NovelToon NovelToon

2A

Episode 1

"Hadirmu membawa rasa yang berbeda

Dan segala tentangmu adalah pesona yang tak biasa"

***

TETTTT… Bel pulang sekolah terdengar di antero SMA Kencana. Hujan masih turun rintik-rintik sehingga koridor masih dipenuhi oleh beberapa siswa yang menunggu hujan reda dengan sempurna. Seperti biasa, setiap pulang sekolah Ari selalu menunggu Ara di depan kelasnya. Dan sudah menjadi kebiasaan Ara juga yang selalu paling lambat diantara yang lain saat membereskan buku-bukunya.

Ari pun akhirnya memasuki kelas Ara dan langsung menghampiri gadisnya itu.

“Ra, ayo! Kebiasaan nih lama banget! Apa yang diberesin si?”cerocos Ari membuat Ara melengos dan mendongakkan kepalanya menatap sang cowok.

“Sabar kepala duyung! Ini aku lagi masukin buku-buku aku ke kolong meja. Jadi aku pulang gak bawa apa-apa, soalnya kan hujan.”

Mata Ari mendelik, dan menatap Ara geregetan.

"Halah alasan. Hujan atau gak hujan juga tuh buku-buku di taruh kolong meja." Sahut Ari.

Ara nyengir, "Kan kamu tau aku gak suka bawa buku banyak-banyak. "

Ya, tiap hari Ara selalu menaruh buku-bukunya di kolong meja. Alasannya karena ia tak suka membawa tas berat dan ia juga malas untuk menaruh buku-bukunya di loker yang jauh dari kelasnya.

“Vaura Azzalea, aku tuh.. "

"Ssssstt!!"Ara menempelkan telunjuknya di depan bibir Ari sebelum pria itu melanjutkan perkataannya.

"Yuk pulang! aku udah selesai. "Ucap Ara sambil tersenyum memamerkan rentetan gigi rapihnya. Ari jamin, siapapun bisa luluh ketika melihatnya.

“Gak usah senyum, nanti aku tambah suka.” Ucap Ari kemudian berlalu pergi.

Ara lekas berdiri dan menyandang tasnya di satu lengan, “Maklum, titisan dewi khayangan harus banyak senyum!" Sahut Ara sambil tertawa kecil.Lalu ia berjalan mendahului Ari yang makin gemas dibuatnya.

Ari pun berjalan mensejajarkan langkahnya dengan Ara. Kemudian merangkul Ara sambil mengacak rambut  puncak kepalanya.

“Tunggu di koridor aja ya. Aku ambil mobil  ke parkiran. Kamu ga usah ikut. Masih gerimis.” Jelas Ari.

Ara memicingkan matanya, “Yaudah lah  hujan turunnya air ini. Kita mandi juga pake Air. What’s the problem?”

Ari mencubit pipi Ara dengan gemas, “Aku gak mau dibantah. Tunggu sini, jangan kemana-mana!” Pintah Ari dengan lembut dan diakhiri sebuah senyuman.

Lalu Ari berjalan cepat menuju parkiran. Namun  bukan Ara namanya jika tidak ngeyel. Ia berlari kecil menyusul Ari ke parkiran. Melewati rintikan air hujan. Ari yang merasa di ikuti langsung menoleh. Benar saja Ara berlari menyusulnya. Gadis itu benar-benar keras kepala. Ari menghentikan langkahnya  menatap tajam gadisnya itu. Lagi-lagi Ara melengkungkan senyum manis di bibirnya.

“Kenapa berhenti?”Tanya Ara dengan senyum polosnya.

Ari menghela napas. Gadis ini benar-benar membuatnya gemas. Terkadang, ingin rasanya Ari memasukkan Ara ke dalam botol agar aman dan bisa ia bawa kemana-mana dengan mudah.

Hujan yang semula rintik-rintik, perlahan mulai menderas. Ari langsung merangkul Ara dan menenggelamkan kepala gadis itu pada dadanya. Lalu ia menutupi puncak kepala Ara dengan telapak tangannya sebab ia tak membawa jaket. Ari membawa Ara berlari kecil menuju parkiran. Sementara itu, Ara berusaha menetralisir debaran jantungnya yang tak karuan. Di sisi lain, perilaku Ari membuat puluhan pasang mata memandangnya. Sebagian memandang kagum, dan sebagian lagi memandang iri dengan posisi Ara. Namun apa daya, mereka sadar Ara memang sepantas itu untuk Ari. Mereka adalah best couple di SMA Kencana. Bahkan beberapa anak sekolah lain juga mengetahui tentang hubungan mereka.

Kini Ara dan Ari sudah berada dalam mobil. Suasana hening menyelimuti mereka. Tiba-tiba Ari membuka knop mobil dan mengambil sebuah handuk kecil. Lalu ia mengusap rambut Ara yang agak sedikit basah karena terkena gerimis hujan.

“Kamu kepingin punya adek ya Ri?” Tanya Ara tiba-tiba.

“Hah?” Ari dibuat bingung. Ya, dia memang anak tunggal dari keluarga Bagaskara.

“Iya, abis perhatian kamu kayak Kak Reza.” Jawab Ara sambil tersenyum, “Hm.. bedanya kalo sama kamu, aku kayak kena gejala stroke ringan. Jantung aku loncat-loncat.”

Ari tertawa mendengarnya, selalu saja setiap harinya ia dibuat tertawa oleh tingkah atau sekedar ucapan polos dari Ara. Tak pernah terbayangkan apa jadinya Ari jika tak ada gadis itu. Itulah mengapa semenjak ia memiliki Ara, ia sangat menjaga jarak dengan cewek-cewek lain, selain untuk menjaga perasaan Ara, ia juga merasa sangat cukup dengan hadirnya Ara di hari-harinya. Hubungan mereka telah berjalan setahun lamanya. Kini Ari telah menginjak kelas 12. Dan Ara di kelas 11.

“You are my girl. And always be my girl. Bilang sama Bang Reza, makasih udah jagain Vaura Azzalea, cewek yang statusnya terancam punah.Haha..” Ledek Ari.

“Ish.. emangnya aku badak cap kaki tiga! Aku tuh limited bukan terancam punah.”Sahut Ara tak terima.

Ari hanya terkekeh. Lalu mulai melajukan mobilnya. Ara masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil yang diberikan Ari.

“Ra, seminggu kemarin kamu rutin jogging kan kayak yang aku suruh?”Tanya Ari memastikan.

“Iya kalo gak salah.” Jawab Ara asal.

Ari mengernyitkan dahinya, “Kok kalo gak salah si?”

“Kalo gak salah artinya benar.” Jelas Ara Lagi-lagi sambil tersenyum.

