NovelToon NovelToon

BUKAN PELARIAN CINTA

Rain Anastasya

Menjadi yatim piyatu bukan keinginanku. Namun, aku harus tetap hidup untuk diriku sendiri, dipaksa dewasa oleh keadaan yang menyakitkan.

Rain Anastasya~

***

Seperti biasa pukul delapan malam Rain bersiap untuk berangkat ke club.

"Senin semangat." teriak Rain saat sudah masuk pintu utama Blackzone.

"Kamu telat Rain, kebiasaan." cibir Dion.

"Yaelah Yon, biasanya juga jam segini." Sungut Rain tak terima.

Manggilnya Yon aja ya,

Sebagian pelayan club memandangi Rain dengan iri, pasalnya mereka sama-sama bekerja tapi Dion, si pemilik club terlihat sangat mengistimewakan Rain.

Mereka tidak tahu jika Dion dan Rain sudah kenal dekat sebelum club ini berdiri.

"Noh ditungguin pacar lo," ujar Dion seraya menunjuk Radit yang sudah berada ruang VIP.

"Pacar?" dahi Rain mengernyit, sudah lama Rain tidak pacaran sejak ia bekerja di club.

"Iya pacar lo, Si Radit hahaha." Dion terkekeh.

"Sialan lo Yon, pacar kontrak." Rain memberenggut kesal.

Segera ia berlalu meninggalkan Dion, lalu masuk ke meja bar tempat ia meracik minum.

Terakhir kali Rain bertemu Radit, saat laki-laki itu mengajaknya datang di pernikahan Sam dan Kamila.

Ngapain pak Radit kesini, apa dia galau lagi? boleh gak sih berharap kalo dia kesini pengen ketemu aku..

Tapi ya mana mungkin lah, mustahil.

Lagipula atas dasar apa dia nyari aku?

Sejak saat itu mereka tak lagi bertemu, memang hanya itu tujuan Radit, agar terlihat baik-baik saja di depan mantannya.

Lagi pula tidak ada kontrak tertulis yang mengikat Rain untuk selalu bersama Radit.

"Rain, bawa minum ke ruangan VIP no 02 aku dan Radit nunggu disana. Biar Vio yang handdle pekerjaanmu." ujar Dion.

Belum sempat Rain protes, Dion sudah berlalu meninggalkannya.

Sedangkan Vio menatap Rain dengan tatapan mengintimidasi.

"Rain lo ada hubungan apa-apa ya sama pak Bos?" tanya Vio menyelidik.

"Lo denger berita ghibah dari mana? gue sama Dion gak ada apa-apa!" jawab Rain.

"Lo kok bisa deket gitu, lo gak nyadar tu cewek-cewek pada ngiri, tiap hari ngliatin lo sama Dion ngobrol deket banget. Sedangkan mereka? jangankan ngobrol, baru natap pak Boss aja udah di marahin."

"Vi, gue sama Dion udah kenal dari sebelum club ini ada! wajarlah kita deket. Lagian gue dah punya cowok tahu." Alibi Rain.

Vio mendelik ketika Pak Dion datang lagi.

"Astaga Rain, Gue sama Radit nunggu lo sampai lumutan, lo malah asyik curhat disini, kek emak-emak lo."

Rain nyengir kuda, "Maaf Bosskuh, lupa! tunggu lima menit." ucap Rain lalu menyiapkan beberapa botol Wine dan gelas di atas nampan.

Dion menggelengkan kepala, lalu kembali ke ruang VIP.

***

"Sory Brother! Lama. Gue harus balik lagi karena Rain gak dateng-dateng," ucap Dion tak enak hati.

"Gak masalah, Yon! justru gue yang ngerasa gak enak karena ganggu pekerjaan Rain!" ucap Radit menepuk pelan pundak Dion.

Lima menit berlalu, Rain masuk ke ruang VIP tempat dimana Bossnya dan Radit berada dengan membawa beberapa botol minuman.

Rain tersenyum saat netra Radit dengannya bertemu, ada debar aneh tiba-tiba menyeruak di hatinya.

"Selamat malam pak Radit, senang bertemu denganmu kembali!" sapa Rain tersenyum manis.

Sejenak Radit terpaku dengan wajah cantik Rain, gadis itu terlihat seksi malam ini. Atau mungkin Radit yang baru menyadarinya.

"Malam Rain," ucap Radit tanpa berkedip.

