NovelToon NovelToon

KETULUSAN HATI ELINA

Pertemuan Kembali

Langkah Elina terhenti di depan pintu masuk. Jantungnya bagaikan berpacu 2 kali lebih cepat. Hati Elina berdoa, semoga apa yang dilihatnya salah. Mungkin matanya kini memerlukan kacamata agar bisa mengenali sosok pria tampan yang berdiri diantara deretan pengusaha muda.

Seumur hidupnya Elina selalu berdoa agar ia tak pernah bertemu lagi dengan Okan Atmaja. Bukan karena pria itu pernah menyakitinya. Tapi Elina yang sudah meninggalkan pria itu disaat Okan sangat membutuhkannya. Sungguh, Elina tak tahu apa yang harus dikatakannya jika mereka harus bertemu.

Tapi, apakah itu benar Okan Atmaja? Pria yang menjadi cinta pertamanya? Bahkan sampai sekarang pun Elina belum menemukan pengganti Okan walau 6 tahun sudah berlalu. Aku tak mungkin melupakan wajahnya karena sampai tadi malam pun aku masih memimpikannya. Benarkah itu Okan? Jika memang itu adalah lelaki yang pernah aku sakiti, betapa memalukan jika kami bertemu. Dia kelihatan sudah menjadi orang sukses sedangkan aku? Dunia sudah terbalik. Aku bukan siapa-siapa.

"Elina, ayo masuk!" Adelia menarik tangan Elina membuyarkan lamunan gadis berambut hitam itu.

"Eh..., aku pulang saja!" Elina membalikan badannya. Ia menyesal telah menyetujui ajakan Adelia untuk datang ke pesta ulangtahun perusahaan tempatnya bekerja. Seharusnya Elina tidur saja di apartemen Adelia sambil merencanakan apa yang akan dilakukannya selama satu minggu berlibur di Istanbul.

"Kamu kenapa sih? Tadi begitu bersemangat saat ku ajak ke sini. Mengapa sekarang jadi ingin pulang?"

"Eh, aku sakit perut." Elina mengarang alasan.

"Kamu nggak pintar bohong. Ayo masuk!" Adelia menarik tangan sepupunya itu. Ia sudah mengeluarkan uang yang cukup banyak untuk membeli gaun dan sepatu mereka berdua agar Elina bisa ikut dengannya di perayaan tahunan perusahaannya.

Elina dengan sangat terpaksa akhirnya mengikuti langkah Adelia yang sedikit menyeretnya untuk masuk ke dalam.

Tangan Elina mengangkat dompet yang dipegangnya untuk menutupi wajahnya. Ia menyesal telah mengikuti gaya rambut Adelia yang digulung ke atas. Sehingga tak ada kemungkinan bagi Elina untuk menyembunyikan wajahnya.

"Elina, jangan seperti gadis kampungan. Ini di Istanbul." Adelia menarik dompet hitam Elina yang menutupi wajahnya.

Adelia mengenalkan Elina pada beberapa temannya. Elina Sebisa mungkin membelakangi Okan yang nampak masih asyik berbicara dengan beberapa pria yang terlihat dari kalangan atas. Terlihat dari cara mereka berpakaian dan gaya mereka sebagai pria-pria kaya yang banyak diincar oleh para gadis.

Acara pun di mulai. Deniz Demir, sang CEO perusahaan tempat Adelia bekerja naik ke atas panggung. Ia berbasa-basi sebentar menyebutkan nama-nama kolega perusahaan.

"Hari ini saya sangat senang, karena salah satu mitra perusahaan kita tuan Okan Yilmas boleh hadir. Tuan Okan mari silahkan naik ke panggung ini."

Elina terkejut. Okan Yilmas? Bukankah namanya adalah Okan Atmaja? Apakah aku memang salah orang? Tak mungkin Okan yang kukenal adalah pengusaha sukses seperti yang disebutkan tadi.

Ada perasaan lega dalam hati Elina saat mendengar nama pria itu. Walaupun jauh di lubuk hatinya, ia sangat meyakini bahwa wajah pria itu memang sangat mirip dengan Okan Atmaja. Hanya saja tubuh pria ini terlihat lebih padat berisi. Okan Atmaja memiliki tubuh yang agak kurus. Suara mereka memang terdengar agak mirip. Tapi, bukankah di dunia banyak orang yang wajah dan suaranya juga mirip?

Pesta terus berlanjut. Elina pamit pada Adelia untuk pergi ke toilet. Adelia menunjukan arah toilet. Gadis pergi dengan cepat karena ia memang sudah tak tahan lagi.

Saat Elina keluar dari toilet dan melewati lorong untuk kembali ke ruang pesta, dari arah yang berlawanan, Elina melihat pria itu melangkah mendekatinya. Jantung Elina kembali berdetak dengan sangat cepat. Namun ia tak mau bersikap norak dan salah tingkah. Gadis itu menegakkan kepalanya dan terus melangkah. Saat mereka sudah saling melewati, Elina tersenyum lega. Ia tahu itu pasti bukan Okan Atmaja.

"Eli...!"

Langkah Elina terhenti. Ia tak berani membalikan badannya. Hanya Okan Atmaja yang memanggilnya Eli. Gadis itu menggelengkan kepalanya. Ia kembali melangkah namun sebuah tangan memegang pergelangan tangannya dan menghentikan langkah Elina. Gadis itu pun membalikan badannya. Tatapan mata mereka bertemu. Manik hitam yang memiliki tatapan setajam elang itu memang benar adalah mata Okan Atmaja.

"Excuse me, can I help you, sir?" Tanya Elina sambil menarik tangannya dari genggaman Okan.