“Dasar kamu. Jogging itu penting buat persiapan mendaki. Supaya otot-otot kaki kamu nanti gak kaget saat dibawa naik gunung. Apalagi ini pertama kalinya kamu daki gunung.” Tutur Ari dengan serius.

Ara dan Ari masuk ke ekskul pecinta Alam. Pada ekskul ini juga pertama kalinya mereka dipertemukan. Awalnya Ari sedikit kaget ketika melihat Ara mendaftarkan diri dalam ekskul yang di ketuainya. Sebab yang masuk ekskul ini rata-rata cewek yang sedikit tomboy, dan memang mayoritas cowok. Tapi ketika melihat Ara dengan gaya feminimnya, rambut yang digerai indah, dan suaranya yang unik sedikit cempreng kekanak-kanakan, datang pada Ari untuk mendaftarkan diri, Ari terperangah. Ada angin apa cewek seperti Ara yang ia kira biasa mainnya di mall tiba-tiba ingin ikut menjelajah alam.

\~FLASHBACK ON\~

Setelah demo ekskul selesai, para siswa SMA Kencana sibuk mendaftarkan diri pada ekskul yang diminati nya masing-masing. Sejak Ara mengetahui bahwa ada ekskul pecinta alam di sekolahnya, ia langsung tertarik untuk mengikuti ekskul itu. Padahal sebelumnya ia tak ingin ambil ekskul apapun meskipun nanti dipaksa ikut ekskul. Namun ia berubah pikiran sejak melihat demo ekskul tadi. Ia membayangkan betapa serunya ikut ekskul pecinta alam itu.

“Ra, daftar cheers yuk!” ajak Nindy sahabatnya. Ara telah bersahabat dengan Nindy sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.

“Hah?! Gak mau! Gue mau ikut ekskul pecinta alam.”Ucap Ara dengan senyum yakinnya.

Nindy terperangah, “WHATTTT?!!! Otak lo masih di kepala kan Ra?”Nindy memegang kepala Ara, “ Akal lo masih berjalan kan?!”

Ara mengangguk yakin. “Lo mau temenin gue kan?”

Nindy menghembuskan nafas kasar. “Untuk kali ini, gue butuh berfikir 1000x buat nemenin lo." Ucap Nindy tak menyangka, "Lo tau gak sih seberapa keras ekskul pecinta alam? Kita gak bakal kuat Ra! Itu bukan dunia cewek kayak kita! Udahlah pilih yang jelas aja.”

Ara sedikit kecewa dengan jawaban sahabatnya itu, “It’s okey.” Ara mengedikkan bahunya,

“Gue gak maksa lo ikut kok.” Kemudian Ara hendak melangkahkan kakinya untuk pergi.

“Tante Rani gak mungkin ngizinin lo ikut tanpa gue!”gertak Nindy membuat Ara mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia tertegun. Memang benar yang dikatakan sahabatnya itu. Saking dekatnya Ara dan Nindy, Mama Ara alias Rani selalu mempercayakan Ara pada Nindy.

“Nindy Shakira sahabat gue satu-satunya yang paling gue sayang,belahan jiwa gue, guardian angel gue, please mau ya ikut ekskul ini.”Ara mengatupkan kedua tangannya sambil mengeluarkan senyum mautnya .

“Gue pengen mencoba hal baru, Nin. Gue ngerasa selama ini hidup gue terlalu monoton. Toh banyak juga kok cewek yang daftar, tuh liat!” Ara menunjuk ke sebuah meja yang tertulis tempat pendaftaran ekskul Pecinta Alam.

Begitu banyak siswi-siswi yang mengantri untuk mendaftar. Aneh, padahal biasanya ekskul ini sangat jarang diminati oleh kaum hawa.

Nindy tertawa terbahak, “Lo tau gak kenapa mereka ngantri mau daftar?”

Ara menggeleng dan mengernyitkan dahinya.

“Itu karena Kak Ari ketua nya! Haha.. mereka semua Cuma modus tau gak?! Biar deket sama Kak Ari.” Ucap Nindy, dan tiba-tiba memicingkan matanya menatap Ara, “Jangan-jangan…lo juga mau modus sama Kak Ari! Iya kan?! Ngaku!”

“Ih apaan sih! Gue aja gak tau dia siapa!” Tukas Ara, “Siapa tadi lo bilang? Kak siapa?”Tanya Ara tidak tahu.

“Kak Ari Bagaskara! Ketua Osis SMA Kencana. Cowok paling popular di sekolah ini."Jelas Nindy, "Kok lo bisa gak tau sih?”Tanyanya heran.

“Lo lupa kalo gue kemarin gak ikut MOS?” Tanya Ara balik. “Oh jadi dia ketua osis kita.” Ucap Ara datar.

“Iya Vaura ku sayang. Nih ya gue kasih tau, dia itu juga ketua ekskul pecinta alam. Makanya banyak banget yang mau masuk tuh ekskul, secara ketua ekskulnya seganteng dia. Tapi gue denger-denger nih ya, gak gampang buat masuk tuh ekskul. Kak Ari orangnya selektif banget. Cuma beberapa cewek aja yang berhasil masuk tuh ekskul.” Jelas Nindy, lalu memegang pundak kanan Ara, “Lo tau gak sih seberat apa ekskul pecinta alam?  Lo yakin mau ikut Ra? Kalo Om Daniel sama Tante Rani gak ngizinin gimana?”

“Papa bilang kalo gue mau nurutin kemauan dia untuk masuk SMA Kencana ini, dia bakal turutin mau gue. Lo tau kan gue dulu maunya masuk SMA Cendrawasih. Ya meskipun SMA Kencana jauh lebih unggulan.” Ara tersenyum simpul, “ Tapi kan Michael disana. ”

Nindy mendorong pelan pundak Ara, “Alah.. lo kagum sama dia tapi gak diungkapin buat apa juga. Bahagia lo gak pasti. Jelas lah mending lo disini sama gue.”

Ya, Ara memang mengagumi Michael,teman seangkatannya. Ia cukup dekat dengan Michael. Namun hanya sebatas teman dekat tidak lebih. Banyaknya cewek yang berada didekat Michael membuat Ara  lebih memilih mengaguminya dalam diam. Entahlah, rasanya Ara hanya ingin rasa kagum ini tak berubah menjadi suka sebab ia belum siap jatuh cinta dengan sosok cowok pujaan di sekolahnya dulu.

Tiba-tiba Nindy merangkul Ara, “Yaudah gih daftar.” Ucapnya sambil tersenyum, “Keinginan lo udah terlalu sering diabaikan. Gue ngerti, sekarang lo butuh kebebasan untuk memilih apa yang lo mau. Gue dukung lo.”

