NovelToon NovelToon

TiffaNyko 2

Adam dan Hawa

Malam hari....

Tiffany turun dari taksi yang ia naiki, sengaja pulang malam karena ia memiliki firasat jika Nyko ada di rumahnya. Hari ini dirinya cukup dibuat kesal oleh laki-laki itu. Bahkan ia sangat kesal dibuatnya.

Dan benar saja dugaannya, sebuah mobil sport putih tengah terparkir manis di halaman rumahnya dan sudah pasti itu milik sang kekasih yang tak tahu diri itu. Tiffany masuk ke dalam rumahnya, sebuah pemandangan yang cukup membuat matanya begitu jenuh.

"Kok baru pulang?" Tanya Ferdy--ayah Tiffany--ia menatap lekat wajah putrinya yang sepertinya sedang badmood.

"Habis kerja kelompok Yah" Dusta Tiffany. Matanya beralih pada seseorang yang sedari tadi mengobrol dengan Ayahnya. Dia menunjukkan senyum penuh dengan seribu makna dengan sebelah alisnya yang terangkat.

"Kamu temani Nyko, Ayah masih ada pekerjaan"

"Tapi Yah..."

"Nyko, kamu sama Tiffany ya. Om lagi banyak kerja" Kata Ferdy pada sang kekasih putrinya, ia tak memerlukan kalimat Tiffany yang selanjutnya. Pekerjaannya saat ini benar-benar mendesak sehingga ia tak memiliki banyak waktu untuk berleha-leha.

"Iya Om, nggak apa-apa"

Ferdy mengangguk lalu meninggalkan Tiffany bersama dengan Nyko.

"Ck, nyebelin" Gerutu Tiffany, lalu ia menghampiri Nyko dan duduk di samping laki-laki itu yang kini menatapnya lekat dan tanpa mengedipkan matanya.

Tiffany yang merasa dirinya diperhatikan seketika menoleh, "Apa liat-liat?" Ketusnya. Sudah jelas ia sedang marah saat ini.

"Jorok banget sih kamu jadi cewek" Kata Nyko sambil merapikan rambut Tiffany yang semakin memanjang, "Mandi sana, kamu bau"

Bukannya membujuk rayu, Nyko malah mengomentari penampilannya saat ini. Membuat Tiffany mendengus kesal dibuatnya, "Biarin, aku tetap cantik kok biarpun gak mandi.

"Kepedean" Celetuk Nyko, ia mengusap pipi Tiffany lembut dengan tatapan yang menatap lurus pada manik cokelat Tiffany nan indah, "Udah, sana mandi malam ini kita keluar"

"Keluar?"

"Iya Tiffa, tadi aku udah izin sama Ayah kamu" Nyko berkata sambil mengeluarkan ponselnya dan memainkannya.

"Aku nggak mau"

"Aku tunggu dua puluh menit, silakan kalau mau mandi dan dandan" Nyko tak menghiraukan kalimat penolakan yang keluar dari mulut sang gadis.

"Aku nggak mau"

"Kita makan dulu di restoran baru ke jalan-jalan" Tetap bersikeras dengan kemauannya tanpa menerima penolakan dari siapa pun. Lagi pula saat ini Tiffany dalam mood yang tak baik satu-satunya cara agar perempuan itu ikut adalah dengan memaksanya tanpa memberi celah untuk sebuah penolakan dalam bentuk apapun itu.

Tiffany menghentakkan kakinya dengan begitu kesal membuat Nyko menahan senyumnya yang terlihat begitu menggemaskan, kucing kecil itu benar-benar imut. "Kok maksa aku sih? Aku nggak mau Nyko" Tiffany menggembungkan pipinya lucu.

"Kamu tenang aja, aku yang ngajak berarti aku yang bayar" Tetap bersikap profesional walau imannya sedikit goyah karena puppy eyes tersebut.

"Nyko, kamu bisa ngertiin aku nggak sih?"

