NovelToon NovelToon

Untuk Kamu 4 ( Detak Nadi )

1. Melukai harga diri

Seorang pria menghalau mundur barisan pendemo di kantor pejabat negara. Di antara barisan pria ada seorang gadis disana sedang berteriak menyuarakan aspirasinya.

Pria tersebut menegur wanita tersebut.

"Kamu tau atau tidak kalau demo bisa saja anarkis dan penuh kekerasan. Silahkan mbaknya mundur demi keamanan" ucap seorang pria berpangkat Lettu.

"Pak tentara saja yang mundur!! Kami disini membantu menyuarakan isi hati rakyat"

"Rakyat mana yang kamu bela sampai anarkis seperti ini" tegur Lettu Arbenero .I.P yang terpasang di nama dadanya.

Demo semakin menjadi. Gadis itu tertindih para pria yang ambruk saling dorong. Gadis itu meronta karena tertindih para pendemo.

Arben menarik tangan gadis itu dari keganasan para pendemo pria.

"Heii.. pakai pikiranmu. Kalau kamu tertindih para pria disana. Jangan sampai kamu bilang kalau kamu di lecehkan. Disini kamu yang salah" tegur Lettu Arben.

"Oya... lalu apa tugas bapak sebagai tentara kalau tidak bisa membantu rakyat?" ucap gadis itu melepas paksa genggaman tangan Arben.

Arben menarik nafas panjang menyabarkan hati daripada berdebat dengan wanita lalu pergi meninggalkan gadis itu.

Baru beberapa langkah pergi dari arah timur terjadi penyerangan besar. Saling lempar batu, membakar ban dan melempar gas air mata mengarah ke segala penjuru. Arben menoleh mengedarkan pandangan mencari satu-satunya gadis tadi.

Aarrgghh...

Arben mendengar teriakan, gadis itu terinjak para pria yang berlarian dan gadis itu tidak bisa berbuat apapun. Arben mengarahkan senjatanya di balik punggung.

"Minggir kalian. Ada wanita terinjak!!" tegas Arben sambil mengangkat gadis itu.

"Aku bisa sendiri..!!" kata gadis itu dengan angkuhnya.

Arben terpaksa menarik gadis itu dengan paksa agar wanita itu menjauh dari kerumunan dan membawanya ke tempat yang aman.

"Saya bertugas disini dan saya wajib menyelamatkan kamu meskipun kamu tidak pantas untuk diselamatkan. Sebelum menyelamatkan hati rakyat, sebaiknya selamatkan hatimu dulu!!!"

#

Arben membanting dahrim nya dengan kesal. Hatinya sudah sangat panas dan kecewa karena Carissa tak jadi datang semalam, padahal malam kemarin ia berniat melamar Carissa bahkan Arben sudah menyiapkan segalanya untuk Carissa.

"Apa maumu sayang??? Apa kurang perhatian mas sama kamu? Apa mas kurang memenuhi keinginan mu??" batin Arben.

Arben merasa sangat lelah hingga ia ketiduran di trotoar jalan sore itu bersama rekan dan anak buahnya.

***

"Kamu luka begini Dir?" tanya Lilan cemas melihat sahabatnya terluka.

"Iya, tadi aku terinjak pendemo. Tapi ada tentara yang selamatkan aku" jawab Dira.

"Ganteng nggak?" tanya Lilan dengan wajah berbinar.

"Nggak.. galak, nggak ada lembutnya sama perempuan!" jawab Dira.

"Waahh.. minta di untel laki begitu. Ngomong-ngomong Bang Desta kemana?"

"Katanya lagi tugas PAM disini tapi entahlah, gimana juga kabar Bang Bari?" Dira penasaran juga dengan kekasih sahabatnya itu.

"Hilang timbul, yang jelas aku masih punya bang Hilman" jawab Lilan.

Ponsel Dira berdering, ia melihat nama Bang Desta memberi pesan singkat.

Desta : Nanti malam temui Abang di club Seroja.

Dira : Dira nggak berani bang. Nggak pernah kesana.

