NovelToon NovelToon

Samawa Till Jannah

– Season 2 – (Lanjutan SSP) Episode 1. Kenyataan Hidup

Assalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh... Balik lagi, ini novel lanjutan SSP (Suamiku Seorang Polisi). Beda judul sedikit ya,

Bismillah...

🌷 Happy Reading 🌷

- Jam 04.30 -

Anin dengan pelan-pelan membuka matanya dan melihat sampingnya ada suaminya yang masih mencari mimpi. Akhirnya Anin melepaskan tangan Rifa'i yang menempel di perutnya,

“Huh ini tangan kok kayak gajah aja ya, berat banget.” Gumam Anin, Anin pun beranjak dari ranjang dan mengambil handuk untuk mandi pagi. Anin melangkah keluar dari kamar, ternyata ibunya pas-pasan lewat.

“Astagfirullahalazim ibu,” Anin terkejut. Hampir saja menabrak ibunya,

“Kamu ini nak, kenapa kok buru-buru gitu?” Tanya ibunya yang membawa mukena dan sajadah.

“Hm, nggak papa kok bu. Mau mandi aja, biar seger dikit. Jugaan mau adzan subuh, aku mandi dulu ya bu.” Ucap Anin dan Ibunya mengangguk.

“Nanti kamu nyusul ya ke masjid. Ibu mau sholat jamaah ke masjid dulu,” ucap ibunya dan Anin menjawabnya.

“Iya bu, kalau nggak ada halangan.” Ucap Anin dengan melangkah ke kamar mandi. Ibunya pun berangkat ke masjid dahulu, Anin dan Rifa'i menyusul nanti.

Anin selesai mandi, akhirnya Anin masuk ke kamar. Anin melihat Rifa'i masih tidur, Anin membangunkannya.

“Mas bangun gih udah jam 9 pagi ini lho, mas bangun udah jam 9 ini lho. Kamu nggak mencontohkan sebagai kapolres itu harus taat peraturan, nanti bisa di pecat sama atasan kamu. Emang kamu nggak malu apa?” Omel Anin dan akhirnya dengan buru-buru, Rifa'i bangun dan terbentur kepala Anin.

“Uhh sakit mas, aduh ini sakit banget. Kan semua ini salah kamu, uhh.” Dengan mengelus-elus kepalanya yang terjendot dengan kepala Rifa'i.

“Kamu jugaan udah tau jam 9 pagi, kenapa nggak bangunkan aku?” Dengan melihat jendela.

Ternyata langitnya masih gelap dan Rifa'i berdecak, “Kamu udah ngerjain aku yang. Sini aku hukum kamu sampai kamu minta maaf.”

Akhirnya dua sejoli melaksanakan kehendaknya sendiri-sendiri.

Kumandang adzan subuh pun tiba, dua sejoli sama-sama sudah membersihkan dirinya masing-masing. Anin mau nggak mau dia mandi kembali. Mereka pun melaksanakan sholat subuh berjamaah di rumah karena sudah terlambat bila ke masjid.

Setelah sholat shubuh, Anin membantu ibunya memasak di dapur. Rifa'i bersiap-siap untuk berangkat dinas.

“Oh iya nak, kamu udah mau program hamil belum nak?” Sontak membuat Anin yang sedang minum menyemburkan air dari dalam mulutnya.

“Uhukk.. Uhukk,” Ibunya mengambilkan minum kembali.

“Ehm gimana ya bu? Nanti juga aku akan bicarain sama mas Rifa'i.” Pertanyaan yang begitu terenyuh dan membuat hati Anin merasakan ingin menjadi seorang ibu.

“Ya udah nak kalau begitu,”

Masakkan sudah siap di meja makan, Anin mencuci wajan dan wadah-wadah untuk meletakkan sayuran.

