Awan Gelap disertai gemuruh petir yang berdengung di telingaku. Tanah aspal yang terbasahi dengan butiran air hujan membendung air di berbagai tempat. Kawasan yang sudah mulai menyepi dan sunyi, membuatku merasakan dinginnya udara yang menusuk setiap pori kulitku. Aku gesekkan kedua telapak tanganku sambil meniupnya agar menimbulkan kehangatan sementara.
Mantel yang kukenakan tampak kurang ampuh untuk menghangatkan tubuhku, dengan itu kupererat sambil menyelipkan tangan kedalam baju mantelku. Tiada hari tanpa perjuangan untukku, melihat keseharian orang lain diselingi canda tawa dan secangkir coklat hangat, aku pun ingin merasakan yang namanya bersantai seperti itu. Namun, tidak ada waktu untukku melakukan hal itu, kehidupanku serta seseorang yang menungguku di rumah itu yang terpenting saat ini.
"Kapan hujan ini akan berhenti? apakah Ayah dirumah baik-baik saja? hari ini sedikit melelahkan." gumamku sambil mendekat ketepian jalan. Lalu, mengulurkan tangan hingga air hujan menetesi telapak tanganku.
Aku melangkah mundur kembali, Tiba-tiba suara lonceng pintu disebelahku terbuka, sosok wanita paruh baya menatapku sebentar lalu menyodorkan sebuah payung transparan.
"Ini ambillah, aku memberikan payung ini untukmu, sedari tadi aku memperhatikanmu dari dalam, sepertinya kau ingin pulang tapi tak ada payung, bukan?" katanya, aku menerima payung itu dan tersenyum kepadanya.
"Terimakasih Mrs, sudah mau meminjamkan payung ini, kapan-kapan saya kembalikan kepada anda." jawabku sambil membuka payung dan segera pulang kerumah.
"Kalau begitu saya permisi, sekali lagi terimakasih sudah membantu saya hari ini, semoga harimu menyenangkan." sahutku sambil membungkukkan badan sekejap dan pergi menembus derasnya hujan.
Sepatuku sangat berat untuk dibuat melangkah, celana bagian bawahku sudah mulai basah kuyup. Tinggal satu gang lagi aku hampir sampai rumah, samping kanan kiriku beberapa rumah dengan pintu tertutup juga lampu halaman yang menyala menerangi rumah tersebut, membuatku berpikir sejenak.
"Rumah pasti masih gelap, aku harus cepat-cepat sampai, kasian ayah sendirian dan kegelapan dirumah," ujarku dan mempercepat langkahku, tas satu-satunya kurengkuh agar tidak kebasahan.
Begitu sampai di depan rumah, aku membuka kenop pintu dengan kunci lalu masuk ke dalam rumah gelap gulita itu. Aku berjalan mencari saklar untuk menghidupkan lampu. Setelah rumah terlihat terang, aku berjalan menuju kamar ayah yang berada di sebelah kamarku. Kubuka pintu itu pelan tanpa bunyi agar tak mengganggu tidur ayahku. Dia masih tertidur di kasur empuknya, aku mendekat dan berjongkok di sampingnya serta mengusap puncak kepala ayah.
"Bagaimana harimu Yah? apa yang Ayah lakukan saat aku tidak ada, hmm?" aku berbisik pelan, mataku meneliti setiap jengkal wajah ayah, kulit yang sudah mulai mengeriput dan pipi yang tirus, mata yang terlihat seperti tenggelam. Akan tetapi, di pandanganku dialah yang paling tampan. Ibu yang sudah lama meninggalkan kami sejak penyakit ganas menyerang imun tubuhnya, aku juga sejak saat itu menjadi tulang punggung keluarga. Pulang sekolah aku langsung pergi bekerja sedangkan ayahku yang dulu masih bisa beraktivitas ringan, dia yang memasak untuk aku dan dirinya. Aku tak pernah mengeluh di depannya tetapi aku selalu tersenyum tulus untuk menggantikan rasa lelah itu. Melihat ayah tersenyum dan masih sayang padaku itu rasa lebih dari cukup untukku.
