kekasihnya, selamanya.
Anya sendiri berasal dari Puncak, Cipanas. Ia tinggal disebuah apartement di daerah yang dekat dengan kampusnya.
Usai membereskan kamar tersebut, gadis cantik itu segera berlalu ke dapur. Disana sudah ada calon Mama mertuanya Yang sedang memasak bareng Bi Asih.
"Halo Tante Winni?" ucap Anya yang sudah berdiri disamping Bu Winni yang sedang mengiris wortel.
"Loh, ada Anya? kapan datang? Tante nggak liat kamu masuk" Ucap Bu Winni, ia meletakkan wortel yang sedang ia iris. Mereka kemudian bercipika cipiki.
"Baru aja kok, Tan.." Jawab Anya.
"Eh, Tan, ini Anya bawain moci sama manisan" ucapnya sambil mengeluarkan plastik dari tasnya.
"Duh repot-repot terus sih, kan Tante jadi nggak enak dibawa-bawain terus sama kamu. Ngomong-ngomong gimana Rendra sama kamu? apa dia masih cuek?"
"Iya tuh, Tan. Dia masih acuh sama Anya, padahal Anya sayang banget sama dia. Anya nggak mau putus, Tan" rengek wanita itu.
"Ya udah kamu yang sabar ya, kamu jangan patah semangat agar Rendra sayang lagi sama kamu" ucap Bu Winni sambil melanjutkan mengiris sayur wortel Dan kentang.
"Iya, Tan. Btw, Sini biar Anya yang ngiris, Tan" ucap gadis itu sambil mengambil alih wortel dan kentang dari tangan Bu Winni.
"Ya udah kamu bantuin BI Asih masak, ya?sekalian belajar nanti kalau sudah menikah sama Rendra. Tante mau mandi dulu, persiapan ke bandara" ucap Bu Winni
"Wahhh..mau banget tuh, Tan, menikah sama anak Tante, ughhh" ucapnya tanpa malu
Bu Winni hanya tersenyum lalu berlalu ke kamarnya. Belum sampai ia masuk kamar, putri ketiganya terdengar memanggil "Mom, jam berapa ke Bandara?" Ujar gadis imut itu. Dia adalah Resty adik Rendra. Gadis itu tampak berlari kecil menuruni anak tangga.
"Pesawatnya take off jam dua siang ini" jawab Bu Winni lalu masuk ke kamarnya.
"Hai, Res," sapa Anya yang tampak sedang mengiris kentang di dapur.
"Hai" jawab Resty acuh.
"Sini, kita masak bareng" ajak Anya
"Nggak, gue mau ke kamar Mama" ucap Resty berlalu begitu saja.
"Iihh dasar cewek nggak tau malu, udah diputusin, udah dicuekin, masih aja ngejar-ngejar, pake acara maen kerumah muluk" omel Resty dalam hatinya.
Tak lama masakan Bi Asih sudah tertata rapi di meja makan. Anya ikut membantu menyajikan makanan tersebut.
Tak lama Pak Subrata, Papa Rendra, keluar dari kamarnya. Ia hendak sarapan dan berjalan menuju meja makan. Di belakangnya disusul Bu Winni, serta Resty.
Mereka pun duduk bersama di meja makan. Anya merasa bahagia bisa berkumpul bersama keluarga Rendra, walaupun kehadirannya tidak dianggap sama Rendra, namun ia berjanji akan kembali memikat hati pria itu. Sekalipun harus mengorbankan harga diri.
"Om, Tante, Resty, silahkan makan, ini masakan Anya sama Bu Asih" ucapnya.
Pak Subrata menatap dengan tatapan tak suka pada Anya. Sedari awal ia memang tidak suka putranya menjalin hubungan dengan gadis ini.
"Halah, paling juga cuma bantu ngiris sayur doank! udah ngaku-ngaku lu yang masak" sini Resty pada Anya
"Eh jangan salah, aku pinter masak loh, liat aja ntar kalau udah nikah Ama kakak kamu, aku masakin tiap hari deh"
"Pede banget, emang Kak Rendra mau sama lu,?"