Rifa'i sehabis lari pagi di sekitar rumah mertuanya langsung masuk ke dapur, Rifa'i mengambil gelas. Melihat pemandangan yang begitu mencerahkan baginya karena Anin mencuci wajan dan di sanalah Rifa'i mempunyai ide kinclong. Rifa'i mengambil jurus seribu, akhirnya Rifa'i mencolek bokongnya wajan yang begitu menghitam. Rifa'i menempelkannya ke wajah Anin yang begitu banjir keringat,

“Hahaha, akhirnya ideku berjalan dengan baik. Semuanya telah lurus.” Ucap Rifa'i dengan begitu Anin mengeluarkan jurusnya.

'klontang-klonteng' suara wajan yang begitu merdu, sampai ibunya memunculkan wajahnya ke dapur.

“Astagfirullahalazim nak, kamu ini apa-apaan ya. Untung aja jantung ibu nggak kumat lagi,” Ucap Ibunya Anin dan ibunya Anin

menggeleng-gelengkan kepala karena tingkah Anin. Anin pun cengengesan dan ibunya kembali keluar untuk Menjemur pakaian, sedangkan Rifa'i tertawa terpingkal-pingkal.

“Hahaha kamu ini lucu banget ya yang, udah semuanya menghitam itu lho.” Ucap Rifa'i dengan menuangkan air putih ke dalam gelas.

“Hahaha, hahaha enak aja ya kamu ini mas. Tunggu saja pembalasanku,” dengan begitu Rifa'i menyemburkan air putih tersebut ke wajah Anin.

“Aduh kamu ini mas, awas ya. Jurus andalan seribu,” Sampailah Anin mengejar Rifa'i. Anin mengejar Rifa'i sama saja di kejar anjing. Cukup melelahkan,

“huh-huh-uh. Kamu ini lari cepet amat mas,” Ucap Anin sambil menaik-turunkan napasnya.

“Ya iyalah siapa lagi kalau bukan jagoan papah?” Ucap Rifa'i dengan menyombongkan dirinya.

“Udah lah yang, aku capek. Mau mandi dulu ya yang, siapin baju dinasnya yang. Tolong di bersihkan mukanya tu! nanti bisa nggak jadi cantekkk,” Ucap Rifa'i dan Anin mengerucut bibirnya. Anin membersihkan wajahnya dahulu di kamar mandi dan setelah itu Rifa'i masuk ke kamar mandi.

Anin pun menyiapkan baju dinasnya dan selesai memilih, dia memegang benda yang begitu memewahkan baginya. Anin mengeluarkan dan menumpuknya di bawah baju dinas.

“Hahaha masa yang memewahkan.” Anin tidak mau berpikiran negatif. Anin pun keluar dan melangkah ke teras rumah untuk mengambil sapu. Anin pun menyapu halaman rumah,

“Bu, kasihan banget ya ibunya Anin. Padahal menantunya kaya, masa iya rumahnya masih jelek aja. Nggak infil apa menantunya? Rumah jelek. Udah kaya, mapan, ganteng, terus pangkat naik lagi.” Ucap tetangga yang suka berghibah di depan rumah setiap pagi pasti selalu nggak pernah absen.

“Iya bu kasihan, durhaka banget itu menantu. Pelit, sombong, udah mobilnya di depan rumah. Tapi rumahnya jelek lagi, Wow gitu ya bu.” Ucap satunya lagi, ibu RT ( Ratunya gosip)

“Ehm, ibu-ibu sayang. Mau belanja, apa mau ghibahin anak ibu siti? Nggak malu apa sama anak muda? Pada kerja sama bersih-bersih rumah, ibu-ibu ini sukanya cuma ghibah aja. Hidup itu nggak boleh ghibah bu, mulut ibu-ibu ini seperti harimau semua. Semuanya akan di balik faktanya, nanti semua pada turun gimana? Ha, mau beli sayuran tapi kok setiap hari kumpulnya di sini aja? Nggak pernah yang namanya absen. Kasihan tu bapak sama anak di rumah. Nungguin ibunya masak, malah makanan belum jadi. Cacing di perut pada bunyi semua. Nanti ujung dari kata pasti marah. Ingat bu, Allah pasti mendengar bu. Mau kayak yang sebelumnya bu,” Ibu-ibu pun bubar akhirnya, karena kejadian yang nggak-nggak.