Desta : Kita cuma nongkrong aja. Ngobrol santai. Bosan kalau cuma duduk di cafetaria. Pokoknya Abang tunggu disana jam 8 malam.

Dira tak menjawab, hatinya bingung tapi ia tak bisa menolak ajakan kekasihnya.

***

Kamu sudah permainkan Abang. Abang sungguh sayang kamu Rissa. Kenapa kamu permainkan perasaan Abang???

Sudah lebih dari sepuluh gelas Arben meminum minuman keras di club Seroja. Ia sungguh patah hati karena Carissa menolak lamarannya demi ingin menjadi seorang pramugari. Rissa menolak lamarannya dengan berbagai alasan.

"Lebih baik aku bersenang-senang dengan wanita. Semua wanita sama saja" gumamnya dengan langkah terhuyung.

#

"Minum..!! Kamu pasti suka" Desta mencekoki Dira dengan minuman keras yang sudah di campur sesuatu. Akhirnya Desta berhasil membujuk rayu Dira agar mau meminum yang ia sodorkan seperti beberapa hari yang lalu.

"Nggak enak Bang!!" Dira menyingkirkan minuman itu darinya.

"Nanti enak.. habiskan dulu!!" kata Desta.

"Dira ke toilet dulu Bang" Dira pun berjalan terhuyung ke arah toilet.

Ketika berjalan di lorong, Dira melihat seorang pria sedang memainkan kunci kamar. Saat Dira melewatinya pria itu langsung menyergap dan membawanya ke sebuah kamar.

Kondisi Dira yang mabuk membuatnya tidur, sedangkan pria itu masih setengah sadar melihat cantiknya paras yang ia kira sebagai 'wanita bayarannya'. Pria itu membuka kancing pakaian Dira. Baru melonggarkan sabuknya pria itu sudah tumbang karena sudah terlalu lelah dan pusing hingga puluhan panggilan tak responnya.

-_-_-_-_-

Razia gabungan di lakukan. Seorang Kapten menggeledah dan memeriksa satu persatu pengunjung club. Tanpa persiapan Desta pun ikut terciduk.

Kapten Burhan meminta agar seluruh kamar di buka.

"Tersisa satu kamar di ujung lorong Dan" kata anak buahnya melaporkan. Burhan melihat seorang wanita sedang kesal karena pintu kamar itu tidak bisa terbuka.

Burhan berkali-kali mengetuk namun tidak ada jawaban. "Mintakan kunci cadangan" perintah Burhan.

Tak lama kunci itu datang. Burhan membukanya dan segera masuk.

Betapa terkejutnya Burhan saat melihat gadis yang ia kenal sedang tidur bersama seorang pria.

"Astagfirullah..... Nadira"

.

.

.

2. Hukuman.

"Bangun Dira..!!" bentak Burhanuddin. Tangan Burhan menyingkirkan tubuh pria itu dari tubuh adik sepupu nya.

Para anggota yang lain menggeledah pria itu dan menyerahkan identitas pada Kapten Burhanuddin.

"Lettu Arbenero!! B******n kau. Laki macam apa kamu??? Kamu merusak adik ku????" Burhan menampari pipi Arben tapi pria itu sulit untuk membuka matanya walau sebenarnya ia merasakan semua.

***

Di pos POM para anggota menyiram tubuh Arben hingga basah kuyup. Tapi putra Rival itu belum sadar juga.

"Arben..!!!!!!!"

plaaaaakk.. plaaaaakk.. plaaaaakk..

Rival menampari putranya setelah di hubungi para anggota bahwa putranya kedapatan meniduri putra seorang Panglima. Jantung Rival nyaris terlepas saat mendengar kabar itu, putra kebanggaannya sudah mencoreng namanya.

Panglima sudah datang dan melihat kondisi Arben yang masih susah di sadarkan meskipun ia ingin sadar.

"Pak Rival, kita bicara empat mata di ruangan saya!!" ajak panglima menahan amarahnya.

"Siap!!"

-_-_-_-

"Pak Rival punya putri?" tanya panglima yang bernama Robert.

"Ijin Panglima.. punya!" jawab Rival.