"Hussh, Resty, bicara yang sopan" tegur Bu Winni.
Rendra tampak turun dari tangga, penampilannya casual mengenakan celana jins berwarna biru Wardah, kaos putih polos oblong dipadu topi membuatnya terlihat cool. Ia mendekat ke arah meja makan.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Anya segera berdiri dari duduknya ia berjalan kearah Rendra, Ia tampak memeluk lengan Rendra, menempelkan tubuhnya pada Rendra layaknya perangko.
"Apaan sih Lo? lepasin! malu diliat Mama sama Papa" bentak Rendra pelan, namun Anya tetep saja enggan melepaskan pelukannya.
Bi Asih yang melihat kejadian tersebut cuma geleng-geleng. Perempuan kok begitu. bisik Bi Asih dalam hatinya.
Pak Subrata hanya menatap sekilas melihat tingkah Anya, ia miris melihat gadis jaman sekarang yang seolah tak lagi memiliki rasa malu.
"Duduk yuk, yank, kita sarapan dulu" ucap Anya tanpa rasa sungkan.
"Mau kemana kamu, Ren?" Tanya Pak Subrata.
"Janjian sama Paijo, Pa"
"Paijo siapa sih?"
"Paijo itu Panji, Pa. Teman kuliah yang gendut itu, Lo,"
"Oh, lagian nama anak orang kamu ganti seenaknya"
"Aku ikut ya, Yank?" Rajuk Anya.
"Apaan, Lu. Ngapain ngintilin gue kayak bocah aja"
Usai sarapan Rendra segera beranjak dari duduknya. "Pap, Mom, Rendra jalan dulu ya?" Rendra pamit kepada Papa dan Mamanya namun tentu saja Anya nggak mau diam saja. Usai menuntaskan suapan terakhir ke mulutnya ia segera menyusul Rendra. "Om, Tante, Anya pamit ya" Gadis bersalaman pada Pak Subrata dan Bu Winni, lalu ia segera berlari mengejar Rendra Yang sudah sampai di bibir pintu.
"Yank, tunggu aku ikut"
"Lu apaan sih, ngikut-ngikut?" tit..tit..bunyi auto lock mobil. Rendra membuka pintu depan dan ia segera duduk dibalik kemudi.
"Yank, kamu kenapa jahat banget sama aku?" Anya menyusul duduk di kursi samping Rendra.
"Kita putus!"
"Tapi apa salah aku, yank? pokoknya aku nggak mau putus!"
Mereka pun beradu mulut di dalam mobil.
"Ren, keluar dulu Mama mau bicara" Tiba-tiba Bu Winni sudah berdiri di samping mobil.
Rendra segera keluar dan mendekati sang Mama. "Ada apa, Ma,?"
Mereka sedikit menjauh dari mobil "Jangan bersikap seperti itu sama cewek. Inget kamu punya adik perempuan. Jangan seenaknya mutusin anak orang setelah kamu puas memacarinya. Mama suka kok, sama Anya. Kamu jalani aja dulu sama dia, kasian kan dia kelihatannya cinta banget sama kamu"
"Tapi, Ma......"
"Nurut sama Mama, ya! toh sebelum ini kamu cinta sama dia kan?"
"Iya tapi kan itu dulu, Ma. Rendra nggak suka sam...."
"Pokoknya Mama nggak mau tau, kamu jangan menyakiti hati Anya"
***
Bersambung
Hari senin, Rendra bangun pagi dan segera berangkat menuju kampus karena kuliah pertama dimulai jam 7.30.
Rendra bergegas masuk ke dalam kelas, lima menit yang lalu kuliah sudah dimulai. Semester ganjil tahun lalu, Rendra mendapat nilai D untuk mata kuliah ini, hingga ia harus mengulang disemester ganjil berikutnya bersama adik tingkat.
Rendra memilih duduk di kursi belakang. Ia menyimak baik-baik penjelasan dosen, dengan seksama ia menatap layar viewer di depan yang menampilkan materi yang dipaparkan ibu dosen.