“Seperti bu ustazah aja ni orang, nggak usah ceramah terus. Hidupmu juga belum benerkan, ngurusin hidup orang lain aja.” Ucap bu RT.

“Ehm, bu mau masak apa nggak? Bapak malu bu, setiap hari kerjaannya cuma ghibah aja. Masak dulu bu, tu anak-anak mau sekolah kasihan tu. Buatin bapak kopi, jangan lupa!” Ucap Pak RT yang masih memunculkan wajahnya dari dalam rumah.

“Iya-iya ini mau belanja dulu.” Ucap bu RT sambil memakai sandal. “Kalau begitu saya permisi dulu ya Pak RT. Kebetulan tadi selepas dari warung lewat sini,” Ucap bu Yuni

“Iya,” Ucap Pak RT sambil duduk di kursi yang ada di teras depan rumah. Anin mendengarkan perkataan tetangga makin terenyuh hatinya.

“Yang kamu kenapa?” Tanya Rifa'i yang baru saja keluar dari rumah.

“Nggak papa kok, oh iya kamu mau berangkat?” Ucap Anin melihat penampilan Rifa'i yang sudah siap berangkat dinas.

Bersambung

🌷Jangan lupa untuk like, vote, dan komentar yang positif 🌷

🌷Jangan lupa untuk mampir ke instagram 🌷

@dindafitriani0911

# Terima kasih

– Season 2 – Episode 2. Nyemplung Di selokan

Assalamu'alaikum balik lagi!!!

Lanjutan SSP(suamiku seorang polisi)

🌷Happy Reading 🌷

“ Yang kamu kenapa? ” Tanya Rifa'i yang baru saja keluar dari rumah. “ Nggak papa kok, oh iya kamu mau berangkat? ” Ucap Anin melihat penampilan Rifa'i yang sudah siap berangkat dinas. “ Iya, nanti pulangnya agak telat nggak papa ya yang. Soalnya udah cuti beberapa hari, jadi ketinggalan semuanya. ” Ucap Rifa'i, Anin melihat dari bawah ke atas. “ Mas kayaknya ada yang ketinggalan, ” Ucap Anin. “ Apa yang? Kayaknya nggak ada, ” Anin pun menyeret tangan Rifa'i untuk masuk ke dalam rumah. Untungnya, ibunya tidak ada di rumah. Kalau tau menyeret suami sendiri pasti di omel.

“ Nggak pakai ini mas, papan namamu ketinggalan. Jugaan mau upacara di lapangan kan, ” Ucap Anin sambil memasangkan papan nama tersebut di baju Rifa'i.

Rifa'i mulai tangannya kemana-mana dan pada akhirnya Anin reflek menancapkan jarum yang ada di papan nama tersebut ke tangan Rifa'i. “ Uuh sakit yang, kan aku nggak kemana-mana yang. Kok kamu tancepin jarum itu, ” Ucap Rifa'i dengan meniup tangannya. “ Hehehe maaf mas, reflek. Ya udah kotak obat di mobil ada isinya nggak? Sekalian anterin aku ya, ke gang depan. Mau beli batu jam, soalnya udah habis batu jamnya. ” Ucap Anin, “ Hm. ” Dengan ada yang ketinggalan akhirnya Anin mengambil yaitu bekal makanan untuk Rifa'i. Anin pun mengasihkannya kepada Rifa'i, Rifa'i secara singkat mencium kening Anin. Dengan begitu mereka melangkah keluar. Anin mengunci pintunya terlebih dahulu dan Anin membuka pintu mobil yang ada di samping kemudi,

“ Mana mau di obati nggak? ” Anin membuka laci mobil dan ternyata ada kotak obatnya di sana yang selalu di bawa dalam keadaan darurat. “ Ya, sakit ini. Masa iya nggak di obati. Kamu jugaan aku mau pegang kamu, kamunya malah menancapkan jarumnya. ”

“ Iya mas, maaf reflek aja. Pikiranku kemana-mana udahan. ” Dengan teliti, Anin mengobati luka kecil. “ Padahal cuma luka kecil, kok ya udah marahnya minta ampun. Kayak anak kecil aja... ” batin Anin. “ Ehm itu di tiup-tiup, biar nggak membesar nanti lukanya. ” Dengan begitu Anin memijatnya dengan kencang. “ Yang kamu ini apa-apaan? Udah tau sakit, ” Ucap Rifa'i dengan senyum smirknya.

