***
Di sebuah hotel mewah di pusat kota..
Sherin berjalan perlahan, masuk ke dalam kamar
hotel yang sudah di pesankan khusus untuknya
oleh pihak manajemen perusahaan. Saat ini dia
sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit di
kepalanya yang semakin lama semakin terasa berdenyut nyeri. Entah apa yang telah tercampur
di dalam minuman yang tadi di teguknya, yang
jelas, saat ini kepalanya seakan berputar.
Dari dulu, Sherin memang tidak menyukai pesta,
karena semua itu hanya akan membawa dirinya
pada petaka serta hal-hal yang tak di inginkan.
Tapi, karena ini adalah pesta ulang tahun agensi tempat dirinya bernaung selama ini, mau tidak
mau dia harus datang dan terlibat di dalamnya. Apalagi, perusahaan ini milik pria yang selama
ini sudah berhasil mengisi hatinya.
Walaupun Sherin berprofesi sebagai seorang
model, namun dia memegang prinsip hidup
bersih dan tidak ingin terjerumus ke dalam
pergaulan bebas.
Tubuh Sherin membeku di tempat, matanya kini
melebar sempurna saat melihat ada seorang pria
yang telah menunggu nya di dalam kamar hotel mewah tersebut. Sherin mengenal betul siapa
pria itu. Dia adalah seorang pengusaha yang
cukup terkenal dan berpengaruh di negara ini.
Mata cantiknya menatap tajam ke arah pria yang sedang bertelanjang dada dan hanya berbalut
celana putih itu. Di tangannya ada gelas kecil
berisi minuman yang tengah di nikmatinya.
Mata pria itu tampak berkilat panas melahap
seluruh sosok Sherin.
Ada setumpuk pertanyaan dan kecurigaan
yang kini menghinggapi kepala Sherin.
"Tuan Arnold.? Kenapa anda ada di sini.?"
"Selamat datang..Nona Sherinda Maheswari.."
Sambut pria itu sambil meneguk minumannya
dengan tatapan tidak lepas dari wajah Sherin
yang semakin di liputi oleh kebingungan.
"Kenapa anda bisa ada di kamar ini.? "
Sherin bertanya sambil memegangi kepalanya
dan perlahan mundur saat pria tinggi kekar itu
maju mendekat dengan seringai tipis dan mata
yang sudah berkabut parah. Bagaimana tidak,
saat ini Sherin mengenakkan dress cantik ketat
di atas lutut yang terlihat begitu seksi dan
menggoda. Keindahan dan kesempurnaan
tubuhnya membuat nafas pria itu langsung
kacau dan berantakan.
"Kenapa harus bertanya Nona Sherinda.? Aku
sudah membayar mahal untuk bisa bermalam
denganmu.! Aku telah membayar mu dengan
harga yang sangat fantastis, 2 milyar.!"
What.?? Kepala Sherin semakin berdenyut nyeri
dengan mata yang membelalak. Apa-apaan ini.?
Apa yang terjadi.? Siapa lagi yang telah berani
dan tega-teganya menjual dirinya.? Ini bukanlah
kejadian pertama, sudah berulangkali.
"Tidak mungkin.! anda pasti salah. Aku tidak
pernah menjajakkan diriku.! Sepertinya anda
telah salah booking orang Tuan.!"
"Aku tidak mungkin salah Nona Sherin. Kau
adalah model yang selama ini aku inginkan.!"
Debat pria itu sambil maju mendekat kearah
Sherin. Namun Sherin langsung mengangkat
tangannya ke atas dengan tatapan yang
terlihat semakin tajam penuh antisipasi.
"Berhenti Tuan Arnold ! jangan maju lagi.
Atau aku akan pastikan, kau tidak akan bisa
keluar dengan mudah dari tempat ini.!"
Pria itu menghentikan langkahnya, matanya
tampak menatap lekat wajah Sherin yang kini
semakin memerah. Dia terkekeh pelan melihat
reaksi wajah Sherin saat ini.
Sherin merasakan ada hantaman rasa panas
yang tiba-tiba saja membakar seluruh tubuhnya
saat ini, membuat dia kepanasan dan merasakan serbuan sensasi asing yang sangat kuat. Dia
mencoba untuk tetap mempertahankan segala kesadarannya. Sherin mengutuk siapa saja
yang telah tega menjebak dirinya saat ini.
"Kau butuh pelepasan sayangku..Dan aku ada
disini untuk membantumu meluapkan semua
itu. Ayolah..kita nikmati malam ini sepuasnya.!"
Desis pria itu sambil kembali maju mendekat.
Namun sesaat kemudian dia mundur terhuyung
ketika tanpa terlihat Sherin mengirimkan satu
tendangan keras kearah perutnya.
"Berhenti.! Aku sudah mengingatkanmu.!"
"Hei..aku sudah membayar mu mahal Sherin.
Kau tidak punya hak untuk menolak ku.!"
Geram pria itu sambil meringis memegangi
perutnya yang kini terasa kram hebat.
"Sudah aku bilang, aku tidak menjual diriku.!
Kau keliru kalau menganggap ku sebagai
wanita yang bisa di beli.!"
"Alaahh..tidak usah basa-basi.! Jangan munafik
kamu, semua model seperti mu sama saja.
Tubuh kalian adalah barang dagangan.!"
Ucapan pria itu tertahan saat dengan cepat Sherin maju menyerang nya memasukan pukulan dan tendangan bertubi-tubi ke tubuh pria itu karena terbakar amarah. Dia benar-benar tidak bisa
terima ucapan hina yang terlontar dari mulut
laki-laki itu.
Untuk sesaat, pria itu mencoba menahan serangan Sherin. Namun apa yang terjadi, wanita itu tenyata bukan sembarang wanita. Dalam waktu singkat,
dia sudah bisa merobohkan tubuh kekar pria itu, hingga kini dia terkapar tak berdaya di atas lantai dengan mulut dan hidung mengeluarkan darah.