Dahi Okan berkerut menatap gadis di depannya. "Kau bukan Elina Jovanka? Aku tak mungkin salah orang kan?" Tanya Okan dalam bahasa Indonesia.

"My name is Mia. And I don't understand what you're saying, sir." Elina membalikan tubuhnya dan bermaksud akan pergi. Tapi sekali lagi Okan menahan tangannya.

"Aku tak pernah lupa dengan harum minyak wangimu. Bahkan suaramu sama."

"Let me go!" Elina menarik tangannya dengan cepat dan setengah berlari ia meninggalkan Okan sendiri. Ia tahu kalau Okan akhirnya akan mengenalinya.

Okan menatap punggung gadis itu. Jantungnya masih berdetak dengan cepat saat melihat Elina setelah gadis itu menghilang 6 tahun yang lalu.

Dengan cepat, Okan menyusul Elina. Ia tak ingin gadis itu pergi. Karena Saat Okan memanggilnya dengan sebutan Eli, gadis itu menghentikan langkahnya.

"Adel, aku mau pulang!" Elina langsung menarik tangan Adelia.

"Hei, sebentar lagi. Akan ada pemberian penghargaan bagi kariawan yang dinilai memiliki dedikasi yang baik bagi perusahaan. Siapa tahu ada namamku."

"Nggak. Aku pulang saja naik taxi." Elina berlari ke luar gedung. Ia tak mau kalau Okan sampai mendapatinya lagi. Ia sungguh malu bertemu dengan pria itu.

Sepertinya Adel tak mengikutinya. Tak masalah karena Elina tahu kode untuk membuka pintu apartemen sepupunya itu.

Taxi yang membawa Elina akhirnya sampai di lobby apartemen. Elina membayar ongkos taxi lalu segera naik lift menuju lantai 7, tempat unit Adelia berada.

Begitu masuk ke dalam apartemen, Elina bernapas lega. Sungguh ia tak pernah bermimpi, Instanbul akan mewujudkan mimpinya semalam. Elina bermimpi berkencan dengan Okan. Seperti 7 tahun lalu.

Merasa pikirannya terus dipenuhi dengan bayang-bayang Okan, Elina segera bangun dari sofa.

"Ah....Ini sudah gila!" Elina mengacak rambutnya sehingga sanggulnya terbuka. Ia segera ke kamar. Mungkin dengan mandi, pikirannya akan menjadi tenang.

Selesai mandi dan berganti pakaian, Elina berjalan ke dapur. Ia mau membuat teh. Karena berendam terlalu lama, ia kini merasa sangat dingin. Ia bahkan sudah memakai kaos kaki dengan piyama tangan panjangnya. Ia memang gila. Istanbul sedang musim dingin dan ia berendam hampir setengah jam lamanya. Sungguh malang, berendam ternyata tak membuat Elina bisa menghapus bayang-bayang Okan.

"Ya Allah, buatlah hambaMu ini bisa melupakan bayangannya." Elina memanjatkan doa sambil memijat kepalanya yang tiba-tiba saja terasa sakit.

Sementara menikmati teh panasnya, bel pintu berbunyi. Elina merasa heran. Apakah Adelia melupakan kode untuk membuka pintu apartemennya?

Tanpa melepaskan gelas tehnya, Elina pun melangkah ke arah pintu dan langsung membukanya. Ia tidak melihat siapa yang membunyikan bel.

Saat pintu terbuka, jantung Elina bagaikan berhenti berdetak. Bibirnya menjadi keluh dan gelas yang berisi teh panas itu terlepas dari tangan Elina.

"Aow....!" Walaupun Elina menggunakan kaos kaki, tapi panasnya air teh itu tembus sampai di kulit kakinya.

"Kamu masih ceroboh seperti dulu." Okan langsung berlutut di depan kaki Elina. Ia membuka kaos kaki Elina yang basah, lalu tanpa di duga, mengangkat tubuh Elina ala bridal style.

"Apa yang kamu lakukan, Okan. Turunkan aku!" Teriak Elina kaget.

"Akhirnya kamu berbahasa Indonesia juga." Okan mendudukan Elina di atas sofa.

Bodohnya aku, kenapa aku menyebutkan namanya? Aku harus bagaimana sekarang?

Tangan Okan memegang kaki Elina. "Untunglah tidak sampai melepuh."

Elina menarik kakinya ke belakang. Okan yang masih berjongkok di dekat kaki Elina jadi tersenyum.

"Apa kabar, Eli?" Tanya Okan setelah mengambil tempat duduk di samping gadis itu.

"Aku baik-baik saja." Jawab Elina. Ia tak berani menatap wajah Okan.

"Setelah 6 tahun, akhirnya kita bertemu."

"Bagaimana kamu bisa tahu apartemen ini?" Elina mengalihkan topik pembicaraan.

"Aku melihat di CCTV kalau kamu datang dengan Adelia. Sangat mudah mendapatkan informasi melalui Adelia dengan bantuan bosnya. Adelia bahkan mengijinkan aku datang sendiri untuk berbicara denganmu."

Elina akhirnya menatap Okan. "Mengapa kau mengejarku sampai di tempat ini?"

"Karena aku sudah 6 tahun ini mencarimu."

"Ada apa sampai kau mencariku?"

"Aku merindukanmu, Eli!"

Elina berdiri lalu melangkah agak menjauh dari Okan. Kata-kata Okan membuat hatinya bergetar. Bukankah juga selama 6 tahun ini Elina tak pernah melupakan Okan? Berapa banyak lelaki yang sudah ditolaknya hanya karena ia masih sering bermimpi tentang Okan? Ia bahkan rela disangka sebagai penyuka sesama jenis karena tak pernah terlihat bersama lelaki lain walaupun usianya sudah 24 tahun.