“ Udah jalan, kamu mau telat. Nanti satu lapangan menertawakan kamu lho, mas. ” Ucap Anin, dengan begitu Rifa'i mencuri c****n di bibir Anin. Sampai ********** dengan habis, Anin pun menerimanya.

Sampai ada suara handphone yang berbunyi, membuat mereka memberhentikannya, “ Siapa lagi? ” Dengan begitu merogoh handphonenya di saku celananya dan melihat di layar. Ternyata temannya. “ Wow yang, ini aku harus berangkat. Maaf aku nggak bisa mengantarkan mu yang. Kamu nggak papa kan jalan, ” Anin mau nggak mau menuruti perkataan Rifa'i. Dia menyalimi tangan Rifa'i dan Rifa'i mengecup kening Anin.

“ Hati-hati di rumah, nanti aku kabari lagi. ” Ucap Rifa'i. “ Hati-hati juga kamu mas, ” Anin pun mengecup kening Rifa'i.

“ Assalamu'alaikum, ” Ucap Rifa'i. Anin pun keluar dari mobil, “ Waalaikumsalam. ” Rifa'i menjalankan mobilnya dan mobilnya hilang dari pandangan Anin.

“ Hm, ya udah aku pakai sepeda ajalah. Daripada jalan kaki, capek lagi nanti. Jugaan jauh, ” Anin mengeluarkan sepedanya di samping rumahnya. “ Hm olahraga, ” Anin mengayuh sepedanya. 10 menit kemudian, sampailah di gang depan, Anin pun membelokkan sepedanya ke toko.

“ Assalamu'alaikum teh, ” Ucap Anin.

“ Waalaikumsalam, eh neng. Neng nggak pernah ke sini. Kumaha damang ? Ibu juga kumaha damang? ” Ucap Sari (kumaha damang: Apa kabar?)

“ Baik semua teh, ” Jawab Anin. “ Oh iya kamu mau pesan apa? ” Tanya Sari, “ Ehm mau beli batu jam teh, yang ABC aja. ” Dengan begitu Sari pun mengambilkan batu jamnya. “ Berapa? ” Tanya Sari, “ Dua aja teh. ” Jawab Anin, “ Berapa ini teh? ” Ucap Anin dan Sari mengasihkannya.

“ Udah neng, semuanya, enam ribu aja. ” Anin membuka dompetnya dan memberikannya uang sepuluh ribu kepada Sari. “ Kembaliannya kasih apa neng? ” Tanya Sari. “ Oh iya kasih aja terigu teh, ” Ucap Anin. Sari pun mengambilkan terigu yang sudah di timbang dan di bungkus.

“ Ini neng, hatur nuhun neng. Udah belanja di sini, padahal jauh rumahnya. ” Ucap Sari dengan mengasihkan terigu nya, Anin pun memasukannya ke dalam keranjang sepedanya.

“ Makasih juga teh, kalau begitu neng pamit dulu ya teh. ” Ucap Anin, “ Iya neng. Hati-hati, ”

Anin pun mengayuh sepedanya dan pada saat itu. Ada orang yang mengikutinya dari belakang, Anin pun nggak menoleh ke belakang. Saking asyiknya bernyanyi, “ Bro kamu yang ambil. Itu cewek kayaknya nggak peka dari tadi kita ikutin aja, ” Dengan begitu pencopet tersebut sigap dan menghadang jalan Anin. Pencopet satunya yang ada di belakang turun dan dengan cepat mengambilnya.

“ Woii pencuri, ” Dengan begitu pencopet tersebut mencuri plastik hitam yang isinya sekitar handphone, dompet isi uangnya sekitar enam ratus ribu, dan barang belanjaannya. Anin pun mengejarnya, siapa sangka? Dia malah salah belok dan menceburkan sepeda dengan dirinya ke selokan yang begitu banyak lumpur.

