Pandangan mata Bu Saraswati tak pernah lepas dari gadis yang sibuk mengurus seorang wanita paruh baya disalah satu sal rumah sakit, wajah gadis itu sebenarnya biasa saja tapi yang menarik perhatiannya sendari tadi adalah pakaian yang dikenakan gadis itu serta pasien yang terbaring sakit. Itu adalah seragam OG milik perusahaan putranya.
Awalnya dia berfikir bahwa mereka adalah ibu dan anak, tapi setelah dokter dan perawat menanyakan perihal keberadaan mereka gadis itu nampak bingung untuk menjelaskan identitas dan kondisi kesehatan wanita paruh baya itu.
" Nona tidak tahu? bukankah nona putrinya?" Tanya perawat heran.
"Maaf, saya bukan putrinya, kami hanya rekan satu kerja di perusahaan. Tadi Bu Rahma tiba-tiba pingsan dan saya segera membawanya kemari karena khawatir" Jawab gadis itu dengan lembut.
"Lalu apa yang harus dilakukan?" Tanya gadis itu melanjutkan karena terlihat perawat diam saja.
"Lakukan registrasi dulu di depan. Setelah itu nona harus menebus resep ini di apotik agar Bu Rahma dapat segera ditindaklanjuti."Kata Dokter yang memeriksa ramah sambil menyerahkan resep. Gadis itu nampak bimbang. "Siapa namamu?" Tanya dokter itu memecah keheningan
"Nidia.." jawabnya dengan senyum. "Mm.. begini dok, apakah boleh saya menghubungi keluarganya dulu? Bu Rahma tidak membawa KTP juga kartu BPJS, jadi saya belum bisa registrasi." Tanya Nidia dengan ragu-ragu " Tapi saya mohon perawatannya dipercepat mengingat kondisinya" Dokter itu terdiam sejenak begitu juga dengan perawat disampingnya. "Saya yang bertanggungjawab dengan biayanya, dokter jangan khawatir." Lagi-lagi Nidia berusaha meyakinkan.
"Apakah Nona sudah menghubungi keluarganya?" Tanya perawat.
"Ia.. tadi saat diperjalanan kemari saya sudah menghubungi keluarganya"
"Baiklah.. tebus saja resepnya di apotik" Jawab dokter ramah . Nidia mengucap Alhamdulillah serta menyampaikan terima kasih dan keluar menuju apotik.
"Bik.. coba kamu ikuti gadis itu" Bu Saraswati tiba-tiba berbicara, nada suaranya agak lemah karena dia memakai oksigen." Lihat apa yang dilakukannya di apotik"
"Baik Nyonya. "Bik Sumi mengangguk dan keluar menuju apotik. Sebenarnya dia merasa heran dengan sikap majikannya, sejak tadi. Usai dirawat, dokter Bastian dan perawat sudah meminta Bu Saraswati agar segera di pindahkan keruangan VIP, tapi wanita itu menolak dan masih memilih untuk tiduran disana. Awalnya Bik Sumi berfikir kalau Bu Saraswati masih merasa letih setelah perjalanan dari rumah menuju rumah sakit, tapi ternyata bukan itu alasannya, majikannya bertahan karena melihat pasien yang masuk beberapa menit setelah mereka.
Bik sumi melihat sosok Nidia diantara orang-orang yang mengantri. Dia berjalan mendekatinya berusaha mencari tahu apa yang dilakukannya. "Jika aku tidak mendengar langsung, aku tidak akan tau apa yang dikatakan gadis itu" Pikirnya. Dia harus mencari informasi agar ada yang akan dia sampaikan kepada majikannya.
Sejenak Nidia berdiri dengan bimbang, dia tak punya uang. Atmnya ada di dalam dompet di loker perusahaan bersama-sama dengan pakaian gantinya. dia tak sempat mengambilnya tadi karena panik saat melihat Bu Rahma yang tiba-tiba pingsan saat sedang mengepel bersamanya. Anton dan Deni teman seprofesinya di perusahaan, hanya mengantar sampai membaringkan Bu Rahma di sal dan langsung kembali ke perusahaan karena masih dijam kerja.
"Apa yang harus aku lakukan?"Nidia merasa bingung. Dia melihat resep di tangannya dengan resah. Bagaimanapun kondisi Bu Rahma harus segera di tangani.
dalam kebingungannya, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia menyentuh kalungnya yang tersembunyi dibalik jilbabnya. Wajahnya seketika menjadi cerah, dia melepas kalung itu dan segera menghampiri apoteker di apotik.
"Mm.. begini sus, saya mau menebus obat di resep ini tapi saya tidak punya uang tunai, sementara obatnya sudah sangat dibutuhkan. Bolehkah saya mengambil obatnya dulu dan meninggalkan kalung saya di sini sebagai jaminan?"Tanyanya dengan senyum manisnya, matanya berbinar penuh harap.