Nyko memiringkan kepalanya tangannya mengusap pipi Tiffany lembut, "Dandan yang natural aja ya, aku nggak suka milik aku dilirik sama yang lain" Ucapnya dengan begitu lembut.

Sialan, kamu benar-benar sialan Nyko. Hujat Tiffany dengan begitu kesalnya di dalam hati.

Tiffany menepis tangan sang pacar, ia bangkit berdiri, "Empat puluh lima menit, nggak ada penawaran atau aku nggak jadi ikut kamu" Ucapnya tanpa menatap kepada Nyko yang kini tersenyum begitu manis.

"Silakan"

Tiffany bangkit berdiri dan menaiki anak tangga yang menghubungkan dirinya dengan lantai atas. Tempat kamarnya berada, meninggalkan Nyko yang diam-diam tersenyum gemas akan sikapnya yang berhasil membuat Nyko jatuh cinta di tiap harinya.

Empat puluh lima menit kemudian....

Tiffany menuruni anak tangga, polesan make up tipis membuatnya terlihat natural. Ia mengenakan kaos pink berlengan panjang dengan celana jeans putih, ditambah dengan tas kecil selempang putih dan flat shoes. Rambutnya ia gerai dengan begitu rapi.

"Pamit dulu sama Ayah" Kata Tiffany kepada Nyko yang sedari tadi bermain dengan ponselnya dengan begitu fokus hingga tak menyadari keberadaannya.

Nyko mendongak, ia takjub melihat penampilan gadis itu. "Cantik" Gumamnya tanpa sadar.

"Hah? Apa?" Tiffany tampak terkejut dengan gumaman yang dikatakan oleh Nyko. Telinganya masih berfungsi dengan benar asal Nyko tahu.

"Eh, nggak kok nggak apa-apa" Nyko yang tersadar akan ucapannya memilih untuk mengalihkan pembicaraan, "Mau pamit Jan? Ya udah ayo" Nyko memasukan ponselnya ke dalam saku jeans hitamnya dan bangkit berdiri.

"Tiffany menganggukkan kepalanya dan berjalan beriringan dengan sang kekasih untuk berpamitan dengan sang Ayah.

Restoran...

"Mau pesan apa?" Tanya Nyko pada Tiffany yang dari tadi hanya diam.

Tiffany menatap sekilas pada Nyko dengan tatapan datarnya, "Steak sama milk shake" Ucapnya dengan tangan yang masih memainkan ponselnya. Entah apa yang tengah ia lakukan.

"Milk shake rasa apa Mba?" Tanya sang waiter pada Tiffany yang acuh tak acuh.

"Cokelat"

Nyko menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Tiffany, apakah perempuan itu tak bisa menunda dulu aksi ngambeknya untuk acara makan bersama dirinya? "Samain aja" Ucapnya Nyko dengan nada datar.

"Baik, tunggu sebentar"

Waiter itu pergi meninggalkan pasangan tersebut dengan sopan. Kini Nyko menatap tajam pada Tiffany yang masih sibuk bermain ponselnya, serasa tak menghargai kehadirannya yang menyempatkan diri untuk bertemu dengannya setelah perjalanan jauh.

"Ehem" Nyko berdehem guna mengalihkan pandangan Tiffany, namun hasilnya nihil. Perempuan itu tetap acuh kepadanya, Nyko memutar bola matanya malas, "Ehem-ehem"

Merasa dicueki Nyko kini menegakkan tubuhnya dengan pandangan yang terus terarah kepada sang gadis, "Tiffa" Panggilnya.

"Apa?" Menjawab dengan cuek dengan tatapan yang masih terarah kepada ponsel.

Nyko menghembuskan nafasnya pelan, gadisnya itu terlalu kekanak-kanakan untuk urusan seperti ini, "Kenapa diam aja?" Tanyanya mencoba membuat Tiffany tak lagi marah dengannya.

Tak ada jawaban dari yang ditanya.

"Kamu kenapa pulang malam tadi?" Kembali mengajukan pertanyaannya dengan nada yang lembut.

