Namaku Alana Liora Gantari bisa di panggil Ana atau Liora, umurku masih terbilang muda 22 tahun.Aku bekerja di restoran kecil untuk membiayai kuliahku.Sebenarnya, ayah mampu membayar semua biaya kuliahku, tapi ibu tiriku selalu merampasnya dariku setelah ayah memberikannya dan pergi bekerja.Ayahku punya perusahaan yang bisa terbilang cukup membiayai kehidupan kami. Tapi ibu tiriku tak bisa mengubah sifatnya yang hobi sosialita yang ingin tampilannya begitu glamor.
Ayahku bernama Rahdian Pramudita yang bisa di panggil dengan Pak Dian. Ayahku juga begitu tampan, gagah dan tegas. Umur yang hampir berkepala 5 itu masih semangatnya bekerja tanpa mengenal waktu.
Ibu kandungku bernama Clara Lexa Viviana yang bisa di panggil dengan sebutan Clara. Ibuku sudah meninggal di usiaku masih 5 tahun di saat kejadian yang membuat wajah di pipiku sebelah kiri menjadi cacat sampai sekarang.
Aku punya ibu tiri yang bernama Ilona Janie Kaitlyn yang berparas cantik walaupun usianya sudah terbilang nampak tua. Janie selalu merawat tubuhnya agar terlihat sangat muda dan cantik. Janie mempunyai 2 orang anak 1 laki dan 1 perempuan.
Anak pertamanya yang begitu tampan dan di sanjung-sanjung sebagian kaum hawa yang bernama Abraham Pramudita yang berumur 28 tahun. Kenapa diambil Pramudita bukan nama ayahnya Rahdian? Dian memberikan nama itu untuk mewariskan perusahaannya kepada Abraham, yaitu Pramudita Group.
Anak perempuan Janie juga tak kalah cantik darinya yang bernama Carissa Rahdian Pramudita yang di panggil dengan sebutan Rissa. Rissa bekerja sebagai model di salah satu perusahaan yang termasuk 10 besar terpopuler di semua Negara. Rissa menjadi model disaat umurnya masih terbilang muda dan sekarang umur Rissa 2 tahun lebih dari Liora.
Namaku Aiden Prabu Bramantiyo bisa di panggil dengan sebutan Aiden.Aiden seorang presdir di sebuah perusahaan yang di wariskan oleh ayahnya. Aiden yang begitu tampan,tinggi dan cerdas dalam segala bisnis sangat tekun dalam pekerjaan. Aiden terkenal sangat dingin dan keras dengan bawahan yang suka bermain-main dengan pekerjaan. Aiden bekerja di perusahaannya sebelum dia memegang sertivikat sarjana S2. Sekarang umur Aiden 28 tahun yang masih terbilang muda sebagai pemegang perusahaan terbesar di negara.
Ayah Aiden yang bernama Prabu Bramantiyo yang sifatnya juga seperti anaknya yaitu Aiden. Prabu seorang pria yang sangat bijaksana dan hangat pada istri dan kedua anaknya. Selain keluarganya sifat Prabu akan berubah seperti pria yang begitu dingin dan keras. Walaupun rambut Prabu yang sudah nampak beruban namun wajahnya masih sangat tampan dan gagah.
Ibunya Aiden yang bernama Elvina Astrid yang biasa di panggil dengan sebutan Vina. Vina seorang wanita cantik dan sifatnya lemah lembut kepada orang walaupun tak di kenalnya. Vina juga mempunyai 2 orang anak laki-laki. Anak pertaman Vina dan Prabu yaitu Aiden dan Abian
Abian Prabu Bramantiyo seorang pria tak kalah tampan juga dengan Aiden. Hanya sifat mereka saja yang berbeda Aiden yang begitu dingin dan cuek beda dengan sifat Abian yang ceria dan baik kepada orang lain. Sifat ibunya menurun kepada Abian yang penurut. Abian juga mengurus perusahaan cabang ayahnya yang masih terbilang masih membangun dari bawah. Abian ingin bekerja dengan keahliannya sendiri tanpa melibatkan kakak dan ayahnya.