Ara tersenyum lebar, “Jadi lo mau ikut ekskul pecinta alam bareng gue?”

“Enggak.” Jawab Nindy membuat Ara melengos. “Gue dukung lo bukan berarti gue harus ikut lo kan?”

Meskipun sedikit kecewa tapi Ara menganguk mengerti. “Yaudah gue daftar dulu ya, bye! Nanti kita ketemu di kantin ya!” Ucap Ara lalu berderap pergi dari hadapan Nindy.

Ara berjalan menghampiri meja pendaftaran ekskul pecinta alam yang sudah mulai sepi barisan. Hanya tersisa 2 orang laki-laki yang sedang mendaftar. Meja itu dijaga oleh seorang laki-laki dan perempuan yang Ara lihat dari nametag nya bernama Yudha Ananta dan yang perempuan Melly Zavira.

Kini tibalah giliran saatnya Ara yang mendaftar.

“Halo Kak, nama Saya Vaura Azzalea. Biasa dipanggil Ara. Saya mau daftar ekskul pecinta alam.” Ucap Ara diiringi senyum manisnya.

Yudha tercengang ketika melihat Ara. Sungguh ia berani bersumpah hanya cowok tidak normal yang tidak terpesona ketika melihat cewek secantik Ara. Rambutnya tergerai indah, tubuhnya sangat ideal bagi wanita,kulit nya putih,bulu matanya lentik, hidungnya mancung, ditambah lagi senyumannya sangat menawan. Sementara Melly hanya senyum meremehkan. Ia yakin cewek seperti Ara mendaftar hanya sekedar ingin pdkt dengan ketua ekskul  mereka.

“Silahkan diisi formulirnya.” Ucap Melly sedikit sinis sambil memberikan secarik kertas.

Seorang cowok tampan bertubuh tinggi, berhidung mancung, berkulit sawo matang tiba-tiba muncul dihadapan mereka.

“Ehem!” ia berdeham membunyarkan lamunan Yudha. Dan membuat Ara dan Melly mendelik ke arahnya.

Ketika melihat cowok tersebut, fokus mata Ara langsung pada name tag yang terpasang di atas saku bajunya.

“Ari Bagaskara.” Gumam Ara mengeja nama itu dalam hati. “Jadi dia orangnya.”

Ari menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatap Ara dengan mata tajamnya, “Dari awal gue peringatkan, gak sembarang orang bisa masuk ekskul ini. Kalo lo mau dekat atau modus sama gue, sorry gak lewat ekskul ini. Jadi lebih baik ngundurin diri dari awal.”

Sumpah demi apapun, Ara merasa darahnya mendidih mendengar perkataan cowok itu. Tangannya mengepal kuat. Selama hidupnya ia tak pernah diremehkan seperti ini apalagi dengan predikat “MODUS”. Tak pernah melintas di otaknya modus dengan cowok manapun, sebab selama ini dirinyalah yang selalu jadi primadona dimanapun ia berada. Ara menarik nafas sejenak mencoba mengontrol emosi dalam dirinya. Ia bukanlah orang yang mudah terpancing amarah. Lalu Ara tersenyum. Ya, itu juga salah satu cara ampuh bagi Ara untuk meredam emosinya. Ara tersenyum dengan lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

“Kak Ari Bagaskara. Maaf sebelumnya, tapi aku baru lihat kakak detik ini. Kemarin aku gak ikut mos. Jadi aku  gak tau kakak siapa.” Ucap Ara membuat Ari tersentak. Dan membuat Yudha menahan tawa atas kepedean Ari.

Yudha menepuk bahu Ari ,“Bro, kayaknya  lo terlalu percaya diri deh. Haha.. udahlah biarin aja dia daftar. Toh setelah ini ada seleksi nya lagi.”

Ari tetap memasang wajah tegasnya, “Terserah. Pokoknya gue mau yang ikut Diklatsar nanti hanya orang-orang terpilih. Lo bisa bedain kan mana yang serius sama yang main-main? Gue gak mau buang waktu.”tutur Ari kemudian berderap pergi.

Ara menunduk diam. Rasanya baru saja ia ingin belajar hal baru, namun halangan seolah tak pernah berhenti

menghampirinya.

“Lo beneran serius mau ikut ekskul ini?”Tanya Melly dengan tatapan sedikit iba.

Ara hanya mengangguk sambil tersenyum getir. Tiba-tiba Melly mengusap pundak Ara lembut. Awalnya ia kira Ara termasuk dari sekian banyak cewek yang tadi mendaftar dengan niat modus. Ternyata ia salah. Melly melihat kesungguhan dari mata Ara.

“Lo tenang aja. Gue sama Yudha bakal pastiin kalo lo ikut Diklatsar. Gue akan masukin formulir lo ke anggota Diklatsar.”Ucap Melly sambil tersenyum.

Sesungguhnya  Ara tak mengerti apa yang mereka ucapkan sejak tadi, “Hm..maaf kak, Diklatsar tuh apa ya?” Tanya Ara dengan polosnya.

Yudha terkekeh, “Pendidikan dan latihan dasar. Disana kamu akan  tes langsung di alam bebas. Jangan takut, semuanya dijamin safety kok. Pelaksanaannya minggu depan. Nanti H-3 akan kami adakan pendataan kesehatan fisik dan pemeriksaan. Jadi kami tau riwayat penyakit masing-masing peserta.” Jelas Yudha.

“Oh gitu. Wah kayaknya bakal seru nih!”Senyum Ara kembali mengembang, “ Makasih ya Kak Yudha, Kak Melly. Kalgitu, aku pergi dulu ya kak.”

Ara langsung melangkah ke kantin dengan wajah yang sangat ceria. Sementara itu Yudha dan Melly sibuk memilih formulir mana yang akan mereka masukkan ke peserta Diklatsar.

***

TO BE CONTINUE

Episode 2

Tibalah Hari pelaksanaan Diklatsar. Ara datang memakai  sweater warna peach dan juga kupluk dengan warna senada. Setelah bernegosiasi dengan papa dan mamanya, akhirnya Ara berhasil mendapatkan izin untuk mengikuti ekskul Pecinta alam dan tentunya untuk mengikuti Diklatsar yang dilaksanakan selama 3 hari kedepan. Itu juga dibantu dengan surat izin dari panitia Diklatsar yang telah disiapkan untuk diberikan pada orang tua masing-masing. Ara telah mempersiapkan semua keperluannya sejak kemarin. Untuk obat-obatan sendiri Ara hanya membawa P3K.

Karena selama ini ia tak pernah ada riwayat penyakit berat. Paling berat penyakitnya adalah flu dan demam.  Saat tes kesehatan yang dilakukan 3 hari lalupun kondisi Ara sangat fit.

