NovelToon NovelToon

Cinta Rahman Bukan Hanya Sekedar Rasa

Lampu Merah

Setiap pagi seperti biasanya Khairul Rahman mengendarai mobilnya untuk menuju kantor. Yang biasa di panggil dengan nama Rahman.

Rahman adalah wakil direktur keuangan di perusahaan swasta multinasional. Untuk mendapatkan posisi tersebut, sangatlah tidak mudah. Dengan kerja keras dan ketekunan.

Apalagi setelah ayahnya meninggal 5 tahun yang lalu, dengan meninggalkan istri dan kedua anaknya. Yaitu Rahman dan adiknya.

Bunda hanyalah Ibu rumah tangga, sedangkan Rahman masih kuliah. Saat itu baru semester VII dan adiknya kelas VIII.

Uang peninggalan ayahnya yang tidak seberapa di gunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekolah adiknya.

Sedangkan untuk biaya kuliah dan kehidupan sehari-hari Rahman, mencobanya dengan melamar pekerjaan sebagai staf d tempat kerja yang sekarang.

Saat gajian tiba, Rahman tidak lupa memberi uang kepada Bunda. Bersyukurnya ayahnya Rahman meninggalkan 1 buah rumah yang mereka tempati sekarang.

Rahman bisa menyelesaikan kuliahnya tepat pada waktunya dengan cum laude dan mendapatkan beasiswa untuk ke S2 di kampus yang sama. Rahman tidak merasa ragu langsung mengambil kesempatan itu.

Dari staf Rahman di angkat menjadi manager karena melihat dari kerajinan dan ketekunan dalam bekerja.

S2 pun di selesaikan dengan cepat dengan hasil yang memuaskan. Dan di perusahaan sedang ada uji tes untuk menduduki posisi wakil direktur. Rahman tidak ketinggalan untuk mengikutinya. Dan Alhamdulillah, Rahman mendapatkan nilai tertinggi dan di angkat menjadi wakil direktur keuangan sampai sekarang.

Kehidupan keluarganya pun ikut berubah, adiknya sekarang sudah kuliah semester III.

Rahman berhenti di lampu merah yang saat itu lampu yang menyala berwarna merah. Rahman melayangkan pandangannya ke samping kanan. Ada pemandangan baru, penjual bunga yang begitu sangat cantik, putih, bibir kecil dan berhijab. Usianya kira-kira 22 tahun.

Jantung Rahman berdetak tidak beraturan.

"Ada apa ini?" tanya Rahman dalam hati sambil memegang dadanya.

Lampu di depan sudah hijau namun Rahman masih terpaku pada gadis itu sehingga suara mobil di belakang membunyikan klaksonnya dan mengagetkan Rahman.

Rahman segera melajukan mobilnya.

Sepanjang jalan Rahman mengingat gadis itu, sepertinya apa yang Rahman lihat di lampu merah, langsung disimpan di dalam memori ingatannya.

Rahman sudah sampai di perusahaan tempatnya bekerja. Semua mengangguk dan tersenyum ketika Rahman lewat.

Rahman adalah pria yang begitu dingin dengan perempuan. Sangat irit dalam bicara. Terkadang perempuan-perempuan itu segan meski hanya sekedar menyapa.

Namun dalam bekerja Rahman sangat cekatan, sehingga atasannya sangat suka kepadanya.

Gagasan-gagasannya sangat bagus, tidak sedikit pendapat Rahman di setujui oleh bosnya. Yang bisa membuat perusahaannya berkembang lebih pesat.

Ada rencana akan mendirikan cabang baru, Rahman di rekomendasikan akan di pindah tugaskan di perusahaan tersebut. Sekarang masih tahap pembangunan.

Wajah gadis itu selalu terlintas dalam pikiran Rahman. Membuat Rahman tidak tenang dan akhirnya pergi ke toilet untuk cuci muka dan wudhu serta mendirikan shalat dhuha.

"Alhamdulillah, tenang," batin Rahman.