Tak lama terdengar pintu ditekuk. Dari balik pintu terlihat seorang gadis cantik berhijab segi empat menutup dadanya, kulit wajahnya putih merona tanpa polesan. Ia menggunakan hijab berwarna krem dipadu rok bermotif serta blouse berwarna senada dengan hijabnya.
"Assalamualaikum" Gadis itu nongol dibalik pintu, lalu masuk dan menutup pintu kembali, ia kemudian berjalan dan berhenti di depan bu dosen "Maaf bu sedikit terlambat" ucapnya polos.
"Silahkan duduk"
Gadis itupun duduk di kursi bagian belakang bersebelahan dengan Rendra.
Bu Dosen kembali melanjutkan perkuliahan, tanpa terasa waktu berlalu, kuliah jam pertama telah usia. Hanya ada jeda 15 menit untuk kuliah selanjutnya. Gadis yang mengenakan kerudung krem yang tadi terlambat itu tampak berjalan ke depan kelas. Ia tampak sibuk memasukkan flash disc di monitor, kemudian meng-copy file materi untuk kuliah selanjutnya. setelah itu ia fokus pada ponsel di tangannya.
Ternyata dia bernama Hannah, nama lengkapnya Raihannah Aisyah Koesnadi, mahasiswa semester lima. Dia adalah PJ (penanggung jawab) mata kuliah di jam kedua ini.
Karena banyak kuliah yang mengulang bersama anak semester lima, Rendra jadi banyak berinteraksi dengan adik tingkatnya. Termasuk dengan Hannah.
Hannah merupakan gadis yang cerdas dengan IPK cumlaude. Ia berasal dari dari Jawa timur dan indekos di daerah dekat kampus. Ia mendapat beasiswa untuk kuliahnya.
Rendra sering mendapat tugas kelompok bersama Hannah. Karena nama mereka berawalan dengan huruf yang sama, sehingga nomer absen mereka berdekatan dan pembagian tugas kelompok selalu berdasarkan urutan nomer absen.
Begitupun untuk praktikum, Hannah selalu satu kelompok dengan Rendra.
Tak terasa perkuliahan semester ganjil sudah berjalan selama tiga bulan. Itu artinya sudah dekat Ujian tengah semester (UTS). Rendra semakin sering berinteraksi dengan Hannah untuk urusan tugas-tugas kuliah, maupun urusan praktikum. Ia sering bertanya pada pada Hannah bila ada materi kuliah yang tidak ia pahami. Ia bertekad untuk giat belajar agar tidak mengulang kembali disemester berikutnya.
"Han..ntar sore ngerjakan tugas kelompok di rumah gue ya" Ujar Rendra kepada Hannah saat jam kuliah sudah selesai.
"Tapi Hannah ga tau rumah kakak, Hannah juga ga punya kendaraan untuk kesana kak" jawab Hannah.
"Gampang, ntar lo bareng gue sama temen-temen yang lain juga"
" Nomer wa lo tetep yang ini kan..?" Rendra memperlihatkan layar ponselnya kepada Hannah, Hannah mendekat dan mengintip layar ponsel milik Rendra. Kepala mereka hampir bersentuhan karena harus menatap layar ponsel yang sama.
"Iya bener kak.." Menyadari tubuhnya terlalu berdekatan dengan Rendra, Hannah segera menjauhkan tubuhnya usai memastikan bahwa nomer itu benar miliknya.
"Ok, gue cabut dulu ya..ntar gue wa lo lagi"
Rendra buru-buru menuju parkir karena ada janji makan siang bersama Anya.
Karena sudah tidak ada jam kuliah lagi. Hannah pulang ke kosnya. Ia berjalan kaki karena jarak tempat kos dan kampusnya hanya berjarak sekitar 300 meter.
Hannah hanyalah gadis sederhana, orangtuanya tidak tajir seperti keluarga Rendra. Ia bisa kuliah dikampus ini juga berkat beasiswa. Orang tua Hannah hanyalah pegawai negri sipil sebagai staff biasa di salah satu kantor Pemerintah di kotanya. Ia kos di tempat yang tidak terlalu mewah, bahkan kosan Hannah cenderung sederhana.
