NovelToon NovelToon

My Sugar Brother

1 . satu-satu, aku butuh Uang~

Suasana senja yang cerah dan begitu oranye dipadukan sedikit warna ungu membangun atmosfer yang hangat di Cafe itu. Lalu lintas yang ramai, bahkan beberapa teriakan antar pengendara yang melibatkan otot lehernya membuat suasana di cafe yang berada di jalan besar itu semakin terasa normal dan hangat.

itulah Lea betah bekerja di Cafe itu walau kuliah yang ia hadiri satu jam yang lalu memiliki materi yang membuat otaknya berniat resign.

" Lea, mau pesen Americano dong." Lea menoleh dan tersenyum sambil menghampiri meja itu, " tapi kerjain biodata pasien gue ya? ok?" tawar Lea dengan senyum cerahnya.

Tazqia, teman kuliah Tazqia yang berlangganan di Cafe itu sejak Lea bekerja disana, menatap sengit temannya itu. " gratisin?"

" lu mau bayarin UKT gue?" sindir Lea. dan Kini tazqialah yang tertawa riang.

Aeleasha Gayatri, Mahasiswi Keperawatan di politeknik kesehatan, dimana Ia harus menghadapi praktik lebih banyak daripada hafalan teorinya untuk bisa mendapat gelar sarjana terapan dan profesinya.

sejak akhir semester 2 kemarin, ia mendapat kabar dari keluarganya di Bogor, bahwa ia terancam Cuti karena orang tuanya kewalahan dengan biaya adiknya yang masuk sekolah kejuruan swasta. benar-benar efek dari wabah pandemic sangat menakjubkan.

bahkan hingga Lea masuk semester 3, dan pandemic mereda hingga bisa melaksanakan kuliah offline, ia belum mendapat kabar bahwa ayahnya sudah mendapatkan pekerjaan yang tetap. Sehingga gadis itu masih harus bekerja sampingan untuk membayar UKT semester 3 nya ini.

" Lea, di meja no.4 pesen Coffee Mocha ice sama Frappuccino, tolong anter ya, gue mau ke toilet soalnya.." Lea mengangguk dan mengatar pesanan Tazqia sebelum ia mengatar pesanan di meja nomor 4. Saat ia sampai di meja itu, wajah pemesannya sejenak membuatnya terdiam berpikir.

entah apa yang Lea bayangkan, tapi ia sendiri merasa sedikit familiar dengan wajah orang itu. ia menaruh pesanannya dan tersenyum, " selamat menikmati." ucapnya.

" boleh minta waktunya sebentar?"

Lea mengerutkan keningnya. " Ke-kenapa mas? ada yang salah? atau saya bocor ya?" Lea langsung menoleh ke arah Tazqia yang duduk tidak begitu jauh, " Qi! gue bocor?" ucapnya agak keras.

Tazqia menatap aneh temannya itu sambil menggeleng kepalanya, " engga, bego!" balas gadis berhijab itu. Jawaban Tazqia tentu membuat kerutan didahi Lea semakin menjadi. ia kembali menatap wajah pelanggannya itu dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

" ma-maaf mas, saya panikan orangnya. jadi kenapa mas?"

" boleh duduk dulu? soalnya yang saya bicarakan agak serius." ucap orang itu. Lea mengerutkan keningnya walau ia tetap duduk. mungkin saja orang itu butuh bantuan, seperti itulah yang dipikirkan Lea.

sejenak, hanya hening yang ada di meja itu, ditemani berkas cahaya senja dan suara musik yang disiarkan di speaker yang menempel di dinding Cafe. Apalagi lagunya begitu cocok, Senja merah Jambu.

Lea merasa sedikit tidak nyaman, walau Seragam kuliahnya sudah ia ganti dengan kaus biasa, ia tetap merasa tak nyaman hanya di tatap dengan intens oleh orang didepannya.

" Nama kamu Ayeleasha Gayatri kan?" tanya orang itu. Lea menggangguk sambil tertawa kecil, " A Sama E nya dibaca E mas, jadi dibaca Eleasha Gayatri." jelas gadis itu. Pria yang sejak tadi berwajah tenang itu kini sedikit terkejut dan bahkan menutupi wajahnya karena malu.

Lea sering menghadapi hal ini, dan sekarang gadis itu merasa deja vu.

" jadi kenapa Mas?" tanya Lea lagi. Ia merasa sudah membuang banyak waktu hanya untuk ditatapi dan ditanyai namanya.