Abian juga mulai bekerja disaat dia masih kuliah S1 dan akhirnya lulus sarjana dalam kategori tertinggi yang tak kalah cerdasnya dari Aiden. Umur Abian sekarang 25 tahun yang masih cukup muda mengelola perusahaan kecil.
Ana punya 3 sahabat yang bernama Citra, Laila dan Zanna. Teman-temannya sangat menyayangi Ana. Mereka begitu tahu keadaan Ana yang begitu buruk dari kecil sampai sekarang yang selalu di perlakukan tak baik oleh ibu tiri dan Risa kepada Ana. Tapi mereka tak bisa berbuat apa-apa karena larangan Ana.
Sahabatnya begitu menyayangi Ana walaupun dia selalu minder dengan wajahnya yang cacat. Tapi sahabatnya tak peduli dengan wajah Ana yang cacat, mereka sangat perduli dan menyayangi Ana seperti keluaga.
Apakah ada yang bisa menerima keadaan Ana yang cacat?
Apakah pertemuan mereka akan ada benih-benih cinta?
---------------------------------
Haii readers penasaran dengan ceritanya?
Jangan lupa Like dan tinggalkan jejak.
" Mama sakit, sakit ma hiks hiks hiks" anak kecil yang sedang menangis menahan kesakitan yang melukai pipinya. Ibu anak kecil itu ikut merasakan yang di derita anaknya.
Sebelum kejadian menimpa anaknya, seorang wanita yang sedang sibuk masak gorengan untuk di jual keliling kompleks.
" Asalamu Alaikum,Bu Clara " seseorang memanggil dari arah luar.
Dia menghentikan aktivitasnya yang sedang membalur tepung di pisang. Seseorang dari arah luar memanggil namanya kembali. Wanita yang di panggil langsung mencuci tangannya yang sudah di penuhi oleh tepung.
" Waalaikum salam Bu Halimah, silahkan duduk" nyapa wanita yang baru datang dari arah dalam rumah.
"Bu Clara maaf sudah mengganggu, saya mau memesan gorengan buat cemilan karyawan di pabrik." ucap Halimah yang punya pabrik tahu.
" Jam berapa pesanannya di ambil Bu?" tanya Clara.
" Nanti kalau gorengannya udah siap telfon saya ya? saya akan suruh mang Asep menjeputnya." ucap Halimah.
Dari arah kamar anak kecil berlari ke arah dapur untuk menemui ibunya.
" Ma!" panggil anak kecil itu yang bernama Ana.
" kok mama nggak ada di dapur? atau mama ada di depan ya?" ucap anak itu lagi. Disaat dia balik melangkah ia menengok ke arah wajan yang apinya masih menyala. Ana pun menghampiri wajan itu.
" Mama kok nggak matiin kompornya? tu kan hangus pisang gorengnya." ucapa Ana sambil mematikan kompor.
Pisang goreng yang sudah hangus itu di angkat. Namun, tangan yang masih kecil tak bisa mengimbangi berat wajan itu sehingga wajan itu jatuh. Minyak panas muncrat keluar sehingga mengenai pipi Ana yang mulus itu.
Ana pun berteriak kesakitan di wajahnya. Clara yang masih mengobrol dengan Halimah kaget dengan suara dari arah dapur. Halimah dan Clara beranjak dari duduk mereka dan berlari ke arah dapur.
Clara dan Halimah pun kaget melihat kondisi Ana yang menangis memegang wajahnya yang sudah melepuh sebagian.
" Anaa " teriak mereka serempak dan langsung menghampiri Ana.
" Mama sakit " rengek Ana yang kesakitan.
" Tenang nak, Clara ayo bawa Ana segera ke rumah sakit" ucap Halimah yang panik.
" Sabar sayang, kita ke rumah sakit ya?" ucap Clara yang tak bisa menahan air mata melihat kondisi anak satu-satunya.
" Clara kau tunggu di sini, aku memanggil asep dulu buat antar kalian ke rumah sakit" ucap Halimah berlalu.
" Ma sakit" adu kesakitan Ana.
" Sabar sayang, tunggu ya nak" ucap Clara yang masih menitikan air matanya.