Apoteker itu terlihat bingung, pasalnya baru kali ini ada yang memberikan jaminan seperti itu "Saya mohon, ini benar-benar darurat"Pinta Nidia dengan memelas "Keluarganya sebentar lagi akan datang dan membawa uang. Sementara ini biarkan ini menjadi jaminannya"
"Begini nona, kami tidak bisa menjamin barang anda aman di sini, jika hilang maka kami yang akan bertanggungjawab dan disalahkan" Tolak apoteker itu halus.
"Tidak apa-apa jika hilang, aku sudah mengikhlaskannya. Nyawa Bu Rahma lebih penting, kalung masih bisa dibeli lagi"Jawab Nidia dengan tergesa-gesa penuh keyakinan dan ketulusan. Apoteker itu terlihat berbincang dengan temannya.
Seorang perawat yang kebetulan masuk karena ada keperluan,dan ikut mendengarkan penjelasan dari temannya bicara "Begini saja, biaya resep ini biar saya yang bayar dulu. Sebagai jaminan, kalung kamu saya simpan. bagaimana?"Tanyanya dan Nidia yang langsung menanggapinya dengan anggukan dan ucapan Alhamdulillah
"Terima kasih banyak atas kepercayaannya" Ucap Nidia tulus penuh rasa terima kasih kepada perawat itu.
"Jangan sungkan, saya membantu juga dengan syarat bukan!"Ujar perawat itu ikut tersenyum. Segera mereka mengumpulkan obat-obatan sesuai yg tertulis di resep dan menyerahkannya kepada Nidia. Nidiapun menyerahkan kalungnya
"Apakah sebanding harga kalung ini dan obatnya?"Tanya Nidia khawatir
"Sepertinya harga kalungmu masih lebih mahal.." Jawab perawat itu ramah seraya mengangkat kalung Nidia di tangannya.
"Syukurlah kalau begitu"Ujar Nidia lega. "Saya pergi dulu" Nidia tersenyum dan segera berbalik hendak pergi.
"Sebentar..!"Tahan perawat itu dengan cepat membuat Nidia khawatir jika dia berubah pikiran." Siapa Namamu.. oh ya..jika kamu perlu mengambil kembali kalungmu cari saja saya di sini nama saya Safira.." Katanya.
"Ohh.. ia, saya Nidia , nanti saya akan datang lagi" Baiklah" Safira dan beberapa apoteker yang lain tersenyum ramah kearah Nidia.
Tak berselang lama dari masuknya Nidia kedalam ruang IGD, Bik Sumi juga masuk dan menemui majikannya. Di sana, dia juga mendapati putra dari majikannya Haikal sudah duduk disamping ibunya.
Bik Sumi ingin mengatakan sesuatu kepada majikannya tapi majikannya mengisyaratkannya agar diam. di sampingnya duduk Haikal yang sendari tadi menggenggam tangan ibunya "Mama jangan membantah lagi, sudah lebih dari sejam mama di sini. seharusnya sudah sejak tadi mama pindah keruang rawat inap"
"Iya..iya, Mama akan pindah. Tadi mama hanya bilang ke dr.Bastian kalau mama ingin bertahan sebentar karna mama capek" Jawab Bu Saraswati beralasan. tentu saja alasan itu membuat Haikal heran sekaligus khawatir, tidak biasanya mamanya mengeluh capek.
Tak berselang lama, Ferdy asisten pribadi Haikal masuk, dia mengangguk kearah Haikal seakan menyatakan sesuatu. dan Haikalpun hanya menanggapinya dgn anggukan saja. Sekilas dia dan Ferdy sama - sama menatap gadis dengan pakaian OG perusahannya yang sedang mengawasi dengan serius tindakan dokter pada Bu Rahma.
Nidia begitu khawatir dengan Bu Rahma dan memperhatikan dokter dan perawat yang memasang infus serta menyuntikkan obat sampai - sampai dia tidak menyadari bahwa beberapa pasang mata sedang memandangnya.
Aku adalah pimpinan Marga Jaya Corp tempat gadis ini bekerja. Bagaimana mungkin dia tidak mengenali aku?
Haikal membatin, wajahnya terpampang dengan jelas saat di lobi masuk perusahaan dimana semua karyawan pasti melihatnya, lalu bagaimana gadis ini bisa begitu mengacuhkannya?
Dan pertanyaan yang sama pun mungkin ada di benak Bu Saraswati dan Ferdy asistennya. Itu nampak dari ekspresi mereka yang menatap Haikal dan Nidia bergantian.