Semua peserta berkumpul di lapangan untuk kegiatan apel pembukaan diklatsar. Tiba-tiba dari kejauhan Ara melihat seseorang berlari padanya. Matanya berkedip berulang kali untuk memastikan penglihatannya.

“Araaaaa!!”panggilnya dengan suara lantang sambil berlari menghampiri Arad an langsung merangkulnya.

“Nindy!!! Lo ikut?! Kok bisa? Kapan daftar?”Tanya Ara.

“Haha.. gini ya Ra, mungkin gue harus berpikir 1000x untuk ikut ekskul ini, tapi satu alasan aja cukup menjelaskan kenapa gue harus ikut.”jawab Nindy.

Ara bingung,“Kenapa?”

Nindy langsung melepas rangkulannya, “Ya karena elo lah! Pake nanya lagi! Gue gak akan tega biarin lo sendirian ikut ekskul ini.”

Ara langsung tersenyum puas mendengarnya. Jujur saja,sejak kemarin ia selalu kepikiran, jika Nindy tidak ikut, maka siapa yang akan menemaninya.

Ara bukanlah orang yang pandai bergaul seperti Nindy. Ara mungkin bisa ramah dengan senyumnya ke semua orang, namun jika untuk mengobrol dan berteman ia cenderung introvert.

Apel pembukaan Diklatsar pun dilaksanakan dengan Ari sebagai ketua upacaranya. Kemudian setelah itu di adakan briefing. Total anggota yang mengikuti Diklatsar ini hanya berjumlah 20 orang. Sungguh jumlah yang sangat sedikit, sebab pendaftar ekskul ini kurang lebih berjumlah 60 orang. Itu artinya Ari dan panitia lainnya telah menseleksi ketat peserta hanya dari formulir pendaftarannya. Ari dipilih menjadi ketua panitia dalam pelaksanaan Diklatsar. Panitia nya sendiri berjumlah 4 orang yaitu Yudha, Melly, Dimas, dan Selly. Kemudian ditambah dengan 2 orang instruktur yang akan mengisi materi diklatsar yakni Benny dan Bayu.

\~Diklatsar

dilaksanakan di hutan taman buru, kareumbi. Lokasi yang bahkan namanya saja asing ditelinga Ara dan Nindy. Biasanya jika liburan, mereka akan pergi ke luar negeri, atau hanya sekedar ke Bali dan Lombok dengan fasilitas yang cukup mewah. Oleh  karenanya ini adalah hal yang sangat baru dalam hidup mereka. Dimana mereka harus membawa carrier berat di pundaknya, dan untuk pertama kalinya berjalan menjelajah alam bebas.

“Perhatikan semuanya! Baju yang kalian pakai saat ini harus berwarna hitam! Jaket atau semacamnya harap dilepas! Bagi yang perempuan, rambut harap diikat! Lakukan sekarang!” Ucap Ari dengan lantang.

Ara langsung melepas sweater nya. Ya dia telah memakai kaos warna hitam. Kemudian ia mengkuncir rambutnya ke belakang. Semua mata memandang pada Ara. Sungguh ia baru sadar, peringatan tegas yang diberikan Ari tadi seolah hanya untuk dirinya.

Peserta dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing berjumlah 4 orang. Entah ini kebetulan atau takdir, Ara satu kelompok dengan Nindy. Ditambah dengan Edo, dan Kevin. Perlengkapan kelompok pun telah dibagi.

Barang-barang berat seperti matras dan tenda tentunya dibawa oleh Edo dan Kevin.  Kemudian Benny memberi komando agar semua peserta masuk ke dalam bus.

***

Mereka telah sampai di hutan taman buru. Ara dan Nindy memperhatikan alam sekitar. Udara yang sejuk ditambah suara-suara khas binatang hutan terdengar jelas di telinga mereka. Kemudian semua peserta kumpul dan diadakan briefing lagi tentang jalur yang akan mereka lewati. Dan diberikan beberapa materi tentang navigasi barat oleh Bayu. Seperti cara menggunakan kompas dan membaca peta buta. Setelah itu para panitia melakukan pengecekkan carrier para peserta.

“Buka tasnya!” pintah Ari dengan tegas membuat Ara sedikit tersentak kaget. Lalu Ara langsung membuka tasnya.

“Mana obat-obatan sama mantel nya?!”Tanya Ari. Tatapannya tajam membuat Ara sangat tegang dan sedikit takut. Namun lagi-lagi ia sembunyikan dibalik senyumannya.

“Di paling bawah Kak.” Jawab Ara sambil tersenyum.

“KENAPA DI TARUH PALING BAWAH?! TAU KAN KALO ITU PENTING? BARU NYUSUN PERLENGKAPAN DALAM TAS AJA UDAH GAK BISA! GIMANA YANG LAINNYA!” Bentak Ari.

Ara refleks memejamkan matanya ketika mendengar bentakan Ari.

Sungguh rasanya jantung Ara seperti mau copot saking kagetnya dengan bentakan Ari. Lagi-lagi untuk pertama kalinya, Ara dibentak seperti ini.  Peserta yang lain pun tak ada yang berani menoleh ke arah Ara maupun Ari. Sebab di depan mereka juga ada Panitia yang siap membentak mereka kapanpun.

“Maaf.” Jawab Ara singkat. Kemudian segera mengeluarkan seluruh isi tasnya.  “Jadi gimana susunannya Kak? Saya gak tau.”

“Harusnya tuh hari-hari sebelumnya kamu cari tau dong tentang pendaki  pemula! Apa aja yang harus disiapin, gimana cara nyusun nya, dan lain-lain. Gak niat banget sih ikut pecinta alam! Kalo cuma mau main-main bukan disini tempatnya!” Ucap Ari masih dengan nada tinggi alias membentak. “Dan ini, kenapa ada tas yang di jinjing?

Semua perlengkapan harus masuk kedalam carrier!” lanjut Ari sambil menunjuk sebuah totebag di samping carrier Ara.

Ara menghembuskan nafas kasar. Lalu mengeluarkan isi totebag nya yang berupa makanan dan minuman.

“Saya gak mau tau pokoknya harus muat ! Kalo gak muat ya beberapa dibuang aja!”Ucap Ari dengan tatapan tajamnya. Sungguh Ari masih tak menyangka mengapa gadis feminim seperti ini nekat ikut ekskul pecinta Alam.

Tiba-tiba Ara menyodorkan nya sebotol air mineral. “Minum dulu kak. Kasian suaranya nanti habis karena bentak-bentak aku.” Ucap Ara dengan polosnya dan masih bisa memberikan sebuah senyuman untuk Ari.