Aku berdiri dan keluar dari kamar tak lupa menutup pintu setelah menghidupkan lampu kamar ayah. Aku masuk kamar berniat untuk membersihkan diri sambil berendam air hangat. Untuk kuliah aku memang sudah menabung dari SMA dulu, hasil separuh gajiku kutabungkan agar menjadi biaya kuliahku. Memang terlambat untuk mendaftar, aku tidak butuh universitas yang terbaik setidaknya aku masih mampu melanjutkan kuliahku dulu. Selesai mandi, aku memakai piyama tidurku, perutku berbunyi aku mengelusnya sebentar kemudian keluar kamar untuk makan se-cup mie instan.
Jam menunjuk pukul 9 malam, aku tidur sambil menarik selimut hingga sebatas leher, udara terasa sejuk dan dingin membuatku mengigil kedinginan. Meringkuk seperti kucing kelaparan supaya dingin tak menyerang kulitku. Malam ini, tidurku di iringi nyanyian hujan dan gelegarnya suara guntur.
Pagi pun menjelang, kicauan burung yang hinggap di sela jendelaku sambil mematukkan paruhnya di kaca, hal itu membangunkanku dari tidur panjangku. Mengeliat sambil menguap lebar, mataku masih sayup-sayup mengantuk, Aku turun dari kasur membasuh wajah lalu melakukan aktivitas pagiku seperti biasanya. Menyiapkan segalanya untuk ayah mulai dari memandikan, memberikan sarapan pagi dan berjemur untuk mendapatkan sinar Matahari pagi lalu kembali masuk.
Kemudian, aku sibuk dengan diriku sendiri, rencananya hari ini aku akan mendaftar kuliah di Universitas kotaku. Tak jauh, aku hanya perlu menggunakan sepeda gayuhku dan hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai tujuan. Kutatap diriku sendiri di cermin kamarku tampak elegan dan casual hari ini, rambut yang aku kuncir kuda serta poni menyamping dengan helaian rambut tak terkuncir dan sepatu flat shoes coklat dengan hak 5 cm.
"Hari ini aku akan mendaftar kuliah setelah itu berangkat bekerja seharian dan kembali pulang," merapikan sebentar tatanan rambut dan tersenyum lalu keluar rumah, mengunci pintu rumah, mengeluarkan sepeda gayuh dan berangkat.
Perumahan yang aku tinggali memang sangat ramah dan nyaman. Tidak ada kebisingan yang mengganggu sekitar, beberapa orang yang duduk santai diteras sambil membaca koran pagi, anak remaja bahkan orang tua juga ada yang bersepeda ataupun Jogging. Sungguh melihat mereka bersenda gurau bersama bisa sampai merasuk ke relung hatiku saat ini juga.
Ku percepatan gayuhanku agar cepat sampai, tidak membutuhkan waktu lama karena jalan tampak tidak macet cuaca juga sangat mendukung hari ini. Memasuki kampus, melewati Taman beserta pepohonan yang sangat menambah nilai view tersendiri. Banyak mahasiswa yang berlalu lalang, berjalan sambil mengobrol bersama teman, menikmati cemilan pagi sambil duduk di kursi taman.
Matahari dengan cahaya hangatnya bagus untuk kulit dan tulang, sesampainya di parkiran sepeda khusus sepeda gayuh, aku menggembok sepedaku dan pergi mencari tempat pendaftaran. Menyusuri setiap gedung, terlihat sebuah papan informasi aku pun melihatnya, sebuah denah kampus aku meneliti setiap bangunannya, tempat pendaftaran berada di bagian belakang lapangan kampus tanpa babibu aku memfoto denahnya lalu pergi mencarinya.
"Sangat sulit juga ternyata mencarinya, atau aku salah membaca denahnya," aku berjalan sambil fokus melihat denah di ponselku tanpa melihat ada seseorang yang kutabrak, ponselku terjatuh, dengan cepat aku mengambilnya dan menggosokkan di bajuku. Setelah itu, aku mendongakkan kepala melihat siapa yang kutabrak barusan ini.