Sherin berjongkok di hadapan pria itu dengan
satu lutut yang bertumpu di atas lantai. Matanya
yang cantik namun memiliki sorot setajam silet
tampak menatap geram wajah pria itu yang kini
mencoba beringsut ke pinggir kasur.
"Jangan pernah lagi melecehkan profesi kami.
Kau tidak akan pernah tahu seberapa keras
kami berjuang untuk berada di level ini.!"
Desis Sherin sambil kemudian berdiri, lalu
merapihkan kembali pakaiannya, bersamaan
dengan pintu kamar yang di buka dari luar. Dan tiba-tiba saja ada kilatan dan jepretan kamera
yang datang menyerbu ke arah keberadaan
Sherin serta pria itu.
"Ohh tidaakk.! ya ampun baby..apa yang terjadi
dengan mu.? Kenapa bisa begini.?"
Ada jeritan histeris dari seorang wanita yang
langsung berhambur dan memeluk sosok pria
itu. Sherin mundur dengan wajah yang terlihat
sedikit pias saat melihat ada sosok gagah yang
kini masuk ke dalam ruangan dengan wajah
yang sudah terlihat dingin cenderung emosi.
Matanya langsung bersitatap dengan mata
panas pria tampan itu.
"Brian.. aku bisa menjelaskan semuanya. Ini
semua adalah kesalahan management.!"
"Kesalahan management.? Sherin..aku kecewa
padamu.! Lagi-lagi kau membuat masalah.!"
"A-apa yang kau katakan.? Ini semua adalah
kesalahan orang dalam.!"
Ucap Sherin dengan nada sedikit gemetar sambil
maju mendekat ke arah pria tampan itu yang kini
semakin menatap nya tajam, gerah dan kecewa.
"Cukup Sherin, kau tidak perlu berdalih.!!"
Tegas pria itu dengan suara yang sedikit keras
sambil memalingkan wajahnya. Terlihat sekali
kalau dia sangat tidak terima dengan apa yang
terjadi di depan matanya ini.
"Tidak Brian, ini semua tidak seperti yang kamu
lihat. Aku bisa menjelaskan semuanya. Aku
tidak melakukan apapun.!"
"Tidak melakukan apapun katamu.? Cihh..dasar
model murahan.! Kau pasti sudah menggoda
suamiku kan.? Tapi karena dia menolakmu,
lantas kau menganiaya nya, iya kan.?"
Wanita yang sedang memeluk erat tubuh si pria
berdarah tadi membentak dengan keras. Sherin menggeleng kuat. Sementara si pria gagah tadi
atau Brian tampak semakin muak.
"Ohh my God, Kak Sherin..? Apalagi sekarang
yang Kakak lakukan.?"
Tiba-tiba saja ada seruan histeris dari seorang
gadis cantik yang baru saja muncul ke tempat
itu seraya menutup mulutnya syok, melihat ke
arah Sherin dan pria berdarah di dekat kasur.
"Kita akan menyelesaikan semua ini di kantor
polisi. ! Ayo kawan-kawan, seret wanita itu ke
kantor polisi sekarang juga.!"
Teriak si wanita tadi dengan wajah berapi-api di
telan oleh kemarahan. Sherin lemas seketika.
Sedang Brian tampak terdiam membisu.
Tidak ada lagi yang bisa di lakukan oleh Sherin.
Kini dia hanya bisa pasrah saat dirinya di giring
oleh para wartawan, di bawa keluar dari hotel itu
langsung menuju ke kantor polisi terdekat. Di
ikuti oleh Brian juga si gadis cantik yang datang terakhir, serta semua orang yang menjadi saksi insiden berdarah di kamar hotel mewah tersebut.
***
Terpaksa..mau tidak mau..akhirnya Sherin
harus menghuni sel tahanan kantor polisi..
Selama tiga hari tiga malam dia harus menginap
di balik jeruji besi sambil menunggu pengacara perusahaan mengurus berkas kebebasannya.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh
Sherin kalau dia akan mengalami semua ini.
Namun untunglah, tidak ada gangguan apapun
yang terjadi di dalam sel selama dia menghuni
tempat dingin dan pengap itu. Semua teman
satu selnya memperlakukan dia dengan baik.
Selama tiga hari itu, hanya Vincent lah, asisten pribadinya yang selalu setia mengunjunginya
setiap hari.
Sedang Brian, kekasihnya..hanya di hari pertama
saja dia datang berkunjung. Mungkin dia masih
kesal, atau bisa juga masih salah faham atas apa
yang terjadi kemarin. Dan hal itu membuat hati
Sherin merasa tidak nyaman, dia ingin segera meluruskan semua kesalahpahaman ini.
Setelah menunggu selama tiga hari, akhirnya kebebasan itu tiba..
"Perusahaan harus mengeluarkan banyak
biaya untuk bisa mengeluarkan mu Sherin.!"
Ucap sang pengacara perusahaan setelah dia
selesai mengurus semuanya, dan kini, Sherin
sudah bisa menghirup udara bebas.
"Maaf Pak Boby, aku juga tidak ingin semua
ini terjadi.!"
Lirih Sherin sambil menundukkan kepalanya.
"Saya harap jangan ada lagi masalah atau
skandal baru yang tercipta.!"
Tegas Pak Boby seraya berjabat tangan dengan
Sherin yang mengangguk pelan. Setelah itu pria
berumur 40 tahun itu masuk ke dalam mobilnya kemudian pergi dari area kantor polisi.
"Kita ke apartemen mu sekarang beb.?"
Vincent bertanya sambil memakaikan jaket kulit
ke tubuh Sherin yang kini masih berdiri tenang
menikmati hembusan angin kebebasan.