"Tinggalkan itu semua. Kita hanya orang tua. Saya punya seorang putri dan itu satu-satunya. Hati saya sangat sakit dan sedih menghadapi semua ini. Istri saya sangat syok. Mungkin sama syok nya seperti istri pak Rival. Pak Rival pasti tidak ingin hal seperti ini menimpa putri bapak khan?.. berhubung dengan adanya kejadian ini. Saya meminta untuk putra pak Rival segera menikahi putri saya" pinta panglima.

"Ijin Panglima. Saya paham hal itu. Tapi apakah Panglima yakin dengan putra saya? Bahkan Panglima belum mengenalnya" kata Rival ragu.

"Jika orang tua si putra sudah hebat, pasti di baliknya ada ibu yang hebat dan juga seorang ayah yang luar biasa. Saya tau seluruh riwayat hidup pak Rival, tentu Arben bukan bibit main-main" ucap panglima yakin dengan keputusannya.

"Saya tunggu kehadiran bapak beserta keluarga secepatnya" perintah Panglima.

"Siap Panglima".

***

Cambukan mendarat keras di punggung Arben. Rival sendiri yang menangani putranya itu. Arben memercing kesakitan namun ia tetap berdiri gagah disana.

"Papa sudah bilang jangan bermain dengan wanita" tegasnya.

"Arben nggak menyentuhnya pa, saat itu Arben sudah kelelahan dan tidak melakukan apapun" jawab Arben jujur.

"Terus kalau kamu sadar, kamu mau melakukan apa??? meniduri nya juga???" bentak Rival sambil melayangkan cambukan lagi.

"Sudah pa, kasihan anak kita" Shila memeluk menghalangi cambukan mendarat di punggung Arben.

"Kalau tidak kuat lebih baik menyingkir, ini urusan pria ma!!" tegas Rival.

"Ma.. biar papa selesaikan dulu. Jangan ikut campur" Abrian menggiring mamanya agar menjauh dari Rival dan Arben.

Rival mencambuk Arben habis-habisan.

"Jadilah pria yang bertanggung jawab. Kamu yang berbuat, kamu yang harus menanggungnya. Meskipun kamu tidak menyentuhnya tapi banyak mata melihatmu tidak dalam kondisi aman"

#

Shila mendekap putranya, ia pun merasakan sakit yang sama seperti putranya.

"Mama sempat melihat Dira di rumah sakit. Percayalah dia gadis yang baik nak. Mama dan papa tidak peduli apa kata orang, tapi kata papa ada benarnya, kalau sudah berbuat.. harus bertanggung jawab. Terimalah Dira nak!!" bujuk Shila.

"Baiklah ma, Arben akan terima semua demi mama" ucapnya mengalah karena Arben sangat menyayangi mamanya.

***

Malam sehari setelahnya, Arben datang bersama keluarga untuk melamar Dira secara resmi.

"Assalamu'alaikum, selamat malam. Saya Arben, jika di ijinkan, malam ini berniat meminang putri bapak Robert, Nadira Anjani untuk menjadi pendamping hidup saya"

"Wa'alaikumsalam.. saya sebagai orang tua akan mengembalikan segala keputusan pada putri saya. Silakan di tanyakan sendiri pada putri saya!" jawab pak Robert.

"Bismillah.. Assalamu'alaikum.. Dek Nadira.. Malam ini Abang Arben berniat meminang mu menjadi istri Abang. Sudikah kiranya adek menerima pinangan Abang?" ucap Arben mantap dan tulus ikhlas walaupun dalam hatinya trenyuh tak menentu, ingin sekali yang ada dihadapannya adalah Rissa kekasih hatinya namun kini semua harus ia relakan untuk pupus di tengah jalan dalam ketidak pastian.

"Wa'alaikumsalam Abang Arben. Iya Abang, Dira bersedia menjadi istri Abang" jawab Dira dengan senyum yang ia sunggingkan di hadapan para tamu dan keluarga yang hadir"

#

"Maafkan Abang.. Abang nggak sengaja menarikmu" ucap Arben saat dirinya dan Dira duduk berdua di taman belakang.