Pun dia tidak membawa kendaraan karena orangtuanya hanya punya satu mobil yang dipakai sehari-hari untuk keluarganya di surabaya.
****
Ditempat lain, Anya dan Rendra sedang menikmati makan siang disebuah resto dekat kampus. Mereka terlihat sebagai pasangan serasi, si cowok terlihat begitu tampan dan si cewek sangat cantik khas cewek parahyangan. Walau sebenarnya Rendra sudah tak memiliki rasa pada gadis tersebut, namun ia seperti terjebak karena Anya begitu nekad selalu datang kerumahnya, dekat dengan Mamanya dam bahkan ia enggan putus dengan Rendra.
Siang itu Rendra mengenakan kemeja motif kotak-kotak perpaduan warna navy dan birel, dipadu celana jins serta sepatu kets berwarna putih, ia terlihat keren dengan tas ransel dipundaknya.
Sedang Anya tampil santai dengan celana jins warna biru wardah dipadu kaos oblong dan jaket kulit mewah berwarna hitam, tampak kontras dengan kulitnya yang putih. Rambutnya yang lurus digerai begitu saja.
Mereka saling bergandeng tangan memasuki resto tersebut, dan memilih duduk di kursi pojok. Tak lama pesanan mereka datang. Merekapun berbincang santai sambil menikmati makan siang.
"Gimana kuliahnya yank?" Tanya Anya sambil memotong daging steak yang ia pesan.
"Ya banyak mata kuliah yang ngulang bareng adik kelas. Si Paijo juga banyak ngulang kayak gue tuh. Jadi gue ada teman" Rendra menjelaskan.
"Ya kalo Paijo sih wajar yank banyak ngulang secara dia lola..hahaahaaa.." Anya terkekeh saat menyebut nama itu. Paijo adalah sahabat Rendra. Nama Aslinya adalah Panji hanya saja Rendra sering memanggilnya dengan sebutan Paijo.
"Eh dia sekarang rajin kuliah lo..rajin belajar juga. Tiap ada post-test atau pre-test nilai dia bagus mulu"
"Oh iya??tumben si paijo?" Anya menoleh menatap tak percaya ke arah kekasihnya yang tengah menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Keknya dia lagi demen ama seorang cewek sih, adik tingkat. Dia rajin tanya-tanya gitu. Cuma si ceweknya kagak ngerespon"
"Ada gitu cewek yang demen sama Paijo yank?hehe..paling juga demen sama duitnya doank"
"Jangan salah, Paijo itu seleranya tinggi juga lo..dia demen cewek hijaber yang solehah gitu. Anaknya juga pinter. Dia dari Surabaya. Kayaknya Paijo lagi pedekate ama dia"
Panji mirip dengan tokoh mamet dalam film 'Ada apa dengan cinta'. Namun perawakannya subur dengan berat mencapai 98 kilogram.
"Tlung..tlung.."
Ponsel Rendra berbunyi. Ada sebuah pesan masuk diaplikasi hijau.
"[Ndra..gue kagak bisa ikut kerja kelompok ya..lagi ada kepentingan nih. Padahal pengen godain si Hannah]" pesan dari Paijo
"[Gaya lo jo..si Hannah kagak demen ama lo 😂. Lo harus diet kalo mau pedekate sama Hannah. Udah gitu Lo harus upgrade otak lo, secara doi cerdas jo. Mundur aja lo sebelum kecewa]" sent
"[Sialan lo!! Ga asyik lo Ndra..dukung gue kek biar gue kagak jomblo trs. Lu mah enak punya Anya, lah gue?]"
"[Kayak kampanye aja lu minta di dukung segala]" sent
Saat Rendra sedang berbalas chat dengan Panji, Anya juga tampak sibuk dan asyik sendiri dengan ponselnya.
Usai membalas pesan Panji, Rendra meletakkan ponselnya dimeja.
"Kita balik yuk yank, aku ada kuliah nih" Anya berdiri dari duduknya.