"Tidak, kita langsung ke kantor saja, ayo..!"
Sherin masuk ke balik kemudi yang membuat
pria kemayu itu mengerucutkan bibirnya. Tapi
tidak lama dia mengikuti majikannya masuk ke
dalam mobil yang seketika meluncur tenang
keluar dari area kantor polisi yang telah menjadi
saksi bisu bagaimana seorang Sherin mampu
melewati fase getir dalam hidupnya.
Setengah jam kemudian Sherin tiba di kantor
Starlight Management.. perusahaan agensi
tempat dirinya bernaung selama ini.
Semua karyawan dan para model yang kebetulan
sedang ada di lobby depan terlihat memperhatikan kedatangannya dengan tampang aneh, dan sorot
mata tidak biasanya. Mereka semua langsung saja
kasak-kusuk tidak jelas. Sherin hanya menarik
nafas panjang, berusaha untuk tetap tenang.
"Aku akan ke kantor Brian sendiri.! Kau tunggu
saja di ruangan biasa.!"
Titah Sherin pada Vincent yang terlihat berat
melepas kepergian Sherin.
Tidak lama Sherin sudah keluar dari lift di lantai teratas gedung milik kekasihnya itu. Dengan
tenang dia berjalan melewati koridor menuju
ruangan CEO. Karena saat ini adalah waktunya
istirahat, keadaan tampak sepi, tidak terlihat ada
para staf dan sekretaris di ruangan tersebut.
Tiba di dalam ruangan, tubuh Sherin tiba-tiba membeku melihat pemandangan yang sangat menyakitkan matanya. Di depan matanya, dia
melihat sendiri, saat ini Brian sedang bercumbu
mesra dengan seorang gadis. Mereka berdua
terlihat begitu panas, setengah tubuh si gadis
dalam keadaan polos. Dan Brian tampaknya
sangat menikmati aksinya mencumbu tubuh
bagian atas gadis cantik itu.
"Ohh Brian sayang.. aku tidak tahan lagi..!"
Desah si gadis sebelum akhirnya dia menyadari
kedatangan Sherin di ruangan itu. Matanya kini
saling menatap dengan mata panas Sherin.
"Kak Sherin..kau ada di sini.."
Desis gadis itu dengan sesungging senyum aneh
yang terlukis di sudut bibirnya. Brian tampak
terperanjat kaget, matanya kini bersirobos tatap
dengan mata Sherin yang sedang menatapnya
tajam. Tanpa kata, Sherin membalikan badan,
lalu pergi dari ruangan itu.
"Sherin... tunggu..!"
Teriakan Brian tidak di pedulikan oleh Sherin.
Dia berjalan cepat menuju ke dalam lift. Brian
berhasil menyusulnya kemudian menahan
pintu lift agar tetap terbuka.
"Sherin.. kita harus bicara sekarang.!"
Ucap Brian dengan wajah yang terlihat dingin.
Kaki jenjang Sherin sebelah kiri kini maju untuk
menahan pintu lift, tatapannya jatuh menghujam
wajah tampan Brian.
"Tentu saja, kita memang perlu membicarakan
semuanya. Tapi tidak sekarang Tuan Brian..!!"
Tegas Sherin sambil kemudian menggerakkan
kakinya menendang ************ Brian yang
langsung meringis, terhuyung ke belakang. Lalu
dengan santainya Sherin mundur, menatap diam wajah Brian sampai akhirnya pintu lift tertutup
rapat memutus pandangan mereka.
"Sherin..Sherin..kita harus bicara sekarang..!"
*****
Bersambung...
***
Apartemen Flamboyan Suite di pusat kota..
"Aku harus keluar dari tempat ini sekarang juga
Vint. Ini bukan tempat yang cocok untukku.!"
Sherin berbicara sambil merapihkan semua
pakaiannya ke dalam koper. Vincent terpaksa
membantunya walau dia tidak mengerti apa
sebenarnya yang terjadi. Pulang dari kantor
Starlight Management, wajah cantik gadis itu
tampak muram. Dan sekarang dia memaksa
ingin keluar dari apartemen yang selama ini
di tempati nya.
Apartemen ini merupakan fasilitas yang di
sediakan oleh perusahaan untuk model-model
papan atas yang bernaung di management nya.
"Apa sebenarnya yang terjadi Beb.? Apa kau
sudah melihat sendiri kebusukan kekasih dan
adikmu yang tidak tahu diri itu.?"
"Selama ini aku mencoba untuk tetap percaya
padanya. Tapi sekarang, semuanya nyata di
depan mataku sendiri.!"
"Stella akan melakukan apapun untuk dapat
menyingkirkan mu dari hadapannya. Selama
ini kau sudah terlalu banyak mengalah Sherin."
"Kau benar, dan sekarang semuanya aku rasa
sudah cukup. Aku tidak akan mengalah lagi.!"
"Apa kau akan kembali ke rumah Kakek mu.?"
"Itu bukan rumahku. Aku tidak punya hak untuk
tinggal di rumah itu."
"Ohh My God Sherin.. Kenapa kamu harus terus
hidup dalam ketidakjelasan begini sih.! Kamu
itu cucunya Natakusumah.!"
Sherin menghentikan aktivitasnya. Dia tampak termenung, pandangannya jelas mengambang.
Dan matanya terlihat mulai memanas.
"Sudah, jangan banyak bicara. Malam ini aku
numpang dulu di tempat mu. Besok kita harus
ke luar kota. Setelah selesai, aku akan mencari kontrakan baru."
Ujar Sherin sambil kembali merapihkan barang
miliknya di masukan ke dalam tas besar. Vincent
tersenyum senang, wajahnya yang lebih terlihat
cantik daripada tampan itu tampak bahagia.
"Kenapa harus mencari kontrakan, kamu bisa
tinggal di rumahku selama-lamanya kalau mau."