"Maafkan saya, saya tidak sengaja menabrak anda karena terlalu fokus pada ponsel saya sendiri." lanjutku lalu segera pergi.
"Eistt..Tunggu dulu, beginikah caramu meminta maaf, sungguh tidak sopan." sahutnya menarik pergelangan tanganku yang hampir saja membuatku terjungkal ke belakang.
"Terus saya harus bagaimana? asalkan
anda tak membuat saya terbebani saja."
"Astaga, aku bukan orang yang seperti itu kali, gini aja sebagai tanda maaf tukaran nomer ponsel saja kalau gitu!" ucapnya, menaik turunkan alisnya itu.
"Untuk apa anda meminta nomor ponsel saya? itu tidak penting untuk diri anda, sudahlah saya permisi dulu, saya sangat keburu hari ini, lain waktu saja jika kita bertemu kembali, saya akan meminta maaf secara tulus!" aku pun pergi dari situ dan memasuki gedung didepanku.
"Dasar Wanita, selalu aja gitu, aku kurang ganteng apa?" berkaca dilayar ponselnya.
"Lo itu dah cakep, cukup percaya diri ajalah!" sahut temannya
Menelusuri setiap lorong ruangan akhirnya ketemu juga ruangan pendaftaran. Aku mengetuk sebentar pintu di depanku lalu suara orang dari dalam terdengar.
"Masuk!" perintah orang didalam ruangan.
"Permisi Mr, saya disini ingin mendaftar kuliah,"
"Oh, silakan duduk dulu saya siapkan formulir juga persyaratannya, siapa namamu?" tanyanya
"Ah, perkenalkan nama saya Jerafasya Parena panggil saja Jera Mr." kataku sambil berjabat tangan dan kembali duduk.
"Saya Mr. Heruxio Zelawa panggil saja Mr. Herux!" aku mengangguk paham.
"Ini adalah Formulirnya dan saya lihat nilaimu cukup lumayan bagus sehingga kamu di terima di universitas ini, untuk info biaya selengkapnya bisa dilihat di persyaratan, semua sudah dijelaskan secara detail," tuturnya, aku tersenyum mengangguk.
"Baiklah pak, saya akan langsung mengisinya saja hari ini."
"Baik nanti jika selesai anda bisa mengisinya sekarang." ucapnya
Begitu selesai mengurus kuliah, aku berangkat ke tempat kerjaku yang tak jauh dari sini, aku sungguh tidak sabar memulai masa kuliahku, sungguh di nantikan hal itu untukku.
Kesekian kalinya diriku patah hati karena wanita, sulit bagiku untuk menilai baik buruknya mereka. Yumatior Dellion pacarku yang baru saja aku putuskan hubungannya denganku. Selama diriku Pacaran belum ada, dimana aku menemukan wanita yang benar-benar baik hatinya luar dalam dan menarik perhatianku.
Saat ini, aku akan pergi ke kampus, akhir-akhir ini waktuku begitu senggang tidak ada acara ataupun kegiatan. Hatiku hanya di isi dengan berkeliling kota tanpa arah tujuan yang jelas, perkotaan hari ini tidak terlalu macet parah seperti biasanya, maka dari itu aku mengemudikan mobilku dengan kecepatan standar. Tibanya di kampus, setelah memarkirkan mobil, aku turun dan pergi ke tempat para temanku berkumpul. Sebelum itu, aku ke kantin terlebih dulu untuk membeli minum yang cocok di pagi ini.
"What's Up bro!" seru temanku Cello
"Yo, Lama nunggunya nih?" tanyaku sambil duduk di bangku yang kosong.
"Gak kok, ini pada barusan dateng, soalnya pagi ini cuacanya enak banget jadi mau tiduran terus di kamar." sahut Cello
"Gue aja tadi nyetirnya santai, kayaknya bentar lagi musim semi gak sih?" tanyaku
"Hooo iya..gak kerasa banget, btw jam berapa kita masuk kelas nih??" kata Lucas, melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya.