" Clara ayo! Mang Asep udah nunggu " Teriak Halimah dari arah luar.
" Ayo sayang" ucap Clara.
" Aku nanti akan menyusul, bawa cepat Ana ke rumah sakit agar cepat di tangani oleh dokter" ucap Halimah yang merasa sedih yang terjadi pada Ana.
Mobil pun dengan cepat membawa mereka ke rumah sakit. Mang Asep yang begitu menyayangi Ana seperti anaknya juga merasa sedih melihat kondisi Ana sekarang.
Gadis kecil yang di kenal sekampung yang begitu cantik dan ceria kini sedang menangis kesakitan.
Setelah dokter memeriksa keadaan Ana, dokter menghampiri Clara yang duduk melihat keadaan Ana terlelap dalam tidurnya karena efek dokter berikan.
" Sabar ya Bu! Semoga Ana bisa menerima keadaannya yang sekarang" ucap dokter tak ada jawaban dari Clara dokter itu pun beranjak pergi. Dokter memahami kondisi ibunya yang shok mendengar ucapan dokter tadi setelah pemeriksaan Ana.
" Maafkan ibu nak, ibu tak bisa menjagamu dengan baik. Ini salah ibu, seharusnya ibu mematikan kompor itu."ucap Clara yang merasa bersalah yang tak bisa menjaga anaknya dengan baik.
Halimah dan mang Asep baru tiba di rumah sakit dan langsung menuju ke ruang inap Ana. Halimah melihat Clara yang sedang meratapi rasa bersalahnya itu hingga membuatnya memeluk Clara untuk di tenangkan.
" Clara gimana keadaan Ana?" Tanya Halimah yang masih memeluk Clara. Halimah sudah menganggap Clara adalah saudaranya sehingga tak ada rasa canggung diantara mereka untuk saling menguatkan.
"Bu Halimah, Ana akan cacat." tangis Clara pecah di pelukan Halimah. Halimah begitu kaget atas ucapan Clara.
" Clara kau harus kuat demi anakmu, jangan menangis nanti Ana melihat ia pun akan tambah bersedih" ucap Halimah yang begitu sedih yang menimpa Ana.
Halimah sudah menganggap Ana seperti anaknya. Karena Ana sering bermain ke rumah Halimah yang banyak anak-anak sebayanya di sana.
Malam yang semakin larut membuat Halimah pamit pulang dan akan berkunjung besoknya. Setelah kepergian Halimah, Clara menghampiri tempat tidur Ana dan membelai rambutnya.
" Maafin mama sayang"ucap Clara yang masih dalam tangisannya.
Setelah 10 menit memperhatikan wajah anaknya tiba-tiba mata Clara merasakan ngantuk yang tak bisa di tahannya. Rasa capek dan menangis tadi yang membuatnya tertidur lelap di samping Ana.
Di pagi yang cerah di area rumah sakit, yang membuat sinar mentari masuk ke dalam ruangan menerpa wajah anak yang terlelap dalam tidurnya. Ana yang nampak terganggu tiba-tiba membuka matanya perlahan untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam mata retinanya.
Ana melihat ruangan yang nampak asing baginya yang bercat dinding putih dan horden yang terjuntai pun putih, Ana yang mengingat kejadian menimpanya langsung meraba pipinya itu.
" Aaakh sakit" teriak kecil Ana ketika menyentuh pipinya yang di perban.
Clara pun kaget mendengar suara Ana yang berteriak kecil.
" Ada apa sayang?" tanya Clara yang khawatir dengan kondisi anaknya.
" Ibu kok di sini?" tanya Ana yang membuat Clara bingung dengan Anaknya.
" Ana jangan bercanda, ibu nggak suka kamu bercanda sekarang. Apa yang sakit sayang?" tanya Clara yang cemas dengan keadaan Ana.
" Aku nggak bercanda ma! , Mama nggak pulang ke rumah mandi dulu, trus buat makanan buatku." ucap Ana yang masih mengerjai ibunya.Walaupun Ana terlihat masih anak kecil tapi sifatnya seperti orang dewasa.