Rahman kembali ke ruang kerjanya dan melanjutkan pekerjaannya.

Waktu Istirahat pun tiba, Rahman berencana makan dekat kampusnya. Merasa kangen dengan kafe itu. Karena setiap hari saat kuliah, kafe itu tempat favorit Rahman meski hanya sekedar untuk minum kopi.

Rahman parkir tepat di depan kafe.

Turun dari mobil dan melangkahkan kakinya ke tempat duduk yang kosong. Pandangannya tertuju pada gadis yang sedang sibuk di depan leptop.

Gadis yang Rahman lihat di stopan lampu merah tadi. Yang telah menganggu pikirannya. Hati Rahman langsung berdebar kembali.

"Ternyata kuliah di sini?." ucap Rahman dengan suara sangat pelan.

"Umaiza," panggil seseorang yang melangkah ke arah gadis itu.

Gadis itu langsung menoleh, "Iya, Ra,"

"Sudah sampai mana?" saat sudah duduk di hadapannya

"Baru 2 bab ini," jawab gadis itu.

"Lanjut di rumahku yuk!" ajak Rara

"Baik, sebentar ya, tanggung selesaikan dulu bab 2 nya," jawab gadis itu dengan suara yang lembut dan ramah. Membuat hati Rahman semakin berdebar dengan kencang.

"Baik, aku pesan makanan dulu ya," ucap teman gadis itu.

"Iya," jawab gadis itu

"Kamu mau pesan apa?"

"Gak, usah." masih terus fokus mengetik.

"Umaiza, wajah dan nama sangat pas dan cocok sekali. Wajah yang cantik dan nama yang bagus. Ditambah dengan nilai lebih, suaranya begitu lembut dan santun,"

Setelah selesai makan, Rahman berdiri lalu melangkahkan kakinya untuk membayar makanannya.

Sekalian Rahman pun berinisiatif memesankan makanan untuk Umaiza dan temannya.

"Tolong anter ke meja itu ya," tunjuk Rahman ke arah meja Umaiza.

"Baik, Pak,"

Rahman melangkahkan kakinya dengan segera menuju mobil dan melajukannya untuk kembali ke kantor.

Pesanan di antar ke meja Umaiza.

"Saya tidak pesan, Mbak. Mungkin Mbak salah meja atau kamu, Ra? yang memesan untuk saya," tanya Umaiza heran

"Tidak, Umaiza. Saya juga bawa uang pas-pasan maklum akhir bulan," dengan mengangkat alisnya sambil tersenyum.

"Ini pesanan seorang pemuda yang tadi duduk di sebelah sana, menyuruh saya untuk mengantar pesanannya ke meja Mbak" sambil menunjuk ke kursi tempat Rahman duduk tadi.

Umaiza terkejut, karena merasa tidak kenal dengan laki-laki itu.

"Siapa, Ra?"

Rara mengangkat bahu.

"Mbak ini juga sudah di bayarkan tadi sekalian,"

"Serius, Mbak?"

"Iya, benar, Mbak,"

"Asyik, uang jajan Rara awet deh. Kalau ke sini lagi, bilangin makasih dari Rara dan Umaiza. Jangan bosen traktir kita," kata Rara sambil tersenyum.

"Jangan gitu, kita kan belum kenal dengan laki-laki itu. Bagaimana kalau laki-laki itu tidak baik,"

"Tadi sempat melihat tampangnya ganteng, putih, dan sepertinya tajir pula." jawab Rara.

"Jadi kamu melihatnya, Ra?"

"Selintas, saat Rara baru datang,"

Umaiza langsung menyimpan data dan menutup leptopnya.

"Kalau begitu simpan disini saja, mbak!" pinta Umaiza dengan menunjuk ke meja.