Pria itu menghela nafasnya, " maaf, kalo saya gak salah, kamu lagi ada masalah keuangan terutama biaya kuliah 'kan?" pertanyaan orang itu membuat Lea langsung menatap antusias. Gadis itu berharap orang ini tengah menawari pekerjaan sampingan lagi untuknya. Dari bekerja di Cafe butuh waktu lama untuk mengumpulkan UKTnya, sehingga Lea membutuhkan setidaknya 2 pekerjaan paruh waktu.

" Mas Lagi butuh pegawai Part Time? saya mau mas, mau kerjanya ngangkut barang, atau jaga toko tengah malem, saya mau kok." ucapan antusias Lea membuat orang itu menggeleng sebagai penyangkalan dari harapan Lea barusan.

" Saya bisa biayain kuliah kamu dari UKT, kendaraan, makan, praktik, saya bisa bayarin itu semua. Asal kamu tinggal sama saya dan panggil saya Kakak. gimana?"

" Hah?" Lea menatap tak percaya dan merasa pendengarannya sudah terganggu dengan Delusinasi. gadis mengetuk kepalanya sedikit berusaha mengembalikan fungsi lobus temporalnya untuk tidak melantur, dan kembali menatap serius orang dihadapannya.

" maaf, Mas... tadi ngeblank. Jadi, tadi gimana?"

orang itu menghela nafasnya dan mengeluarkan ponselnya. ia mengetikkan sesuatu di layar lalu menyodorkan benda pipih itu ke hadapan muka Lea. Lea membacanya dan membelalakan matanya karena tulisan dilayar itu sama persis dengan yang ia dengar barusan.

Lea menatap ngeri pria dihadapannya, " Mas Daddy Sugar yang lagi nyari Baby sugar baru ya?"

Pria itu menggeleng kepalanya sambil tertawa, tak percaya bahwa gadis dihadapannya lebih bodoh dari perkiraannya. " jelas-jelas saya minta kamu manggil saya Kakak, bukan Daddy. Kamu bisa baca 'kan?"

Lea menatap heran orang itu. harga sebuah kata 'Kakak' bisa membiayai kuliahnya bahkan kehidupan sehari-harinya?

" Mm... maaf Mas.. saya mau mikir-mikir dulu, boleh minta kartu nama Mas? saya bakal hubungin Mas Kok. karena saya Emang lagi butuh tawarannya Mas, tapi saya lagi di jam kerja... gak bisa lama lama kayak gini.." Lea menatap tak enak orang itu, ia tahu mungkin orang itu sangat butuh bantuan walau sedikit aneh, tapi jika ia ditipu mungkin ia akan berakhir hancur berantakan.

orang itu menyodorkan kartu namanya sambil tersenyum. " kamu bisa minum 'kan?"

Lea mengerutkan keningnya karena tak mengerti maksud pertanyaan pria dihadapannya. " bisa lah, Mas, nanya aneh-aneh aja hahahaha.." tawa kecil gadis itu menular pada pria dihadapannya. " tolong diminum minumannya. saya pesen itu sebagai ganti mengganggu waktu kamu." ujar pria itu dengan senyumnya sebagai pamit dan pergi membawa salah satu minumannya.

Lea tak mengerti dengan hari ini. Padahal hari ini begitu cerah dan suasananya sangat normal, kenapa ia harus mengahadapi situasi aneh ini?

Ia menatap nama yang tertera di lembar kecil di meja itu. " Asa Aldebara... CEO dan Co-Founder Nextdoor Group? CEO? pemimpin itu? yang sering ada di *******-******* itu? demi apa?"

2. Ada apa Dengan Lea?

Untuk beberapa Minggu awal kemarin, Lea memang begitu bersemangat mengawali kuliahnya, walau di kepalanya memikirkan bagaimana membayar biaya kuliahnya. Namun untuk Minggu ini, pikirannya begitu terganggu.

tentu masih dengan topik yang sama, Uang. Lea benar-benar mulai terusik karena tawaran pria bernama Asa Aldebara seminggu yang lalu. Lea jadi banyak berpikir dan sering mencari kasus pelecehan ataupun pengalaman seseorang yang pernah menjadi Baby Syuger.

nyaris sama dengan apa yang ia alami, tapi semua Bebi Syuger itu mengaku bahwa semua Daddy mereka sudah pernah melakukan hubungan intim dengan mereka barulah menawari harta.

Lea tak mengerti dengan Asa. Badannya bahkan dibilang bagus tidak juga, dibilang jelek juga tidak. biasa saja. Jadi letak menariknya dimana untuk dilecehkan?