“ Aduh, hari apa ya ini? Kok begitu amat, ” Anin tidak bisa berdiri karena badannya nyangkut di sepeda dengan banyak lumpur. “ Aduh kok nggak bisa berdiri ini. Waduh gawat ini, apa ada orang yang mau bantu? Ini juga orang yang nolong pasti menolak karena nggak mau ke lumpur, aduh. Harus bisa nin buat berdiri, ayo nin berdiri. ” Dengan menyemangati dirinya akhirnya Anin pun bisa naik ke jalan dan badannya sudah di penuhi lumpur yang sudah hitam sekali. Sepedanya sudah tak tau bentuknya lagi, sudah rusak tidak karuan.

“ Gimana itu sepeda ya? Aduh udah apes-apes hari ini, ” Anin mau nggak mau dia menyemplungkan di selokan lagi. Mengambil sepedanya dan membawanya ke jalan. “ Ini jalan kok sepi amat ya, pantes aja tadi kena copet. Ternyata ini jalan, jalan berbahaya. ”

Anin melewati jalan sepintas saja dan membuang sepedanya di pinggir sawah. Anin melewati persawahan akhirnya, memikirkan biar tidak di ketahui oleh orang lain. Pada saat sampai di rumahnya, akhirnya Anin lewat di bambu-bambuan untuk mencapai di samping rumahnya. “ Aduh ini juga, lewat jalan sepintas aja lama. ” Jauh sekali, akhirnya bambu-bambuannya terlewati sudah. “ Uuh capek juga. ” Anin pun masuk lewat pintu samping dan langsung ke kamar mandi.

“ Untung aja ibu belum pulang, bisa-bisa kena marah lagi. ” Anin pun membersihkan dirinya dan pakaiannya.

Akhirnya selesai, “ Untung aja nggak menghilangkan jejak lagi, bisa-bisa di curigai. Udah wangi, terus bersih. Udah lah, tinggal pel aja ini lantai kamar mandi. ” Anin pun menyikat dan membersihkan kamar mandinya.

* Bersambung *

Hahaha nin apes juga ya, udah di copet terus nyemplung selokan. 😂😂😂

🌷Jangan lupa untuk LIKE, KOMEN POSITIF, DAN VOTE 🌷

🌷 Jangan lupa mampir ke instagram,

@dindafitriani0911🌷

# Terima kasih

– S2 – Episode 3. Kehilangan kunci

Semangat!!!

🌷 Happy Reading 🌷

Anin setelah selesai menyikat dan mengepel kamar mandi, akhirnya dia mengambil minum. Anin menuangkan air putihnya dan ada suara ketukan yang membuat Anin tidak jadi minum. Anin pun melangkah keluar dan mengintip dari jendela, ternyata ibunya. “ Assalamu'alaikum nak, ini ibu. Buka pintunya, ” Ucap ibunya sambil membawa barang belanjaannya.

“ Iya bu, bentar. ” Ucap Anin, Anin pun tersadar kalau kuncinya terbawa olehnya. “ Waduh, gimana ini? Aku bisa kena marah sama ibu kalau kuncinya hilang. ” Gumam Anin, “ Nak, cepetan. Itu abang becaknya mau ke pasar lagi itu. ” Ucap ibunya,

“ Bentar bu, ” Anin kebingungan dan memiliki cara untuk mengalihkan pembicaraan. “ Bu, pintunya nggak bisa di buka. Ini kayaknya kuncinya yang error bu, ” Ucap Anin, padahal nyatanya kalau membuka tidak ada kuncinya.

“ Kok bisa, padahal udah di benerin. Ya udah bang belanjaannya taruh sini aja, ” Ucap Ibunya Anin kepada tukang becak. “ Iya bu, ” dengan begitu ibunya Anin masuk lewat pintu samping.

“ Nak kok nggak bisa di buka, emang gimana kok nggak bisa di buka? Coba ibu mau lihat, ” Anin dengan begitu mencegah ibunya. “ Itu abang becaknya udah di bayar, apa belum bu? Kasihan menunggu, ” dengan begitu ibunya keluar lagi dan membayar tukang becaknya.