"Pergilah, Okan. Ini sudah larut malam."

"Ini Istanbul. Bukan Jakarta. Orang tak akan peduli jam berapapun aku akan pulang." Okan ikut berdiri lalu mendekati Elina yang sedang berdiri membelakanginya. Elina sedang menatap jauh ke luar jendela.

"Eli, apakah kau sudah menikah?"

Elina membalikan badannya. "Belum."

"Menikalah denganku!"

"Apa?"

"Menikalah denganku sekarang. Aku tak mau kehilangan kamu lagi."

Elina menatap pria tampan di depannya. Bagaimana mungkin pria blesterang Indonesia-Turky ini tak juga menikah saat usianya sudah 28 tahun? Ataukah Okan akan membalas dendam atas semua yang telah ia lakukan dulu?

"6 tahun bukanlah waktu yang singkat. Apakah selama ini kau tak pernah memiliki wanita lain dalam hidupmu?"

"Tidak!"

"Aku sudah menyakitimu, Okan."

Okan tersenyum sambil mengangguk. "Ya, kau memang sudah menyakitiku karena meninggalkan aku saat aku sangat membutuhkanmu. Namun aku tahu, kau terpaksa melakukannya. Cintaku yang besar telah membuatku melupakan semua kejadian di masa lalu." Okan meraih kedua tangan Elina. Ia dapat merasakan tangan gadis itu begitu dingin. Di tatapnya Elina dengan semua cinta yang ia miliki untuk gadis itu. "Eli, menikahlah denganku!"

**********

Hai guys, ketemu lagi dengan cerita terbaru emak. Ini merupakan kisah nyata dari sahabat emak yang coba emak tuangkan dalam novel dengan diberi bumbu-bumbu tambahan. Bagaimana menurut kalian part satu ini?

Kasih komentar ya...supaya semangat nulisnya.

Ingatan Masa Lalu

Angin dingin berhembus membuat banyak orang memilih berada di dalam ruangan. Tak lama lagi, salju pasti akan turun.

Elina duduk di atas ranjang sambil memeluk lututnya. Di sampingnya, Adelia sudah tertidur dengan sangat nyenyak.

Kata-kata Okan terbayang kembali. " Eli, menikahlah denganku."

Elina tak bisa menjawab. Bahkan sampai Okan pulang pun ia tak mampu menjawab. Ingatannya kembali di peristiwa 8 tahun lalu. Saat ia masih berusia 15 tahun dan ia terlambat datang ke sekolahnya.

"Sial...!" Elina menggerutu saat ia turun dari mobil dan melihat pagar sekolahnya sudah tertutup dengan rapat. Ia baru 2 minggu menjadi salah satu siswi di SMA paling top di kota Surabaya ini. Seharusnya ia tak keluar malam secara diam-diam dan ikut menonton konser Super Junior yang berakhir jam 1 pagi.

Tapi, siapa yang mampu menolak pesona pria-pria tampan asap Korea itu? Lagu-lagu mereka bahkan Elina hafal semuanya.

"Terlambat?"

Elina terkejut mendengar suara bariton itu. Ia mencari sumbernya dan melihat seorang pria tampan sedang duduk di atas motor sport. Tak dapat dipungkiri, Elina terpesona menatap pria itu.

"Iya." Jawab Elina akhirnya. Ia masih mencari keberadaan penjaga sekolah. Siapa tahu Elina bisa memohon agar dibukakan pintu. Pelajaran kedua ada ujian dan Elina tak mau meletakannya.

"Mau tahu jalan pintas masuk ke dalam sekolah?"

Elina menoleh lagi ke arah pria itu. Kali ini ada sedikit rasa curiga.

"Aku dulu bersekolah di sini. Aku bahkan menjadi ketua osisnya. Namaku Okan Atmaja." Okan mengulurkan tangannya namun Elina tak menyambutnya. Pria ini memang tampan. Tapi wajarkan kalau Elina curiga dengannya? Bukankah mereka baru saja berjumpa.

"Tak apalah kalau kau tak mau berkenalan denganku. Ayo kutunjukan jalannya." Okan turun dari motornya. Ia melangkah sambil tangannya langsung menarik tangan Elina membuat gadis itu terkejut. Dan bodohnya, Elina menurut saja tanpa membantahnya.

Di bagian belakang pagar sekolah, ada sebuah pohon besar yang batangnya menempel pada dinding pagar.

Pada batang pohon itu ada tangga yang sudah tersedia. "Baiklah!"

"Bagaimana aku bisa melompat ke seberang? Pacarnya lumayan tinggi."

"Kau akan menemukan tangga yang menempel di sana. Bagian belakang pagar ini aman. Penjaga sekolah bahkan jarang ke sini karena katanya pohon ini angker."

Elina terbelalak. "Angker?"

Okan tertawa. Sungguh Elina suka dengan gigi putih yang rapih itu. "Itu hanya hoax yang sengaja kami ciptakan saat bersekolah di sini. Naiklah. Kau aman. Tak ada setan di sini."

"Terima kasih!" Elina mulai memanjat. Namun baru di tangga kedua, ia berhenti dan menoleh ke bawa. "Hei...jangan berdiri di bawahnya. Kau bisa melihat baju dalamku."

Okan kembali tertawa. Sial! Gadis ini tahu kalau aku punya niat mesum.

Perlahan cowok itu mundur beberapa langkah. Elina pun berhasil melewati pagar itu dengan sukses.