"Loh, masih ada kuliah?tadi bilangnya uda gak ada kuliah?katanya habis launch mau ke salon?
"Mmmm..gak jadi nyalon, ee..ini baru aja dikabarin ada kuliah tambahan. Anterin ke kampus ya, mobil aku juga masih di kampus kan" entah kenapa Anya terlihat seperti kebingungan.
"Lu kenapa sih..jadi salting begitu? Rendra menautkan kedua alisnya menatap Anya heran.
"Gak kenapa-napa yank, kan uda aku bilang ada kuliah tambahan" ia berjalan lebih menuju tempat parkir. Rendra kemudian menyusulnya usai membayar dikasir.
"Yaudah kebenaran habis ini aku juga mau ngerjain tugas kelompok" ujar Rendra saat ia sudah berjalan sejajar dengan Anya, merekapun berjalan beriringan menuju parkiran.
Rendra mengantarkan Anya menuju kampusnya. Tapi kampus Anya sudah tampak sepi, mungkin hanya beberapa anak saja yang mengikuti kuliah tambahan, pikirnya dalam hati.
'Ya sudahlah, bagus juga ia tidak perlu mengantarkan si doi ke salon, jadi ia bisa mengerjakan tugas kelompok sekarang'. Rendra membatin.
Tapi ia tidak tau kosan Hannah. Iapun segera meraih ponselnya. Membuka Aplikasi whatsApp.
"[Jo..lu tau alamat kos Hannah?]"
"[Tau donk..gua kan sering ke kosnya modus pura-pura nanya materi kuliah.haha..]"
[Jl. salemba raya gang 5 no 234]"
"[Ok thanks Jo..]"
Rendra memacu mobil menuju alamat kos Hanna. Tak lama ia sampai disebuah rumah besar yang tidak terlalu mewah namun terlihat nyaman dan asri. Rumah khas kos-kosan berlantai dua yang terdiri dari banyak kamar-kamar. Di halaman tampak banyak aneka tanaman hias serta lahan parkir yang cukup luas. Selain itu, di halaman tampak berjejer aneka jemuran onderdil cewek.
Suasana tampak sepi tidak terlihat penghuni. Hanya terlihat beberapa mobil dan sepeda motor milik penghuni kos yang terparkir di garasi. Tiba-tiba turun hujan rintik-rintik, sedari tadi cuaca memang agak mendung.
Makin lama, gerimis rinai berubah menjadi deras, menumpahkan air menyirami bumi. Tampak para cewek-cewek penghuni kos berlarian keluar halaman untuk menyelamatkan jemuran mereka.
Mata Rendra kemudian tertuju pada sesosok gadis berkulit putih dengan rambut hitam lurus tergerai, mengenakan baby doll hello kitty selutut.
"Apakah itu Hannah?" Rendra bertanya dalam hatinya.
Iya mengamati lagi dengan seksama gadis yang tengah terburu-buru mengambil satu persatu kain yang bergantungan diatas jemuran alumunium itu.
"Iya, nggak salah itu Hannah" Pekiknya dalam hati.
"Gilak ya..ternyata kalo dia nggak pake hijab wajahnya jauh lebih cantik. Cantik banget malah. Hanya dengan pakaian sederhana dengan wajah bare facenya aja udah secantik itu" Rendra terus bergumam dalam hatinya.
Ia kemudian memutuskan keluar dari dalam mobilnya dengan membawa payung dan mengamati Hannah dari balik pagar kosan tersebut. Hannah tidak menyadari bahwa ada seseorang yang mengamatinya.
Hingga kemudian Rendra memanggil namanya
"Hannn..."
Hannah menoleh mencari sumber suara, ia bengong bercampur kaget saat menyadari ada seorang laki-laki mengamatinya dari luar pagar.
Spontan ia segera menutup betisnya dengan jemuran secara asal, lalu ia juga menyadari bahwa rambutnya yang merupakan aurat sedang dilihat oleh laki-laki yang bukan mahrom, ia memindahkan tangannya untuk menutup kepalanya. Begitu ia menutupi kepalanya, betisnya jadi terbuka. Bolak balik ia memindahkan kain ditangannya untuk menutup betis lalu dipindah ke kepala, dipindah lagi ke betis, begitu seterusnya hingga beberapa detik.