"Ehm, malam pacar! Romantis dikit kek," Ucap Dion terkekeh seraya memegangi perutnya.

Rain menggerucutkan bibirnya kesal, menghentakkan kakinya lalu duduk di sebelah Radit.

"Bercanda Rain, jangan di masukin hati." hibur Radit.

"Saya lagi gak mau bercanda Pak, dari tadi Dion ngetawain saya terus! gara-gara jadi pacar kontrak bapak! Rain mencibir ke arah Dion.

"Lah kan emang bener Rain yang gue bilang, atau lo mau jadi pacar benerannya Radit ya?" goda Dion.

"Emangnya Rain mau?" kini kembali Radit yang bertanya.

Seketika Rain memalingkan wajahnya malu.

"Enggak!"

"Kenapa?" tanya Radit lagi yang jutru membuat Rain semakin tak karuan.

"Ati-ati lho jatuh cinta beneran gue syukurin! Lagi pula siapa yang bisa menolak karisma dokter tampan kaya Radit." puji Dion.

"Sudahlah, pak! gausah ikutan ngledek, kau juga Yon, hobi banget nyibirin gue!" kesal Rain.

" Rain Anastasya, kalo saya serius gimana?" tanya Radit menatap lekat Rain.

Rain menatap Radit kesal, meski jauh dalam hatinya berdesir.

Mabuk

Sudah beberapa botol wine mereka habiskan, Rain merasakan sakit di kepalanya, ia memang sering minum namun tak sampai semabuk ini. Dion merancau tak jelas kemana dan hanya Radit yang masih memiliki sedikit kesadaran.

'Dasar Dion payah, apa iya dia mau balas dendam karena aku sering merepotkannya, huh! dasar.'

Radit terus mengumpat kesal pada Dion, ia mengantar Dion ke ruang istirahatnya di salah satu sudut club.

Lalu meminta salah satu pelayan bernama Andre untuk mengurusnya.

Kembali lagi Radit ke ruangan VIP dimana Rain berada.

"Argghhh.. kepalaku.." erang Rain kesakitan.

"Biar aku membantumu, kau terlalu banyak minum," ucap Radit, kemudian tangannya meraih tubuh Rain dan menggendongnya ala bridal style.

Belum sempat Radit keluar ruangan, Rain sudah tak sadarkan diri dalam gendongannya.

Para pelayan club memandang mereka sinis, lantaran Rain begitu dekat dengan banyak lelaki dan juga dengan Dion pemilik club Blackzone.

"Wah..wah.. wah! jangan-jangan pak Dion memanggilnya karena Rain mau di job sama laki - laki itu? menarik! akan jadi gosip hangat besok," celetuk salah satu pelayan yang tak lain adalah Neta.

"Bisa jadi Rain ngedeketin pak Bos juga karena kaya! widihh ngeri yah ternyata," timpal pelayan yang satunya.

Vio geram mendengarkan para ciwik yang suka iri dengan sahabatnya itu, ia mendekati Neta lalu menarik keras rambutnya.

"Mulut lo bisa dijaga gak? Kek yang udah maha sempurna aja ghibahin Rain!" Vio emosi.

"Denger baik-baik ya! kalo lo pada masih pengen kerja disini, jangan sekali-kali ngusik Rain atau pun gosipin gak jelas soal dia sama pak Dion," sungut Vio kemudian berlalu segera menyusul Radit tanpa mengindahkan umpatan kesal Neta padanya.

Radit menggelengkan kepala mendengar ucapan mereka, tak habis pikir jika kedekatan ia, Dion dan Rain akan menjadi masalah.

"Pak, maaf Rain mau dibawa kemana?" tanya Vio setengah berlari mengejar Radit yang membawa Rain masuk ke dalam mobilnya.

"Dia mabuk berat, aku akan mengantarkannya pulang. Lagipula aku ini kekasihnya.

Kamu gak usah khawatir, ia aman bersamaku..." Radit menjeda ucapannya, sebelum masuk ke dalam mobil ia menoleh ke arah Vio.

"Dan itu, Pak Bossmu mabuk berat! tolong kamu cek, tadi aku juga sudah menyuruh Andre mengurusnya."

"Baiklah kalo begitu pak, jagain Rain ya!" ucap Vio kemudian.

Radit mengangguk lalu pamit pergi, Rain sudah tak sadarkan diri sejak Radit kembali ke ruang VIP selepas mengantar Dion.