Itulah awal pertemuan mereka. Pertemuan yang sangat berkesan. Sampai akhirnya, mereka pun sering berjumpa. Entah mengapa Okan selalu berada di sekitar sekolah.

"Aku sering melihat kau bersama Okan Atmaja. Dia adalah mantan ketua osis di sini dan kapten tim basket sekolah kita. Dia lulus 2 tahun yang lalu. Jangan dekat dengannya. Dia memang tampan tapi berandalan." Sonya, teman sekelasnya mengingatkan Elina.

"Berandalan? Dia anak kuliahan. Aku pernah melihatnya membawa beberapa buku. Sepertinya ia anak fakultas Tehnik arsitek."

"Iya. Tapi dia salah satu pemimpin gank yang ada di dekat kompleks sekolah ini. Dia juga bukan levelmu, Elina. Kau anak seorang pengusaha terkenal, seharusnya kau bergaul dengan kaum pria dari kalanganmu. Bukankah kau lihat, banyak cowok tampan yang kaya di sekolah ini yang ingin menjadi pacar mu?"

Di sekolah ini, Elina memang salah satu murid yang terkenal. Bukan karena ayahnya adalah salah satu pengusaha terkenal, tetapi Elina salah satu murid berprestasi.

Namun Elina yang saat itu baru berusia 15 tahun, tak menghiraukan perkataan teman sekelasnya. Ibunya mengajarkan Elina untuk berteman dengan siapa saja tanpa harus memandang status sosial seseorang.

Persahabatan Elina dan Okan berjalan mulus. Elina suka sekali dengan sikap Okan yang membuatnya selalu nyaman berada di samping cowok itu.

"Eli, minyak wangi apa yang kau pakai?" Tanya Okan suatu hari saat mereka sedang makan bakso di warung dekat sekolah Elina.

"Minyak wangi ini diberikan kakakku waktu aku ulang tahun ke-15. Sejak itu aku tak pernah mengganti minyak wangi lain. Aku suka baunya."

"Baunya menenangkan. Sama sepertimu."

Elina akan tersenyum setiap kali Okan menggodanya. Namun hanya sebatas itu. Okan tak pernah menyatakan cintanya pada Elina walaupun mereka sudah satu tahun lebih menjadi teman.

Sampai suatu ketika, Elina berulang tahun yang ke-17. Ayah dan ibunya menyiapkan pesta ulang tahun di salah satu hotel ternama di Surabaya. Elina sudah duduk di kelas 3 SMA. Ia mengundang semua teman-tenang termasuk Okan.

"Kamu akan datangkan?"

Okan memandang undangan berwarna merah muda itu. "Harus pakai pakaian rapih ya kalau ke sana?"

"Iya. Jangan pakai jeans yang sobek di bagian lutut. Kau harus pakai celana kain dan kemeja yang rapih."

"Aku nggak punya celana kain. Hampir semua celanaku berbahan jeans yang sobek di bagian lutut."

"Pokoknya kamu datang. Harus datang!"

"Ok manis." Okan mengacak rambut Elina membuat gadis itu sedikit tersipu. Apalagi saat pandangan mata mereka bertemu, Elina merasakan jantungnya berdetak cepat.

Di pesta ulang tahun Elina, cowok itu datang dengan dandanan yang berbeda. Ia mengenakan celana kain hitam dan kemeja lengan panjang yang digulung sampai batas siku tangannya. Rambutnya di sisir rapih dan menggunakan minyak rambut.

"Waw...., aku suka dandananmu ini." Puji Elina membuat Okan memutar matanya malas.

"Ibuku yang menyiapkan semua ini. Ia senang saat aku bilang mau datang ke pesta ulang tahun pacarku yang ke-17."

"Pacar?" Elina terkejut mendengar perkataan Okan. Sejak kapan mereka pacaran?

"Ya. Memangnya kamu tak merasa kalau hubungan kita kayak orang yang sedang berpacaran?"

"Tapi, kamu tak pernah mengungkapkan perasaanmu kepadaku."

"Haruskah diungkapkan disaat kamu tahu kalau aku menyukaimu dan aku tahu kalau kamu menyukaiku juga? Aku hanya menunggu sampai usiamu 17 tahun untuk mengatakan pada semua orang kalau kau adalah milikku. Selamat ulang tahun sayang!" Kata Okan sambil menyerahkan sebuah kado. "Maaf jika isinya mungkin tak semahal dengan semua hadiah yang ada di sini. Hadiah ini dirajut sendiri oleh ibuku."

"Oh ya?" Elina memeluk kado itu di dadanya. Ia merasa sangat bahagia. Saat ia membukanya ternyata sebuah mantel rajutan berwarna pink.

Sejak malam itu, hubungan mereka menjadi semakin akrab. Okan bahkan mengajak Elina ke rumahnya. Sebuah rumah yang sederhana namun penuh kehangatan. Ibu Okan bernama Larasati. Ia seorang bidan yang bekerja di salah satu rumah sakit swasta.

Larasati memeluk Elina dengan hangat."Okan, menjalani hubungan jangan sampai kelewat batas ya? Elina masih sekolah dan kamu masih kuliah. Ingat, orang tua Elina adalah orang ternama di kota ini. Kau harus menunjukan bahwa dirimu pantas untuk Elina."

Okan mengangguk. Ia dan Elina memang masih berpacaran pada tahap yang wajar. Sejujurnya, Okan sudah mencium bibir tipis Elina. Ciuman pertama bagi Elina dan membuat gadis itu tak bisa tidur sampai pagi.

Hubungan yang manis itu tiba-tiba diketahui oleh orang tua Elina. Papanya bahkan memukul Elina di depan banyak orang saat memergoki mereka berdua sedang nonton bioskop.