"Baik, silahkan di makan" kata pelayannya

"Terima kasih ya, Mbak"

"Sama-sama," dengan meninggalkan meja

"Langsung sikat saja ni, Za?" ajak Rara menggoda

"Ya, sayang dari pada mubadzir. Ini kan rezeki dari Allah, melalui perantara laki-laki itu," ucap Umaiza serius

Umaiza dan Rara langsung makan makanan yang sudah di berikan pria itu. Ya Umaiza tetap positif thinking saja, mungkin ini cara dia untuk berkenalan dengan dirinya.

Jika memang orangnya baik, kenapa tidak bisa di jadikan teman atau saudara.

"Kayaknya dia naksir sama kamu, Umaiza!"

"Tahu dari mana kamu, Ra?"

"Dari cara dia melihat dan memperhatikanmu, karena tadi Rara perhatikan sesekali, dia sedang menatap kamu,"

"Udah deh jangan menggoda Umaiza, melihat belum tentu suka," elak Umaiza.

"Ya, habis kamu gak merhatiin bagaimana dia melihat kamu, fokus terus ke leptop," dengan nada manja dan sedikit kecewa tak lupa sedikit memonyongkan mulutnya.

"Iya, Umaiza mengejar target. Ingin selesai skripsi dalam minggu-minggu ini ,"

"Iya, deh di do'ain cepat sidang, wisuda deh,"

"Aamiin,"

#Kantor Rahman

Rahman kembali lagi mengingat wajah gadis itu, yang kini Rahman tahu namanya. 'Umaiza' nama dan wajah sangat sesuai. Cantik dan unik.

Hari ini tanpa sengaja melihat gadis itu di stopan lampu merah dan di kafe dekat kampusnya.

Kampus dan Kafe yang sama dengan Rahman, dimana sama-sama digunakan untuk mencari ilmu dan tempat untuk mengetik skripsi serta melepas lelah setelah kuliah.

Akan kah besok bertemu lagi?

Entahlah,

Hanya takdir yang akan menjawabnya.

Rahman sudah mulai bisa kembali lagi fokus bekerja dan tidak lupa shalat dzuhur dan ashar nya.

"Ya Allah, jika memang gadis itu jodohku, maka dekatkanlah. Jika bukan maka jauhkan dan bantu aku untuk melupakannya," Do'a Rahman. Dan mungkin do'a itu akan menjadi do'a-do'a Rahman selanjutnya.

Gadis penjual bunga

Umaiza adalah gadis yang tumbuh di panti asuhan. Saat usianya masih bayi sekitar 2-3 bulan, Umaiza di simpan di depan pintu Panti Asuhan, 'Kasih Bunda'. Saat di temukan Umaiza hanya menggunakan selimut dan bajunya. Tidak meninggalkan jejak apapun seperti surat, liontin, gelang, cincin atau hanya sebatas bros dan kaos kaki seperti yang di sinetron-sinetron.

Umaiza tumbuh menjadi gadis yang mandiri, rajin, cantik dan pintar. Di sekolah selalu jadi yang terbaik. Di usianya yang masih muda, Umaiza sudah bisa membantu keuangan ibu panti untuk memenuhi kebutuhan adik-adiknya dengan menjual gorengan atau hasil karya tangannya yang di jual ke teman-teman sekolahnya.

Saat ini Umaiza kuliah tingkat akhir dan sedang menyusun skripsi. Untuk biaya sekolah dari SD sampai sekarang, Umaiza mendapatkan beasiswa penuh.

Untuk menambah uang saku dan membantu keuangan adik-adik panti nya, Umaiza dengan membuat bunga dan menjualnya di stopan lampu merah. Selain jualan, Umaiza juga mengajar anak-anak jalanan.

Meski tidak sekolah namun pintar harus, sistem mengajarnya sangat ringan, Umaiza mengikuti apa yang anak-anak inginkan.

Umaiza tidak pernah memaksakan, apa yang membuat mereka nyaman, pasti akan di ikutinya.

Sahabat di kampusnya yaitu Rara.

Dia sangat baik, suka meminjamkan leptopnya kepada Umaiza. Orangtuanya Rara pun sangat sayang pada Umaiza, mereka sudah menganggapnya seperti anak sendiri.