" Lea, lu dipanggil Pak Ade."

" hah? Pak Ade?" jantung Lea mulai bekerja hiperaktif hingga tanpa sadar memegang dada kirinya. Lea tahu alasan pria berwajah tampan pujaan beberapa gadis di kelasnya itu memanggil pasti perihal UKT yang masih belum ia bayar,

tapi Lea masih belum memiliki uang yang cukup, sehingga ia merasa gugup. Ia takut akan Cuti atau bahkan keluar. Lea dengan terburu-buru membuka tasnya sambil berjalan menuju ruang administrasi, ruang Pak Ade berada.

" duh mana sih hape gu--" ucapan monolognya terhenti saat ia melihat sebuah kertas yang sedijit keras terlihat netranya. "Asa... iya, Mas Asa.. mungkin gue bisa minta dia bayarin UKT gue dulu? kalo dia beneran bisa bayar, mungkin aja dia beneran cuma minta gue manggil dia Kakak.. iya kan?" Lea masih saja bermonolog tanpa memikirkan bahwa ia sudah diperhatikan banyak mahasiswa lain.

tanpa memperdulikan keraguan dan prasangka yang sejak kemarin menghantuinya, Lea menghubungi Asa.

" Hallo, dengan Mas Asa Aldebara?" sapa Lea saat sambungannya diterima. Sekitar beberapa detik gadis itu tak mendengar apapun terkecuali suara gaduh benda jatuh. " Ha-hallo?" sapanya lagi.

" ya, Ini saya, Asa... kamu Lea?"

Lea mengerutkan keningnya, apakah suarany begitu khas hingga Asa mengetahuinya? Padahal ia belum menyebutkan namanya. Tapi Lea berusaha mengabaikannya " iya, bener Mas.. mhmm sebentar Mas.."

Lea berlari kecil memasuki toilet dan mengunci pintunya agar tidak ada yang masuk ke toilet itu walau sebenarnya ada banyak bilik di dalam toilet itu. " hmmm... gini Mas Asa... saya terima tawaran Mas, tapi boleh minta bayarin UKT saya sekarang banget gak? saya udah di tegur lagi soalnya..." berbalik keadaan dengan Lea yang berwajah gugup dan pias,

Asa di meja kantornya tersenyum menahan tawa kecilnya. ia mengangguk walau tahu Lea tak melihatnya, " Boleh Lea... kamu kirim rekening dan cara pembayarannya lewat wa, sekarang aja."

Pias dan kemuraman yang sejak tadi menghuni wajah Lea kini hilang digantikan keceriaan. Lea merasa hidup kembali, Ia langsung mengirim cara pembayaran dan nomor rekening kampusnya.

" Lea?"

" eh? belom aku tutup? maaf Mas... aku tutup nih ya?*

" kamu..." ucapan Asa terhenti, membuat Lea mengurungkan niatnya untuk menutup panggilan itu. Lea menunggu sambil menatap layar ponselnya yang menandakan bahwa Asa sudah diam selama semenit setelah berkata 'kamu'.

" mas? putus-putus ya?"

" engga... saya lagi mikir... Kamu hari ini ada waktu kapan?"

Lea mengerutkan keningnya. Apa Asa akan macam-macam kepadanya karena telah membayar UKT nya? Lea menggeleng untuk membuyarkan pikiran jahat itu. " ada Mas, tapi cuma jeda aja... aku udah dapet kerja di mini market 24 jam buat jaga tengah malam. nanti mas bisa kesana, atau ke Cafe waktu itu." ucap Lea.

kerutan begitu jelas di dahi Asa. ia tak percaya Lea mengambil pekerjaan tengah malam juga. " ok, di mini market aja. UKT kamu udah lunas. buktinya saya kirim sekarang. kamu masih ada kuliah?"

" udah engga sih, cuma masih ada kerja kelompok mater.. eh Mas Asa kan gak tau ya, hehehehe.." mendengar tawa Lea membuat Asa mengangguk, " saya tutup ya, Lea.." pamit Asa. Lea mengangguk dan membiarkan Asa memutuskan sambungan. helaan nafas lega keluar dari mulutnya.

dering kecil dari ponselnya menyadarkan Lea bahwa ia baru saja mendapat pesan dari Asa melalui WhatsApp. bukti pembayarannya bahwa Ada telah membayar Uang kuliah tunggalnya berhasil membuat Lea menutup mulutnya tak percaya.

disamping itu, Asa masih terus memandangi nama Lea di ponselnya. Pikiran yang sudah bersemayam dikepalanya sejak lama kini muncul begitu jelas. " Farhan, tolong lacak lokasi nomor ini."