"Hussh.. kita ini bukan muhrim Vincent, walau
bagaimanapun kita berdua berbeda gender."
"Owhh.. jadi kamu masih menganggap ku
sebagai seorang pria, begitu.? "
"Tentu saja, kau kan memang seorang pria.!"
"Kalau begitu, menikahlah denganku.!"
Sherin kembali menghentikan kegiatannya. Dia
melirik kearah Vincent, kemudian berdiri tegak
sambil bertolak pinggang di hadapannya dengan
sesungging senyum miring terukir di bibirnya
"Kau harus mengalahkan aku dulu, setelah itu,
baru deh bisa berkata dengan gentle untuk
mengajakku menikah."
"Ishh.. ngeri banget sih syaratnya.! Mending
pasrah deh kalau begitu."
Keluh Vincent sambil cemberut kesal. Sedang
Sherin tersenyum puas seraya menepuk bahu
Vincent. Akhirnya mereka berdua kembali pada
kegiatannya. Dan tidak lama semuanya selesai.
Tidak banyak barang yang di bawa oleh Sherin.
Hanya yang bersifat pribadi saja, karena pada dasarnya semua barang yang ada di lemarinya
adalah hasil pemberian Brian.
Akhirnya, Sherin benar-benar keluar dari tempat
itu. Dia tidak mungkin lagi tinggal di apartemen
milik pria yang sudah mengkhianati cintanya.
Dan Brian hanya bisa menjatuhkan dirinya lemas diatas sofa saat dia datang menyusul ke tempat
itu yang sudah dalam keadaan kosong. Dia hanya
bisa mengumpat kesal.
Sherinda..selama ini wanita itu memang sangat
keras dan teguh dalam segala hal. Bahkan dirinya tidak pernah bisa menyentuh nya selama 4 tahun menjalin hubungan. Dan hal inilah yang membuat hatinya perlahan melemah. Dia lelah menghadapi
sikap angkuh Sherin. Kekasihnya itu terlalu kuat
dalam menjaga diri serta kehormatannya
"Kau tidak akan bisa lepas begtu saja dariku
Sherin. Kau adalah aset yang sangat berharga
untuk kemajuan perusahaan ku.!"
Desis Brian dengan senyum smirk. Di ambang
pintu apartemen muncul sesosok gadis cantik
berpakaian seksi yang langsung nyelonong
masuk, lalu mengecek seisi apartemen.
"Owhh Kak Sherin malang.. Kasihan banget sih
nasibmu. Kau selalu saja berulah dan semua
itu hanya membawamu pada kesulitan."
Lirih gadis itu dengan wajah yang terlihat sedih
dan muram. Brian mendekat padanya, tanpa
basa-basi dia segera menarik tangan gadis itu
menuju ke dalam kamar yang biasa di tempati
oleh Sherin.
"Brian..mau apa kamu.? Hei.. Brian.."
"Bukankah ini yang kau inginkan baby.? Apa
kau pikir aku bisa tahan melihatmu berpakaian
seperti ini.? Kenapa kau selalu menggodaku
Stella sayang.."
"Aku datang untuk melihat kondisi kakakku
yang sangat angkuh itu sayang, bukannya
ingin menggoda mu."
"Jangan mencari alasan Nona Stella Muller.."
"Brian..kamu nakal ya..! Ingat ya sayang, kamu
harus selalu menuruti semua keinginanku.!"
"Tentu saja baby, apapun akan aku berikan
untuk wanita yang sangat aku cintai.!"
Desis Brian. Stella hanya bisa pasrah saat Brian melepas semua kain yang menempel di tubuh
mereka. Dan tidak lama sudah terdengar suara desahan serta erangan dari dalam kamar yang
baru beberapa jam lalu di tinggalkan oleh
Sherin tersebut..
***
Berkecimpung di dunia hiburan bagai naik
roller coaster. Naik turun dengan ritme cepat
dan adrenalin tinggi. Begitupun persaingan di
dunia modeling. Walau dari luar terlihat seolah menyenangkan, glamor dan cenderung terkesan memukau serta menarik, namun sesungguhnya persaingan di dalamnya tidak akan pernah terbayangkan. Sangat panas, hingga terkadang memaksa para pelakunya untuk bekerja keras
tanpa mengenal lelah.
Begitupun yang di rasakan oleh seorang model
cantik, Sherinda Maheswari Natakusumah..yang
selama ini bernaung di bawah agensi model
terkenal berlebel Starlight Management..
Gadis berusia 25 tahun itu sudah meniti karir di
dunia modeling sejak duduk di bangku SMP. Dia
sudah bekerja keras selama ini dengan berbagai pengorbanan yang tidak mudah hingga akhirnya
bisa mencapai posisi sebagai super model di agensinya dan kini namanya sudah cukup di
perhitungkan di dunia internasional.
Sherin terjun ke dunia yang penuh dengan resiko
ini, selain karena kecintaannya pada bidang ini,
juga agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Karena ketidakadilan dalam keluarga
memaksa dirinya tersingkir. Orang tidak akan
tahu, bagaimana kerasnya perjuangan dia dalam membangun karirnya dari nol hingga bisa seperti sekarang ini. Dia juga mencoba membentengi
diri agar tidak terperosok ke dalam kehidupan
glamor yang sejauh ini seringkali di perlihatkan
oleh sebagian besar model yang sudah populer.
Dua hari ini Sherin di sibukkan dengan semua
pekerjaan luar kota yang terus saja datang tiada
henti. Dia seolah tidak punya waktu untuk rehat,
benar-benar seperti robot.
Waktu sudah menjelang magrib saat Sherin tiba
di bandara setelah terbang dari luar kota karena mendapat telepon dari ibunya yang mengatakan bahwa dia harus pulang malam ini juga. Tidak
biasanya, ibu yang tidak pernah peduli padanya
itu menghubungi nya. Selama ini, yang ada di
mata ibunya hanyalah Nona Muda Stella Muller,
buah pernikahannya dengan suami keduanya.