Terkadang dalam hati Umaiza suka terasa perih dan ingin menjerit, kenapa orangtuanya membuang Umaiza ke panti asuhan sedangkan orang lain yang tidak memiliki hubungan darah sangat mencintainya.

Hari ini pun sama Umaiza akan menjual bunga di stopan lampu merah dan mengajar anak-anak jalanan sebelum pergi ke kampus.

"Sudah bangun, Umaiza?" tanya Rara. Karena malam Umaiza tidur di rumah Rara untuk menyelesaikan skripsi.

"Sudah dari tadi, jam 03.30"

"Tidur jam berapa semalam?"

"Jam 12.00,"

"Gak ngantuk, Umaiza tidur hanya 3,5 jam?"

"In Syaa Allah, cukup,"

Umaiza melanjutkan kembali mengetik skripsinya, sebelum pergi untuk jualan dan mengajar.

"Tinggal berapa bab lagi?"

"In Syaa Allah tinggal 3 lagi,"

"Semoga lancar ya, tidak ada yang harus di revisi,"

"Aamiin, yang sudah selesai mau di print dulu. Kebetulan hari ini Umaiza janjian dengan dosen pembimbing."

"Sini, Rara print. Ikut ke ruang kerja ayah,"

"Makasih ya, Ra,"

"It's oke. kayak sama siapa saja sih, Umaiza," Sambil tersenyum menyeringai.

Umaiza beres-beres tempat tidur Rara. lalu pergi ke kamar mandi dan siap-siap.

Melihat Jam sudah mengarah ke angka 06.00.

"Ra, Umaiza duluan ya, takut terlambat," mengetuk kamar mandi, karena Rara sedang mandi.

"Baik, Umaiza. Ketikannya sudah selesai di print, Rara simpan di atas meja."

Umaiza menoleh ke meja lalu mengambil dan menyimpannya ke dalam tas.

Atasan kemeja panjang dan bawahan rok yang senada dengan warna kerudung dan memakai sepatu flat. Tas di atas pundak dan tangan membawa keranjang bunga.

"Umaiza pergi ya," teriak Umaiza kepada Rara supaya bisa terdengar olehnya.

Umaiza keluar dari kamar Rara.

"Umaiza mau kemana?" tanya bunda nya Rara.

"Bunda, Umaiza mau jualan bunga dulu takut terlambat."

"Tidak sarapan dulu?"

"Nanti di kampus saja, Bun,"

"Ya, sudah kalau begitu. Hati-hati di jalan."

Umaiza pamit dan mencium tangan Bundanya Rara.

Umaiza jalan dari rumah Rara, sambil jualan bunga.

Alhamdulillah, sepanjang jalan bunga yang Umaiza buat laku beberapa tangkai. Jadi membuat stock sedikit berkurang.

Tiba di stopan lampu merah, Umaiza menemui anak-anak jalanan. Mereka pun selain mengamen, membantu Umaiza juga untuk menjual bunga.

Setiap lampu berwarna merah, Umaiza suka turun menawarkan bunganya.

Kaca mobil di turunkan dan Umaiza segera mendekat, "mau membeli bunganya?" tawar Umaiza.

"Iya," jawab laki-laki itu.

"Berapa tangkai?"

"Semuanya saja," jawabnya dengan memberikan senyuman.

"Boleh, Pak. Karena tinggal 10 tangkai lagi, jadi harga semuanya seratus ribu, Pak."

"Baik, ini uangnya," menyerahkan 2 lembar berwarna merah.

"Ini kebanyakan, Pak,"

"Tidak apa-apa, buat Mbaknya saja,"

"Terima kasih, Pak." memberikan bunganya.

Menerima bunga dari tangan Umaiza.

Umaiza kembali lagi ke tempat sebelumnya dengan membawa keranjang yang kosong.

Laki-laki yang membeli bunga masih tetap melihatnya sambil menutup jendela mobil.

Dan lampu sudah hijau. Lalu melanjutkan jalan kembali.