Tiffany menggelengkan kepalanya, "Nggak apa-apa"

"Liat aku kalau lagi ngomong"

"Ya kali aku natap kamu terus kalau lagi ngomong. Masa kalau aku jajan ke kantin terus mesan makanan liatnya ke kamu" Tiffany berkata dengan begitu polosnya, membuat senyum Nyko muncul dengan begitu manis.

Laki-laki itu mengangkat tangannya dan mencubit pipi Tiffany gemas, "Ish, polos banget sih"

"Nyko sakit"

Nyko melepas jepitan tangannya dari pipi mulus Tiffany, "Kamu masih marah sama aku?" Tanyanya lagi dengan sangat lembut. Laki-laki yang tak ingin kehilangan gadisnya kini benar-benar merubah sikapnya pada Tiffany.

Tak ada jawaban dari gadis itu.

"Tiffa, aku nanya ke kamu"

"Permisi, ini pesanannya" Seorang waiter mengantarkan pesanan Tiffany dan Nyko di atas meja.

"Makasih, Mba" Ucap Tiffany dan dibalas dengan anggukan. Waiter itu pergi setelah merasa tugasnya selesai di meja Tiffany dan juga Nyko.

Nyko mengambil gelas milk shake-nya dan meneguk minuman itu. Tiffany memilih untuk menikmati makanannya dengan raut wajah begitu tenang. Nyko terus menatap perempuan itu secara intens, sampai Tiffany meletakan garpunya, "Berhenti liat aku" Kata Tiffany singkat.

"Kamu masih marah sama aku?" Nyko melancarkan sebuah pertanyaan pada Tiffany. Pertanyaan yang belum dijawab oleh Tiffany sedari tadi.

"Harus banget aku jawab?"

"Wajib"

"Iya, aku masih marah sama kamu" Tiffany berkata dengan penuh penekanan, ia membalas tatapan Nyko yang membuatnya tak nyaman dari tadi.

"Kamu benci sama aku?" Tanya Nyko dengan tenangnya. Ia memilih untuk menyayat steak miliknya menjadi beberapa bagian.

Mana bisa aku benci sama kamu, batin Tiffany sembari menyayat dagingnya dengan begitu kesal.

"Jawab Tiffa"

"Terserah" Tiffany memilih untuk mengacuhkan Nyko dan meminum milk shake nya.

"Berarti kamu tetap sayang sama aku" Perkataan itu membuat Tiffany tersedak.

"Uhuk-uhuk"

"Tisu" Nyko memberikan selembar tisu pada Tiffany dengan nada dingin.

"Makasih" Tiffany menerima tisu itu dan membersihkan sisa milk shake di sekitar bibirnya.

"Jawab pertanyaan aku tadi" Nyko mengganti piring steaknya dengan milik Tiffany. Ia sudah memotong daging itu sehingga sang gadis tak lagi kesusahan memotongnya.

Tiffany mengalihkan pandangannya, ia tak berani menatap mata tajam Nyko. Tiffany menatap pada makanannya, "Jangan ungkit apapun kalau aku lagi makan" Ucapnya sambil memasukkan daging itu ke mulutnya.

"Kamu pintar banget ngalihin pembicaraan" Nyko menunjukkan smirknya. Ia kembali menikmati daging steak yang ia ia tukar dengan milik Tiffany.

. . .

Hujan mengguyur kota Jakarta menghanyutkan segala macam yang memiliki massa yang ringan begitu begitupula dengan rencana Niko ikut terhanyut dan dia merasa malas untuk menggapainya. Mobil sport putih itu menepi di sebuah jalan yang tak terlalu ramai oleh orang yang melintas ia membuang nafasnya gusar. "Jangan berpikir untuk lari terus main hujan-hujanan lagi aku malas buat main hujan lagi" Nyko menasihati.

Tiffany menatapnya sekilas, "Ya udah nggak usah dikejar aku nggak minta kok" Sahutnya dengan malas.

