NovelToon NovelToon

Married With Dosen

1

Suasana kelas yang ramai tidak membuat gadis yang sedang tertidur merasa terganggu, bahkan tidurnya semakin nyenyak saja. Teman atau bahkan bisa di  bilang sahabatnya pun hanya berdecak sambil menggelengkan kepala. Suasana kelas  yang tadinya ramai seketika hening saat ada seseorang yang masuk kedalam kelas sambil mengucapkan salam dan dengan spotan mahasiswa menjawab salam tersebut.

“Baik, perkenalkan saya Arkana Ezra  Madava, kalian bisa memanggil saya Pak Arka. Saya disini menggantikan Pak Rendra dosen mata kuliah pengantar sastra klasik. Ada yang ingin ditanyakan?”

“Umur berapa pak?” tanya Rafa.

“Udah nikah belum, pak?” tanya Raihan dan seketika disoraki oleh yang lain, pasalnya yang bertanya adalah laki-laki.

“Umur saya 27 tahun, saya belum menikah. Saya rasa cukup aja ya perkenalannya, sekarang saya absen dulu. Langsung angkat tangan aja ya biar cepet.”

“Aliza Nadia.”

“Ara Bahira”

“Arion Devan.”

“Edzard Faresta”

“Hamra Misha Mahawira.” Syakira yang duduk disebelah Hamra mencoba untuk membangunkan tapi tidak berhasil, sampai kegiatan membangunkan terhenti ketika Arka mendekati Hamra yang sedang tertidur. Arka tidak melakukan apapun selain memerhatikan Hamra. Merasa ada yang memperhatikan Hamra pun bangun dan betapa terkejutnya ia saat melihat pangeran yang sangat tampan.

“Nyenyak tidurnya?” tanya Arka, sontak saja Hamra tersadar, ia malu dan dengan seketika wajahnya berubah menjadi merah.

“Baik kita lanjutkan.” Dan absen pun berjalan kembali, serta materi perkuliahan pun tersampaikan.

***

Kini Hamra sedang merajuk pada sahabat-sahabatnya, pasalnya tadi dia tidak di bangunkan saat sudah ada dosen.

“Tadi aku udah bangunin kamu, Ra. Tapi kamunya aja yang kebluk,” ucap Syakira.

“Yang lain juga kenapa gak bangunin? Aku kan malu jadinya, mana dosennya ganteng lagi,” ucap Hamra hingga bibirnya mengerucut.

“Ya ampun Hamra kita kan udah jelasin tadi, kita mau ngebangunin juga si bapaknya udah nyamperin kamu,”  jelas Aliza.

“By the way, tadi katanya umurnya berapa? Udah nikah belum?” tanya Hamra  penasaran.

“Katanya sih 27 tahun, belum nikah sih katanya. Apa, mau kamu pepet?” Sudah tidak aneh lagi bagi mereka jika Hamra menanyakan seorang laki-laki sudah menikah atau belum, tandanya dia akan mendekati orang tersebut. Tapi biasanya tidak akan bertahan lama.

“Hehe, tahu aja deh.”

“Udah biasa,” ucap mereka bertujuh kecuali Hamra, dia hanya cengengesan.

“Eh cepet makannya bentar lagi kita ada kelas,  mana belum sholat lagi,” ucap Oliv setelah melihat jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya.

***

Jam menunjukkan pukul empat sore saat kelas Hamra baru saja keluar. Tepat saat akan keluar dari gedung menuju parkiran Hamra berpapasan dengan Arka.

Nikmat Tuhan manakah yang kau dustakan.

Hamra hanya tersenyum sebagai sapaan dan dibalas dengan tatapan dingin.

“Cih, dingin banget jadi orang, tapi ganteng sih,” bisik Hamra.

“Kamu bicara sesuatu?” tanya Arka. Seketika  Hamra menutup mulutnya dia pikir tidak akan terdengar, tapi untungnya tidak terdengar jelas.