Clara yang akan menjawab ucapan anaknya berhenti ketika suara pintu terbuka yang menampilkan seorang suster datang bersama dokter. Dokter menghampiri Ana dan memeriksa keadaan Ana yang sekarang tengah tersenyum pada mereka.
" Hai gadis cantik? Boleh dokter tampan ini tahu siapa namamu? " tanya dokter menggoda Ana agar nggak takut di suntik olehnya.
" Namaku Alana Liona Gantari panggil aku Ana atau Liona Om Dokter" ucap Ana dengan colotehnya anak kecil.
Dokter dan Ana pun saling mengobrol membuat suasana menjadi bahagia melihat Ana kembali ceria tanpa mengadu kesakitan.
" Bu Clara bisa kita bicara?" tanya suster di samping Clara.
" Ya sus! Ada apa?" ucap Clara.
" Apa ibu sudah bisa membayar biaya administrasinya sekarang?" tanya suster.
" Iya sus." balas Clara.
" Kalau begitu ikut saya untuk melunasi biaya administrasinya" ucap suster, Clara pun menganggukan kepalanya. Sebelum menyusul suster, Clara berpamitan kepada Ana dan dokter yang sedang asyik mengobrol seperti berpacaran saja.
" Sayang, mama tinggal sebentar ya? Mama ada perlu sama suster." ucap Clara yang langsung di anggukan kepala oleh Ana.
" Dok! Saya titip sebentar Ananya ya dok?" ucap Clara. Dokter pun menganggukan kepalanya.
" Emang Ana barang apa di titip-titip segala, Ana udah besar ma" ucap Ana yang tak terima yang di katakan ibunya.
Clara hanya bisa menggelengkan kepalanya tanpa mengelak ucapan Ana. Iapun pergi menghampiri ruangan administrasi.
" Berapa semua sus?" tanya Clara yang berada di meja administrasi.
Suster itu memberikan nota biaya yang harus di lunasi. Clara terkejut dengan nominal yang terdapat di nota yang harus di bayar segera. Clara terdiam sejenak memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu.
" Astaga, dari mana aku mempunyai uang sebanyak ini? tabunganku tak cukup membayar biaya rumah sakit ini." gumam Clara yang hanya bisa di dengarnya.
" Bagaimana bu, bisa membayarnya sekarang atau?" tanya suster.
" Sus, boleh saya kasih waktu dulu untuk mendapatkan uang sebanyak ini?" tanya Clara.
" Maaf bu, kalau ibu belum bisa membayar hari ini juga, perawatan anak ibu akan kami hentikan sementara dulu sebelum ibu melunasinya." ucap suster.
" Ya sudah saya akan bayar sekarang, tapi saya mau mengambil uang dulu di rumah. Saya tak membawa tas saya ke sini kemarin." ucap Clara kepada suster itu..
" Ya bu"balas suster itu.
Clara kembali keruangan Ana untuk berpamitan ke rumah dan kembali membawa uang untuk biaya perawatannya selama di rumah sakit.
" Mama udah balik?" tanya Ana yang melihat ibunya memasuki kamarnya.
" Mama mau pulang dulu, Mama mau ambil uang untuk membayar administrasinya sayang" ucap Clara menyentuh wajah anaknya yang sebelah tak ada perban.
" Mama nggak lama kan?" tanya Ana yang merasa aneh yang di rasakannya.
" Mama nggak lama kok sayang," ucap Clara sambil mencium kening anaknya. Clara pun merasakan sesuatu di hatinya yang tak rela meninggalkan anaknya sendiri. Tapi dia tetap bernekad pergi untuk mengambil uang untuk melunasi biaya rumah sakit.
" Mama hati-hati ya!" ucap Ana yang melirik ibunya melangkah. Clara berbalik dan kembali memeluk Ana.
" Mama selalu sayang sama kamu nak, sayang banget. Harta mama satu- satunya hanya kamu sayang, jangan jadi anak nakal lagi ya?" ucap Clara seperti orang berpesan.
" Iya mama, Ana janji menjadi anak baik dan kalem buat mama" ucap Ana yang masih mengajak bercanda.