"Mana bisa aku enggak ngejar" Nyko mengalihkan pandangannya ke rintik hujan, "Kamu selalu buat aku khawatir"

Tiffany tak percaya akan apa yang ia dengar. Khawatir? Yang benar saja, "Kenapa kamu bisa khawatir?"

Nyko menatap lekat pada gadis yang duduk di sampingnya ia menatap dalam pada iris mata coklat perempuan itu dengan seribu macam makna tatapan yang tak bisa diungkapkan begitu saja melihat betapa indahnya bola mata itu, "Karena kamu adalah perempuan yang memiliki satu tulang rusuk aku" Ucap Nyko penuh drama.

"Kamu pikir Adam dan Hawa?" Tiffany berusaha tak mendengarkan ucapan Nyko serta pacuan jantung yang berdetak kencang.

"Terserah"

"Idih"

"Kamu benci sama aku Tif?" Nyko melontarkan pertanyaan itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Hati Yang Rabun

Follow akun Instagram Author ya. Sayang kalian...

. . .

Suasana hening untuk beberapa saat, Tiffany menolehkan kepalanya untuk menatap pada Nyko, "Kok nanyanya gitu sih?" Bertanya dengan nada suara lembutnya namun masih dibalut dengan kekesalan.

Nyko menatap dalam mata Tiffany dengan pencahayaan yang cukup untuk dirinya menatap wajah cantik gadisnya itu, "Mau tau aja" Kembali menatap lurus pada jalan raya. Tersirat kesedihan yang mendalam karena sang gadis yang terus menunjukkan kekesalannya pada dirinya.

Hangat menjalar di tubuh Nyko, jantungnya berdetak kencang, "Aku kangen kamu"

Deg.

Mata Nyko membulat sempurna saat bibir cantik Tiffany mengatakan hal tersebut. Sangat jarang untuk seorang Tiffany mengucapkan perkataan yang merujuk pada rasa manjanya. Ia bahkan tak berani menatap balik pada Tiffany yang memeluk dirinya erat.

"Kamu bilang cuma seminggu terus kenapa ngaretnya sampe Minggu selanjutnya?" Merengek dengan lilitan tangan yang semakin mengerat

Nyko memejamkan matanya sejenak, gadisnya sungguh sangat manis. Ia membalas pelukan gadis itu dan menyalurkan kehangatan yang lebih dari ia terima, "A-aku minta maaf. Aku nggak tahu kalau masalah di sana bakal memakan banyak waktu" Ucapnya dengan jujur. Tak lupa untuk Nyko mengecup puncak kepala Tiffany mesra.

"Tapi kenapa nggak bilang ke aku? Aku kira kamu nggak bakal pulang" Tiffany terus merengek akibat sang lelaki tak memberinya kabar tentang jadwal kepulangannya. Sungguh ia kesal bercampur rindu pada laki-laki itu.

Nyko mengangkat wajah Tiffany, dan membiarkan tatapan mereka saling beradu, "Aku pasti pulang Tiffa, cuma karena keadaannya mendesak makanya aku nggak sempat ngabarin kamu" Memberikan senyum yang ia harap bisa memenangkan Tiffany yang kini sudah membuat genangan air di pelupuk matanya.

"Tapi aku khawatir" Dan tetesan air mata itu lolos begitu saja membasahi pipinya.

Nyko menatap sendu pada air mata itu. Kenapa dirinya yang pernah berjanji pada dirinya untuk tak akan membiarkan air mata itu menunjukkan wujudnya, tapi kenyataan mengatakan jika ia lah yang membuat mutiara cair itu timbul, "Tiffa, aku gak tahu harus ngapain" Menghapus air mata gadis itu dengan ibu jarinya.

Tiffany menatap Nyko dengan matanya yang masih berkaca-kaca, "Kamu ada masalah?" Menggemaskan sekali tatapan mata itu.