“Ha... ngga pak. Bapak salah denger kali. Permisi, Pak,” ucap Hamra dan segera berlari menuju parkiran menemui para sahabatnya yang sudah menunggu.

“Lama beut deh,” ucap Aliza.

“Ya maaf tadi abis ketemu sama calon imam,” ucap Hamra sambil cengengesan dan membayangkan pertemuannya tadi dengan Arka. Walau sedikit menyebalkan tapi dia suka.

“Calon imam, calon imam kuliah dulu yang bener, baru juga semester satu,” ucap Rayna.

“Udah yuk ah kita pergi sekarang  nanti keburu malem,” ucap Oliv, Oliv selalu menjadi penengah diantara mereka kalau sudah mulai terjadi percekcokan.

Setelah semua siap, mereka langsung menjalankan motornya sesuai dengan rencana mereka kemarin malam. Mereka akan pergi ke toko buku untuk membeli beberapa novel.

***

Tak terasa jam menunjukkan pukul sembilan malam, setelah membeli beberapa novel dan beberapa buku untuk kuliah, tadi mereka memutuskan untuk sholat dan makan.

Dan sekarang mereka akan pulang menuju kosan, dan untungnya mereka berasal dari tempat kos yang sama jadi tidak begitu khawatir.

Setelah sampai kos mereka langsung masuk ke kamar masing-masing, satu kamar berisi dua orang, Hamra satu kamar dengan Syakira.

“Ra, aku mandi duluan ya. Kamu mandi gak?” ucap Syakira.

“Ngga deh, Sya. Aku gak akan mandi mau baca novel dulu siapa tahu dapet pencerahan buat novelku juga,” ucap Hamra.

“Oh oke deh, aku mandi ya,” ucap Syakira dan langsung masuk ke kamar mandi, Hamra pun langsung membuka bungkusan plastik yang melidungi novel barunya itu. Seketika semerbak wangi buku tercium oleh indra Hamra, membuat Hamra tersenyum senang.

Inilah kesenangan Hamra selain membaca novel adalah mencium harumnya novel baru, dan memba-yangkan suatu saat karyanya akan ada di toko buku.

Lima belas menit kemudian Syakira keluar dari kamar mandi dan sudah menggunakan baju tidur.

“Ra, aku tidur duluan ya ngantuk,” ujar Syakira yang di balas anggukan oleh Hamra.

Tak lama mata Hamra pun terasa berat dan ingin segera di istirahatkan.

2

Hamra POV

Cahaya mentari  pagi mengintip malu di celah gorden kamar kosku dengan Syakira.

Aku terperanjat seketika, saat menyadari pagi telah datang aku reflek aku melihat jam dinding, menunjukkan pukul

setengah tujuh pagi.

Segera aku menuju kamar mandi untuk mengambil wudu. Belum sempat aku sampai pintu aku tersadar kalau aku sudah melaksakan salat subuh begitu pun Syakira. Karena terlalu lelah jadi kami memutuskan tidur lagi setelah melaksankan salat subuh.

Dan untungnya hari ini tidak ada jadwal kuliah, hanya nanti siang aku ada kumpulan UKM pecinta alam di kampus. Beginilah aku lebih suka mengikuti UKM untuk mengisi waktu luang.

Aku melihat ke tempat tidur Syakira, dia masih terlelap, daripada tidak melakukan apapun aku memutuskan untuk memasak. Mandi? Nanti sajalah saat akan berangkat ke kampus.

Tiga puluh menit masakanku pun jadi, aku membangunkan Syakira.

“Sya bangun, ayo makan dulu.” Tidak sulit untuk membangunkan Syakira cukup di panggil atau menggocangkan badannya dia sudah bangun, berbeda denganku, aku sangat sulit untuk di bangunkan, kecuali kalau diperhatikan, itu pun tidak langsung bangun, butuh sepuluh sampai lima belas menit baru aku bangun.