Farhan, Asisten pribadi sekaligus sekretasis Asa, mengambil ponsel yang disodorkan Asa dan melaksanakan tugasnya. Setelah mendapatkan lokasinya, Asa langsung memberikan perintah, " kirim makanan untuk kelas Aeleasha Gayatri, untuk lima puluh orang cukup 'kan?"

ucapan Asa membuat Farhan mengerutkan kening sebelum akhirnya mengangguk. " baik, pak."

***

setelah dibuat terkejut oleh pesanan pizza atas namanya untuk satu kelas, Lea jadi lebih banyak melamun selama bekerja. Sebelum ke Mini market, Lea mendapat teguran atasannya di Cafe yang mengatakan ia bisa mengambil waktu istirahat sejenak daripada memaksakan diri bekerja 3 jam terus menerus tanpa mengambil istirahat sedikitpun. Atasannya mengira Lea kelelahan walau ia sudah mengatakan ia baik-baik saja.

" kamu mikirin apa?"

" eh?" kaget Lea saat ia melihat Wajah Asa berada tepat didepannya. Lea menarik mundur wajahnya untuk memberi jarak lebih banyak antara wajahnya dengan wajah Asa. " Mas Asa kapan Nyampenya?" bingung Lea.

Asa tertawa kecil dan mengangguk. " saya gak disapa nih? kalo saya beli sesuatu saya pelanggan 'kan?"

Lea menggaruk kepalanya canggung. " selamat datang, Mas Asa... ada yang bisa saya bantu?"

" bisa kasih saya waktu kamu? cuma sebentar." Lea menoleh ke sampingnya, Tempat Nindy, teman part-timenya tengah memandang penasaran Asa karena pria itu begitu tampan. " Nindy bisa minta gantiin sebentar? nanti aku gantiin kamu deh besoknya, ya?" pinta Lea. Nindy mengangguk antusias, ia langsung berdiri disamping Lea, " mau pesen apa, Mas nya?"

Asa menatap sekelilingnya lalu berhenti dan menatap fokus lemari pendingin berisi Es Krim. ia berjalan dan membawa 3 kotak Es krim ukuran sedang dan membayarnya. " kembalian sama satu kotaknya buat kamu aja. Lea, bisa ikut duduk sama saya 'kan?" ucapan Asa langsung diangguki oleh Nindy dan Lea hanya menatap bingung. sejak tadi, ia berpikir apakah Asa seboros ini?

saat keduanya telah duduk, Asa menyodorkan satu kotak es krimnya, " kita bakal ngobrol sambil ngabisin es krim ini. Lea kamu kerja di mini market ini pulang jam berapa?" tanya Asa.

" jam... hm... dari jam 10 Sampe jam 4 pagi sih. nanti Sam kostan aku bakal mandi terus berangkat ke kampus, baru tidurnya di kampus biar aku gak kesiangan." Jawaban Lea mampu menghentikan gerakan tangan Asa untuk menyuap dan membuat pria itu menoleh menatapnya.

" kamu... di Kosan makan'kan?" tanya Asa lagi. Lea sedikit bingung. apa ia tengah diwawancara untuk menjadi babi syuger Asa makanya ditanyai seperti ini? pikirnya.

" kadang minta makan sama tetangga kamarku, tapi kadang juga beli sendiri pake uang gajiku. makannya jarang kok, kalo inget aja, heheheh.." tawa kecil Lea membuat Asa semakin urung menyuap es krimnya.

" Jum'at nanti, setelah kuliah kamu bisa balik ke kostan?" tanya Asa lagi. Asa sendiri merasa aneh karena ia terus bertanya seperti wartawan.

" eh? buat apa? kalo gak ada kerja kelompok bisa sih.."

" kerja kelompoknya ditunda dulu, karena saya bakal kirim jasa pick up barang buat ngambil barang-barang di kosan kamu."

Asa menyuapi es krimnya beberapa kali hingga sadar bahwa Lea tak merespon apapun. Ia menoleh dan mendapati Lea menatap kosong dirinya. " kamu gak lupa kan? saya biayakan kehidupan kamu, asal kamu tinggal sama saya dan panggil saya kakak."

" eh?? ini beneran Mas Asa mau jadi Dedi syuger?"

mendengarnya bukan lagi membuat Asa tersinggung tapi justru tertawa karena merasa Lea begitu konyol. " anggap aja gitu, kalau saya anggap saya berinvestasi. mungkin kamu bisa sebut saya... apa tadi ya? Brother Sugar?"