" Ya sudah mama pamit dulu ya?" ucap Clara sambil mengusap kepala Ana.
" Iya ma!! papay mam" ucap Ana sambil melambaikan tangannya. Clara membalas lambaiyan Ana dan langsung berlalu pergi.
Di dalam perjalanan Clara nampak sedang melamun memikirkan cara mendapatkan uang itu. Tiba- tiba dia teringat dengan seseorang yang begitu baik dengannya. Tujuannya untuk kembali ke rumah tak bisa di lanjutkan, dia pun berbalik menuju arah lain yang pasti kerumah yang dalam pikirannya bisa membantu.
Di dalam perjalanan bus yang di naiki Clara berhenti di tempat yang akan menuju ke tempat orang yang ingin dia datangi. Clara turun dari bus itu dan mulai melangkah untuk menyebrang. Tanpa dia ketahui mobil truk melaju cepat ke arahnya karena rem blong hingga terjadilah tabrakan yang tak bisa di hindari.
" Ciiiiitttt brrraaaakkkhh" suara tabrakan yang membuat orang itu terlempar jauh.
Orang-orang berlarian melihat kejadian yang terjadi di sekitar mereka. Salah seorang dari mereka langsung menghubungi pihak kepolisian dan ambulance.
" Prraaangg"
...----------------...
Apa yang terjatuh ya?
Penasaran dengan ceritanya? Nanti tunggu kelanjutannya.. Di sini Ana masih kecil ya belum dewasa..
Silahkan kasih like dan votenya ya!!
Terimakasih..
" Prraangg " suara gelas jatuh.
" Astagafirullah, kok gelasnya jatuh? Apa tanganku bermasalah, nggak bisa megang ya?" gumam Ana yang memijit-mijit tanganya.
" Ada apa de? Kok gelasnya jatuh?" tanya suster yang menjaga Ana.
" Nggak kok tante sus, tanganku aja yang kepeleset nggak bisa megang gelas" ucap Ana dengan memperlihatkan tangannya yang kecil mungil.
" Tangannya baik-baik aja kok, tante sus mau bersihin dulu ya pecahan gelasnya. Ana nggak boleh turun nanti kakinya kena pecahan dan terluka" ucap suster sambil menggenggam tangan mungil Ana.
" Iya tante sus, Ana tunggu di sini tapi jangan lama-lama, Ana takut sendirian." ucap Ana.
Suster itu pun pergi mengambil alat untuk membersihkan pecahan gelas yang berada di lantai.
" Mama kok lama ya? Kenapa hati Ana kayak tak enak ya?" gumam Ana yang merasa hatinya tak enak.
......................
Kriingg..krriiingg..kriingg
" Hallo, Asalamu Alaikum" ucap seorang pria yang mengangkat dering handponenya.
" Iya benar, apaaa?" ucap pria itu lagi yang kaget.
" Baik, saya segera ke sana melihatnya" ucapnya menutup telfonnya.
" Ada apa pa?" tanya istrinya yang duduk di samping dan kedua anaknya yang tengah menatapnya terlihat bingung.
" Ma! Papa mau pergi dulu, papa nggak bisa mengantar anak-anak ma. Papa punya urusan yang sangat mendadak" ucap pria itu kepada istrinya.
" Anak-anak papa boleh Mang Ujang dulu yang antar kalian hari ini kesekolah" ucap pria itu kepada kedua anaknya.
"Iya pa" jawab mereka bersamaan.
Setelah kepergian kedua anaknya, pria itu pun berpamitan kepada istrinya.
......................
Pria yang berparawakan tinggi yang bernama Rahdian Pramudita sangat tergesa-gesa melangkah ke ruangan yang sudah di katakan suster padanya.
" Clara" panggil Dian yang baru memasuki ruangan UGD yang terdapat sosok yang fi kenalnya.
" Apa yang terjadi padamu Cla" ucap Dian yang sudah menitikkan air matanya melihat kondisi Clara yang sangat memprihatinkan.
" Mass tolong jaga dan sayangi Ana" ucap Clara kata-katanya setengah melemah.
" Apa yang kamu katakan Clara?" ucap Dian yang masih belum mengerti.