Hal itu membuat Rendra menahan tawa, melihat tingkah lucu Hannah. Apalagi melihat wajahnya yang bengong terasa begitu polos dan menggemaskan.
Hannah yang baru yang tersadar itu segera berlari ke kamarnya dan membiarkan Rendra menunggu diluar pagar.
Bersambung
Langit semakin deras mencurahkan hujan ke bumi. Sepatu Rendra mulai basah terkena cipratan air.
Hannah masih terpaku di kamar usai meletakkan jemurannya di dalam keranjang yang ada di pojok kamar.
Ia tak menyangka kakak tingkatnya itu tiba-tiba ada di depan kosnya dan melihat ia yang sedang tidak menutup aurat. Tiba-tiba turun hujan dan ia tak punya waktu untuk berganti pakaian sehingga terpaksa segera berlari keluar untuk menyelamatkan cucian yang sudah kering agar tidak basah terkena air hujan.
Beberapa menit kemudian, Hannah keluar dari kamarnya dengan membawa payung. Kali ini ia sudah berganti pakaian, mengenakan gamis bunga-bunga berwarna kuning soft dipadu hijab instan polos berwarna senada.
Ia kemudian membukakan pintu pagar untuk Rendra.
"Maaf Kak lama nunggunya. Kenapa kak Rendra gak bilang kalo mau ke kosan?" Ia bertanya saat pintu pagar sudah terbuka dan mempersilahkan Rendra masuk.
"Tadi ga sengaja sih kesini...habis nganter........" Rendra tidak menyelesaikan kalimatnya.
"Kakak tau dari mana kosan Hannah?" Hannah kembali menutup pagar dan mempersilahkan Rendra duduk di kursi yang ada di teras kosan tersebut.
"Tau dari Paijo"
"Paijo siapa kak?" Hannah tampak bingung.
"Paijo..masak lo ga tau Paijo sih??"
"Hannah gak kenal tuh!"
"Eh Panji..Paijo itu si Panji" Rendra duduk di kursi dan mengibas-ngibas bajunya yang sedikit basah terkena cipratan hujan.
"Oohhh..kak Panji. Kalo kak Panji sih emang sering kemari kak" Hannah mengangguk tanda mengerti dan bibirnya membentuk huruf O
"Btw, lu napa ganti pake jilbab begini sih?cantikan gak pake jilbab kayak tadi lohh!"
"Astaghfirullah ampuni Hannah Ya Allah.." pelan ia berucap.
"Tadi itu Hannah sedang rebahan dikamar, tiba-tiba hujan turun, Hannah buru-buru mau angkat jemuran..biasanya gak ada orang sih diluar. Hannah gak tau kalo ada kakak di depan, jadi Hannah langsung lari aja ke halaman, takut keburu basah jemurannya"
"Pertanyaan gue napa lo mesti ganti baju kek gini ini, kan pake kayak tadi lebih nyaman buat lo, ga ribet. Udah gitu diliat juga lebih cantik" ujar Rendra sambil menarik baju gamis yang dikenakan Hannah.
"Kan kewajiban setiap muslimah menutup aurat, kak"
"Kan lu masih muda, ntar aja kalo udah tua nutup auratnya"
"Kewajiban itu tidak memandang usia kak, yang udah akil balig wajib menutup aurat, begitu kata mama Hannah, Kak" Hannah menjelaskan sambil menundukkan kepala.
"Eh kak..yang lain mana?kita langsung ngerjakan tugasnya aja ya?" Hannah mengangkat wajahnya dan tak sengaja matanya beradu pandang dengan Rendra yang ternyata sedang menatapnya. Tatapan dua bola mata milik Rendra terasa begitu menusuk jantungnya. Hannah buru-buru berdiri dan segera masuk ke dalam kamarnya.
Tak lama ia kembali membawa tumpukan buku lalu kembali duduk dan meletakkan buku-buku itu di atas meja di depan tempat duduk mereka.