Sherin di suruh langsung datang ke restauran langganan keluarga. Ibunya itu hanya berkata
bahwa ada hal penting yang ingin di sampaikan.
"Kau pulang saja Vint, aku akan pulang naik
taksi nanti. Besok kita bertemu di kantor."
Ucap Sherin pada Vincent yang terlihat ragu
untuk meninggalkan majikannya itu.
"Apa kau yakin semuanya baik-baik saja.?"
"Jangan khawatir, aku pastikan semuanya
akan baik-baik saja. Sudah sana pulang."
"Tapi Sher.. ayah sambung mu itu tidak bisa di
percaya. Aku tidak yakin padanya. Aku takut
ada kakak sambung mu juga di sana."
Vincent tetap ragu untuk meninggalkan area
restauran. Dia menatap berat ke arah Sherin
yang sedang merapihkan penampilannya.
"Memangnya apa yang kau takutkan? Sudah
sana. Aku akan menangani nya dengan baik."
"Tapi Sherin.. bagaimana kalau mereka.."
"Vincent Marthinus.. percaya padaku deh.!"
Vincent saling pandang dengan Sherin yang
terlihat menatapnya sedikit gerah. Akhirnya
pria kemayu itu menggedikan bahunya.
"Baiklah, hati-hati di dalam. Telepon aku kalau
ada apa-apa. Sampai jumpa besok di kantor."
Sahut Vincent sambil kemudian melajukan
mobilnya meninggalkan area restauran. Sherin
tampak menegakkan badannya, kemudian
melangkah tenang masuk ke dalam restauran
sambil mencoba memasang senyum manis
yang mampu membuat mata para pengunjung
lain mau tidak mau mengarahkan fokus mereka
pada kemunculannya.
Ada banyak pengunjung yang terlihat mulai
bergunjing menggosipkan Sherin. Isu miring
lagi-lagi menerpa nya dirinya beberapa hari ini,
ketika berita tentang dirinya yang kena grebek
di dalam kamar hotel bersama pengusaha
terkenal merebak di masyarakat.
"Nona Sherin..mari ikuti saya, keluarga anda
sudah menunggu di ruangan biasa."
Sambut manager restauran sambil kemudian
membimbing gadis pemilik tubuh indah nan
mempesona itu menuju ruangan VVIP.
Namun, apa yang kini terlihat dalam ruangan
itu membuat wajah Sherin berubah terkejut
dan tidak nyaman. Bagaimana tidak, saat ini
dia melihat Brian duduk berdampingan mesra
dengan Stella. Lalu ada ibunya bersama ayah sambung nya. Dan ada kedua orang tua Brian
juga yang terlihat menatap tidak suka pada kedatangannya.
Mata Sherin langsung bersirobos tatap dengan
mata Brian yang terlihat sangat dingin. Tak ada sambutan hangat ataupun respon positif dari
laki-laki yang masih berstatus sebagai kekasih
nya itu. Ada luka tidak kasat mata yang kini
menggores lubuk hati Sherin. Dia benar-benar
tidak nyaman melihat pemandangan yang
ada di depan matanya itu.
"Sherin..kau sudah datang.? Ayo duduk.!"
Nyonya Kinar, ibu Sherin menunjuk kursi yang
ada di dekatnya. Raut wajah wanita paruh baya
itu tampak rumit, namun ada seberkas kerinduan
yang masih tersisa dalam sorot matanya. Sherin menarik nafas panjang, dia mencoba untuk tetap tenang kemudian perlahan melangkah.
"Loh, jadi anda mengundang dia juga Nyonya
Kinar, untuk apa ya? Bukankah yang memiliki kepentingan di sini adalah putri bungsu anda.?"
Nyonya Laila, ibunya Brian berucap dengan nada
ketus dan terlihat jelas kalau dia tidak menyukai kehadiran Sherin di tempat itu.
Deg !
Jantung Sherin rasanya seperti terhantam benda keras. Ada apa ini sebenarnya.? Dia cukup tahu,
ibunya Brian tidak begitu menyukainya, karena
berbagai isu miring yang selalu menerpanya.
Selain itu wanita yang selalu berpenampilan Wah
itu juga tidak menyukai Sherin karena dia tidak
pernah berpenampilan mewah nan glamor di
situasi santai seperti ini, gadis itu lebih suka
tampil sederhana dan apa adanya.
"Aku yang meminta nya datang Tan..Aku ingin
dia menjadi saksi peristiwa penting malam ini."
Stella berucap sambil tersenyum lembut ke arah
Nyonya Laila yang langsung memasang wajah
cerah ceria begitu mendengar suara halus gadis
cantik berpenampilan glamor itu.
"Owhh..baiklah sayang kalau itu kemauan mu."
Sahut Nyonya Laila dengan senyum seribu watt
nya. Hati Sherin semakin tidak nyaman. Matanya
kini menatap tajam wajah tampan Brian yang
duduk di hadapannya. Tapi pria itu sepertinya
sengaja menghindari kontak mata dengan nya.
"Tante tidak keberatan kan kalau Kak Sherin
ada di sini.?"
Stella kembali meyakinkan sambil memegang
tangan Brian yang terlihat menggenggam balik
tangan nya. Nyonya Laila tersenyum lembut.
"Tentu tidak Stella sayang, asalkan itu bisa
membuatmu bahagia.."
Hati Sherin semakin berdenyut sakit. Sungguh,
ini adalah kepahitan nyata yang terjadi di depan
matanya langsung. Stella tersenyum lembut
sambil melirik sekilas ke arah Sherin.
"Terimakasih ya Tante sayang.."
"Sama-sama sayang.."
Kedua wanita itu sama-sama tersenyum cerah.