"Masih ada 30 menit lagi, santai aja,"
"Bukannya bentar lagi kita kedatangan mahasiswa junior baru!" ujarku, menghidupkan handphone dan membuka situs web kampus.
"Gue penasaran, gimana cewek junior baru kita? Moga aja cantik-cantik macam bidadari." sahut Cello
"Halah itu mah, lo nya aja yang suka liat wanita bening," cibir Lucas menjitak pelan kepala Cello.
Semua temanku ini memang sudah sangat dekat sejak awal kuliah disini. Aku melihat jam tangan kembali, kurang 15 menit lagi kelas dimulai. Dosen mata kuliah kali ini sangat garang karena aku anak baik- baik jadi jarang sekali dimarahi oleh Mr. Neylo.
"Bro, ayo kita pergi sekarang," ajakku sambil beranjak dari dudukku.
"Lah cepat banget sih? biasanya juga kurang 10 menit baru cuss!..." kata Lucas, mengambil tas disampingnya.
"Udah deh, kita jalannya biar nyantai sambil ngobrol kali," aku memutar bola mata malas.
"Okelah kalo gitu, ayo!.." ucap Cello lalu mendahului.
Karena keasikkan mengobrol tanpa sengaja aku bertabrakan dengan seorang wanita entah siapa dia, beraninya menabrakku. Dia mendongak begitu mengambil handphonenya yang jatuh, sedikit retak namun tak kentara. Dia langsung meminta maaf padaku namun aku menghentikan langkahnya.
"Eitss..beginikah caramu meminta maaf? sungguh tidak sopan!" ucapku sambil memasukkan kedua tanganku disaku. Bergaya keren menarik perhatian seorang waniga cantik tidak boleh dilewatkan begitu saja.
"Terus saya harus bagaimana? asalkan anda tak membuat saya terbebani saja." ujarnya, aku pun melotot tak percaya, cara bicara seorang wanita bukanlah seperti ini.
Ini terlalu jutek dan dingin, bukankah seharusnya aku yang bersikap seperti itu kepadanya? Aku meminta nomor Handphonenya namun dia tak memberikannya padaku kemudian dia berlalu pergi begitu saja dari hadapanku.
"Hupmm...Hahaha, seorang Luxi menjadi tak berkutik oleh seorang wanita! mampus lu kawan..." cibir Cello dan langsung kuhadiahkan sebuah tatapan tajam menusuk.
"Lumayanlah anggap aja untuk latihan, mungkin aja lo nantinya juga akan ditolak seorang wanita lagi..." ejek Lucas yang sepertinya menahan tawanya agar tak keluar dari mulut lebarnya itu. Rasanya ingin sekali aku memukul wajah culun mereka saat ini.
"Buruan masuk kelas, kelar kita kali dosen dah masul duluan!" ketusku, berlalu pergi tanpa mendengarkan ejekan temanku ini.
Menghabiskan waktu yang lama untuk mendengarkan juga memperhatikan setiap ucapan dosen di depan kelas. Pantatku berasa sudah mati rasa sekali, inginku teriak bahwa waktu belajar sudah usai namun tampaknya dosen itu menikmati waktu mengajarnya.
"Astaga, kapan selesainya nih belajarnya? gue dah laper banget nih!!.." keluh Lucas yang menyangga tangannya di meja.
"Cell, coba lo tanya gih kapan selesainya!"
"Lo mau gue dapet nilai jelek lagi, hah?..AW!!.." pekiknya sebab aku memberikan sebuah cubitan semut yang mematikan di pinggangnya.
"Siapa itu berisik sekali di jam saya? mau saya kurangi nilainya, hah?" sentak dosen itu.
"Gi..gini Mr, Jam anda sudah usai 10 menit yang lalu dan sekarang waktunya kita makan siang, Mr!" ujar Cello, sedangkan aku tersenyum puas sambil menoleh ke Lucas yang sudah tersenyum lega.
"Kamu ini, memang sangat tidak sabaran orangnya," Dosen itu berjalan ke mejanya lalu membereskan barangnya.