"Abang akan tetap menikahimu meskipun Abang tidak melakukannya. Dan perlu kamu tau Abang masih punya pacar" ucap Arben tegas dan jujur.

"Sama.. Dira juga masih punya pacar. Malam kita tertangkap basah itu sebenarnya Dira sedang berkencan dengan dia" kata Dira sambil mengambil rokok di balik baju kebayanya.

"Liar!! Apa begini rupa istri Abang?" gerutu Arben.

"Kenapa?? Nggak suka??" ketus Dira.

"Biasa saja..Wanita seperti mu sudah biasa Abang habiskan" ucap Arben dengan sombong.

"Sebelum menikah kita buat surat perjanjian agar tidak saling mencampuri urusan pribadi" kata Arben.

"Oke" jawab Dira lalu menghisap rokoknya.

"Sinting!!" gumam Arben.

#

"Maaf Lilan terlambat pa" kata Lilan saat memasuki rumah itu. Disana ia melihat Dira berjalan bersama Arben.

"Diraaaaa????" pekik Lilan melihat sahabatnya yang ternyata adalah tunangan dari Abangnya.

"Lilan!!!" Dira berlari menghampiri Lilan dan melupakan dirinya yang sedang memakai kain kebaya. Kaki Dira tersangkut kakinya sendiri hingga terjungkal. Kain rok kebayanya sobek hingga jauh di atas paha.

Mata Arben membulat melihat paha mulus gadis yang kini telah menjadi calon Nyonya Arben.

Arben berlari menutup dan menggenggam kain rok Dira. "Astagfirullah dek. Hati-hati lah kamu ini"

"Ada apa kamu teriak seperti itu??" tegur Arben pada Lilan.

"Dira khan sahabat Lilan Bang" kata Lilan tersenyum menggoyang badan ke kanan dan ke kiri.

"Haahh??" Arben ternganga tak percaya tapi tidak dengan Brian yang tau tentang hubungan persahabatan Lilan dan Dira.

.

.

.

3. Berusaha mengenalimu.

"Naik!! Ganti kebaya mu!!" perintah Arben dengan wajahnya yang terkesan dingin bagi Dira namun terlihat cool di mata wanita lain.

"Dira sudah tau bang!" ketusnya pada Arben.

"Dira, nggak boleh begitu bicaranya. Ayo bicara yang sopan." tegur mama Dira yang membuat Dira semakin menekuk bibirnya.

"Iya Abang. Dira ganti pakaian dulu" ucap Dira lebih lembut. Arben mengangguk mengiyakan.

"Maaf ya, Dira suka bandel. Semoga kamu sabar membimbingnya" ucap mama Dira penuh harap pada Arben.

"Insya Allah ma" senyum Arben tulus membuat semua orang yang melihat menjadi lega.

***

Brian menertawai Lilan dan Dira yang sedang bercanda ria. Nampak Dira sangat bahagia bersama 'keluarga barunya'. Papa Dira semakin yakin menyerahkan putrinya untuk hidup bersama Arben.

#

"Kamu mau mahar apa dari Abang? Maaf Abang tadi lupa tanya" kata Arben menawari Dira.

"Yang tidak memberatkan Abang tapi semua hasil tangan Abang sendiri" pinta Dira.

"Katanya nggak memberatkan?" protes Arben.

"Itu bukti kesanggupan Abang jadi suami Dira" kata Dira menguji kesabaran Arben.

"Baiklah, Abang penuhi keinginanmu" jawab Arben.

"Jangan lupa dua hari lagi Abang jemput untuk lengkapi berkas kesehatan di rumah sakit"

"Iya, Dira ingat bang! Abang sudah bilang lima kali ini" kesal Dira.

"Nggak takut kamu??" ledek Arben.

"Kenapa harus takut?" jawab Dira.

"Yaaa.. yaa.. anak panglima bebas" ucapan Arben seolah terdengar mengejek Dira.

"Terserah apa katamu Bang" Dira melengos meninggalkan Arben.

"Heh.. tunggu!!!" Arben menghentikan langkah Dira.

"Apalagi Abang????"

"Salim dulu!!! Nggak sopan kamu sama calon suami" perintah Arben.