Ari tak habis pikir dengan gadis ini. Seolah bibirnya tak lelah untuk tersenyum. Ia semakin harus memutar otak untuk mengetes seberapa jauh kemampuan gadis ini. Ari tetap memasang wajah tegasnya.

Ari memalingkan wajahnya, “Gak perlu! Cepat beresin barang-barang kamu!”

Ara mulai lelah menghadapi Ari, “Kalo gitu ajarin. Aku udah bilang kalo aku gak tau.”

Namun Ari malah berderap pergi dan menghampiri Yudha, “Ajarin tuh cewek! Lo kan yang lolosin dia buat ikut diklatsar ini.” Ucap Ari yang terdengar oleh Ara.

Demi apapun Ara sangat kesal sekarang, “Salah dimarahin, giliran minta ajarin eh malah ditinggal pergi. Maunya apa sih!” Gerutu Ara.

Yudha tersenyum mendengar gerutu Ara,“Aslinya dia gak gitu kok orangnya. Sabar ya, namanya juga masih tahap seleksi. Sini aku ajarin.”

Ara mengangguk dan kemudian tersenyum simpul. Yudha berwajah manis. Rambutnya hitam. Kulitnya juga putih meskipun tak seputih Ari. Tingginya setara dengan Ari. Ia juga banyak digemari cewek. Pembawaannya lebih santai meskipun tetap berwibawa.

Ah,kenapa juga Ara jadi membandingkan Yudha dengan Ari. Ia kembali fokus menyusun barang-barangnya ke dalam carier sesuai yang di ajarkan Yudha.

Kemudian para panitia membagikan bahan makanan untuk 3 hari kedepan. Seperti beberapa jenis sayur, beras, mie instan, dll. Semuanya sudah di jatah oleh panitia.

“Makanan ini harus cukup untuk 3 hari kedepan. Kalo abis sebelum waktunya, silahkan cari makan sendiri dari alam.” Jelas Ari.

***

Semua peserta mulai berjalan menyusuri hutan. Dimulai dengan jalan setapak, dan lama-kelamaan trek nya semakin sulit dan curam. Tibalah mereka ditepi jurang. Dimana telah dipasang tali untuk  menyebrangi jurang tersebut. Para peserta dipasang pengaman pada pinggangnya, lalu harus melintas di atas seutas tali tersebut dengan berpegangan pada tali diatasnya. Bayangkan saja, harus menahan beban carrier dan berjalan diatas seutas tali.

Melihatnya saja sudah membuat tubuh Ara merinding. Keringat dingin terus bercucuran dari keningnya. Nindy pun meneguk ludah ketika melihat rintangan di depannya.

“Ra, gimana nih? Gue gak yakin bisa.” Ucap Nindy dengan berbisik.

Suaranya bergetar. Jelas sekali raut ketakutan di wajahnya.

“gu..gue.. gue juga gak yakin. Tapi gak ada yang bisa kita lakuin kan selain mencoba.”jawab Ara.

“Ayo selanjutnya!” Ucap Selly selaku panitia yang memasangkan pengaman.

“Ra, lo duluan deh.”ucap Nindy.

“Ng..nggak ah, lo duluan aja deh.” Balas Ara.

“Ayo cepat selanjutnya!” Ujar Bayu sebagai Pembina.

Akhirnya Ara maju duluan. Entahlah kali ini ia benar-benar pasrah.

Yang terpenting ia akan berusah semaximal mungkin melewati setiap rintangannya.

Setelah dipasang pengaman pada pinggangnya, Ara mulai menginjakkan kaki di atas tali itu. Dan kedua tangannya berpegang pada tali diatasnya. Carrier nya yang berat sungguh membuat Ara harus extra menjaga keseimbangan tubuhnya. Ia keluarkan seluruh tenaga di tangannya untuk berpegangan pada tali tersebut. Diujung sana, Ari yang menjaga di finish. Ia yang akan melepaskan pengamannya. Ara telah melintasi 3/4 tali.

“Ara ayoo.. sedikit lagi!!”teriak Nindy.

Tangan nya sangat basah sehingga cukup sulit untuk Ara memindahkan tangannya sebab licin.

“Ayooo cepat!! Bikin antri aja, dibelakang kamu masih banyak

peserta yang belum nyebrang!”  Bentak Ari diujung sana.

Ara berusaha menguatkan pegangannya dan terus melangkah. Sungguh bajunya telah basah keringat. Ia keluarkan tenaga yang ia miliki. Ia tak mau mati konyol ke jurang. Masih lebih baik jika ia mati ketika sudah sampai finish,pikirnya. Dan Ara akhirnya berhasil sampai finish. Nafasnya sungguh terengah-engah. Ia kesulitan mengatur napasnya.

“Payah. Baru gini doang masa udah capek.” Ucap Ari sambil melepaskan pengaman dipinggang Ara.

“Kkk..ka.. a..ku..min..ta..tis..tissue..” Ucap Ara terbata-bata sebab masih susah mengatur nafasnya.

Ari yang semula fokus melepas tali pengaman, langsung mendongak menatap wajah Ara. Ia tersentak melihat darah segar mengalir dari hidung Ara.

“Ya Allah mimisan.Bentar-bentar.” Ari langsung membuka carriernya dan mengeluarkan tissue serta air mineralnya. Lalu mengusap darah mimisan Ara dengan tissue. Kemudian memapah Ara ke tempat datar dan menyuruhnya duduk bersandar di pohon.

“Minum dulu nih. Setelah itu atur nafasnya. Pelan-pelan. Tarik nafas… buang…” Ucap Ari sambil membantu Ara menegak air mineral. Sepertinya tenaga Ara sudah sangat terkuras. Tangannya sangat lemas.

“Dimas, tolong gantiin dulu jaga finish!” pintah Ari, “ Tim medis, sedia daun sirih gak?”teriak Ari.

Sementara itu para peserta yang sudah berhasil sampai finish melanjutkan perjalanannya kembali dipimpin oleh Yudha,Melly dan Selly.Lalu seorang tim medis menghampiri dan membawakan beberapa lembar daun sirih.

“Ri, nih daun sirih sama air madu buat ngisi tenaganya. ” Ucap Dina salah seorang tim medis.

“Thanks.” Balas Ari.

Ara sedikit bingung dengan apa yang akan dilakukan Ari. Mau diapakan daun itu. Sebelumnya ia tak pernah melihatnya.

“Emang biasa mimisan gini?”Tanya Ari.

Ara menggeleng, “Ini pertama kalinya.” Jawab Ara dengan suara lemah.