Sherin memalingkan wajahnya ke sembarang
arah sambil menarik nafas dalam-dalam.
"Baiklah Tuan Hendrik, kita langsung saja pada
pokok pembahasan sebelum berlanjut pada
acara makan malam. "
Tuan Adam Mcknight terdengar berbicara di
sambut anggukan kepala Tuan Hendrik yang
terlihat sangat antusias.
"Tentu saja Tuan Mcknight.. Jadi kita putuskan
saja. Untuk lebih mempererat hubungan antara
dua perusahaan, kita akan menjodohkan putra
putri kita. Kelihatannya, mereka berdua juga
sudah saling cocok satu sama lain."
Sambut Tuan Hendrik sambil melirik kearah dua
sejoli yang duduk berdampingan tersebut. Sherin tampak terkejut bukan main mendengar ucapan
ayah sambung nya itu. Dia kembali menatap
tajam kearah Brian penuh interogasi, tapi pria
itu lebih memilih memalingkan pandangannya
pada wanita yang duduk anggun di sampingnya.
"Kalau begitu, mari kita sepakati saja. Mereka
berdua, Brian dan Stella akan bertunangan satu minggu lagi.."
Sambung Nyonya Laila dengan semangat 45
dan wajah yang terlihat sumringah.
Duarr..!!
Bagai tersambar petir di siang bolong, wajah
Sherin langsung saja memucat. Jelas terlihat
kalau dia sangat terkejut dengan kabar ini..
Bertunangan, Brian dan Stella.??
***
Bersambung...
***
Duarr..!!
Bagai tersambar petir di siang bolong, wajah
Sherin langsung saja memucat. Jelas terlihat
kalau dia sangat terkejut dengan kabar ini.
"A-apa tunangan, Brian dan Stella.? Apa aku
tidak salah dengar.?"
Sherin berucap gemetar sambil kemudian
berdiri, membagi tatapan tajam pada semua
orang yang ada di tempat itu.
"Sherin..! Jaga sopan santun mu.! Kita sedang
berhadapan dengan keluarga terhormat.!"
Tuan Hendrik membentak setengah emosi.
Sementara Nyonya Kinar hanya bisa terdiam,
menatap dan memegang tangan Sherin dengan
sorot mata penuh dilema.
"Ohh, jadi ini maksud kalian menyuruhku
datang ke tempat ini.? Agar aku melihat dan mendengar sendiri semua rencana besar ini.?"
Sherin seolah tidak mendengarkan bentakan
ayah tirinya itu, dia meraih tas nya. Kemudian
menatap tajam ke arah Brian dan Stella.
"Tuan Brian O'Neil Mcknight..apa kau sudah merencanakan semua ini.? Jadi kau sudah
tidak menganggap keberadaan ku.?"
Sherin bertanya dengan tatapan yang berubah
sinis. Brian tampak berdiri, keduanya kini saling menatap kuat. Ada sedikit keraguan di mata
pria itu, tapi dia mencoba menyamarkannya.
"Sherin..aku merasa, hubungan kita selama ini
tidak lah sehat. Kau selalu membuatku kecewa.
Kau berkhianat di belakangku dengan semua
kasus dan skandal mu.!"
"Apa.?? Ya Tuhan..Aku tidak percaya kalau kau
sendiri yang mengatakan semua ini Brian.!"
"Itu kenyataannya Sherin. Maaf, aku rasa kau
bukanlah wanita yang tepat untuk jadi menantu
di keluarga Mcknight.! Nama baikmu sudah
sangat tercemar.!"
Wajah Sherin kini memucat, dia mundur dua
langkah. Tubuh nya hampir saja limbung saat
mendengar perkataan Brian barusan. Tatapan
matanya yang tajam kini semakin menghujam
wajah pria yang selama 4 tahun ini selalu setia mengisi seluruh ruang di dalam hatinya itu.
"Brian..aku benar-benar tidak menyangka,
kau tega mengatakan semua ini padaku.!"
"Sudahlah Sherin, kita akan membicarakan
semua masalah ini besok di kantor."
"Setidaknya, kalau kau merasa jadi pria sejati,
sebelum memutuskan semua ini, perjelas dulu
hubungan kita Tuan Brian yang terhormat..!!"
Tegas Sherin dengan wajah yang terlihat mulai
memerah menahan serbuan berbagai rasa yang
memenuhi dadanya. Air mata kini sudah mulai
mendesak ingin keluar. Tapi sekuat tenaga dia
mencoba menahannya.
"Woww..putri sambung mu sungguh tidak punya
attitude Tuan Hendrik.! Saya jadi percaya pada
isu yang beredar, kalau dia memperoleh semua
popularitas nya dengan jalan yang tidak benar.!
Untung saja putraku segera tersadar kalau dia
bukan pilihan yang tepat.!"
Lagi-lagi, jantung Sherin seakan di robek dan di
toreh benda tajam mendengar ucapan Nyonya
Laila yang jelas-jelas menghina dirinya. Sherin
memejamkan matanya rapat menahan desakan
air mata yang seolah protes ingin terjun keluar.
"Maaf Nyonya Besar Mcknight.. Saya mungkin
tidak berattitude..Tapi sebagai seseorang dengan
kehormatan yang sangat tinggi, saya sarankan
sebaiknya anda menjaga lisan dan ucapan anda
terlebih dahulu agar tidak menyakiti orang lain."
"Hei.. lancang kamu ya.! Sampai kapanpun aku
tidak akan sudi menerima calon menantu yang
tidak bisa menjaga diri dan kehormatannya.!"
Sentak Nyonya Laila dengan wajah memerah
menahan emosi. Tuan Adam segera menarik
tangan istrinya itu dan menenangkannya.
"Tante, aku mohon tenanglah..Tante tidak boleh terbawa emosi. Tante adalah wanita yang sangat terhormat. Saya atas nama Kak Sherin mohon
maaf karena telah bersikap lancang."