"Aku peringatkan padamu berandalan, jangan pernah dekati anakku. Memangnya siapa kamu sampai berani bermimpi menjalin hubungan dengan Elina?"

Danny, ayahnya Elina bahkan menampar Okan sampai mulut Okan berdarah. Namun Okan sama sekali tak membalasnya.

"Aku mencintai Elina, om."

"Makan tu cinta. Kamu mau kasih makan apa anakku yang bahkan sejak dalam kandungan sudah hidup dalam kemewahan?"

Sejak saat itu, Elina tak pernah bebas keluar rumah. Sonya dan beberapa temannya selalu datang dan menghibur Elina. Jika jam istirahat, Elina suka menyelinap diam-diam melalui pagar belakang. Ia dan Okan akan bertemu walaupun hanya 15 menit. Selebihnya, mereka saling melepas rindu lewat telepon.

Ayah Elina ternyata tak tinggal diam. Menjelang ujian akhir Elina, ia mendengar kalau anak-anak yang tergabung dalam gank yang dipimpin Oleh Okan diserang oleh gank lain. Ada beberapa yang meninggal dan Okan sekarat. Elina memohon agar ia diijinkan menjenguk Okan namun tak diijinkan oleh ayahnya. Sampai suatu sore, datanglah Larasati ke rumah Elina. Ia memohon pada Elina agar datang menjenguk Okan.

"Okan sudah sadar dan dia selalu menanyakanmu, nak. Tante mohon, temuilah Okan."

Linda, ibunya Elina sudah mengijinkan. Namun Danny tiba-tiba muncul dan melempari setumpuk uang ke wajah Larasati. "Jangan bodohi anakku. Kalian hanya ingin uang kan? Nih ambil dan pergi dari sini!"

"Ayah...!" Elina terkejut.

"Sampai aku mati pun, aku nggak akan pernah mengijinkan putriku dekat dengan anak bidan rendahan sepertimu. Silahkan pergi!"

Saat itu, Elina menangis dalam pelukan ibunya. Apalagi ayahnya mengatakan akan mengirim Elina ke kuar negeri. Gadis itu hanya bisa pasrah.

"Elina, kau masih muda. Kerjarlah cita-citamu. Kalau memang kau dan Okan berjodoh, maka jalan akan terbuka di hadapan kalian. Kalau memang tak berjodoh, kau harus belajar melepaskan Okan. Ibu akan membantumu ketemu, Okan. Berpamitanlah padanya secara baik-baik."Kata Linda sambil membelai kepala putrinya yang berbaring di pangkuannya.

Elina berhasil mengunjungi Okan di rumah sakit dengan bantuan ibunya. Saat melihat keadaan Okan, Elina langsung menangis karena ada banyak luka di sekujur tubuhnya. Yang paling parah adalah luka tusukan di pinggangnya yang membuat Okan hampir mati. Elina tahu perkelahian antar gank itu terjadi karena ada campur tangan ayahnya yang menginginkan Okan mati.

"Sayang...., kau datang?" Wajah pucat Okan terlihat bahagia saat melihat Elina berdiri di samping tempat tidurnya.

Elina menghapus air matanya. Ia tak mampu untuk berpamitan namun ia sudah berjanji pada ibunya untuk berpamitan.

"Okan, besok aku akan pergi. Aku datang untuk pamit padamu."

"Jangan, Eli. Jangan tinggalkan aku. Aku akan kuliah dengan benar. Aku akan mencari pekerjaan yang baik. Akan kubuktikan pada ayahmu kalau aku pantas untukmu. Hanya satu pintahku, jangan tinggalkan aku!" kata Okan dengan wajah penuh permohonan.

"Maafkan aku...!" Elina tertunduk.

"Aku mohon, Eli. Tinggalah bersamaku. Aku tak akan menyentuhmu sebelum kita menikah. Tapi jangan tinggalkan aku."

"Nak, jangan tinggalkan Okan. Dia sungguh-sungguh mencintaimu!" Larasati ikut memohon.

"Maafkan aku...!" Elina berlari meninggalkan ruang perawatan Okan. Ia masih mendengar suara teriakan Okan yang lemah memintanya untuk tidak pergi. Elina memilih meninggalkan Okan demi kebaikan pria itu sendiri. Dia juga memilih pergi karena tak punya keberanian melawan orangtuanya. Ia bahkan melewati upacara kelulusan di sekolahnya. Keluarga besar Elina pun memilih tinggal di Jakarta.

Nasib ternyata begitu cepat membalikan semuanya. Setahun setelah Elina kuliah di Istanbul, ia mendapat kabar kalau ayahnya berpoligami. Dan yang membuat Elina semakin hancur ternyata istri kedua ayahnya adalah Sonya. Teman sekelasnya yang memang matre itu. Elina pulang. Ia memberontak bahkan ia sempat berkelahi dengan Sonya. Ayahnya yang telah dibutakan oleh pesona gadis muda mengusir Elina. Gadis itu memilih kembali ke Turki dan melanjutkan kuliahnya.

Elina tak pernah pulang. Ia hanya selalu mendengar keluhan ibunya terhadap perlakuan tak adil ayahnya. Dan ketika Elina hampir menyelesaikan kuliahnya, ia mendapat kabar kalau ayahnya bangkrut. Ayahnya bunuh diri karena tak sanggup menahan tekanan karena besarnya hutang perusahaan. Ibu Elina pun meninggal 6 bulan kemudian. Elina sebatang kara karena kakaknya juga memilih menjauh bersama keluarganya karena merasa malu dengan perilaku ayahnya. Sementara Sonya? Ia kabur dengan laki-laki lain setelah berhasil mencuri semua perhiasan ibu Elina.