Ari sedikit tersentak. Itu berarti fisik Ara sudah memberontak ingin diistirahatkan. Pantas darah nya sulit dihentikan, mungkin respon tubuh Ara panik karena ini pertama kalinya.

“Oke tenang. Ini wajar kok.” Ucap Ari sambil tersenyum membuat Ara tertegun melihatnya. “Saya masukan daun sirih untuk menghentikan pendarahannya.”

Setelah hidung Ara disumbat menggunakan daun sirih, Ari mengusap keringat di wajah Ara dengan tissue.

“Ditekan hidungnya supaya darahnya cepat berhenti.” Ucap Ari.

Ara mencoba mengangkat tangannya yang masih memerah. Gemetar dan lemas. Itu yang ia rasakan. Akhirnya ia hanya menggeleng.

“It’s okey. Sorry ya..”Ari lalu menekan puncak hidung Ara dengan tekanan pelan.

Nindy yang baru sampai di finish, langsung berlari menghampiri Ara.

“Ara!!! Are you okay?!” Tanya nya panik, “Gila itu rintangan bikin orang mau mati tau gak! Kalo sahabat gue kenapa-napa gimana nih?!” bentak Nindy dengan berani.

Yudha yang  mendengar itu langsung menghampiri.

“Jaga sikap! Kamu sadar lagi bicara sama siapa?” tegas Yudha.

“Bodo gue gak peduli! Gue capek, gue mau pulang!!!” Balas Nindy.

Yudha tertawa ringan, “Baru segini udah minta pulang? Lupa ya kalo kamu yang maksa buat ikut diklatsar ini? LUPA?!” Yudha menatap tajam Nindy,

“Jangan buat saya nyesel lolosin kamu buat ikut Diklatsar ini!”

Nindy berusaha menahan air matanya. Ia langsung memalingkan wajahnya dari Yudha, dan beralih menatap Ara yang sudah sangat pucat.

“Minggir!!! Biar gue aja.” Pintah Nindy pada Ari yang sedang menekan pangkal hidung Ara. Akhirnya Ari pun bangkit berdiri.

“Saya peringatkan sekali lagi untuk lebih hormat bicara pada senior. Paham?!”Ucap Yudha.

“Bodo! Gue bilang gak peduli ya gak peduli! Gue mau pulang sekarang!!!” Jawab Nindy dengan berani.

Ara memegang tangan Nindy, lalu menggeleng lemah, “I’m Fine.”

“Nggak Ra, gak bisa gini. Udah cukup! Seumur-umur kita sahabatan, Gue gak pernah ngeliat lo kayak gini sebelumnya. Kita pulang ya.. gak usah lanjutin keinginan gila lo ini.” Ucap Nindy.

“Heh!Gak usah lebay! Baru juga mimisan kayak gini, kamu kalo mau pulang yaudah sana pulang sendiri! Gak usah ngajak orang lain! Mau jadi pengecut kok ngajak-ngajak.” Ucap Ari yang akhirnya angkat suara.

“Apa lo bilang?!”Nindy bangkit berdiri, “Lo yang jadi ketua gak becus! Harusnya sebagai ketua lo lebih antisipasi lagi sama kondisi fisik tiap peserta. Gak kayak gini!” Bentak Nindy tegas dihadapan Ari. Sungguh tak ada rasa takut sama sekali dibenaknya.

Sementara itu, Ara merasa kepalanya berdenyut semakin sakit. Ia ingin melerai pertengkaran ini. Dan ia juga kesulitan bernapas dari mulut karena hidungnya masih disumbat oleh daun sirih. Akhirnya Ara melepas daun sirih itu. Bukannya malah berhenti, darah segar malah semakin deras mengalir dari hidungnya. Dan kemudian semuanya menjadi gelap.

Ari balas menatap Nindy tajam. Baru saja ia ingin membalas kata-kata Nindy, tiba-tiba Yudha menepuk pundaknya.

“Ri..Ari dia pingsan!” ucap Yudha sukses membuat Ari dan Nindy langsung menoleh pada Ara. Benar saja, Ara yang semula duduk bersandar di pohon kini telah jatuh terkapar di tanah.

Ari langsung bergegas hendak mengangkat tubuh Ara.

“Jangan sentuh sahabat gue!”ucap Nindy.

Yudha dengan sigap langsung menarik Nindy menjauh , “Angkat Ri buruan!”

Ari langsung menggendong Ara dan membawanya.

“Jangan egois! Kamu pikir kamu bisa ngangkat teman kamu sendirian? yang ada dia keburu sekarat!” Ucap Yudha.

“Erghh! Lepasin!” Nindy memberontak dan menghentakkan tangan Yudha yang menahan bahunya. Yudha pun melepaskannya. Setelah itu Nindy langsung berlari menyusul Ara.

***

Ari Bagaskara

Episode 3

Ara di baringkan sebuah tenda yang baru saja di dirikan oleh tim medis. Nindy menatap wajah pucat Ara sambil menangis. Sungguh ini pertama kalinya ia melihat Ara selemah ini. Nindy benar-benar diselimuti rasa takut. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Ingin rasanya segera membawa Ara pulang dan meninggalkan tempat ini.

“Ra.. ayo bangun Ra. Sadar Ra.. gue takut banget lo kenapa-napa. Please.. bangun Ara..”Ucap Nindy sambil terisak.

Sementara itu, Ari dan Yudha dipanggil menghadap Pembina Benny dan Bayu.

“Kenapa dia bisa pingsan?” Tanya Benny tegas dengan mata nyalangnya menatap Ari dan Yudha.

“Seperti tenaganya terkuras habis. Awalnya dia hanya mimisan. Lalu ketika temannya meminta pulang dan mengajaknya pulang. Akhirnya kami berdebat.” Jelas Ari dengan sangat jujur.

“Maaf Kak, kami tahu kami salah.” Timpal Yudha.

“Tau salah kalian dimana?!” Tanya Bayu.

“Kami lengah, harusnya kami lebih fokus pada korban. Dan dapat mengontrol emosi kami. Kami sadar kami salah Kak.” Jawab Ari sambil menunduk menyesal.

Benny menatap Ari dan Yudha dengan tatapan mengintimidasi, “Lalu apa bentuk tanggung jawab kalian pada korban?”

Kini Ari bingung harus menjawab apa. Harapannya hanya satu, agar Ara cepat sadar. Ia berharap semuanya baik-baik saja. Sementara Yudha berpikir keras. Ia juga tak kalah bingung dengan Ari.

“JAWAB!!! Hanya seorang laki-laki brengsek yang tidak memiliki tanggung jawab!”bentak Bayu.

Ari mengepalkan kedua tangannya, mencoba mengumpulkan segenap keberaniannya, “Saya yang akan membawanya ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut. Dan saya akan bertanggung jawab untuk menghadap ke orang tua korban.”Jawab Ari dengan yakin membuat Yudha terperangah.