Dira maju ke depan Arben lalu melompat membenturkan dahinya ke dahi Arben.

"Hwaaduuuhhh.. Masya Allah..Lihat kalau kamu sudah jadi istri Abang, nggak akan ada ampun lagi" teriak Arben.

Dira secepatnya berlari menghindari Arben yang masih mengusap dahinya karena kesakitan.

***

"Sudah apa belum?" tanya Arben dingin.

"Sudah.." jawab Dira.

"Ayo makan siang dulu, setelah jam istirahat baru hasilnya akan keluar" ajak Arben.

#

Arben melihat raut wajah Dira tak seperti biasanya. Gadis itu nampak sedih dan tidak bersemangat.

"Kenapa? PMS?" tanya Arben.

Dira mengangguk karena beberapa hari lagi memang ia pasti akan datang bulan.

"Jangan sampai Abang jadi pelampiasan mood mu yang buruk itu"

"Bang, apa reaksi pacar Abang kalau tau kita menikah nanti" tanya Dira tiba-tiba.

"Rissa belum tau, dia jarang aktifkan ponsel. Dua Minggu ini nggak ada kabar. Abang belum sempat cerita" jawab Arben.

"Kamu gimana?"

"Bang Desta bahkan nggak ada kabar sejak kejadian malam itu" ucapnya sedih.

"Desta???" gumam Arben memikirkan sesuatu.

#

Arben tersenyum sinis membaca keterangan 'tersegel' di secarik kertas keterangan dokter.

Apa yang tidak bisa di lakukan anak panglima.

***

Arben melihat berkas pengajuan pernikahan miliknya yang sudah selesai di tanda tangani. Karena Dira anak Panglima tentu saja semua akan lebih mudah.

Terbersit rasa bersalah dalam dirinya. Bukan nama Carissa disana tapi nama Nadira yang akan menjadi istrinya.

"Mas nggak bermaksud seperti ini Rissa. Kalau saja saat itu kamu datang. Mas pasti akan pertahankan kamu. Tapi sekarang kamu sendiri yang menghindari Mas" gumamnya mengusap berkas di atas mejanya.

"Kamu jauh dari wanita yang Abang inginkan Dira. Tidak ada cinta di antara kita. Apalagi penampilanmu masih sangat kekanakan"

Arben mengusap wajahnya, kepalanya terasa pening memikirkan banyak hal. Arben menghela nafas panjang.

"Lebih baik aku pergi dulu membuatkan permintaan calon istri" gumamnya dalam hati.

***

Arben mendatangi toko emas dan meminta di buatkan cincin untuk maskawin nya. Sampai disana Arben tidak tau ukuran jari Dira.

"Ukur sebesar jari kelingking saya" perintah Arben pada pegawai toko emas.

"Bapak yakin??"

"Yakin..!!" jawabnya mantap.

#

"Ini saja pak?" tanya seorang kasir.

"Iya, itu saja"

***

Arben meletakan hasil karyanya di sudut kamar messnya. Itu adalah hasil karya yang akan ia bawa sebagai mahar pernikahan untuk Dira.

Kenapa Abang harus serepot ini mengabulkan inginmu. Ingat Dira.. hati Abang masih penuh dengan nama Carissa.

#

Nadira menangis duduk di atas ranjangnya. Ia menangisi Desta yang tak pernah menghubungi nya lagi.

"Apakah bisa Dira hidup tanpa cinta Abang?" Nadira menghapus air matanya dan berusaha tegar.

"Ayo Dira. Kamu jangan nangis! Semangat dan yakin semua akan baik-baik saja" gumamnya menyemangati diri sendiri.

***

"Dira.. Abang mau ajak kamu keluar"

"Sekarang bang?" tanya Dira.

"Besok habis lebaran!!! Ya sekarang lah. Abang kesana.. kamu sudah harus selesai" perintah Arben.

"Perempuan nggak bisa cepat bang?" pekik Dira.

"Nggak peduli.." Arben menutup panggilan telepon nya.

#

Arben melipat kedua tangannya di depan dada memperhatikan penampilan Dira.