" Waktuku nggak lama lagi, tolong sayangi Ana mas. Berikan ini pada Ana di saat umurnya 23 tahun." ucap Clara memberikan sebuah kalung emas.
" Ini tabunganku mas untuk Ana sekolah nanti mas."ucapnya kembali mengatur nafasnya yang semakin melemah.
" Aku akan menjaganya" ucap Dian yang sesegukan.
" Terima kasih mas sudah sering menolongku, janji ya mas jaga Ana dengan bai_k" ucap Clara yang tiba-tiba menghembuskan nafas terakhirnya.
" Cla!! Clara!!" panggil Dian sambil menggoyangkan tubuh Clara. Namun jawaban dari mulut Clara tak ada jawaban.
" Suster !! Dokteer!! " teriak Dian memanggil suster dan dokter. Suster dan dokter berlari ke arah Clara yang sudah tak bernyawa.
" Maaf Pak, istri anda sudah meninggal kami tak bisa menyelamatkan nyawanya. Luka yang di alami istri anda cukup parah, itu yang membuatnya tak bisa di selamatkan" ucap dokter yang mengira Clara adalah istri Dian.
Dian yang mendengar ucapan dokter langsung melorot kebawah.
" Apa yang harus aku katakan pada mawarku Cla."ucap Dian.
" Hiks hiks hiks Clara." tangis Dian yang begitu sedih kehilangan orang yang begitu di sayanginya.
" Bapak bisa keluar sebentar? kami akan membersihkan jenazahnya." ucap salah satu suster.
Dian beranjak berdiri namun langkahnya berhenti berbalik ke suster itu lagi.
" Sus! Anaknya bu Clara di rawat di mana ya?" tanya Dian.
" Di ruangan Dahlia E pak, nanti bapak bertanya saja salah satu suster yang berada di situ." ucap suster.
" Baik, terima kasih." ucap Dian kembali berbalik dan melangkah menyusuri area rumah sakit untuk menemui Ana.
......................
" Kenapa mama lama sekali ya? kan jarak rumah ke rumah sakit nggak jauh-jauh amat. Paling sampai di sini hanya 2 jam saja ini sudah 3 jam. Tante sus lihat mama nggak?" tanya Ana kepada suster yang menjaganya.
" Anak manis, mamanya belum pulang sayang. Sabar ya? pasti mama sedikit lagi sampai." ucap suster sambil membelai rambut Ana.
" Tante sus, stok kesabaran Ana udah habis. Ana mau *****, nggak mau lama" ucap Ana kepada suster dengan colethnya anak kecil.
Suster bingung sendiri, kok udah 5 tahun lagi *****?, pikirnya.
"Klleekk" bunyi pintu terbuka.
Dian memasuki kamar inap Ana dan di lihat Ana tengah tersenyum menatap ke arahnya. Dian melangkah menghampiri Ana dan meraih tubuh Ana kedalam pelukannya. Ana yang bingung dengan ulah pamannya hanya menepuk punggung belakang Dian.
Ana menganggap Dian sebagai pamannya, Dian selalu datang di waktu senggang untuk bermain dengannya.
" Paman kenapa, kok nangis? Paman sudah besar nggak boleh nangis." ucap Ana sambil menghapus sisa air mata Dian.
" Sayang kamu harus kuat ya? demi mama." ucap Dian tanpa menjawab ucapan Ana. Dian kembali sesegukan takut Ana mengalami frutasi atas kehilangan ibunya.
" Hahaha paman nangis gara-gara aku nggak kuat? ish paman, aku udah kuat kalau minum ***** tapi mama belum pulang." jawab Ana masih tertawa kecil.
" Bukan sayang, aduh ini anak masih saja bercanda." gumamnya sambil memikirkan cara menyampaikan Ana.
" Mama Ana sudah pergi." ucap Dian dengan pelan-pelan. Namun tawa Ana lebih keras lagi yang membuatnya bingung atas ucapannya.
" Aduh paman, mama memang lagi pergi di rumah tapi mama belum kembali dari tadi. Ana udah haus mau *****." ucap Ana yang belum tahu maksud pamannya.