Stella berucap lembut dengan raut wajah yang
terlihat sangat sedih dan menyesal. Nyonya Laila tampak berubah tenang, dia memaksakan diri tersenyum ke arah Stella .
"Sungguh.. kalian berdua bagai langit dan bumi.
Kau begitu lembut dan sopan Stella sayang.."
Ucapnya kemudian sambil melirik sinis ke arah
Sherin yang lagi-lagi hanya bisa menarik nafas
berat. Adiknya itu benar-benar ratu drama. Dia mencoba untuk menekan dirinya agar tetap kuat
dan meredam emosi sekaligus menahan rasa
sakit yang kini mencabik jiwanya.
"Baiklah Brian, kalau ini pilihanmu, aku tidak
akan pernah menghalangi. Silahkan, teruskan.!"
Akhirnya Sherin berucap tegas sambil kembali
menegakkan tubuhnya. Untuk sesaat dia tampak
membagi pandangan pada semua orang yang
terlihat membisu, menatap diam ke arahnya.
Setelah itu dia membalikan badan, mengambil
langkah seribu, kemudian berlalu pergi keluar
dari tempat itu.
"Sherin.. tunggu ! kamu mau kemana.?"
Nyonya Kinar bangkit, tapi di cegah oleh Tuan
Hendrik. Begitupun dengan Brian, dia terlihat
bergerak ingin menyusul Sherin, namun Stella
segera mencegah dengan menarik tangannya
dan memeluknya dari belakang.
"Sudahlah sayang.. urusan kita lebih penting.
Nanti saja kita urus masalah Kak Sherin."
Lirih Stella sambil mengelus bahu Brian penuh
dengan kelembutan dan kehangatan membuat
Brian terpaksa duduk kembali dengan tampang
wajah yang tidak terbaca.
Sherin melangkah cepat keluar dari restauran itu
tanpa memperhatikan lagi lingkungan sekitarnya.
Dan tanpa sengaja dia bertubrukan cukup keras dengan seseorang begitu mencapai pintu depan. Karena dalam posisi tidak siap, tubuhnya tampak terhuyung ke belakang, untung saja sosok yang di tabraknya sigap. Dia segera menangkap pinggang ramping Sherin, dan kini posisi mereka mirip
adegan dalam film romantis.
Untuk sesaat mata mereka saling berbenturan
tatap. Seakan terhipnotis, keduanya tidak bisa melepaskan pandangan itu begitu saja. Sayang
sekali wajah pria itu tertutup masker. Jadi, yang terlihat kini hanya mata elang nya saja. Mata
yang memiliki tatapan setajam ujung pedang
hingga mampu merontokkan iman seorang
wanita dalam sekali pandang saja.
"Maaf Tuan..saya sedang terburu-buru. Sekali
lagi maafkan kecerobohan saya."
Akhirnya Sherin yang tersadar duluan. Dengan
gerakan cepat dan ringkas dia menegakkan
badannya. Setelah itu menundukkan kepalanya
sedikit di hadapan sosok tinggi itu. Kemudian
tanpa basa-basi lagi, dia kembali berjalan keluar
dari area restauran meninggalkan sosok tinggi
itu yang kini menatap lurus ke arah kepergian
Sherin. Ada sorot aneh yang tergambar jelas
dari tatapan matanya.
"Tuan Muda, anda tidak apa-apa.?"
Tanya seseorang yang baru saja datang menyusul
pria tinggi itu setelah selesai memarkir mobilnya.
Pria tinggi gagah itu tampak mengibaskan jas nya,
lalu memakai kembali kacamata hitam nya tanpa
melepas masker yang menutupi wajahnya.
"Aku tidak apa-apa.! Kita masuk sekarang. Apa
kau sudah memastikan kalau Mom sudah ada
di tempat ini.? Aku tidak ingin membuang waktu "
Sahut pria itu dengan suara baritonnya sambil
melangkah tenang masuk ke dalam restauran
itu dengan aura kehadiran yang sangat kuat.
"Sudah Tuan muda, Nyonya Besar sudah ada di
dalam. Hanya saja Tuan besar tidak bisa datang, karena Tuan sepuh sedang kurang sehat."
"Besok pagi aku akan mengunjungi nya."
Kembali sahut si pria tinggi. Tiba di dalam, dia
di sambut oleh manager restauran yang datang
dengan tergopoh-gopoh.
"Tuan Muda, selamat datang di restauran kami.
Sebuah kehormatan anda sudi berkunjung ke sini. Mari, saya akan mengantar anda ke ruangan."
Sambut manager restauran dengan sikap yang
sangat hormat dan segan. Pria itu tampak datar
saja, dia kembali berjalan tenang menuju ruangan sesuai dengan petunjuk dari sang manager.
Tiba di dalam ruangan khusus, pria itu tampak
terdiam sesaat. Dia melihat, di sana sudah ada seorang wanita setengah baya dengan tampilan
super elegan. Dan ada seorang gadis cantik
berkulit putih, berambut panjang yang sedang
duduk anggun tumpang kaki, memperlihatkan
betis indahnya yang sedikit terbuka di balik
gaun mewahnya.
"Ohh Devan putraku, selamat datang sayang."
Sambut sang wanita elegan sambil merangkul
erat pria muda itu yang kini membuka masker
penutup wajahnya. Dan mata indah gadis cantik
tadi tampak terkesima begitu melihat bagaimana
rupa asli dari pria muda itu. Dia seakan hilang
kendali diri begitu melihatnya.
Mata elang si pria muda langsung jatuh pada
sosok cantik yang kini berdiri menyambutnya
dengan senyum menawan nan menggoda dan
tatapan yang terlihat begitu mendamba.
"Apalagi yang Mom lakukan.?"