“ Nak kamu bantu ibu, buat masukan barangnya! ” Anin pun keluar dan mengangkat barang-barang belanjaannya ibunya.

Akhirnya semuanya selesai dan sebentar lagi sudah masuk waktu dzuhur. Anin pun merebahkan diri di kamar, “ Ehm gimana ini? Bisa panjang urusannya. Gara-gara pencopet bisa jadi runyam semua urusannya, ” Anin memikirkan caranya untuk memperbaiki pintunya. “ Tapi bagaimana? ” Tanyanya sendiri dengan memikirkan kunci.

“ Nak bantu ibu buat kerupuk ini nak, mumpung panas jugaan. Sisa nasi kemarin juga masih banyak dari sisa jualan, ” Ucap ibunya yang berteriak dari arah dapur. “ Iya bu, ” Jawab Anin.

Anin pun memakai kerudungnya kembali dan melangkah ke dapur. “ Kamu ngapa? Kok cemberut, bantu ibu ini buat kerupuk biar nggak cemberut lagi. ” Ucap ibunya sambil mengulek bumbu untuk di campurkan ke nasi yang akan di buat kerupuk. “ Nggak papa cuma lemes aja, ”

Jawab Anin. “ Ehm. Lemes karena suamimu nggak pulang ya, baru juga setengah hari. Ya namanya masih baru begitunya, ” Ucap ibunya.

Anin duduk di kursi dan mengambil gelas untuk minum, tadi tidak jadi minum. Akhirnya Anin pun menuangkan air putihnya dan meminumnya. “ Nggak kok bu, ya udah sini aku bantu. ” Akhirnya semangat empat lima, Anin pun membantu ibunya. “ Tolong nak ambilkan tampah di lemari! ” Ucap ibunya. “ Ya bu, ” Anin mengambil tampah di lemari.

“ Oh iya nak, kamu bilang sama pakde buat benerin pintunya. Tinggal sedikit jugaan ini, biar ibu yang mengerjakan. ” Anin dengan gelagapan, ibunya kaget dengan tingkah Anin.

“ Kamu kenapa nak? ” Tanya ibunya,

“ Nggak papa bu, ya udah aku bilang sama pakde dulu ya. Assalamu'alaikum, ” dengan menyalami tangan ibunya.

“ Waalaikumsalam, ” jawab ibunya, Anin mengambil sandalnya dan melangkah ke rumah Pak Edi.

Sampailah di rumah Pak Edi, di depan rumahnya banyak tanaman dan ada anjing penjaga rumah. “ Aku pencet bel ini aja, daripada aku di gonggong sama itu anjing. ” Akhirnya Anin memencet belnya dan Bu Wati melangkah ke gerbang.

“ Assalamu'alaikum bude, ” sapa Anin dan Bude Wati membukanya. Anin pun menyalami tangan budenya“ Waalaikumsalam sayang, kamu nggak pernah ke sini. Semenjak kamu nikah, apa kabar nak? ” Tanya bude Wati.

“ Allhamdulilah baik bude, ” Jawab Anin.

“ Ya udah masuk yuk! Bude tadi masak banyak,

jadi kamu mau makan kan. ” Anin dan bude Wati melangkah masuk ke dalam rumah. Anin pun mengikuti langkah bude Wati.

“ Eh nak, kamu. ” Ucap pakde Edi yang lagi makan di ruang makan dan ternyata makanannya menggugah selera Anin.

“ Assalamu'alaikum pakde, ” sapa Anin ingin menyalami tangan pakdenya. “ Jangan nak! Tangan pakde kotor, tadi makan ikan ini. Jadi, harus pake tangan makannya. ” Anin pun mengangguk dan bude Wati menarik kursi untuk di duduki Anin. “ Nggak usah repot-repot bude, ” Anin pun malu karena sikap budenya.