" Mama Ana pergi menghadap sang Illahi" ucap Dian yang menatap Ana. Ana yang mendengar ucapan pamannya nampak kaget bagai tersambar petir.
" Paman nggak bohongin Ana kan?" tanya Ana yang sudah menitikkan air mata. Dian menggelengkan kepalanya tanda ia tak berbohong.
" Nggak, mama nggak boleh tinggalin Ana" ucap Ana dengan tangisannya. Dian yang melihat Ana yang bercanda beberapa menit lalu kini sedang hancur hatinya.
Ibu yang begitu disayangi dan memanjakan Ana telah pergi untuk selama-lamanya. Yang selalu membacakan dongeng di waktu malam telah tiba. Kini siapa yang akan merawat dan mendengar cerita jika di jahili anak-anak sebayanya? Begitu hancur dan sepi tanpa seorang ibu.
" Mama! kenapa ninggalin Ana sendirian? hiks hiks hiks" ucap Ana sedang menangis di atas gundukan tanah ibunya.
" Ana nggak sendirian, ada paman disini" ucap Dian merangkul Ana.
" Paman aku ingin ibu" ucap Ana dalam tangisannya.
" Ana sayang mama?" tanya Dian. Ana pun menganggukan kepalanya.
" Kata mama Ana nggak boleh cengeng, Ana kan pintar dan manis" ucap Dian.
" Aku nggak manis paman, nanti semut-semut datang mencicipiku bila manis" ucap Ana yang masih saja bercanda walaupun dalam kesedihan. Dian pun tertawa kecil dengan ucapan Ana, dia senang Ana kembali bisa ceria walaupun tak ada yang tahu hatinya begitu hancur.
" Ana mau ikut paman?" tanya Dian.
" Kemana paman?" tanya Ana.
" Tinggal sama paman" jawab Dian.
" Ana nggak mau paman" ucap Ana menundukkan kepalanya.
" Kenapa Ana nggak mau tinggal sama paman?" tanya Dian.
" Ana nggak mau mama sendirian paman" ucap Ana menitikkan air matanya kembali yang masih menunduk.
" Mama akan ikut sama Ana kok" ucap Dian. Ana menatap wajah pamannya yang masih bingung.
" Mama kan udah bobo di dalam, gimana mau ikut? Paman mau jadi pencuri mayat? Kasian mama paman nanti gentayangan." ucap Ana.
"Astaga ni anak" gumamnya.
" Bukan sayang, Mama Ana di dalam hati Ana yang selalu bersama Ana" ucap Dian.
" Benarkah?" tanya Ana yang tersenyum bahagia. Dian menganggukan kepalanya kepada Ana.
" Tapi Ana kan punya rumah, Ana mau tinggal di rumah saja." ucap Ana.
" Ana masih kecil, nggak ada orang yang jagain Ana bila ada orang jahat yang masuk kerumah Ana. Siapa yang mau menolong Ana?" ucap Dian. Ana nampak berpikir sejenak, kemudian menganggukan kepalanya tanda Ana mau ikut bersama pamannya.
" Kalau begitu mulai sekarang Ana panggil paman, paapaa" ucap Dian. Ana terdiam sejenak atas permintaan pamannya.
Ana dari dulu mencari tahu siapa ayahnya namun, Clara selalu memberi jawaban yang sama bila ayahnya pergi bekerja ditempat yang sangat jauh. Ana berpikir kalau pamannya itu adalah ayahnya tapi Ana takut bertanya kepada ibunya. Di setiap Ana bertanya pasti ada linangan air mata di kelopak mata ibunya. Dari situlah Ana tak ingin membuat ibunya menangis merindukan ayahnya. Tapi kenapa baru sekarang paman yang selalu datang bermain dengannya ingin di panggil sebagai papa? kenapa nggak dari dulu disaat Ana masih kecil? pikirnya.
" Ana" panggil Dian menunggu jawaban Ana. Ana tersadar dari lamunannya disaat mendengar seseorang memanggil namanya.
" Baik pam.. maaf papa " ucap Ana yang hampir salah memanggil.