“Tumben mau masak sebelum di suruh,” ucap Syakira, ya memang aku sulit untuk masak harus di paksa dulu. Tapi entah apa yang merasukiku hingga aku mau masak tanpa di suruh.

“Kan mau jadi istrinya Pak Arka jadi  harus mau mandiri,” ucapku asal.

“Kamu  beneran kesemsem sama Pak Arka?” tanya Syakira..

“Maybe,” jawabku acuh, karena memang aku juga tidak tahu apakah aku benar menyukai Pak Arka atau hanya candaan seperti biasa, perihal jawabanku tadi aku menjawabnya asal saja.

“Kalau serius mau aku sama yang lain bantuin gak nih?”

“Aku coba usaha sendiri dulu, nanti kalau  emang udah mentok aku minta bantuan kalian. Lagian umur  segitu udah mateng buat nikah, lah aku masih bocah masih delapan belas tahun,” ujarku.

“Gak apa-apa kali pas segitu mah,” ucap Syakira yang aku balas hanya deheman saja.

Yang aku pikirkan kalau aku jadi dengan Pak Arka, apakah keluargaku bakal setuju atau malah sebaliknya.

Selesai makan dan mencuci piring kami membersihkan kamar kos yang sudah seminggu ini belum dibereskan.  Kami membersihkan kamar seminggu sekali, alasannya ya karena sibuk dengan perkuliahan walau masih semester awal.

“Kamu ke kampus jam berapa?” tanya Syakira saat kami merebahkan badan selelah lelah membersihkan kamar.

“Nanti udah dzuhur,” jawabku yang dibalas anggukkan oleh Syakira,

Jam masih menunjukkan pukul sebelas, aku berniat mandi pukul duabelas, masih ada satu jam untuk rebahan sejenak.

“Eh... Sya kamu serius nih gaakan ikutan pecinta alam?” tanyaku memastikan, pasalnya Syakira memang ingin mengikuti UKM pecinta alam, tapi entah mengapa dia tidak jadi ikut, padahal kan kita bisa muncak bareng nantinya.

“Untuk sekarang ngga deh kayaknya, gatau semester nanti, hehe.”

“Hmmm okeh deh. Sya, bangunin aku jam duabelas ya, aku mau tidur bentar gak kuat ngantuk nih,” ucapku dan langsung  membelakangi Syakira tanpa menunggu jawabannya yang aku dengar sebelum terlelap sih dia sedang menggerutu, biarlah  aku sudah terlalu ngantuk.

***

“... kita akan mengadakan diklat tiga hari...”

“... untuk tanggalnya akan dilaksanakan pada tanggal satu sampai tiga november, biayanya seratus lima puluh ribu, itu sudah termasuk semuanya. Ada yang mau ditanyakan?” jelas ketua UKM pecinta alam.

Aku mengacungkan tangan, berniat untuk bertanya.

“Untuk carrier, matras, sleeping bag, seperti  itu dari sendiri-sendiri?” tanyaku.

“Ngga itu udah kita sewakan. Seratus lima puluh itu udah termasuk,” jawab Kak Pajri, ketua UKM pecinta alam. Aku menganggukkan kepala tanda aku mengerti.

Pembahasan tentang diklatpun telah selesai, saat ini kami hanya mengobrol ringan.

Karena tidak ada yang dibicarakan lebih serius aku memutuskan untuk pulang, setelah berpamitan kepada kakak tingkat dan teman-teman yang lain, aku berjalan menuju parkiran.

Saat diparkiran aku menoleh ke kiri dan kanan mencari  seseorang.

“Cari apa?” tanya seseorang di belakangku dan membuatku terlonjak kaget.

“Eh ngga, Pak, ngga nyari apa-apa,” jawabku dan berlalu dari Pak Arka. Ya... yang tadi bertanya padaku itu Pak Arka, seseorang yang aku cari.

“Kamu pulang kemana?” tanya Pak Arka, lagi, dan membuat aku terkejut, lagi, aku kira dia tidak akan mengikutiku.