Hidup memang kejam, bukan? Kayak cerita di sinetron Indonesia yang penuh dengan air mata. Tapi itulah yang Elina alami. Kini, setelah ia telah bangkit dengan usaha kecilnya, ketika ia bisa berlibur ke Istanbul kembali dengan hasil usahanya, ia dipertemukan kembali dengan Okan yang hidupnya sudah berhasil. Haruskah Elina dengan tidak tahu malunya menerima Okan?

********

Adelia membuka matanya saat mendengar tangisan sepupunya itu. Ia tahu kalau Elina sudah kembali dari ingatan masa lalunya.

"Na, kalau memang kau masih mencintai Okan, kenapa tak menerima saja lamarannya?"

Elina menoleh ke arah sepupunya. "Okan sudah terlalu tinggi untuk ku raih seperti dulu aku meninggalkannya karena merasa ia terlalu rendah untuk bersamaku." Kata Elina lalu menghapus air matanya. Ia membaringkan tubuhnya. Ia ingin beristirahat sebentar dan memutuskan untuk kembali ke Jakarta.

********

Makasi sudah mendukung kisah ini....

Beri komentarnya ya.....

Aku Bersedia

"Kau bangun sepagi ini?" Tanya Adelia yang masih ada di tempat tidur. Gadis itu masih terlihat mengantuk.

"Selesai sholat subuh, aku tak tidur lagi."

"Kamu mau ke mana dengan dandanan seperti itu?" Adelia kembali bertanya saat melihat sepupunya itu sudah menggunakan sepatu boat, celana panjang jeans dan mantel jeans.

"Aku mau kembali ke Jakarta."

"Apa?" Adelia melonjak bangun dari tempat tidur.

Elina mengunci kopernya. "Penerbanganku jam 10 pagi. Aku akan mampir di toko sovenir untuk membelikan ole-ole bagi sahabat-sahabatku." Elina menyebut semua orang yang bekerja dengannya adalah sahabat-sahabatnya. Merekalah yang bersama-sama dengan Elina membangun usaha toko kuenya. Setelah kematian ibunya, Elina mencari pekerjaan. Selama 3 bulan, tak ada satupun perusahaan yang mau menerimanya pada hal dia adalah salah satu lulusan terbaik dari universitas terbaik pula.

Elina tinggal di salah satu tempat kost sederhana. Di sana, ia mendapatkan teman yang baik hati. Dewi, adalah seorang ibu muda yang memiliki satu anak. Dan Anita adalah perawan tua yang patah hati. Usianya sudah 35 tahun. Ketiganya saat itu sedang duduk berbincang sambil memikirkan apa yang bisa mereka kerjakan untuk menghasilkan uang. Anita yang mengusulkan untuk menjual kue. Elina pun ingat, sewaktu mereka kecil, ibunya memiliki toko kue yang sangat terkenal. Toko itu akhirnya tutup karena ayahnya tak setuju ibunya jualan kue sementara dia adalah pengusaha sukses. Elina banyak belajar cara membuat kue sejak ia masih SMP. Elina masih menyimpan resep rahasia keluarganya. Bermodalkan kalung peninggalan ibunya yang ia gadaikan, ketiganya memulai usaha itu. Awalnya memang sulit. Beberapa kali kue mereka tak laku. Namum setelah Elina mempostingnya di internet, kue mereka mulai terkenal. Hampir 3 tahun merintis usaha itu, Elina kini sudah punya toko sendiri. Ia bahkan sudah membuka cabang di 2 tempat. Elina bersyukur karena Tuhan sangat baik padanya.

"Na, liburanmu baru saja akan dimulai. Kamu sendiri belum bertemu dengan ayah dan ibuku."

"Aku tak mau bertemu dengan Okan. Dia mengatakan akan datang lagi sore ini."

"Kau pergi saja ke rumah orang tuaku di Izmir."

"Dia pasti akan menemukan ku. Kau kan suka berhianat dengan mengatakan dimana aku berada."

"Maaf. Yang semalam aku terpaksa. Bosku yang langsung menanyakannya padaku. Aku takut di pecat."

Elina tersenyum. "Sampaikan salamku untuk paman dan bibi. Sebaiknya aku pergi sekarang. Mungkin taxi yang ku pesan sudah datang." Elina menarik kopernya.

"Apa yang akan ku katakan kalau Okan datang?"

"Bilang saja aku sudah pergi. Jangan memberitahukan padanya alamatku di Jakarta. Kamu juga dapat mengatakan kalau aku sudah punya kekasih." Elina mendekati sepupunya. Keduanya berpelukan. Ayah Adelia adalah kakak dari ibunya Elina. Ia menikah dengan orang Turki dan memutuskan tinggal di sini. Itulah sebabnya Elina di kirim ke sini 6 tahun lalu. Ia dan Adelia sama-sama kuliah di Istanbul.

Adelia kelihatan sedih karena Elina harus pergi. Ia begitu gembira saat Elina mengatakan akan liburan ke Turki. Sayangnya, sebelum keduanya jalan-jalan, Elina memutuskan untuk pergi.

Kaki Elina berhenti di pintu masuk lobby apartemen. Jantungnya berdetak dengan sangat kencang melihat siapa lelaki yang baru saja turun dari lamborjini merahnya. Elina tak sempat menghindar karena Okan sudah terlanjur melihatnya. Lelaki itu terlihat sangat tampan dengan setelan jas abu-abu yang membungkus tubuh kekarnya dan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.