"Masalahnya itu kamu"

"Kok aku? Aku nggak ngapa-ngapain Nyko" Mengerucutkan bibirnya karena menjadi dasar permasalahan yang dialami oleh sang pacar.

Nyko menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Tiffany, dan memeluk pinggang gadis itu, "Karena aku sayang sama kamu, dan sekarang kamu nangis karena aku. Aku bingung mau ngelakuin apa supaya kamu nggak marah lagi" Lirihnya penuh kesedihan karena merasa gagal untuk menjaga Tiffany.

"Aku nggak marah Nyko" Menghapus bulir air mata yang mengalir di pipinya dan mengelus rambut Nyko.

"Tapi air mata ini gara-gara aku" Semakin mengeratkan pelukannya. Ia tak menyangka jika hal yang ia pikir tak terlalu penting itu malah membuat sang gadis menangis karena dirinya. "...dan sekarang aku nggak tahu harus ngelakuin apa" Sambungnya.

Tiffany menghembuskan nafasnya pelan, ia menjauhkan tangannya daripada Nyko dan memegang lengan lelaki itu agar melepaskan pelukannya yang terus mengerat.

"Peluk" Rengek Nyko. Oh sungguh ada apa dengan pasangan ini, dari Tiffany yang merengek dan sekarang laki-laki ini.

Tiffany tersentak kaget karena ucapan itu, ia menatap pada Nyko yang masih meletakkan kepalanya di ceruk leher, membuatnya geli akibat hembusan nafas lelaki itu. Tiffany tak memeluknya, ia lebih memilih untuk menyisir rambut Nyko dengan jemarinya.

"Masih marah?"

"Nggak. Tapi aku kangen" Sungguh ia malu mengakui ini. Tapi apalah daya, Nyko tak memahami apa yang ia rasakan hingga membuat Tiffany menyadari jika lelaki yang menjadi miliknya ini sering bersikap bodo amat dengan apa yang ada di sekitarnya.

"Aku juga" Nyko mengangkat kepalanya dan menatap pada wajah Tiffany. Mencium pipi gadis itu lama lalu kembali pada posisinya semula, menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Tiffany.

"Lain kali kabarin aku kalau kayak gini lagi ya" Berkata dengan suara pelan. Ia masih belum terbiasa mengatakan perasaannya sendiri.

"Iya sayang"

"Aku sayang sama kamu, jadi aku mohon jangan pergi lagi" Ucap Tiffany lagi dengan volume suara yang masih pelan.

"Makasih" Nyko menegakkan tubuhnya dan mencium kening Tiffany lama, "...sudah bertahan sejauh ini" Sambungnya.

Sekolah, kantin....

"Mau makan apa?" Tanya Nyko pada gadis yang kini duduk di sampingnya.

"Nggak mau makan" Ucap Tiffany sambil menampilkan senyumnya yang begitu manis pada Nyko yang memang sudah tersihir oleh perempuan itu.

"Terus maunya apa?"

"Aku mau kamu"

Nyko menarik hidung Tiffany gemas, "Ish, udah bisa gombal, siapa sih yang ngajarin?"

"Heheh" Bukannya menjawab Tiffany malah tertawa geli.

"Ya Tuhan sucikanlah mata hamba ini" Kata Daniel dramatis. Pasalnya hanya ia yang tak memiliki pacar, Lutfi telah berhasil menaklukkan hati seorang Gita. Sedangkan dirinya? Natca sama sekali tak menghiraukannya, semakin dikejar maka Natca semakin membentangkan jarak di antara mereka berdua.

"Natca, lo pacaran aja ya sama gue. Eneg gue ngeliat mereka" Nadanya terdengar memohon dengan unsur memaksa. Membuat Gita yang sedari tadi bersenda gurau dengan Lutfi menatap pada mereka. Ia menatap geli pada Daniel yang masih berusaha keras mendekati Natca selama ini. Bahkan mereka sudah kelas dua belas dan Natca belum berhasil ia taklukan.