Jam 07.00 Umaiza langsung mengajar anak-anak. mereka sangat antusias setiap kali belajar. Kepolosannya terkadang membuat Umaiza tersenyum. Dan pertanyaan-pertanyaan yang konyol keluar dari mulut mereka sehingga Umaiza kesulitan untuk menjawab.

Selesai mengajar Umaiza bergegas ke kampus. Karena jarak yang jauh, Umaiza membutuhkan banyak waktu. Umaiza selalu menempuhnya dengan jalan kaki.

*****

Di Kantor

Rahman ada kebahagiaan tersendiri melihat pujaan hatinya tersenyum dengan manis kepadanya. Ingin rasanya berkenalan namun mulut ini terasa kelu.

"Ikuti saja kemana arah air ini bermuara," Ucap Rahman dalam hatinya.

Bunga yang di beli dari Umaiza di simpan dalam vas bunga untuk menghiasi ruang kerjanya.

Siang nanti Rahman akan mencoba ke kampus lagi, siapa tahu yang namanya kebetulan masih berpihak pada dirinya.

Umaiza si gadis cantik bersuara merdu.

"Izinkan diri ini mengenalmu lebih jauh," lirih hatinya.

"Rahman bisa ke ruang kerjaku, sekarang?" tanya Direktur utama.

"Bisa, Pak. Dengan segera saya akan menemui Bapak,"

Rahman melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Direktur Utama. Bapak Baskoro.

"Pagi, Pak," sapaku sambil mengetuk pintu.

"Masuk"

Rahman masuk dan berdiri di hadapannya.

"Silahkan duduk,"

"Baik, Pak,"

"Kantor cabang baru sedang finishing. Siapkan diri kamu untuk menjadi pimpinan di sana,"

"Saya, Pak?"

"Iya, kenapa keberatan?"

"Tidak, Pak. Saya akan siap dimanapun Bapak menempatkan saya,"

"Alhamdulillah, nanti kalau ada kabar terbaru saya akan beritahukan kepadamu,"

"Baik, Pak."

Rahman kembali lagi ke ruang kerjanya.

"Bagaimana dengan nasib cinta Rahman yang sudah terpaut kepada gadis penjual bunga, yang bernama Umaiza," tanya pada hatinya.

Sebenarnya ini sangat bagus, karena jenjang karirnya naik. Dari seorang staf, manajer, wakil direktur dan akan segera naik menjadi direktur utama. Dengan otomatis gajinya pun akan naik. Namun kini hatinya sudah terpaut pada gadis di stopan lampu merah yang bernama Umaiza.

"Bismillah, kalau jodoh tidak akan kemana," meyakinkan dirinya sendiri.

Waktu istirahat pun telah tiba, Rahman beres-beres meja dan segera turun menuju halaman parkir. Rahman masuk dan segera menjalankan mobilnya ke arah kampus untuk makan siang di kafe. Dengan harapan bisa ketemu kembali dengan Umaiza.

Sampai di kafe, Umaiza tidak nampak. Hati Rahman terasa perih, harapannya tidak terpenuhi oleh Allah.

Rahman masuk dan melangkahkan kakinya menuju meja pelayan untuk memesan makanan.

Rahman makan dengan pelan-pelan karena tidak selera, sang pujaan hati tidak ada.

Gadis yang di tunggu pun datang dengan temannya yang kemarin.

Umaiza menoleh kepada laki-laki yang sedang makan sendirian. "Seperti Bapak yang membeli semua sisa bunga Umaiza di stopan tadi pagi?" tanya Umaiza dalam hati. Untuk memastikannya Umaiza langsung melangkahkan kakinya menuju tempat makan Rahman.

"Bapak, suka makan di sini juga?" tanya Umaiza kepada Rahman.

Rahman dengan seketika mengangkat kepalanya dan terlihat bahagia.

"Iya," dan Rahman berdiri.

"Mbak juga?"