Radit mengemudikan mobilnya pelan mengingat ia juga dalam pengaruh alkohol.

'Payah kamu Rain, kalo gak kuat mabuk kenapa minum banyak? dasar ya kamu merepotkan! Terus sekarang saya harus bawa kamu kemana Rain? kamunya aja gak sadar gini.'

Radit mendekus kesal, ia menepikan mobilnya berharap menemukan alamat Rain di dalam tas atau dompetnya.

Nihil, alamat yang ada di KTP-nya pun masih alamat rumah Rain yang lama.

Radit kembali melajukan mobilnya, ia mengumpat kesal.

"Jangan salahkan saya kalo kamu saya bawa ke apartemen saya, Rain! Kamunya aja gak sadar-sadar."

**

Setelah sampai di Apartemen, Radit segera menekan sandi pintu lalu membawa Rain masuk setelah pintu terbuka otomatis.

Sialnya! hanya ada satu kamar di Apartemen Radit.

Radit membawa Rain ke kamarnya, untungnya Rain hanya mengeluh pusing ketika mabuk.

Radit merebahkan Rain diatas ranjang, lalu menyelimutinya sampai ke leher.

Radit menelan salivanya kasar, mungkin karena paniknya tadi tak menyadari jika Rain begitu seksi dan menggoda malam ini.

Hawa panas menjalar di sekujur tubuhnya, segera Radit membersihkan diri agar fikiran kotornya hilang, ia menyiapkan air dan obat pereda mabuk di atas nakas, jika sewaktu-waktu bangun Rain akan meminumnya.

Kemudian Radit merebahkan diri di samping Rain dengan guling sebagai pembatas.

***

Pukul dua dini hari, Rain tersadar dan bangun dari tidurnya.

"Akhhhh! Kepalaku sakit sekali, ini dimana? kenapa berputar-putar," keluh Rain.

Radit yang menyadari Rain sudah bangun segera beranjak meraih gelas dan obat di atas nakas.

"Minumlah!" ucap Radit namun dengan ekspresi dingin.

"Pak... Ra.. dit..???" Rain terbata, ia cukup terkejut melihat Radit berada satu kamar dengannya.

Rain menurunkan pandangannya ke bawah selimut, ia menghela nafas lega.

Tak ada yang terjadi dengannya, pakaiannya masih utuh meskipun seksi.

Rain meraih gelas dan obat di tangan Radit lalu meminumnya.

"Makasih pak," ucapnya kemudian.

"Dasar payah kamu Rain!" ucap Radit kemudian kembali merebahkan diri.

Rain masih belum ingat apa yang terjadi, perlahan ia kembali merebahkan diri di samping Radit, menarik lagi selimut tebal itu agar menutupi tubuhnya.

Perasaannya berdesir tak karuan, jantungnya berdetak cepat seperti sedang maraton.

Ini pertama kalinya ia tidur seranjang dan satu selimut dengan laki-laki.

Rain mencoba menepis fikiran horornya, berfikir positif jika Radit orang yang baik.

"Huh! tak akan ada apa-apa tenang Rain tenang! gak mungkin juga kan pak Radit ngapa-ngapain lo.'

Rain mencoba menenangkan hatinya lalu berusaha tidur lagi.

Dalam pelukan

Radit menyadari Rain yang kini tidur dalam pelukannya, Tangannya melingkar erat di pinggangnya.

Astaga Rain, padahal jelas-jelas sudah saya kasih pembatas.

Rain terkejut saat pertama kali membuka matanya, ia begitu erat memeluk Radit.

"Bisakah kamu kondisikan tanganmu Rain, saya sedikit tak nyaman." keluh Radit.

"Maaf saya tak bermaksud pak."

"Bilang saja kamu mau menggoda saya Rain, jelas-jelas tadi malam ada guling pembatas disini." sungut Radit.

Rain nyengir kuda merasa bersalah, karena guling yang jadi pembatas antara dirinya dan Radit kini terjatuh disampingnya.

"Heheehe, harusnya bapak makhlum dong kalo orang tidur enggak sadar."

"Oke oke sebagai balasannya sekarang kamu bangun, buatin saya sarapan." pinta Radit.

"Jam berapa sih pak, ini baru jam enam." Rain enggan beranjak, justru ia kembali menaikkan selimut hingga menutupi lehernya.