Bu Saraswati sendiri sebenarnya agak kecewa, dia berharap adegan yang berbeda, dia sudah membayangkan jika nanti putranya dan OG itu bertemu akan terlihat canggung karena mereka saling mengenal. Paling tidak dia berharap gadis baik itu akan nampak kaget dan gugup karena mendapati bos besarnya ada di ruangan itu.
dr Bastian mendekati sal Bu Saraswati bersama beberapa perawat pria." Bu Saras, apakah sudah boleh pindah sekarang?" Tanya dr Bastian ramah. Bu Saraswati hanya mengangguk lemah, dia butuh istirahat setelah lelah dengan pikirannya sendiri akan gadis yang baru di lihatnya.
"Assalamu'alaikum" Dari arah pintu terdengar salam. Nidia menjawab dan tersenyum pada ayah dan anak yang baru masuk. Mereka terlihat sangat khawatir. "Bagaimana keadaan ibu, Nidia?" Tanya pak Soleh. Suami Bu Rahma
"Alhamdulillah kata dokter keadaannya sudah mulai stabil. sebentar lagi dia siuman" Jawab Nidia sambil tersenyum
"Alhamdulillah, "Pak Soleh mendekati istrinya " Terima kasih Nak Nidia, kami benar-benar berhutang Budi padamu"
"Ah tidak, ini tidak apa-apa dan juga bukan hutang Budi. Bu Rahma,. sudah saya anggap seperti ibu sendiri. lagi pula bapak dan keluarga sudah sangat membantu saya selama ini. apa yang saya lakukan saat ini bukan apa-apa" Jawab Nidia lembut
"Ayo Nana, kita selesaikan registrasi ibu kamu dulu"Ajak Nidia kearah Nana. mengalihkan pembicaraan mereka, bagaimanapun juga Nidia adalah orang yang sangat tidak enakan ketika ada orang yang lebih tua darinya bersikap sungkan. Apalagi dengan orang sebaik pak Soleh dan istrinya.
"Ayo kak.." Nana mengangguk
"Apa data-data yang aku minta sudah di bawa semua?" Tanya Nidia dan dijawab anggukan oleh Nana putri Bu Rahma. Merekapun pamit keluar pada pak Soleh.
Semua peristiwa itu tak pernah luput dari perhatian Bu Saraswati meski saat ini dia sudah di dorong oleh perawat menuju kamar VIP. Entah apa yang sedang di rasakannya, tapi dia seolah merasa berat meninggalkan ruang IGD itu. dalam hidupnya, untuk pertama kalinya dia merasa begitu tertarik dengan seorang anak gadis.
Wajahnya yang selalu tersenyum manis, tatapannya yang bersemangat, serta sikap dan tutur katanya yang lemah lembut seakan membuatnya terhipnotis.
****
"Namanya Nidia Ariska Putri, berusia 22 tahun, bekerja sebagai OG baru sekitar dua Minggu yang lalu, saat ada penerimaan OG karena kekurangan pekerja" Ferdi membacakan dokumen yang di pegangnya di hadapan Haikal di halaman samping rumah sakit. Pria itu diam saja mendengarkan penjelasan sekretarisnya."Status belum menikah, ayahnya meninggal dua tahun yang lalu, dan sebelumnya dia tinggal bersama ibu tiri dan dua orang saudara tiri yang masih SMP dan sma"
"Cukup"Haikal mengangkat tangannya menghentikan Ferdi yang sedang membaca biodata Nidia. Dia mengambil dokumen Nidia dan mengamati dengan seksama wajah gadis itu.
Ada yang tidak biasa dari cara ibu memperlakukan gadis itu. Melihat dari bagaimana ibu selalu menyebut gadis itu saat beristirahat di kamarnya sudah membuatnya heran sekaligus waspada.
"Kedua perempuan itu adalah OG di perusahaanmu, bagaimana gadis cantik itu tidak mengenalmu?" Bu Saraswati yakin kalau gadis yang bernama Nidia itu mengenal putranya, tapi dia berpura-pura acuh tadi. Dia menatap wajah putranya yg sendari tadi hanya diam saja."Haikal, apa kamu mendengar apa yang mama katakan?"Tanya Bu Saraswati dengan nada agak menekan ke putranya.
"Haikal dengar ma," Jawab Haikal datar " Mama istirahat saja dulu. Haikal akan mengatasi OG yang sedang dirawat itu" Ujar Haikal kemudian menyelimuti ibunya dengan lembut.
"Iyaa Nak, kamu harus bertanggungjawab terhadap pegawaimu. mereka adalah bagian dari orang-orang yang ikut membesarkan nama perusahaan walau hanya berstatus OG" Haikal mengangguk mendengar ucapan ibunya" Coba kamu bayangkan, bagaimana jika tidak ada petugas kebersihan di perusahaanmu.." Haikal mencium kening ibunya dengan sayang membuat wanita itu terdiam.