"Iya, saya kuliah di sana," tunjuk Umaiza ke arah kampusnya.

"Saya juga alumni kampus sana juga,"

"Ambil jurusan apa?"

"Akuntansi,"

"Sama dong,"

"Wah, kebetulan kalau begitu."

"Jangan panggil Mbak, panggil saja Umaiza,"

"Kalau saya panggil Kak Rahman saja, jangan Bapak. Kesannya sudah tua,"

Kami tertawa bersama.

"Itu teman saya Rara," tunjuk ke arah Rara yang sedang memesan makanan.

"Kalau begitu tunggu sebentar," ucap Rahman sambil melangkahkan kakinya.

"Kakak mau kemana?" tanya Umaiza heran karena Rahman meninggalkan makanan dan dirinya.

Rahman menuju kasir. Untuk membayar pesanan kami.

"Kenapa Kakak yang bayar," tanya Rara heran.

"Sudah anggap saja ini hadiah perkenalan dari kakak."

"Kalau nggak salah, kakak juga kan yang kemarin membayar makanan kami?" ucap Rara untuk memastikan.

Rahman hanya mengangguk sambil tersenyum ke arah Rara dan sesekali menoleh kepada Umaiza.

"Ya, sudah syukur Alhamdulillah. Terimakasih ya, Kak. Jadi uang jajan Rara awet lagi."

Rara pergi ke meja dimana Umaiza berada. Rahman mengikutinya dari belakang. Rara duduk di samping Umaiza dan Rahman tepat di hadapan Umaiza.

Pelayan pun segera datang dan menghampiri meja mereka.

"Ini Mbak, silahkan" sambil menyimpan makanan di hadapan Umaiza dan Rara.

"Terima kasih ya, mbak" ucap Umaiza kepada pelayan.

Setelah makanan Umaiza dan Rara, Rahman kembali melanjutkan makannya.

"Terima Kasih, Kak. Hari ini kakak memberikan 2 kebaikan untuk Umaiza." ucap Umaiza sambil tersenyum sebelum mulai makan dan mengucapkan do'a.

"Sama-sama"

Rara hanya bengong melihat pembicaraan kami.

Gadis berkerudung Pink

Ketika makan suasana pun sangat sepi, tidak ada sepatah katapun yang terucap dari mulut mereka. Membuat Hati Rahman tambah tidak karuan.

"Alhamdulillah," ucap Umaiza setelah suapan terakhir, di atas piring tidak ada yang tersisa. Ambil gelas dan segera menyedot minumannya. Yang di susul dengan Rara dan Rahman.

"Ra, malam ini Umaiza pulang dulu ke panti asuhan, salinnya sudah habis dan Umaiza harus bikin bunga lagi."

"Oke, untuk melanjutkan ngetik skripsinya kapan?"

"Besok saja," jawab Rara dengan senyum khasnya.

"Besok Rara harus keluar kota, nganter Bunda. Gimana dong?"

"Ya, udah gak apa-apa. Nanti saja pulang dari sana melanjutkan ngetiknya. Lagian alhamdulillah, hasil kemarin tidak ada yang harus di revisi. Sempurna," senyum bahagia dan memperlihatkan lesung pipinya.

"Atau besok Rara bawa leptopnya jadi Umaiza bisa bawa ke panti. Supaya cepat beres,"

"Makasih, ya." Peluk Umaiza dengan manjanya

Rahman pun pamit pulang duluan, karena waktu istirahat akan segera selesai.

"Kakak, pamit ya pulang duluan," berdiri dan meninggalkan Umaiza dan Rara.

"Terima Kasih ya, Kak. Traktirannya sekali lagi," teriak Rara.

"Iya," Jawab Rahman

"Hati-hati di jalan," ucap Rara dan Umaiza.

Rahman menoleh ke arah mereka dan tersenyum.

Umaiza pun mengangguk dan tersenyum.

Rahman masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraanya menuju kantor. Ada perasaan bahagia karena bisa bertemu dengan Umaiza dan bisa berkenalan dan mengobrol langsung.