"Baiklah, pelajaran saya tutup sampai sini, Good day semuanya." pamit Mr. Neylo
"Akhirnya, kita semua bisa makan siang di kantin, ya gak Cell Lux?!" kata Lucas dengan cepat memasukkan semua bukunya kedalam tas.
"Bisa gak sih, jangan jadiin gue tameng kalian! bisa-bisa nilai gue yang terancam kalo gini!" ketus Cello
"Sekali-kali gak papalah ya Cell?" aku menggoda Cello yang sudah menekukkan wajah.
"Cih, hari ini traktir gue makan, kalian berdua utang budi sama gue.."
"Kalo itu mah gampang ya gak Lux?semua akan dibayar oleh kita berdua, lu punya temen gak kere kok!" sahut Lucas yang aku angguki setuju.
"Dasar sombong lo." Cello langsung pergi menuju kantin sebelum ramai.
Di kantin yang terbuka ini, semilir angin juga dedaunan pohon yang berguguran memutupi tanah itu. Makan sambil menikmati cuaca hangat seperti pas sekali dengan minuman dingin. Kampusku memang sangat asri dan bersih jadi sungguh nyaman sekali, apalagi tiduran dibawah pohoh spring blossom malahan sangat pas untuk tidur siang. Sering sekali diriku menemukan banyak mahasiswa laki tiduran dibawah pohon di kampus ini.
"Lux, cewek yang nabrak lo tadi cantik juga ya?" ucap Cello sambil mengunyah makanannya dengan lahap, di lihat mulutnya sampai mengembung seperti itu.
"Lo kalo makan tuh telan dulu kali, kesedak mampus lo!" aku menyeruput minumanku hingga habis.
"Hooh, jangan bilang itu cewek junior kita lagi? soalnya gue jarang liat wajahnya sih..." sahut Lucas yang sudah menghabiskan makan dan minumnya hingga bersih.
"Gue juga penasaran sama dia, ngerasa gak sih kalo dia terlalu jutek dan dingin jadi cewek??"
"Gue rasa sih Lo bener Lux, cantik tapi jutek kurang pas bagi seorang Cello," menyugar rambutnya dengan tangannya.
"Yaudah buat gue aja, semakin sulit seorang wanita ditaklukkan maka makin tertantang buat mendapatkannya." ujar Lucas, aku hanya memperhatikan setiap ucapan Lucas. Ada benernya juga sih kalau dicermati.
Jangan lupa para readers untuk like, koment dan vote, terimakasih 🙏💕
Masih sama seperti hari sebelumnya, hari ini aku juga di sibukkan dengan banyak pekerjaan paruh waktu. Musim semi memang sudah tiba hanya saja aku tidak memiliki waktu untuk sekedar menikmati indahnya bunga bermekaran. Dari satu tempat ke tempat lainnya lumayan membuat tenagaku terkuras namun itu bukan apa-apa bagiku dan itu tidak penting bagiku. Sekarang aku sedang bekerja disebuah toko bunga yang lumayan ramai pembeli, cukup banyak belajar selama bekerja disini.
Aku bisa merangkai berbagai macam tipe bunga, mengenal bunga bahkan cara merawat dan menanamnya. Siapa sangka dibalik diriku belajar banyak hal, aku pun harus menjalani uji kesabaran pula. Memang pegawai lainnya, sangat tidak menyukaiku, aku juga bingung sendiri, apa kesalahanku pada mereka selama ini? begitulah pikir benakku. Mereka selalu berkata kasar hingga benar-benar menyakiti hatiku, setiap hari ucapan caci maki dan perlakuan kasar sudah menjadi makanan juga kebiasaanku sehari hari. Seperti saat ini…
"Jer, lu aja ya yang nganter paket bunga yang ini, lu kan yang paling jago dari kita nih!!" ucap Luna dengan tatapan meliriknya, aku hanya mengangguk dan langsung mengantarkan paket bunganya.
"Lolu itu ya kalo diajak bicara jawab dong, bisu lu ya? gak bersyukur banget untung aja lu masih dikasih mulut tapi gak digunain!" sentaknya, aku tak merespon apapun, biarkan saja dia puas ingin berbicara apapun, itu hak dia untuk berbicara.