"Bangun dong Rain saya lapar, kamu harus buatin saya sarapan. Gak kasian apa? tadi malem saya gendong kamu, ngurusin kamu yang mabuk gak sadarkan diri hmmm."

"Baiklah, tapi saya pinjem baju pak! nanti tak buatin sarapan."

"Ambil aja dilemari ganti." ucap Radit kemudian.

Rain melangkah gontai mengambil kaos besar milik Radit kemudian masuk ke kamar mandi.

Setelah selesai, Rain keluar dengan memakai kaos yang lumayan panjang diatas lutut.

Radit menelan salivanya kasar, ia memandangi Rain yang terlihat lebih seksi ketika memakai kaos miliknya yang kebesaran.

"Cepet masak sana, kalo setengah jam gak ada makanan. Kamu yang saya makan." ucap Radit meski dengan Raut wajah datar, nyatanya mampu membuat Rain takut dan bergidik.

Segera ia keluar kamar, mencari letak dimana dapur berada.

Rain membuka isi kulkas, Rain tersenyum, untuk ukuran seorang Radit memiliki kulkas yang berisi aneka sayur dan daging serta masih banyak lagi.

Rain mengeluarkan bahan yang diperlukan, ia akan memasak nasi goreng untuk Radit.

Satu jam berkutat di dapur,kini nasi goreng spesial pake telur ala Rain sudah jadi.

Radit keluar kamar dengan tubuh yang sudah lebih fresh.

"Sepertinya enak Rain, kamu jago masak ?" Tanya Radit ketika telah berada dimeja makan dan melihat nasi goreng yang tampak lezat.

"Ya kalo cuma masak yang simple bisa pak, kan saya tinggal sendiri. Kalo gak bisa masak boros dong."

"Iya juga sih, yaudah kita sarapan." ajak Radit dan Rain mengangguk.

"Setelah ini anterin saya pulang ya pak, saya mau melanjutkan mimpi-mimpi saya." pinta Rain.

Bapak kerja nggak, katanya bapak dokter ?" tanyanya lagi.

"Bilang aja kamu mau tidur lagi, iya nanti saya ke rumah sakit bentar.

Kamu temenin saya ya, kita ke mall gimana ?"

"Ngapain pak ke mall ?" tanya Rain dengan muka sok polosnya.

Padahal ia cukup tau seperti apa mall, dan ngapain aja ketika kita kesana.Entah kenapa ia ingin tahu, kenapa Radit mengajaknya.

"Numpang parkir Rain." geram Radit.

Rain seketika terkekeh.

"Jalan-jalan lah Rain, emangnya kamu belum pernah ke mall?" tanya Radit heran.

"Sudah pak, tapi cuma sama Viona."

***

"Sekarang pakai baju ini." pinta Radit seraya menyodorkan paperbag berisi gaun yang masih baru.

Rain mengangguk kemudian menuju raung ganti untuk mengganti pakaiannya.

Setelah selesai ia mendekati Radit.

"Ayo," ucap Radit mengajak Rain ikut dengannya.

"Kita ke rumah sakit bentar ya." ajak Radit dan Rain hanya mengangguk pasrah.

Rumah sakit Hermina..

Setelah menempuh perjalanan, sampailah Rain dan Radit dirumah sakit Hermina.

"Serius ini rumah sakit punya bapak ?" tanya Rain.

Radit mengangguk, "Aku membangun rumah sakit ini dari sisa harta peninggalan orang tuaku dan bantuan dari Om Wira." Radit menghela nafas kasar, teringat kenangan pahit dulu kala Dina meminta Kenia padanya.

Kini mantan kekasihnya itu sudah bahagia dengan sepupunya.

"Keren sekali." puji Rain.

"Kamu tunggu di taman situ sebentar, nanti saya kembali. Cuma sebentar Rain, jangan kemana-mana."

"Iya pak Radit siap."

Rain duduk di sebuah kursi di taman yang berada di Rumah sakit.

Kamu hebat pak...

Aku jadi semakin kagum...

Aku jadi penasaran kenapa Kenia dulu meninggalkan laki-laki sebaik kamu...

meskipun kamu dingin, aku yakin ada sisi hangat dalam dirimu...

Rain tersenyum sendiri, ia begitu mengagumi sosok Radit yang nyaris sempurna.

Hanya saja, bagian hatinya mungkin sempat patah, hingga sikapnya sekarang begitu dingin.

Namun Rain percaya akan ada sisi hangat dalam diri Radit sebenarnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!