"Kak Panji belum datang ya?"
"Eh iya Paijo tadi ngabari gue katanya gak bisa datang"
"Tlung..tlung.."
Ponsel Rendra yang ada disaku kemejanya berbunyi. Ada sebuah pesan di Aplikasi hijau
"[Bro gue gak bisa ikut kerja kelompok ya..hujan deres nih..males keluar. Titip nama ye..hehe]"
Pesan dari teman-teman satu kelompok yang pada absen gak bisa hadir untuk ngerjakan tugas bareng.
"Teman yang lain pada nggak bisa dateng Han.." Rendra menunjukkan ponselnya pada Hannah.
"Eh kan harusnya ngerjakan tugas dirumah gue Han..?" Lanjut Rendra
"Hujan deres nih kak, dikosan Hannah aja ya ngerjakannya"
"Hmm...oke deh..gue juga males harus basah-basahan lagi. Ni aja udah kedinginan" ucap Rendra mendekap tubuhnya sendiri dengan kedua tangannya. Bajunya memang sedikit basah terkena cipratan air hujan.
Langit semakin gelap. Hujan turun semakin deras. Kursi yang mereka duduki di teras depan itu terciprat air karena derasnya curah hujan disiang hari menjelang sore ini.
"Kak kita pindah ke ruang tamu aja ya, hujannya tambah deres" Hannah mengangkat buku-buku yang ia letakkan diatas meja tadi. Merekapun beranjak masuk ke ruang tamu.
Hannah kemudian masuk ke dalam kamar mengambil laptopnya. Setelah itu ia kembali ke ruang tamu dan mereka mulai mengerjakan tugas-tugas yang harus dikumpulkan esok hari.
Sayup-sayup dari luar terdengar suara adzan ashar yang kumandangnya terhalang suara hujan yang begitu deras.
Hannah mengetik nama-nama anggota kelompok di halaman sampul tugas.
"Alhamdulillah, Done..." Hannah melepaskan jari-jarinya yang dari tadi menempel diatas keyboard laptop.
"Kita solat ashar dulu ya, kak?" Lanjutnya
"Kita???"
"Maksud Hannah, kita solatnya sendiri-sendiri, kak. Itu tempat wudhunya..nanti solatnya disitu"
Hannah menunjuk tempat wudhu yang ada dibelakang sana, yang harus melewati kamar-kamar penghuni kosan yang saling berhadapan. Kira-kira disisi kiri ada sekitar 15 kamar dan sisi kanan juga berjumlah yang sama. lalu telunjuknya beralih ke musola yang ada disamping tempat wudhu itu.
Rendra bingung, karena ia nggak pernah solat, ia ingat hanya dua kali solat dalam setahun, yaitu saat idul Fitri dan idul Adha.
Hannahpun berjalan menuju tempat wudhu itu, terpaksa Rendra mengikuti dari belakang.
"Gak papalah, pura-pura solat di depan Hannah" ucapnya dalam hati.
"Kak Rendra wudhu duluan ya..ntar solat lebih dulu"
Rendrapun segera mengambil wudhu, ia memangkas lengan kemejanya hingga ke siku. Pun celana jins yang ia kenakan digulung hingga mencapai lutut. Hannah meminjamkan sendal jepitnya untuk dipakai Rendra berwudhu. Sendal jepit yang hanya masuk separuh dikaki Rendra. Melihat itu merekapun tertawa terbahak-bahak karena ukuran kaki Rendra memang lebih besar dari kaki Hannah.
Rendra berjalan ke arah musola, Hannah membawakan sepatu Rendra yang ia copot saat berwudhu tadi.
"Sendal jepitnya Hannah pake lagi ya, kak. Ini sepatu kak Rendra udah Hannah bawakan" Hannah meletakkan sepatu kets Rendra yang berwarna putih itu di depan pintu masuk musola.