Lea membelalakan matanya. ia rasa ia terjebak dengan kasus pelecehan.

3. Segala kesalahpahaman

Lea menggigiti jarinya selagi menatap jalan dibalik jendela dengan tidak fokus. apa ia akan selamat? apa ia boleh minta dinikahi saja? ia tak perduli asal tidak ada kata pelecehan dalam riwayat hidupnya.

sedangkan Farhan hanya fokus menyetir. Ia tahu bahwa Gadis di sampingnya akan tinggal di rumah atasannya. Ia sendiri sangat sadar bahwa Lea tengah berpikiran jauh seperti berkeliling galaksi Bima sakti karena Ada tidak menjelaskan dengan rinci alasannya harus tinggal bersama bujang tampan itu.

" Nona Lea gak usah takut, Pak Asa gak ada ketertarikan untuk jadi pedofil."

Lea menoleh dan menatap horor Farhan. " No-nona? maaf mas, saya gak mau dipanggil gitu... Lea aja... lagian, kenapa harus tinggal bareng? emang dia sekesepian itu Sampe bayarin saya kuliah hanya untuk minta saya tinggal sama saya?"

" memang Pak Asa sekesepian itu." jawaban Farhan membungkam Lea. Gadis itu menutup mulutnya dan menatap tak enak Farhan. " Mas Farhan udah kerja sama Mas Asa sejak kapan?"

" sejak Pak Asa masih kuliah S2." Lea mengangguk paham ia mengakui bahwa Asa terlihat awet muda untuk ukuran orang setua itu. " lama dong ya? 10 tahun kah?"

Farhan menoleh sejenak dan tertawa kecil. " Pak Asa masuk S2 umur 22 tahun, sekarang beliau 27 tahun... saya baru 5 tahun kerja sama beliau, Lea.. kamu kira Pak Asa 30 tahunan ya?" tentu Lea merasa malu. Jabatan Asa begitu tinggi untuk orang seusianya.

saat mereka sampai di tujuan, Lea merasa tengah salah alamat. Lea bahkan baru pertama kali melihat rumah besar dengan desain trendy seperti itu. " ini beneran rumah Mas Asa?" tanyanya retorik.

rasa takjub tak berhenti hanya didepan rumah, saat masuk dan melihat kamarnya, Lea merasa bahwa dia baru menang lotre. " ini beneran kamar Aku, Mas Farhan?"

Farhan mengangguk dan tertawa. Lea sangat bersyukur dia menitipkan ricecooker dan galon airnya kepada pemilik kost lamanya. Jika dia bawa mungkin akan menghancurkan nilai estetika kamarnya.

" baju kamu bisa ditaro di balik pintu itu." Farhan menunjuk sebuah pintu yang menempel di dinding. Lea berpikid apakah semua lemari orang kaya memang nyambung dengan dinding? saat Lea membuka pintu itu, gadis itu terdiam seribu bahasa.

kenapa ada ruangan didalam ruangan? kalau adanya kamar mandi di kamarnya saja sudah menakjubkan, bagaimana dengan ruangan berisi baju-baju bagus dan sepatu bahkan tas, dan cermin, " Ini toko baju kenapa ada dikamar, Mas Farhan???" heran Lea mengundang senyum pria itu.

Farhan merasa aneh. Dia adalah orang yang cenderung diam dengan orang asing, tapi Dengan Lea ia banyak tersenyum dan tertawa. " kamu pemilik semua benda di kamar ini. nikmati aja."

Lea menoleh dengan pandangan antusias. " kalo aku jual boleh? lumayan buat duit jajan.." izin gadis itu membuat Farhan menggeleng. " untuk uang jajan anda, nanti Pak Asa yang membicarakan, sebaiknya didiskusikan daripada anda menjual barang-barang ini."

Lea menghela nafasnya dan memasang wajah cemberut. kalau meminta Asa, ia akan merasa tidak enak bukan main. Farhan hendak keluar, tapi menahan langkahnya di pintu,

" Pak Asa meminta Kamu untuk menunggunya, dan izin dari semua part time kamu malam ini."

Lea mengerutkan keningnya. untuk apa? batinnya bertanya.