"Dasar blaguk banget jadi cewek lo itu!" ketus Luna dan melanjutkan pekerjaannya.
Aku keluar toko dengan hati yang sesak namun tak bisa aku ekspresikan bagaimana perasaanku saat ini. Menaiki sepeda gayuhku, aku tersenyum tipis memandangi sekitarnya. Banyak orang yang bisa tersenyum disaat mereka berkumpul bersama, terus menggayuh hingga tak melihat ada sebuah sepeda motor melaju kencang dari simpang kiri sedangkan aku hendak lurus.
BRUK!!..
"Shh..semoga bunganya gak rusak, bahaya nih kalo sampek harus ganti rugi," gumamku lalu berdiri sambil meraih sepeda untuk melanjutkan mengantar bunganya.
"Eh..lu jadi orang tuh liat jalannya dong, lu kira nih jalan mbah lu, hah? sial banget gue hari ini!" bentaknya dan pergi tanpa meminta maaf, toh aku juga gak butuh maafnya. Padahal tadi aku sudah liat kanan kiri udah gak ada kendaraan. Manusia memang egois tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Beberapa menit, aku sudah sampai ke alamat pembelinya. Sebuah rumah Mewah dan elegan sungguh arsitektur rumah ini sangat andalan. Aku menekan tombol Bel hingga suara gesekan pintu besi terdengar.
"Permisi, ini pesanan bunga anda Mrs." kataku dengan senyuman.
"Emm terimakasih, miss kalau mau nganterin bunga tolong tampil yang cantik ya, masa bunganya cantik orangnya lusuh gini sih!" cibirnya, aku hanya merespon dengan senyuman kecut. Hari ini hatiku merasakan lelah yang mendalam, menelan pahit semua ocehan dan omelah orang yang tak ku kenal baik.
Aku mengiring sepedanya pelan karena kakiku sudah seperti ingin patah. Sangat linu dan sakit di bagian lututku, sebuah robekan kecil tetapi merobek ke kulitku juga. Menghela nafas pasrah dengan keadaan seperti ini, terlihat sebuah bangunan Apotek di sebrang jalan. Aku menoleh kanan kiri tampak sepi dan dengan cepat aku menyebrang dengan selamat. Di depan apotek, bunyi lonceng ketika aku mendorong pintu itu…
"Silakan masuk, ada yang bisa saya bantu miss?" tanya seorang karyawan ramah.
"Saya butuh beli kapas dan betadine sir!" kataku sambil mengeluarkan dompet. Bunyi lonceng terdengar kembali, ada pembeli lainnya.
"Baik tunggu sebentar Miss," karyawan itu mengambilkan pesananku segera.
Lututku bertambah linu karena kakiku terus berdiri dari tadi.
"Loh, kaki anda berdarah miss, anda tidak apa-apa? perlu saya bantu obati?" tawar seorang lelaki yang tak kukenal. Aku masih diam tak merespon.
"Hei Miss, saya berbicara dengan anda barusan." dia menepuk pundakku, aku terkejut dan langsung menoleh ke sumber suaranya.
"Maafkan saya sir, saya melamun tadi!maaf anda berbicara apa barusan?"
"Kaki anda kenapa hingga berdarah seperti itu? apalagi sampek kekulit macam itu!" tunjuknya ke lututku yang berdarah.
"Ini hal biasa bagu saya, anda tidak perlu khawatir." ujarku
"Maaf miss lama menunggu, ini pesanan anda, semuanya 1,2 £"
"Ini saja sir," lelaki itu menyerahkan uangnya untuk membayar obarku" biar saya yang membayarnya, anggap saja saya membantu anda sekarang." ucapnya aku mengangguk tersenyum sebagai tanda terimakasih.
"Wow...jika anda tersenyum, semakin cantik saja anda, banyaklah tersenyum miss." lelaki itu segera pergi dari apotek tanpa membeli apapun.
"pria yang aneh sekali" batinku
Lamanya aku keluar setelah mengantarkan bunga itu, aku tiba di toko bunga. Semua orang terlihat dengan tatapan menusuk terhadapku.