“Pulang ke kosan, Pak,” jawabku sambil mencoba mengatur detakan jantungku yang entah mengapa berdetak dengan cepat.

“Dimana?”

“Dekat kok, Pak. Memangnya kenapa, Pak?” Dia menggelengkan kepala sambil ber-oh ria dan pergi begitu saja menuju motornya, yang terparkir khusus di parkiran dosen.

Aneh.

Satu kata yang terlintas di otakku. Tak ambil pusing aku pun segera menaiki sepeda motorku dan pergi dari kampus.

Sebelum sampai di kosan aku membeli makanan untuk teman menulisku.

Aku ini orang yang suka menulis dan membaca novel tentunya.  Dengan menulis aku bisa menyalurkan angan-anganku yang tidak tersampaikan atau yang mungkin saja mustahil untuk dicapai.

3

Hamra POV

Pagi yang cerah menyapa di hari pertama di setiap minggu, hari senin. Mentari bersinar dengan indah namun tidak dengan aku, karena di hari senin terdapat mata kuliah yang aku kurang sukai.

Bukan karena isi dari mata kuliahnya, tapi dosennya yang killer, telat lebih dari lima belas menit tidak boleh masuk, bukan hanya itu tuganya yang banyak, apakah semua mahasiswa merasakan ini?

Kami berdelapan masuk kelas untung saja dosennya belum datan. Saat kami masuk semua mata langsung tertuju pada kami tapi tidak lama setelahnya mereka sibuk sendiri-sendiri. Sudah biasa karena kami kalau kemana-mana pasti selalu berdelapan. Kami duduk di barisan paling belakang. Sepuluh menit kemudian dosen pun datang.

***

Akhirnya selesai juga kuliah hari ini, dan untung saja hanya dua mata kuliah jadi tidak pulang sore. Sebelum pulang kami memutuskan untuk ke kantin. Aku berjalan paling belakang bersama Isfana, kami berdua asik membicarakan idol-idol k-pop.

Bruk

Aku jatuh terduduk di lantai dan jidatku terasa sakit walau tidak terlalu sakit, aku mendongkak dan ternyata aku menabrak Pak Arka. Seketika aku langsung bangun, malu rasanya, kenapa sih setiap aku ketemu sama Pak Arka selalu diawali kejadian yang memalukan.

“Kamu gak apa-apa?” tanya Pak Arka saat aku sudah berdiri dengan benar di hadapannya, aku melihat di belakang punggung Pak Arka sahabat-sahabatku sedang menertawakan aku. Awas aja kalian.

“Ah ngga, Pak, gak apa-apa kok. Maaf ya, Pak. Saya duluan.” Aku langsung jalan cepat ke arah sahabat-sahabatku dan seketika mereka tertawa terbahak-bahak.

Seneng banget sih liat temennya menderita. Tanpa memerdulikan mereka aku meninggalkan mereka menuju kantin. Sampai kantin aku langsung duduk di kursi yang biasa kami tempati dan untungnya sudah  bersih. Tak lama yang lain pun datang masih dengan cekikikan, aku menatap mereka dengan tatapan tajam andalanku, walau gak berhasil sih buat mereka tapi setidaknya mereka tidak seberisik tadi.

“Mau makan apa nih?” tanya Isfana.

“Samain aja yuk,” ajak Ara yang di balas anggukan oleh yang lain.

“Bakso sama es teh manis aja gimana?” tawar Oliv yang langsung disepakati oleh yang lain termasuk aku paling semangat kalau udah mendengar kata bakso.

“Oke aku sama Rayna ya yang pesen nya, hayu Na.” Isfana dan Rayna pun menuju stand bakso.

“Hai beb,” sapa seseorang di sebelahku. Arion.

“Hai juga beb,” balasku dan fokus kembali pada novel.

“Serius amat sih beb, aku di anggurin,” ucap Arion dengan nada manjanya yang membuatku bergidig.