"Kau mau kemana?" Tanya Okan sambil membuka kacamata hitamnya.

"Aku akan kembali ke Indonesia."

"Feelingku sungguh benar. Aku harus datang ke sini pagi ini. Kau akan lari lagi? Pergi tanpa meninggalkan jejak?" Okan terlihat kesal.

Elina tak menjawab. Sebuah taxi memasuki halaman apartemen. Ia tahu itu taxi yang dipesannya.

"Okan, aku harus pergi. Nanti aku terlambat ke bandara." Kata Elina lalu membuka pintu taxi yang sudah berhenti di depannya.

Okan menarik tubuh Elina dan menutup kembali pintu taxi itu.

"Üzgünüm, karım gitmiyor. Vergiyi ödeyeceğim."

( Maaf, istriku tak jadi pergi. Aku akan membayar taxinya.) Okan membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar lira dalam nominal yang banyak.

"Go....!" Ujar Okan sambil memberikan tatapan tajam pada sang sopir taxi saat ia meletakan uang itu dibangku penumpang. Sang sopir taxi langsung pergi.

"Okan...!" Elina berdecak dengan wajah yang kesal. "Kenapa kamu mencampuri urusanku? Kita bukan siapa-siapa lagi. Hubungan kita sudah lama berakhir."

"Benarkah bagimu hubungan kita sudah berakhir?" Tanya Okan tajam dengan mata elangnya. Elina memalingkan wajahnya. Sungguh, ia tak kuat jika harus memandang wajah tampan itu. Jantung Elina bahkan ingin terlepas dari sarangnya karena begitu kuat i berdetak di dalam dada gadis itu.

Okan menyentuh tangan Elina. "Lihat aku, Eli. Katakan kalau kau tak menginginkan aku. Katakan kalau kau ingin aku pergi dari hidupmu."

"Aku.....!"

Kini Okan memegang kedua sisi bahu Elina dan memaksa gadis itu untuk berhadapan dengannya. Pandangan mata mereka bertemu. Elina melihat tatapan mata Okan masih seperti dulu. Penuh cinta dan kelembutan seperti 7 tahun yang lalu. Ketika mereka sudah resmi pacaran.

"Okan, aku....!"

Tangan Okan yang ada di bahu Elina kini berpindah di pipi gadis itu. Ibu jarinya membelai pipi gadis itu dengan sangat lembut. "Aku tahu kau sudah tak memiliki ayah dan ibu lagi. Kini, biarkan aku menjagamu, sayang. Mari kita bangun kehidupan dalam mahligai suci pernikahan. Ijinkan aku menjadi imammu."

Eliana tak dapat menahan perasaannya lagi. Gelora cinta di masa SMA yang pernah ia memiliki untuk Okan kini bersemi lagi. Elina langsung menubruk tubuh Okan. Memeluknya sambil memecahkan tangisnya di pundak pria itu. Okan melingkarkan tangannya di pundak Elina. Lalu dengan senyum yang menghiasi wajahnya, Okan membelai kepala Elina.

"Kau mau kan menjadi istriku?"

Elina mengangguk.

Okan mengurai pelukan diantara mereka. Ia menghapus air mata Elina. "Jadilah pasangan hidupku sampai hanya maut yang bisa memisahkan kita."

Elina lagi-lagi hanya tersenyum sambil mengangguk.

"Kalau begitu, tunggu sebentar." Okan berjalan ke arah mobilnya. Ia membuka pintu depan dan mengambil bunga mawar yang tadi sempat dibelinya di salah satu toko bunga. Ia menyerahkan bunga mawar itu pada Elina. Lalu mengambil sesuatu dari kantong celananya. Ia berlutut di hadapan Elina sambil membuka kotak merah beludru itu. Tampaklah sebuah cincin emas dengan hiasan berlian yang sangat indah. "Elina Jovanka, maukah kau menghabiskan seluruh hidupmu bersamaku?"

Hati Elina bergetar sangat hebat. Pandangannya kini menjadi berkabut karena butiran air mata yang tak bisa dibendungnya lagi, keluar begitu cepat dari pelupuk matanya.

"Ya. Aku mau, Okan. Aku bersedia menjadi istrimu. Aku ingin menghabiskan seluruh hidupku bersamamu."

Okan memakaikan cincin berlian itu di jari manis Elina. Ia lalu mengecup tangan Elina. Berdiri kembali di hadapan gadis yang selama 6 tahun ini selalu di rindukannya. Merasa bahagia karena impian terbesar dalam hidupnya sebentar lagi akan terwujud.

"Aku mencintaimu, Elina!" Kata Okan sangat lembut, lalu mencium dahi gadis itu. Elina bahagia sekaligus sedikit terkejut. Ia pikir Okan akan menciumnya di bibirnya.

Okan yang seakan mengerti dengan arti tatapan mata Elina tersenyum. Ibu jarinya menyapu bibir tipis Elina. "Aku akan menahannya untuk menciummu di sini. Aku ingin kau sah menjadi istriku dulu baru akan berhak menciummu sesuka hatiku."

Wajah Elina bersemu merah mendengar kata-kata Okan. Ia dapat merasakan ada yang berbeda dengan Okan. Lelaki itu dulunya selalu mencari kesempatan untuk mencium bibir Elina. Tapi kini ia terlihat sangat manis. Tak ada lagi Okan yang mesum dan jahil.

**********

4 hari kemudian....

Elina menatap wajahnya di cermin besar yang ada di salah satu kamar termewah di hotel terbaik yang ada di Istanbul ini.