Tanya pria itu atau Devan dengan suara yang
sangat berat sambil mengangkat tangannya
saat melihat gadis tadi kini mendekat padanya.
Sontak saja gadis itu langsung membeku di
tempat dengan raut wajah yang terlihat kecewa.
"Devan sayang duduklah dulu, kita bicarakan
ini baik-baik. Kenalkan, dia adalah Miss Vania,
putri rekan bisnis Mom dari Singapur.."
"Mom, bukankah aku sudah menegaskan, soal
jodoh biar aku sendiri yang menentukan.!"
"Mom tahu sayang, tapi sekarang, kamu sudah
tidak muda lagi. Umurmu saat ini sudah sangat
pantas untuk berumah tangga."
"Mom, jangan pernah melakukan apapun lagi.!
Atau aku tidak akan menikah sama sekali.!"
"What.? Devan..yang Mom lakukan selama ini..
semuanya demi kebaikanmu ke depan sayang.
Mom hanya ingin kamu mendapatkan wanita
terbaik yang menjadi pendamping mu.."
"Cukup sampai disini saja Mom. Aku tidak akan
pernah memberi toleransi lagi.!"
Tegas Devan dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat dingin penuh rasa tidak suka atas apa
yang di lakukan oleh ibunya itu. Wajah Nyonya
elegan itu tampak sangat kecewa. Semuanya
ternyata sia-sia saja. Sudah berpuluh-puluh
wanita ia bawa ke hadapan putra nya ini dengan harapan akan ada satu diantaranya yang terpilih
untuk menjadi calon pendamping hidupnya.
Namun hasilnya nihil, putranya itu seolah tidak
tertarik sama sekali pada semua gadis mumpuni
yang telah di sodorkannya. Padahal para gadis
itu bukanlah gadis-gadis sembarangan.
"Dev sayang, Mom mohon..untuk yang terakhir
kali..Cobalah untuk menghabiskan waktu satu
jam saja dengan Vania. Dia sudah jauh-jauh
datang ke sini loh. Kasihan dia sayang."
Nyonya elegan itu meraih tangan Devan dengan
raut wajah penuh permohonan. Tapi ekspresi
wajah Devan malah semakin terlihat dingin.
"I'm so sorry Mom..Aku tidak punya waktu untuk mengurusi masalah seperti ini. Maaf Nona Vania,
kau harus kecewa. And.. for you Mom, don't do
that again.!"
"Devan, wait.. Devaan..!"
Nyonya elegan tadi berteriak memanggil Devan
yang berlalu acuh keluar dari ruangan yang
sudah membuatnya merasa pengap itu.
"Apa yang Mom inginkan sebenarnya. Ini gila.!
Aku lelah menghadapi semua perbuatannya.!"
Geram Devan sambil kembali memakai masker
dan kacamatanya. Sang asisten tampak berjalan
di belakangnya, mengikuti langkah Tuan nya
yang sedang terbakar emosi.
Sementara itu, Sherin saat ini berjalan menyusuri
trotoar jalan yang hanya di terangi lampu-lampu
temaram dan berhias gegapnya pohon cemara
serta hembusan angin malam yang menembus
kulit tubuhnya. Saat ini dia hanya berbalut setelan berbahan tipis tanpa jaket. Dia berjalan dengan
menundukkan kepala, mencoba menahan segala
rasa sakit dan kecewa yang kini mematahkan
hati dan jiwanya. Namun dia tidak menangis.
"Brian.. Aku benar-benar tidak menyangka kalau
kamu akan melakukan semua ini padaku. Aku
kira selama ini hatimu tulus menyayangiku. Tapi ternyata, kau sama saja dengan laki-laki lain.!"
Sherin bergumam sambil menendang apa saja
yang ada di depannya untuk meluapkan segala
rasa sakit yang kini menghancurkan jiwanya
hingga tanpa sadar menimbulkan bunyi benturan keras memecah keheningan. Tak jarang ada bunyi
klakson yang terdengar ketika ada kendaraan
yang lewat dan terkena lemparan barang yang
di tendangnya. Namun ada juga yang mencoba
menawarkan tumpangan.
Dia benar-benar tidak menduga, kalau malam ini
akan menjadi malam kehancuran bagi hubungan
nya dengan Brian yang sudah di bina nya selama
4 tahun ini. Selama ini hubungan nya dengan
Brian memang tidak seperti kebanyakan
pasangan lain, karena dirinya terlalu sibuk di
dunia modeling.
Namun, Brian tahu pasti, semua kegilaannya
pada dunia kerja semata-mata dia lakukan untuk
kemajuan perusahaan dan nama besar Starlight
Management.. hingga bisa seperti sekarang ini.
Selama ini dia sudah mengorbankan seluruh
masa mudanya, tanpa kesenangan, tanpa hura-
hura, tanpa memory indah sebagai remaja hanya
demi membangun nama besar agensi model
milik Brian di kancah dunia. Tapi.. sekarang,
rasanya semua pengorbanannya itu percuma
saja, semua sia-sia saja bagi dirinya.
"Hallo Nona cantik.. kenapa malam-malam
begini sendirian saja.? Bagaimana kalau kami menemani mu.?"
Sherin terperanjat dan seketika menghentikan langkahnya saat mendengar ada suara serak di depannya. Dia mengangkat wajah, dan melihat
ada 4 sosok pria jalanan dengan penampilan
yang sangat kacau serta mulut berbau alkohol
yang kini sedang berdiri setengah sempoyongan mengurung dirinya.
"Ikutlah dengan kami Nona cantik. Kita akan
bersenang-senang malam ini. Kita bisa saling
memberi kehangatan.."
Kembali salah seorang dari 4 pria jalanan itu
berucap dengan seringai kecil di bibirnya yang
tiada henti menenggak minuman dari botol
yang di pegang nya..
***
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!