"Ganti pakaianmu atau Abang sobek sekarang juga" tegur Arben melihat pakaian Dira yang sedikit menerawang.

Dira menghentakan kaki dengan jengkel tapi ia menuruti perkataan calon suaminya.

Di balik jendela Dira mengintip dan tersenyum penuh haru.

#

*Aku memang nggak cinta, tapi pakaianmu itu tetap bisa membuat Abang khilaf*.

"Astagfirullah.." Arben mengusap dadanya yang bergemuruh tak karuan melihat ulah calon istrinya.

"Arben.. " panggil Bu Robert calon mama mertuanya.

Seketika Arben langsung berdiri.

"Siap Ibu Panglima. Ijin arahan.."

Ibu Robert terkikik geli. "Ini mama nak, biasakan panggil mama"

"Siap!! Eehh..iya ma"

Bu Robert tersenyum. "Maaf ya kalau Dira manja. Dira nggak punya saudara. Mama saja dulu sulit sekali mendapatkan anak satu itu. Butuh perjuangan panjang. Biarkan waktu yang mengajarkan cinta dan sayang pada kalian berdua"

Tiba-tiba Bu Robert bersimpuh di kaki Arben. Arben sangat kaget dan ikut bersimpuh membantu calon mama mertuanya berdiri.

"Jangan begini ma"

"Arben.. Jika nanti Dira sudah menjadi istrimu. Maka Dira sepenuhnya adalah milikmu. Mama hanya minta satu saja. Jangan sakiti Dira walaupun kamu tidak mencintainya" ucap mama Dira.

"Saya akan berusaha menjadi sebaik-baiknya suami ma!" kata Arben.

***

"Ini semua kartu ATM Abang, kamu saja yang bawa!" perintah Arben.

"Abang bawa satu ini saja. Nanti kamu bisa cek semua isi saldo rekening Abang" kata Arben.

"Waahh.. beruntungnya, Harta Abang akan Dira kuras sampai habis" katanya sambil menyambar kartu ATM itu.

Arben menatap lekat wajah gadis yang ada di hadapannya.

Saat aku memberikan kartu ATM ku pada Rissa, dia tidak pernah mau, alasan nya aku lebih butuh karena gajiku sedikit, dia takut aku tidak bisa menghidupi nya dengan layak. Tapi Dira merasa bangga aku akan bisa menghidupi nya.

"Apa kamu tidak takut miskin hidup bersama Abang?" tanya Arben.

"Asal Abang tidak takut panas dan hujan, Dira rasa kita tidak akan kekurangan nasi" jawab Dira ringan tanpa menatap Arben.

Bola mata Dira terlihat memerah. Untuk beberapa saat mereka terdiam. Arben tau calon istrinya itu seperti memendam sesuatu.

"Soal mama jangan Abang pikirkan" ucap Dira.

"Dira sanggup menghadapi semuanya. Dira sudah terbiasa di campakan begitu saja. Dira tau, jika setelah menikah nanti.. Dira harus ikut kemana Abang pergi dan menurut apa kata suami. Dira tidak akan pernah bilang sama mama dan papa tentang masalah kita" ucapnya.

Sesaat kemudian Dira tersenyum seakan menarik ucapan dan kesedihan nya.

"Aahh..apa sich. Dira jadi melow begini, padahal Dira mau menikah. Pasti bahagia donk" ucapnya sambil menggoyang kaki dengan gembira namun sesaat terdiam lagi.

Ada sebersit rasa iba dalam hati Arben melihat gadis yang duduk di sampingnya menatap hamparan bukit luas nan hijau di hadapannya.

"Jangan bohongi Abang. Kalau kamu ingin menangisi hilangnya kebebasanmu bertingkah liar, Dada Abang masih cukup lapang untuk gadis pecicilan sepertimu"

Dira langsung menubruk Arben dan menangis di dada calon suaminya, begitu lepas sampai perasaannya terasa lega. Cukup lama Dira berada dalam dekapan Arben.

"Dira benci selalu di campakan Bang!!" teriak Sekuatnya.

"Dan Abang bukan pria seperti itu" ucapnya sambil berusaha mendekat dan mengimbangi perasaan calon istrinya.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!