"Tidurlah ma, jangan berfikir yang macam-macam, biar Haikal yang mengurusnya" Bu Saraswati tersenyum dan diapun terdiam. tak jadi melanjutkan kata-katanya yang belum selesai.
"Bagaimana dengan wanita yang di rawat itu?"Tanya Haikal beberapa saat setelah matanya beralih dari foto Nidia. Seiring dengan menghilangnya kata-kata ibunya di ruang rawat inap beberapa waktu yang lalu.
"Mengenai itu" Ferdi mengeluarkan dokumen yang lain dari tasnya" Saya sudah mengurus semuanya, tidak terlalu sulit karena bu Rahma merupakan karyawan lama dan sudah terdaftar dalam Askes ketenagakerjaan" Haikal memeriksa lagi dokumen yang diserahkan oleh Ferdi.
"Baiklah.. Terima kasih atas kerja kerasmu hari ini.."Ferdi mengangguk hormat mendengar ucapan terima kasih dari atasannya.
"Semuanya mudah karena dokumen keluarga Bu Rahma juga sudah lengkap. mungkin karna bu Rahma sudah menjadi langganan rumah sakit sehingga keluarganya sudah mempersiapkan dokumen dengan lengkap"Ujar Ferdi merendah
"Kembalilah ke perusahaan.. Aku akan di sini menemani mama, kondisinya masih agak lemah" Titah Haikal dan di jawab anggukan oleh Ferdi. Karena sore hari ini sudah tidak ada lagi rapat penting maka Haikal berfikir untuk tetap berada disamping ibunya.
"Pak, mengenai gadis itu.."Ferdi berbalik lagi saat sudah berjalan beberapa langkah"Menurut putrinya Bu Rahma, dia sudah kembali ke perusahaan"
"Hmm"Ucapan Ferdi hanya dijawab dgn gumaman oleh Haikal membuat Ferdi menggaruk kepalanya yang tidak gatal" Kalau begitu saya pergi dulu"
Belum sempat Ferdi melangkahkan kakinya, atasannya sudah berlalu dari hadapannya, membuat sang asisten terdiam" Selalu saja seperti itu kalau menyangkut wanita "Gumam Ferdi geleng-geleng kepala.
Dia sempat berfikir Haikal memiliki ketertarikan dengan OG itu, masalahnya baru kali ini si bos besar meminta identitas seorang pegawai. Dan itupun hanya berprofesi sebagai OG di perusahaannya. tapi nyatanya, sang bos tetap terlihat tidak tertarik seperti biasanya.
***
Hampir pukul satu siang saat Nidia sampai di perusahaan, dia disambut oleh teman-teman seprofesinya yang sibuk menanyakan kondisi Bu Rahma.
"Alhamdulillah, kondisi Bu Rahma sudah lebih baik. Dokter sudah menanganinya dengan cepat"Jawab Nidia sambil tersenyum "Sekarang dia sudah dijaga oleh suami dan putrinya dan sudah di pindahkan ke ruang rawat inap "
"Alhamdulillah.."Sahut yang lain lega" Kamu benar-benar berani Nidia" Bu Lela menepuk bahu Nidia dengan sayang."Apa yang kamu lakukan tadi benar-benar menginspirasi kami bahwa masih ada orang yang seperhatian kamu"
"Iyaa Nidia.. kamu yang terbaik" Fitri yang hampir seusia dengan Nidia juga ikut menimpali, di jawab anggukan oleh rekan yang lain.
"Sudah sudah.. nggak akan kelar kalau muji orang"Sela Nidia cepat" Sekarang pikirkanlah tentang perutku.."Nidia mengelus perutnya dan wajahnya terlihat memelas.
"Kenapa dengan perutmu Nidia?"Tanya mereka khawatir
"Aku lapar.."
"Aaa.. hhh"Mereka serentak tertawa melihat wajah memelas Nidia yang nampak sangat lucu. Seseorang tiba-tiba menyodorkan nasi bungkus kearah Nidia.
"Makanlah, aku meminta mereka membungkusnya tadi di kantin perusahaan karena tau kamu bakalan kelaparan"Ujar Deni salah satu OB di perusahaan itu.
"Terima kasih Deni, kalau kamu tidak meminta mereka membungkusnya untukku, aku pasti sudah kelaparan sekarang"Ucap Nidia penuh rasa syukur.
"Jangan terlalu di pikirkan. cepatlah makan sebelum jam istirahat berakhir"Senyum Deni tulus kearah Nidia di Jawab anggukan dari yang lain.
Nidia segera menikmati makanannya dengan penuh rasa syukur karena dia terbebas dari kelaparan siang ini. Dalam hati dia sempat berfikir. Andai penyakit Bu Rahma mudah di obati semudah mengobati rasa lapar pasti dia akan sembuh lebih cepat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!