Bukan hal yang mudah membawa korban dalam keadaan pingsan untuk keluar dari hutan ini. Belum lagi sulitnya mencari signal untuk dapat menghubungi ambulance.

Bayu tersenyum dan menepuk pundak Ari, “Bagus! Saya senang dengan jawaban kamu. Gak sia-sia saya memilihmu jadi ketua.”

“Oke kalo gitu buktikan! Jangan buat kami kecewa.” Timpal Benny.

Kemudian Bayu dan Benny berderap pergi. Setelah itu kaki Ari melemas dan jatuh berlutut. Ia mengusap wajahnya kasar. Sedari awal melihat gadis itu ikut diklatsar ini, Ari memang sudah memiliki firasat buruk. Dan kini semuanya terjadi menimpanya.

“Lo gila Ri!!! Gimana mungkin lo bawa tuh anak sendirian keluar dari hutan ini? Lo gak mungkin minta bantuan Tim medis karena mereka masih dibutuhin untuk 2 hari kedepan. Tanggung jawab yang lo ambil terlalu besar!” Ucap Yudha yang kalut.

Ari menatap Yudha tajam,“TERUS GUE HARUS GIMANA? NUNGGUIN TUH ANAK MATI DI HUTAN INI? IYA?!” Ucap Ari yang frustasi.

Ari bangkit berdiri dan menunjuk wajah Yudha,“Dan.. lo gak ada niat bantu gue sementara lo ada di tkp! Brengsek! Dari awal gue udah bilang jangan lolosin dia! Tapi apa? Lo sama melly malah keras kepala lolosin dia. Sekarang giliran udah kejadian kayak gini, lo seolah gak tahu apa-apa dan lepas tanggung jawab! PENGECUT!!!” Ari mendorong bahu Yudha. Dan kemudian berlalu pergi meninggalkannya.

Yudha diam tak bergeming. Semua perkataan Ari terngiang di kepalanya. Ia baru sadar bahwa perkataan Ari benar. Ia telah menjadi seorang pengecut. Yudha pun akhirnya bergegas mencari Ari.

***

Ari langsung menuju tenda dimana Ara dibaringkan. Ia melihat Nindy menangis di samping sahabatnya itu.

“Kondisi nya gimana?” Tanya Ari.

Nindy menoleh. Dan ketika dia melihat Ari, ia langsung menghampiri Ari.

“Kak, gue mohon… gue mau pulang. Gue mau Ara dibawa pulang. Gue takut dia kenapa-napa. Mau sampe kapan kita nungguin dia sadar di hutan ini? Hiks..hiks..”Nindy mengatupkan kedua tangannya, “Gue mohon… bawa kita keluar dari hutan ini. Demi Ara, gue rela lakuin apapun. Gue mohon… hiks..hiks..”

Nindy terisak didepan Ari.

“Tenangin diri kamu. Saya akan tanggung jawab. Iya, saya akan bawa kalian pulang.” Ucap Ari sambil mengusap bahu Nindy yang bergetar hebat karena terisak.

“Saya juga akan tanggung jawab!”Timpal Yudha yang baru saja datang ke tenda membuat Ari menoleh dan memicingkan matanya.

“Lo benar, tadi gue emang pengecut. Tapi bukan sekarang.”Ucap Yudha membuat Ari tersenyum lega.

“Ayo angkat dia ke tandu.Gue udah siapin di depan. Kita bawa dia pulang sekarang,” Yudha bergegas keluar tenda.

“Ayo Ri, kita harus cepat sebelum matahari tenggelam.”

Ari langsung menggendong Ara. Kemudian meletakannya di tandu yang sudah dibuat. Setelah itu Ari dan Yudha mengangkat tandunya. Nindy mengikuti dari samping. Dan merekapun mulai berjalan keluar hutan. Ini bukan pertama kalinya Ari dan Yudha ke hutan ini. Jadi mereka sudah sangat hafal medan yang mereka tempuh.

***

Setelah keluar dari hutan, signal masih sulit didapatkan sebab masih diwilayah pegunungan. Akhirnya Ari dan Yudha mencari bantuan warga sekitar. Ara pun di bawa ke puskesmas terdekat di desa itu. Ketika sampai di puskesmas tersebut, Ara langsung di bawa ke UGD dan segera ditangani. Ari, Yudha, dan terlebih lagi Nindy menunggu dengan cemas. Nindy beberapa kali mencoba menghubungi kedua orang tua Ara, namun seperti nya signal nya masih buruk.

“Erghhh! Desa apa sih ini? Susah banget signal! Gimana dong nih gak bisa ngehubungin orang tua Ara.” Keluh Nindy.

Yudha yang sejak tadi pusing melihat Nindy terus saja mondar-mandir, akhirnya bangkit berdiri dan menarik tangan Nindy untuk duduk di kursi tunggu.

“Panik gak akan nyelesaiin masalah. Lebih baik duduk dan tenangin diri kamu dulu.” Ucap Yudha.

“Kalo kondisinya gak kunjung membaik, saya akan minta dokter untuk merujuk ke rumah sakit di Jakarta. Jadi tenang, berdoa aja semoga dia cepat siuman.” Lanjut Ari.

Tak lama dokter keluar dari ruang UGD. Ari, Yudha, dan Nindy langsung menanyakan bagaimana kondisi Ara.

“Keluarga pasien?”Tanya dokter.

“Saya yang bertanggung jawab dok. Kami sedang melaksanakan kegiatan Diklatsar.” Jawab Ari.

“Oh baik kalau begitu. Kondisi pasien tadi sempat memburuk. Untung kalian sigap membawanya kesini sehingga bisa langsung kita tangani. Fisiknya masih sangat lemah akibat mengeluarkan darah terlalu banyak ketika mimisan tadi. Tapi syukurlah,dia sudah siuman.” Jelas dokter membuat Ari,Yudha, dan Nindy bernapas lega.

“Boleh kami temui dok?”Tanya Nindy.

“Silahkan. Tapi tolong jangan mengganggu ketenangan pasien. Saya permisi dulu.” Jawab Dokter tersebut kemudian berlalu pergi.

***

Ara membuka matanya perlahan.

Samar-samar ia melihat wajah Nindy perlahan menjadi jelas. Disamping Nindy juga ada Ari dan Yudha yang memandangnya dengan tatapan khawatir.

“Ra, gimana masih ada yang sakit? Lo baik-baik aja kan Ra? Sumpah gue panik banget tau gak pas liat lo pingsan.” Tutur Nindy.