Ada perasaan iba karena ternyata di balik senyumnya Umaiza ada luka. Umaiza seorang gadis yang tumbuh di panti asuhan. Dan juga ada rasa kagum terhadap dirinya, karena Umaiza adalah anak yang sangat cerdas dan pintar.

Rahman pun sudah sampai di depan perusahaannya, lalu memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Mematikan mesin mobil dan segera turun. Dengan gagahnya masuk ke dalam kantor dan segera masuk ke ruangannya.

Rahman mendapatkan semangat baru untuk memulai bekerja, berbeda dengan yang sebelumnya. Sekarang sedikitnya Rahman ada tujuan dalam hidupnya, yaitu ingin membuat bahagia gadis pujuaannya. Gadis berkerudung pink, dengan senyuman khasnya yang di hiasi oleh lesung pipi, namun gigi tidak terlihat.

Semua pekerjaan sudah selesai, Rahman setelah melihat jam di dinding mengarah ke angka 5. Rahman membereskan semua file yang ada di atas meja, dan bergegas pulang.

Di dalam mobil Rahman fokus di balik kemudi, Jam segini merupakan jam sibuk. Karena waktunya yang bekerja kantoran pulang. Jadi jalanan di padati oleh kendaraan roda empat dan dua. Untuk menghilangkan kesuntukannya Rahman menyalakan MP3 untuk mendengarkan murrotal. Mata Rahman mengarah keluar jendela.

Melihat ada seorang perempuan yang berjalan di trotoar dengan pandangan menunduk. Melihat dari belakang tubuh yang sudah tidak asing lagi, gadis pujaan hatinya.

"Itu kan Umaiza," gumam dalam hatinya.

"Mau kemana dia?" tanya dalam hati Rahman.

"Jalan sendirian,"

Mobil berjalan sedikit-sedikit karena macetnya. Saat hampir dekat, Rahman mencoba memanggilnya.

"Umaiza," panggil Rahman dalam mobil.

Umaiza langsung menoleh dan mencari sumber suara dengan celingak celinguk ke kanan ke kiri.

"Umaiza," panggil Rahman lagi dengan membuka jendela mobil.

Umaiza langsung menoleh ke arah suara dan mendekat.

"Mau kemana?"

"Pulang,"

"Ayo Kakak antar,"

"Tidak, terima kasih."

"Ayolah, cepat."

Umaiza lalu naik mobil karena takut di marahi oleh mobil yang berada di belakang.

"Kamu dari mana?"

"Kampus," Jawab Umaiza polos.

"Memang tadi tidak langsung pulang?"

"Ya, Umaiza kan pulangnya jalan kaki, hehehe."

"Astagfirullah, itu kan jauh Umaiza,"

"Ya, habis bagaimana lagi. Kalau naik kendaraan umum harus 3-4 kali naik, sayang uang,"

"Tapi kalau kamu sakit, bagaimana?" merasa khawatir.

"Sudah terbiasa juga, Kak."

"Panti asuhannya masih jauh?"

"Lumayan, Kak. 10 km lagi,"

"Ya Allah, begitu santainya gadis ini dalam menghadapi ujian dari-Mu. Semoga Engkau senantiasa memberikan kekuatan kapadanya, aamiin," lirih Rahman dalam hati.

"Kamu anak ketua yayasan panti?"

"Bukan, Kak. Umaiza hanya anak panti yang di buang oleh kedua orang tua Umaiza saat usia 3 bulan," jawab Umaiza ringan.

"Ma syaa Allah, hati gadis ini terbuat dari apa sebegitu santainya menyikapi hidup," lirih hati Rahman

"Kalau di stopan, kakak lihat Umaiza begitu akrab dengan anak-anak jalanan,"

"Mereka bagi Umaiza merupakan teman, adik, sahabat, dan siswa. Karena Umaiza tiap pagi selalu mengajar mereka,"

"Ma Syaa Allah, izinkan hamba-Mu ini untuk mengenal gadis ini lebih jauh lagi ya Allah," do'a Rahman.