***

Menunggu adalah kegiatan paling aneh bagi Lea. Gadis itu sangat jarang berdiam diri melihat jarum jam lalu melihat sekeliling menantikan sesuatu. Hanya Dosen yang sering membuatnya seperti itu, tapi Lea pun biasanya mengisi waktu menunggunya dengan berdiskusi kecil dengan temannya.

kali ini ia sendirian, tak ada siapapun, bahkan Farhan ataupun ART yang kata Farhan masuk pagi siang sudah pulang, Dan ia hanya berkeliling rumah besar itu dengan Sepatu roda yang ia temukan di 'toko baju'-nya.

Lea tak berani menyalakan televisi walau ia tahu cara menyalakannya. Ingin minum pun Lea tak berani karena takut dibilang lancang. bisa saja Asa ingin menjadikannya pembantu tetap?

Gadis itu menatap jam dinding yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia bisa mati kebosanan kalau tidak melakukan apapun atau setidaknya keluar dari rumah itu, ancamnya pada diri sendiri.

" AAHHH GUE MAU KELUAR BODO AMAT!!" serunya bermonolog. Lea dengan cepat melepas sepatu olahraga sembarangan dan berjalan keluar dari rumah. Ia menatap ke sekeliling rumah itu. Lea merasa ia bisa berjalan-jalan ke sekitar perumahan ini untuk menghirup udara segar.

Gadis bertubuh sedikit mungil itu berjalan menatap gerbang. Tadi saat Masuk, Lea menyadari tidak ada penjaga walau ada posnya digerbang, Lea sempat mempertanyakan fungsi pos itu dibenaknya walau akhirnya ia abaikan karena takjub dengan rumah ini.

Lea melihat gerbang yang tidak terkunci dengan senyuman manisnya. Dia merasa seperti anak rumahan yang akhirnya bisa kabur dari rumah. Padahal Lea sejak dulu tak pernah dilarang ataupun terkekang untuk urusan keluar rumah ataupun kostan.

Lea berjalan riang dipinggir jalan perumahan itu. jalannya begitu sepi dan lumayan gelap. banyak pohon beringin yang menyejukkan angin malam. Lea menyesal tidak menggunakan jaketnya tadi. Lea merogoh kantung bajunya untuk mencari ponselnya,

tapi nihil. Lea lupa membawanya. Gadis itu mengendikkan bahu tak perduli, " Toh cuma sekitar sini aja... eh, tadi kemana ya? mirip semua rumahnya perasaan..." gumam Gadis itu.

Lea mengambil langkah mundur dan berbalik arah untuk kembali, mencoba mengingat-ingat jalan pulang. Untungnya, sejak tadi gadis itu tak ada mengambil arah belok, sehingga ia hanya perlu berjalan lurus untuk menemukan rumah Asa. " Mas Ada kapan pulang ya??" monolognya lagi. Lea merasa bosan berbicara dengan dirinya sendiri sejak tadi. Ia membuka pintu rumah itu, dan terkejut dengan wajah pucat Asa berada tepat didepan wajahnya.

" eh, Mas Asa kap--"

" kamu kemana aja?? saya khawatir kamu kenapa-kenapa karena gak ada di rumah... HP kamu malah ditinggal.." ucapan lemas Asa membuat Lea merasa tak enak pada pria itu.

" Ma-maaf... tadi aku bosen... jadi keluar buat jalan sebentar... Maaf ya... Mas Asa udah minum? mukanya pucet banget..." Ucapan Lea membuat Asa mengusap wajahnya kasar, berusaha meredam emosi yang mendadak memuncak.

Lea berlari kecil meninggalkan Asa yang masih bertahan didepan pintu, ia berjalan ke dapur dan mengambil air putih untuk Asa.

" kenapa kamu ambilin? saya bisa ambil sendiri.." tolak Asa. Lea pun mengerutkan keningnya, jadi dia disini bukan untuk menjadi pembantu tetap? tapi tetap saja, Lea merasa khawatir melihat wajah pucat Asa. " muka Mas Asa pucet... minum dulu.... udah pulang daritadi?"

Asa mengangguk. ia menegak minumnya sekaligus, lalu menatap Lea sejak tadi hanya diam melihat dirinya. " Kenapa?"

" muka Mas Ada pucet, Mas Asa sakit?" tanya Lea spontan. Asa tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Lea sangat polos dan spontan dimatanya. " Saya gak ngerasa sakit kok." jawab Asa seadanya. Memang ia tak merasa sakit, hanya sedikit panik saat tahu Lea tidak ada dirumahnya, dan ponsel gadis itu tertinggal.

" Lea, Saya mau bicara banyak sama kamu, malam ini." ucap Asa serius.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!