Sebuah gaun pengantin sudah membungkus tubuh indahnya. Gaun pengantin yang dibuat oleh salah satu perancang gaun terkenal yang ada di Turki ini. Okan membayarnya sangat mahal karena harus menyiapkan gaun pengantin hanya dalam waktu 3 hari dalam bentuk kebaya putih seperti yang Elina inginkan.

Kini Elina sudah didandani dengan sangat cantik. Gadis berlesung pipi itu bahkan tak mengenali dirinya sendiri. Ia jadi ingat dengan perkataan ibunya, sehari sebelum kematiannya.

"Elina, carilah suami yang baik. Yang akan menjadi imammu. Menikalah jika kau yakin bahwa ia mencintaimu sebesar cinta yang kau miliki untuknya. Sehingga sepanjang hidup kalian berdua, hanya ada kamu dan dia. Jangan pernah bercerai dari suamimu. Perceraian dibenci oleh Allah. Setiap persoalan pasti akan ada jalan keluarnya. Ingatlah, Allah tak pernah memberikan cobaan diluar batas kemampuan umatNya."

Elina tersenyum. "Aku telah menemukan imamku, ibu. Aku akan menikah hari ini. Tenanglah di atas sana. Aku akan memulai hidup baru bersama Okan. Aku yakin cintanya sebesar cinta yang aku miliki." Guman Elina. Tepat di saat itu, Adelia membuka pintu kamarnya. "Ayolah, semua sudah siap. Kita akan berangkat ke rumah Okan"

Elina mengangguk. Sebuah mobil limousin putih sudah menunggu di depan hotel. Jantung Elina semakin berdetak kencang, saat mobil itu memasuki sebuah halaman rumah yang megah dan mewah.

"Pak, ini rumah siapa?" Tanya Elina penasaran.

"Rumah tuan Okan."

Elina memandang rumah megah di depannya. Rumah ini bahkan terlihat 10 kali lebih mewah dibandingkan rumah Elina di Surabaya yang pernah keluarganya miliki di zaman kejayaan mereka. Hati Elina tiba-tiba menjadi gelisah. Sekaya apa Okan sekarang ini?

********

Ijab Kabul telah selesai dilaksanakan. Paman Elina menjadi wali menggantikan ayahnya. Hanya ada sekitar 30-an tamu yang datang. Elina juga baru tahu kalau Okan ternyata sudah bertemu dengan ayah kandungnya. Pria itu sangat mirip dengan Okan. Ayah Okan bernama Yarmal Yilmas.

"Okan, dimana ibu?" Tanya Elina saat tak menemukan ibu Okan ada di antara orang-orang yang menghadiri pernikahan itu.

"Ibu ada di Indonesia."

"Ibu tak tahu pernikahan kita?"

"Ya. Aku akan membuat kejutan bagi ibu jika kita pulang ke sana. Kamu tahu kan kalau ibu sangat suka denganmu. Selama bertahun-tahun ibu selalu memintaku untuk menikah. Kini aku sudah resmi menjadi suami." Kata Okan sambil membelai wajah istrinya dengan lembut.

Elina tersipu. "Ibu pasti akan sedih karena tak melihat pernikahan kita."

"Ibu akan mengerti karena tahu kalau anaknya ini akan gila jika harus kehilangan gadis impiannya. Kita akan mengadakan resepsi pernikahan yang megah di sana. Sekarang, kau ingin kita melalui malam pengantin kita, di mana? Di rumahku ini atau di kamar hotel tempat kau menginap beberapa hari ini?"

Elina semakin tersipu. Ia tak mengira kalau Okan akan bertanya seperti itu.

"Aku tak tahu!" Elina menunduk sambil menggigit bibirnya.

"Jangan mengigit bibirmu seperti itu!"

"Kenapa?"

Okan tersenyum nakal. "Kau membuatku tak sabar ingin memulai malam pengantin kita." bisik Okan sensual di telinga Elina membuat gadis itu menatap Okan dengan gemas. Ternyata, Okan masih mesum seperti dulu.

"Aku sekarang sudah resmi jadi suamimu. Jadi berkata mesum pada istri sendiri bukanlah sesuatu yang salah." Okan kembali berbisik seolah tahu apa yang Elina pikirkan. "Kita ke kamar aku saja ya? Jarak dari sini ke hotel memakan waktu 30 menit. Aku tak mau membuang waktu lagi."

Elina ingin pingsan rasanya.

***********

Elina terkejut menemukan dirinya ada dalam pelukan tubuh polos Okan. Wajahnya kembali menjadi panas saat mengingat malam panjang yang baru saja mereka lalui. Malam yang sangat mendebarkan dan penuh gairah. Sorga dunia telah mereka rasakan bersama.

Elina memegang dada suaminya. Ada tato di dada kanan Okan. Bertuliskan huruf EJ. Elina tersenyum mengingat bagaimana Okan menjelaskan arti tato itu.

Okan yang merasa ada seseorang yang membelai dadanya, perlahan membuka matanya.

"Assalamualaikum, mas Okan"

Okan tersenyum bahagia saat membuka mata di pagi hari dan mendengar kata sapaan yang menyejukkan hati. Di tambah lagi dengan senyum menawan wanita yang kini sudah menjadi istrinya.

"Aku bersyukur, Allah SWT memilihmu menjadi imamku dunia dan akhirat."

Ucapan Elina membuat hati Okan semakin bahagia. "Kau adalah malaikat tak bersayap yang diberikan Allah bagiku, Elina Jovanka Yilmas."

Duh....manisnya yang baru saja menikah 😍😍😍

Ada yang penasaran bagaimana mereka melalui malam pengantinya???

Komen yang banyak ya...biar emak semangat

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!