“Apa sih beb.” Aku dan Arion sebenarnya tidak memiliki hubungan apapun, untuk panggilan itu kami pun tak tahu hanya nyaman dengan panggilan itu ya sudah, tanpa ada baper sama sekali.

“Kalian cocok deh kenapa gak jadian aja sih,” ucap Rafa yang sudah duduk di samping Aliza, Rafa dan Aliza memang pacaran.

“Gak ah nyaman gini, ya gak beb?” jawabku dan dibalas anggukan oleh Arion.

“Kalian kok bisa sih gak baper?” tanya Aliza yang di balas gelengan oleh kami. Ya memang kami pun tidak tahu kenapa kami tidak pernah baper.

“Aneh deh kalian, tapi aku suka lihat kalian,” ucap Aliza. Aku tertawa saja. Aliza pernah bilang kepadaku kalau aku dan Arion contoh buat hubungan mereka.

Jadi yang aneh itu siapa.

Kembali aku membaca novel, seperti yang pernah aku bilang aku suka sekali baca novel, dimana pun kapan pun aku selalu baca novel.

Duapuluh menit kami menunggu bakso datang dan akhirnya datang juga. maklum sih lama karena kami pesan nya banyak. Aku makan semangkuk berdua dengan Arion, terpaksa lebih tepatnya. Aku sudah menyuruh dia untuk membeli sendiri tapi dia gak mau. Alhasil kami makan berdua.

“Beb hari ini kamu langsung pulang?” tanya Arion saat bakso sudah habis. Aku melirik kearah sahabat-sahabatku dan mereka mengedikan bahu.

“Langsung pulang deh kayaknya, emang kenapa?”

“Aku mau ajak kamu main.”

“Sekarang? Berdua?”

“Iya sekarang. Kalau mau sekarang ya ayok, mau ajak yang lain juga ayok aja, mau berdua juga boleh  biar gaada yang ganggu.”

“Idih bilang aja kali mau pdkt,” ucap Rayna.

“Katanya  gaada apa-apa tapi ngajak main berdua,” sindir Aliza.

Arion sih ah jadi mereka salah paham.

“Haha ngga lah siapa juga yang mau pdkt,” sangkal Arion,  “Kalian mau ikut juga

ayok sih biar lebih rame aja dan menghindari fitnah,” sambung Arion.

“Haha iya deh iya, kita ikut ya,”  ucap Rafa.

“Emang mau main  kemana dulu?” tanya Syakira.

“Nonton aja, gimana?” usul Aliza yang disepakati oleh yang  lainnya.

Langsung  saja kami menuju parkiran, kebetulan hari ini aku tidak bawa motor, karena malas jadi aku bareng sama Arion. Namun, lagi-lagi aku berpapasan dengan Pak Arka saat aku sedang berjalan bersisian dengan Arion. Kali ini  tidak ada sapaan  atau senyuman beliau berlalu begitu saja seperti tidak melihatku. Dasar aneh.

Selesai menonton kami mampir terlebih dahulu ke Gramedia kebiasaan kami kalau mengunjungi mall pasti ke Gramedia dulu walau ngga beli buku.

Setelah puas berkeliling kami memutuskan pulang, aku diantar oleh Arion menggunakan motor ninjanya seperti tadi saat berangkat ke mall. Sebenarnya aku bisa saja pulang dengan Syakira, tapi entah lah hari ini aku ingin naik motor Arion.

“Makasih ya beb,” ucapku saat sudah sampai di kosan.

“Sama-sama, beb. Besok mau dijemput?”

Aku berpikir sejenak, lumayan juga sih gausah cape-cape menegendarai motor. Akupun mengangguk.

“Oke besok aku jemput, nanti aku telpon kalau udah sampe sini. Aku pulang ya, bye, jangan tidur malam-malam,” ucap Arion setelah itu ia menjalankan motornya, setelah hilang dari pandanganku, aku pun masuk kedalam kamar, setelah mengganti baju dan mencuci muka segera aku menyusul Syakira ke alam mimpi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!