" Anak pintar, sekarang kita berangkat mau ambil barang Ana, terus kita ke rumah paman." ucap Dian kepada Ana.
" Mama! Ana pamit ya? Mama di sana baik- baik aja. Jangan pikirkan Ana lagi, Ana udah dewasa. babay mama " ucap Ana sambil mencium batu nisan ibunya.
Mereka pun berangkat menuju kediaman Rahdian setelah mengambil barang-barang Ana. Ana juga sebelum pulang dari rumah sakit sudah di periksa oleh dokter dan kembali seminggu lagi untuk pemeriksaan selanjutnya.
" Asalamu Alaikum " ucap Dian memasuki ruangan keluarga yang terdapat istri dan kedua anaknya.
" Waalaikum salam" balas mereka bersamaan. Mereka bertiga pun mendekati Dian yang baru datang dan menyalami tangannya.
" Pintar anak-anak papa, anak-anak papa udah makan belum?" tanya Dian yang menatap kedua anaknya.
" Sudah papa" ucap kedua anaknya.
" Anak-anak papa mau punya teman?" tanya Dian tanpa basa-basi lagi. Janie bingung dengan ucapan suaminya.
" Mau pa" jawab kedua anaknya.
" Benarkah? Kalau begitu papa panggilkan teman baru kalian" ucap Dian kemudian berbalik ke arah pintu keluar. Ana yang berdiri di balik pintu sedang gugup karena baru kali ini dia datang di keluarga yang sudah di panggilnya papa sejam yang lalu.
" Ayo masuk sayang" ucap Dian yang berdiri menatapnya.
Ana melangkah pelan-pelan ke arah mereka yang tengah menatapnya.
" Kenalkan ini Ana, dia adik kalian juga" ucap Dian yang tersenyum ke arah keluarganya.
Janie yang berdiri kaget bagai tersambar petir hatinya hancur seketika. Suami yang di kenalnya begitu setia selama pernikahan mereka membuatnya hancur seketika. Ketika suaminya membawa anak dari perempuan lain. Kedua anaknya pun hanya saling bertatapan,bagaimana tidak seorang ayah yang menjadi panutan bagi mereka membuat mereka begitu kecewa.
" Papa mau bercanda ini bukan saatnya pa!" ucap istrinya yang masih belum percaya.
" Bram! Risa! ajak Ana bermain di taman. Papa mau bicara dengan mama dulu" ucap Dian kepada kedua anaknya.
Mereka berdua pun mengajak Ana bermain di taman dan meninggalkan kedua orang tuanya di ruang keluarga.
" Ma.."
" Jangan bilang papa berselingkuh dari mama" bentak istrinya yang langsung memotong ucapan suaminya.
" Aku tak akan sudi anak haram itu tinggal di sini pa" bentak janie kembali kearah suaminya. Dian yang tak terima atas tuduhan janie membuatnya reflek menampar istrinya.
Janie pun kaget dengan tamparan suaminya,Janie menoleh ke arah Dian yang mulai menitikkan air mata. Begitu tak percaya dengan sifat suaminya yang berubah.Selama menjalani pernikahannya dengan Dian tak pernah janie di perlakukan kasar seperti ini. Janie langsung berlari ke kamarnya meninggalkan Dian yang mematung menatap tangannya yang sudah begitu tega menampar istrinya.
Tanpa mereka ketahui sepasang mata menatap ke arah mereka yang bersembunyi di balik dinding pembatas.
" Gara-gara kehadiran si buruk rupa, kedua orang tuaku bertengkar. Kau akan mendapatkan pembalasanku atas kehancuran keluargaku" gumam seseorang menahan amarah dan timbul rasa benci dari dalam hatinya.
To
Continud.
...----------------...
***** \= Susu buatan ibunya.
Penasaran cerita selanjutnya?
Siapa yang akan membenci Ana?
Haii semua yang sudah mampir jangan lupa like dan votenya ya? Terima kasih juga yang sudah setia dengan ceritaku ini. Maaf ceritaku tak semenarik dari cerita kalian yang begitu indah tapi aku ingin jadi yang terbaik mengikuti jejak kalian.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!