"Gue? Pacaran sama lo? Gak salah?" Kata Natca lebay akan ucapan Daniel tersebut. Ia memilih untuk menatap pada ponselnya.

"Ah udah ah, gue laper. Lo mau pesan apa?" Tanya Gita yang gemas bercampur lapar melihat perjuangan Daniel terhadap Natca. Membuat Lutfi, sang kekasih tersentak kaget akan kelakuannya. Aish, ia harus ekstra sabar menghadapi Gita yang cukup tak tahu malu tapi berhasil membuatnya sesayang ini pada sang gadis.

"Lo mau makan apa?" Nyko bertanya pada Gita yang kini tengah diusap rambutnya oleh Lutfi. Tatapan laki-laki itu jelas memancarkan kekaguman yang tak terkira.

"Mie ayam sama es teh"

"Samain aja" Ucap yang lain secara bersamaan. Membuat Gita menggembung kan pipinya gemas.

"Lha? Terus gue gitu yang pesanin?" Nada suaranya terdengar tak terima.

Lutfi tersenyum gemas melihat kelakuan gadisnya, tangannya terangkat dan mengacak-acak rambut Natca, "Biar aku aja" Ucap Lutfi lalu bangkit berdiri.

"Oke, makasih ya" Memamerkan deret gigi putihnya kepada sang pacar.

"Iya Gita" Lutfi melangkah pergi dari situ. Dan memesan makanan yang sudah dikatakan tadi.

Natca menatap punggung Lutfi yang semakin menjauh, "Ehem, tambah dekat aja lo berdua" Menggoda Gita dengan tatapannya yang penuh arti.

Gita membalas senyuman itu dengan seringai mengejek, "Lo mau juga?"

"Ya iyalah" Mengatakan dengan sewot. Yang benar saja, saat sahabat-sahabatnya sudah memiliki gandengan ia masih berdiri sendiri dan memeluk tubuhnya sendirian.

Gita mengangkat telunjuknya ke arah Daniek, "Itu Daniel, lo nggak liat dia?" Sontak semua tatapan termasuk Tiffany dan Nyko mengarah pada Daniel yang menatap Natca penuh rasa kagum.

Natca menatap pada Daniel, "Mata gue masih bagus ya" Ucapnya sambil mengalihkan pandangannya lagi.

"Mata hati lo artinya yang rabun" Ucapan dari Gita sontak membuat Tiffany menahan tawanya, sedangkan Nyko mencoba menutup mulut sang gadis agar tidak kelepasan untuk menertawakan masih Daniel dan Natca, walau ia sendiri mati-matian menahan tawa karena merasa iba pada nasib Daniel. Menggelikan.

"Idih apaan sih?" Membuang muka ke arah lain. Enggan menanggapi perkataan yang dilontarkan oleh Gita serta mimik wajah kurang ajar daripada Tiffany dan Nyko.

Daniel dan Natca

Bel sekolah baru saja berbunyi, anak-anak berhamburan keluar dari kelas.

"Pulang sekolah ke mall yuk" Natca berkata pada Tiffany dan juga Gita yang masing-masing berjalan di sampingnya.

"Boleh" Tiffany menganggukkan kepalanya setuju.

"Iya, kita udah lama nggak jalan bareng" Gita ikut setuju, mereka hanya bisa menghabiskan waktu bertiga saat weekend saja, itu pun harus di waktu senggang.

Obrolan mengalir begitu saja dari mulut mereka dan terhenti di saat Nyko beserta yang lain menghampiri mereka. Nyko meraih tangan gadisnya dan menepiskan jarak di antara mereka berdua, "Tiffa, ayo pulang"

Tiffany menerbitkan senyum manisnya pada sang pacar, "Aku sama mereka, kami mau ke mall" Ucapnya sambil melepaskan diri dari genggaman Nyko.