Jalanan yang macet tidak membuat Rahman kesal karena mengobrol dengan Umaiza. Banyak hal-hal yang unik dari kepribadiannya.

"Maaf, ya, Umaiza kalau kakak banyak tanya. Tidak apa-apa kan?"

"Tidak apa-apa, Kak. Supaya tidak suntuk juga."

"Habis kamu unik, jadi membuat penasaran kakak."

"Maksud kakak?" menoleh ke arah Rahman.

"Ya, banyak hal yang membuat kakak ingin mengenalmu lebih jauh,".

"Jangan nanti Kakak kagum, sudah kagum suka terus jatuh cinta."

"Ya, gak apa-apa normal dong berarti kakak,"

"Jangan Kak, Umaiza tidak ingin kakak patah hati,"

"Maksudnya, Umaiza sudah punyak pacar?"

"Hus, apa itu pacar. Umaiza tidak kenal itu, yang namanya pacar. Kalau suami, Umaiza mau," tersenyum dengan manisnya.

Deggg....

Hati Rahman berdegup kencang.

"Apakah ini adalah kode dari Umaiza?" dalam benaknya."Hus, jangan GR dulu," sambung Rahmam dalam benaknya.

"Kenapa Kak, ada yang salah dengan ucapan Umaiza?" tanya Umaiza heran melihan Rahman diam terpaku.

"Tidak, tidak apa-apa."

"Oooh, kirain,"

"Setelah lulus kuliah, Umaiza mau kerja atau melanjutkan S2?"

"Inginnya kerja, habis ingin membantu biaya untuk adik-adik sekolah. Tapi kalau ada tawaran beasiswa lagi untuk S2 Umaiza gak kan nolak,"

"Ya, coba melamar pekerjaan dulu saja. Kakak juga dulu begitu. Kuliah sambil bekerja, S2 nya dapat beasiswa."

"Wah, hebat. Berarti kakak pintar ya?"

"Gak, juga. Lebih pintar kamu di banding kakak."

"Kok, kakak tahu lebih pintar Umaiza?"

"Itu tadi saat di kafe ngobrol sama Rara, tidak ada yang di revisi sama dosen pembimbing. Waktu kakak sampai beberapa kali tuh, di ulang,"

"Parah, ngetiknya sambil memikirkan pacar itu mah, pasti," goda Umaiza.

"Pacar, apa itu pacar. Tidak ada pacar, yang ada calon istri," jawab Rahman sambil tersenyum."

"Aduh, parah. pantesan beberapa kali di revisi doyannya copas," ucap Umaiza sambil tertawa.

Rahman yang mendengarkan ucapan Umaiza ikut tertawa.

"Bisa pinjam hp?"

"Untuk apa?" tanya Rahman bingung

"Lihat google maps,"

"Oh, kirain mau menyimpan no hp kamu,"

"Aku gak punya hp," jawabnya polos.

"Zaman gini gak punya hp, kalau ada info kampus bagaimana itu?"

"Dari Rara,"

"Ooooh," sambil memberikan hp kepada Umaiza.

Umaiza menerima hp Rahman.

Lalu Umaiza masuk ke google maps, mengetik nama panti asuhan dan alamatnya lalu menekan gambar mobil.

"Ini, Sudah. Takut nyasar saja, makanya pakai bantuan google maps" Ucap Umaiza.

"Oke, makasih ya."

"Umaiza yang makasih, Kak. Sudah mau mengantar Umaiza pulang."

"Kalau nanti-nanti kakak yang jemput saja ya, dari pada jalan kaki. Kan jauh,"

"Memang rumah kakak dimana?"

"Sebenarnya rumah Kakak dekat dengan panti asuhan kamu, beda 2 KM"

"Oh, ya,"

Kak Rahman hanya mengangguk

Jalanan masih tetap macet, volume kendaraannya bukan berkurang yang ada tambah banyak.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!