“ Nggak papa sayang, ya udah kita makan bareng yuk! Kayaknya dari tadi mata kamu udah ke makanan itu. Bude juga tau itu makanan

kesukaanmu, dari tadi udah lihat sayur lodeh sama sambel terasi. Ya udah kamu ikut makan aja, banyak juga nggak papa. ” Ucap budenya dan mengambilkan piring untuk Anin. “ Nggak usah bude, Anin ambil sendiri aja. ” Anin mencegahnya. Akhirnya Anin yang mengambil piringnya. Anin kembali lagi ke meja makan dan Anin mengambil makanan yang pengen dia makan.

“ Ehm. Enak juga masakan bude, dulu pernah masak keasinan terus kebanyakan gula lagi. Kayak orang punya diabetes bisa-bisa kumat juga diabetesnya. Kadang aja pakde makannya di rumahku” Ucap Anin di dalam hati.

“ Mau nambah lagi nggak nak, biar bude tambahin. ” Ucap budenya, “ Ehm, bu. Bapak udah makannya, dari tadi makan banyak. Bapak bisa gendut nanti, ” Ucap pakde Edi dengan membawa piring ke tempat cuci piring dan meletakkannya. Pakde Edi mencuci tangannya,

“ Alah bapak itu, makan banyak sama makan dikit juga sama badannya. Nggak bisa gemuk, cuma segitu aja dari nikah. Tapi, juga nambah dikit jugaan. Berapa bulan nikah, ” Ucap bude Wati. “ Iya, ya udah lah terima aja. Oh iya nak suamimu mana? Kok nggak di ajak sekalian. ” Ucap pakde Edi dengan mengalihkan pembicaraan.

“ Bapak itu nggak tau apa? Suaminya itu polisi, ya kerjalah. Masa iya mau kelonin bini di rumah aja, bapak kerja tapi nggak kerja berat. Sedangkan, suaminya Anin kerjanya berat. Abdi negara Pak, ” Ucap bude Wati. “ Iya ngerti bapak, bapak juga udah tua bu. Namanya orang udah tua, masa iya mau banting tulang terus. ”

Karena selama ini Pakde Edi kerjanya adalah orang yang punya kostan di kampung ini,

“ Udah lah Pakde, bude. Nggak usah bertengkar, gara-gara suami aku aja. ” Ucap Anin dengan meletakkan piring di tempat cuci piring dan mencucinya. “ Iya bu, bu buatin bapak kopi! Itu kayaknya ada tamu di depan, ” Ucap pakde Edi dan bude Wati mengangguk.

“ Nak kamu gimana? Katanya suamimu orang kaya ya. Mertuamu aja setiap hari masuk TV sama dunia media sosial. Beritanya tentang dunia perbisnisan katanya, ” Ucap bude Wati dengan mengambil gelas dan sendok.

“ Iya bude, ” Jawab singkat Anin dengan membawa nampan dan nampan tersebut diisi piring bersih yang sehabis Anin cuci.

“ Handal kamu ya nak, udah suami seorang Abdi negara. Terus mertuamu juga masuk dunia perbisnisan lagi. Mudah-mudahan pernikahan kamu langgeng ya, sampai akhir hayat. ” Ucap bude Wati dengan menyeduh kopi tersebut dan membuat Anin termenung sejenak.

“ Iya bude, oh iya bude. Nanti omongin sama pakde kalau di suruh ibu, suruh benerin pintu. Pintunya rusak lagi, ” Ucap Anin.

“ Lha emang suamimu mana? Pake aja uang suamimu buat benerin, ” Ucap bude Wati dengan mengambil nampan.

“ Ehm begini bude, suamiku lagi sibuk karena udah cuti beberapa hari. ” Jawab Anin.

“ Oalah iya, ”

* Bersambung *

Jangan di ambil negatif ya teman-teman!!!

Namanya hewan bukan kata negatif... Okee

👍👍👍

🌷Jangan lupa untuk Like, Komen, Dan Vote🌷

🌷Jangan lupa mampir ke instagram 🌷

@dindafitriani0911

Catatan: Ini kenapa mata suka kemana-mana? Buat melihat makanan aja langsung... Nyamber,

Hahaha 😂😂😂😂😂🤣🤣🤣

#Terima kasih

Lope-lop

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!