"Ok, makasih ya"
Saat hendak berwudhu, Hannah membuka hijabnya dan mengaitkan hijab itu dilehernya. Ia menggulung lengan gamisnya hingga ke siku, hingga tampak lengannya yang mulus. Ia mulai membasuh kedua telapak tangan, berkumur-kumur, menghirup air ke dalam hidung lalu membasuh wajahnya. Tanpa sadar ada sosok yang mengamatinya wajah cantiknya dari balik musola.
Usai berwudhu Hannah berjalan menuju kamarnya. Sosok itu baru berhenti mengamati setelah Hannah tak lagi terlihat oleh pandangannya.
****
Usai melaksanakan solat ashar, mereka kembali duduk di ruang tamu dan melanjutkan diskusi, lebih tepatnya Rendra bertanya tentang materi kuliah yang tidak dia paham, dan Hannah menjelaskan dengan detail hingga Rendra mengangguk-angguk tanda paham.
Tak terasa jam menunjuk pukul 17.05.
"Han..lu ga laper?kita makan yuk?"
"Lumayan sih kak..hehe.." ucap Hannah tersenyum simpul.
"Lu tadi makan siang dimana?"
"Belum makan kak, cuma sarapan pagi doank"
"Nah..lu napa gak bilang dari tadi kalo belum makan?kan bisa gue bawain tadi?"
"Ya kan Kakak gak nanya" ucap Hannah sambil terkekeh
"Lu tambah cantik lo Han kalo lagi ketawa gitu" goda Rendra
Yang digoda hanya diam, menundukkan wajahnya yang bersemu merah.
"Ngapain liat lantai, kerenan lantai dari pada gue?" Rendra menundukkan kepalanya mengikuti pandangan Hannah yang tengah menatap lantai.
"Eh gimana, kita jadi makan gak?"
"Bentar lagi magrib kak..apa gak sebaiknya sekalian nunggu adzan magrib dulu?"
"Gitu ya?ok, boleh juga..gue disini sampe magrib gak apa-apa gitu?"
"Boleh nerima tamu laki-laki hanya di teras atau ruang tamu kak, tamu laki-laki tidak boleh masuk ke kamar. Disini ada cctv nya" Hannah menunjuk jarinya ke arah cctv yang terpasang disetiap sudut ruangan.
Ayah dan bundanya sengaja mencari kosan yang khusus perempuan, yang pemiliknya paham agama, yang ada fasilitas wudhu dan musola serta tidak membolehkan laki-laki bebas masuk kamar. Berharap agar Hannah tetep menjadi anak solehah yang pandai menjaga diri sekalipun harus jauh dari orang tua.
Awal mula Hannah menginjakkan kaki di Ibu Kota, Ayah bundanya menemani untuk mencari tempat kos. Survey berkali-laki, namun banyak kosan yang bercampur baur antara cewek dan cowok. Ayah dan Bundanya tidak mengijinkan jika Hannah harus kos ditempat yang bebas, akhirnya setelah melalui proses pencarian yang panjang, nemu juga tempat indekos yang pemiliknya berhijab dan sedikit paham aturan agama, walau masih dibolehkan laki-laki bertamu, tapi setidaknya lumayan lah untuk ukuran kota besar seperti Jakarta, masih ada tempat kos yang dikhususkan untuk wanita serta tidak mengijinkan laki-laki masuk ke kamar.
***
Adzan magrib berkumandang, Hannah segera meminta Rendra untuk berwudhu dan menunaikan solat. Seperti kejadian sore tadi, saat Hannah sedang mengambil wudhu, Rendra mengintip dari balik musola.
Diam-diam Rendra mulai mengagumi gadis itu, belum pernah ia menemukan gadis cantik yang taat menjalankan perintah agama, selain itu dia juga gadis yang cerdas dan pintar.
Usai melaksanakan solat, mereka kembali duduk di ruang tamu.
Ponsel Rendra berdering.
Ada panggilan video call diaplikasi hijaunya. Dari tadi banyak pesan masuk dari Anya yang diberi nama 'my honey' dikontak WAnya dan tidak sempat ia baca.
Rendra mengabaikannya.
'2 panggilan video tak terjawab dari My honey'
Ponsel kembali berdering.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!