"Apalagi kali ini yang dipermasalahkan!" batinku lagi
"Dari mana saja kamu? hanya mengantarkan bunga di sekitaran sini sampai butuh waktu yang lama!" ketus pemilik toko
"Maafkan saya Mr, tadi sempat ada kendala sampai membuat luka di lutut saya," tuturku pelan sambil menunduk merasa bersalah.
"Makanya jadi orang jangan ceroboh, untung aja gak mati kamu, sudah cepat selesai pekerjaanmu dan segera berganti shift." ucapnya aku segera pergi menyelesaikan tugasku sendiri.
"Heh rasakan tuh, cuman nganter lama banget! masih ketemu pacar, hah?" cibirnya namun aku abaikan ucapannya. Aku membalik badan dan membungkuk sebentar.
" ada yang bisa saya bantu Mr. Bram?" kataku, aku melihatnya membeku lalu…
"Ma..maafkan saya Mr.Bram ka..karena banyak bicara," gugupnya sambil memejamkan mata.
"Luna sedang apa kamu membungkuk seperti itu? kembali bekerja, jangan lambat jadi orang!" tegur Mr.Bram aku terkikik dalam hatu sambip mengutuknya.
"mampus noh."
Pergantian shift tiba, akhirnya aku bebas dari sini. Aku membereskan barang milikku dan segera pergi menuju tempat kerja selanjutnya.
"Mr.Bram saya pamit duluan, permisi." pamitku lalu pergi
sesampainya di tengah kerja kedai makanan seperti Subway. Aku masuk melewati pintu belakang khusus karyawan.
"Maaf lama menunggu aku datang, ya?" aku melepaskan jaketku dan segera memakai celemek dan topi kerjanya.
"Gak papa kok, aku juga gak terburu banget," ujarnya, aku tersenyum lalu langsung bekerja melayani pelanggan yang sudah mulai ramai berdatangan.
"Saya pesan roti isi dengan isi Ham, keju dan selada jangan lupa acar dan satunya Avocado, keju, spice chiken dan sauce!" kata seorang pelanggan, aku segera menyiapkan dengan cepat dan tepat.
"Ini Sir, maaf lama menunggu," dia menggangguk dan pergi.
beberapa menit berlalu, kedai sudah sedikit terkontrol tak seramai tadi, seorang pelanggan datang dengan terburu-buru sambil mengebrak meja.
BRAK!!..
"Mana pegawai wanita yang disini, keluar!!" teriak seorang pelanggan
"Ma..maaf sir, ada yang bisa saya bantu? kenapa anda marah seperti ini?" tanyaku dengan sedikit jantung Berdegup kencang.
"Miss anda membuatkan pesanan saya salah, sekarang tunangan saya di rumah sakit karena alergi!" bentak pelanggan itu padaku.
Aku berpikir sejenak, mengingat-ingat kembali. Sepertinya aku sudah tepat membuatkannya terus kenapa bisa begini?
"Sa..saya pikir tadi sudah tepat membuatkan pesanan anda sir." kataku dengan gemetaran.
"Masih mengelak, buktinya sudah ada bodoh!!" sentaknya sambil menuding kearahku.
"Bi..biarkan saya check di cctv terdulu apakah saya salah." aku mencoba untuk tenang lagi.
"Awas aja kalau lu yang salah, gue bawa lu ke kantor polisi!" sinisnya
Begitu melihat kejadian tadi siang tampak jelas, aku membuatkan dengan tepat dan ternyata teman disampingku sayang salah mengambil pesanannya. Dia mengambil pesananku yang terletak disamping rotinya. Memang tadi sedikit ramai jadi kami sedikit teledor.
"Maaf kecerobohan kami Sir." kataku sambil membungkuk minta maaf pada pelanggan itu.
"Untung aja bukan anda yang salah, lain kali yang teliti kalo kerja." ujarnya dan melenggang pergi.
"Ya Tuhan, terimakasih sudah membantuku hari ini," tuturku lalu kembali bekerja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!