Bukannya melepaskan, laki-laki itu malah semakin kuat menggenggam tangan Tiffany, "Nggak, kamu aku antar pulang"

"Ih Nyko"

Nyko diam sementara waktu untuk memikirkan kalimat yang membuat Tiffany membatalkan rencananya hari ini, "Emang kamu dibolehin jalan sampai malam?" Katanya lagi, mengingat jika Tiffany adalah anak tunggal yang harus meminta izin dulu kepada sang Ayah.

"Boleh kalau sama mereka, nggak minta izin juga nggak apa-apa. Ntar juga Natca sama Gita mampir ke rumah"

Ya Nyko melupakan fakta jika sang gadis bersama dua sahabatnya tersebut. Sang Ayah tak melarangnya sama sekali, dikarenakan Gita dan Natca juga termasuk orang yang dipercaya Ferdy untuk menemani sang gadis.

Nyko mengalihkan pandangannya kepada Gita, "Emang lo dibolehin sama Lutfi?" Nada suaranya terdengar ketus.

"Ya pastilah"

Nyko melirik pada sang sahabat, memberi kode agar mengubah pemikirannya. Mereka sudah membicarakan tentang ini.

Lutfi menarik tangan sang pacar kesayangan, "Gita, kita malam ini jalan berdua aja yuk"

"Lho kok? Tadi kata kamu boleh"

"Udah ayo. Duluan ya" Mereka pergi meninggalkan beberapa orang yang masih bergumul di tempat itu.

Nyko menatap kepada sang gadis, ia mengusap lembut rambut coklat Tiffany, "Ayo pulang"

"Ya udah aku sama Natca aja" Tiffany masih bersikukuh untuk pergi bersama sang sahabat. Apa Nyko tak mengerti, semenjak mereka berhubungan. Waktu Tiffany bersama sahabat-sahabatnya hampir tidak ada. Sabtu lalu mereka bisa menghabiskan waktu bersama dikarenakan Nyko ke luar negeri untuk membantu Bima mengurus perusahaan.

"Nggak, ayo pulang" Selalu ada maksud di setiap perbuatannya, Nyko ada alasan mengapa ia melarang Tiffany pergi bersama Gita dan Natca. Ia melingkarkan tangannya di pundak Tiffany yang tingginya hanya sebatas dada dikarenakan dirinya semakin tinggi.

"Nyko ihh"

"Kok malah gue yang ditinggal?" Natca tak terima dengan nasib dirinya, mentang-mentang Gita dan Tiffany sudah punya pacar jadi mereka dengan seenak jidat pergi tanpa dirinya.

Daniel yang tadi menatap kepergian sahabatnya bersama masing-masing pacar kini mengalihkan pandangannya kepada perempuan yang ia sukai, "Gue antar lo pulang ya?"

Natca menatap kepada orang yang melontarkan penawaran kepada dirinya. "Nggak perlu, gue bisa sendiri" Berucap dengan nada suara datar, ya tak peduli siapa lawan bicaranya. Entah itu primadona sekolah atau mafia sekaligus, ia tetap akan bersikap sama pada orang yang bukan siapa-siapa di dalam hidupnya.

"Natca, hari ini aja" Memohon kepada Natca. Semenjak ia benar-benar menunjukkan rasa suka dan sayangnya, ia merasa jika Natca mulai merubah sikapnya menjadi lebih dingin dari sebelumnya.

"Nggak usah, gue bukan anak kecil lagi jadi nggak perlu diantar" Perempuan itu melangkahkan kakinya melewati Daniel.

"Natca"

"Hm?" Menghentikan langkahnya dan berbalik untuk menatap kepada Daniel.

Daniel memaksakan senyum di bibirnya, "Hati-hati ya" Ucapnya dengan nada suara lembut.

Natca menganggukkan kepalanya, "Lo juga" Ucapnya sebelum pergi dari dekat Daniel. Dan laki-laki itu tengah menahan senyumannya mendengar perkataan dari Natca. Ia diam saja sudah berhasil meluluhkan hatinya apalagi kalau perempuan itu bertindak.

----------

Instagram : fionakesl259

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!