Ara melihat sekitar sejenak. Lalu ia mengangkat kepalanya sedikit dan mengangguk tersenyum. Senyuman yang selalu membuat orang yang melihatnya merasa damai dan tenang. Nindy beralih menatap Ari dan Yudha

dengan mata memicing, “Kak Ari, Kak Yudha, lo berdua udah janji mau tanggung jawab. Anterin kita pulang! Gue gak mau tau, pokoknya gue sama Ara mau pulang!”

Yudha memijat pelipisnya yang sedikit pening mendengar ocehan Nindy sejak tadi.

“Biarin Ara istirahat dulu. Kasian,bdia baru aja siuman. Perjalanan dari sini ke Jakarta lumayan jauh.” Jelas Ari dengan wibawanya.

“Nin.. gue gak mau pulang. Please.. gue mau lanjutin diklatsar ini.” Ucap Ara dengan suaranya yang masih parau.

Nindy terperanjat, “Sinting ya lo!! Kalo mau mati gak gini caranya!” bentak Nindy membuat Yudha langsung menarik tangan Nindy dan membawanya keluar ruangan karena takut mengganggu ketenangan Ara yang baru saja siuman.

“Kamu tuh benar-benar gak bisa kontrol ego kamu ya. Childish tau gak?!” Ucap Yudha.

“Apa lo bilang? Gue childish? Heh! Gue sahabatan sama dia udah bertahun-tahun, gue lebih tau dia dan lebih berhak atas dia! Salah kalo gue gak mau dia kenapa-napa?!” sahut Nindy.

“Tapi perkataan kamu ke dia barusan malah akan bikin dia kenapa-napa. Paham? Buang ego kamu jauh-jauh. Saya sama Ari juga akan lakukan yang terbaik.” Ucap Yudha.

Sementara itu, keheningan menyeruak di antara Ari dan Ara. Karena tak nyaman, akhirnya Ari memulai pembicaraan.

“Apa motivasi kamu ingin ikut ekskul ini?”Tanya Ari.

Ara terdiam sejenak kemudian tersenyum kecil. “Selama ini aku ngerasa hidup aku monoton. Aku ingin mencoba banyak hal baru. Dan aku yakin bisa dapetin itu semua lewat ekskul ini. Aku ingin lebih dekat dengan semesta.”

“Meskipun resiko nya tinggi?”celah Ari.

“Aku gak takut dengan resiko. Tanpa resiko aku gak akan dapet pengalaman. Bukannya seseorang jadi dewasa itu karena pengalaman?”

Ari terkesan mendengar jawaban Ara. Dan refleks bibirnya tersenyum. Ia menatap Ara dalam. Bola mata mereka saling beradu. Beberapa detik kemudian Ari tersadar akan lamunannya.

“Sorry, tapi saya gak bisa lolosin kamu dalam seleksi ini. Kamu bisa pilih ekskul lain yang sesuai dengan kadar kemampuan kamu.” Ucap Ari dengan penuh wibawa.

Demi tuhan hati Ara rasanya teriris mendengar kata-kata Ari. Ia tak menyangka Ari memutuskan bahwa ia gagal bahkan sebelum seleksi ini selesai. Ia merasa diremehkan. Ia bukan cewek lemah. Arabrasanya ingin marah pada diri sendiri karena tadi sempat pingsan. Ketika Ari melangkahkan kakinya untuk pergi, Ara menahan lengan Ari.

“Ini gak adil buat aku.” Ucap Arabdengan air mata yang sudah menetes.

Klekkk… pintu ruang inap terbuka.

Yudha tercengang melihat Ara yang menangis. Begitupun dengan Nindy.

“Ara!! Lo kenapa lagi Ra??”ucap Nindy langsung menghampiri Arad an memeluknya. Lalu Nindy beralih menatap tangan Arabyang masih memegang lengan Ari.

“Ri, lo apain dia? Gila ya, gue sengaja ajak si kutu kupret keluar supaya gak ganggu ketenangan nih cewek, eh malah lo bikin nangis! Sia-sia tau gak!”Ucap Yudha.

Ari melepas genggaman Ara pada lengannya. “Sorry.” Ucapnya singkat kemudian berderap pergi.

“Woy!! Mau kemana lo?! Sarap ya nih anak!”Yudha langsung menyusul Ari keluar.

“Ara bilang sama gue, lo di apain sama dia? hah?!” Tanya Nindy.

“Di..dia bilang gue gak lolos seleksi ini Nin. Gue gak bisa ikut ekskul pecinta alam, hiks..dasar kepala badak!bPemimpin gak adil!”

Nindy melepas pelukannya pada Ara,

“Hah?! HAHAAHAHA!!”Nindy tertawa lega, “Ya baguslah!! Bahagiaaaa banget gue dengernya sumpah!”

“Kok lo jahat sih ah! Udah sana keluar deh. Gue pengen sendiri.”Ucap Ara.

“Yeh.. ini tuh demi kebaikan lo juga tau. Yaudah gue keluar, bye! Cepet sembuh biar besok kita bisa pulang!”Balas

Nindy kemudian langsung berlalu pergi. Air mata Ara masih menetes. Salahkah ia mempunyai impian untuk bisa berkelana ke alam bebas. Pantaskah ia diremehkan seperti ini.

“Kenapa sih gue harus pingsan?! Hiks..” Ia sungguh kesal dengan fisiknya sendiri yang tak bisa diajak kompromi.

Sungguh ia merasa sangat bahagia selama diklatsar. Ia banyak mempelajari hal baru, merasakan indahnya kebersamaan, dan keseruan lainnya. Bahkan selama diklatsar pun tak pernah sekalipun Ara mengeluh “capek”. Tidak bisakah Ari melihat kesungguhannya?

***

“Ri, ini bukan sekolah militer yang mengutamakan fisik sama pesertanya. Ini pecinta alam bro! masa cuma gara-gara dia pingsan , lo gak bisa ngelolosin dia sih?”geram Yudha.

“Lo tuh harusnya sadar, ngelolosin dia untuk ikut diklatsar ini aja udah hal yang salah! Apalagi mau nerima dia masuk ekskul ini. Cuma orang bodoh yang mengulangi kesalahan yang sama.” Balas Ari.

“Tapi lo gak bisa ambil keputusan sepihak gini lah Ri, lo harus musyawarah dulu sama panitia yang lain. Pemimpin macam apa lo?”

“Haha.. ngaca! Lo ngelolosin tuh anak dua emang pake musyawarah sama gue? Enggak kan!”

Skak mat. Yudha terdiam. Lagi-lagi ia yang salah. Ia lelah berdebat dengan Ari. Akhirnya Yudha memilih pergi meninggalkan Ari.

TO BE CONTINUE...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!