Kau terus melukaiku dengan sadarmu.
Kau juga memakiku dengan tatapanmu.
Kau masih terus menghukumku dengan sikapmu.
Terimakasih...
Aku lelah...,
Mari sudahi semua sampai disini...
Arini
Adnan membaca lagi surat yang ditulis oleh Arini, istrinya. Wanita yang dinikahinya karena perjanjian konyol dengan sahabatnya.
\=\=\=\=\=
Sore itu Adnan menjemput kekasih hatinya, Ami,di sebuah sanggar tari.
Ami adalah gadis cantik yang telah mengisi hatinya selama dua tahun lebih.
Mereka saling mencintai dan merencanakan menikah di masa depan nanti.
" Sudah lama nunggunya...?" tanya Ami dengan wajah ceria.
" Lumayan, tapi gapapa. Menunggu Kamu seribu tahun lagi juga Aku mau...," gombal Adnan.
Walau hanya gombalan receh, tetap saja membuat wajah Ami bersemu merah. Mereka pun meninggalkan sanggar tari itu sambil berboncengan naik sepeda.
Meski usia mereka masih sangat muda, Adnan dan Ami berani merencanakan pernikahan. Adnan dan Ami masih duduk di bangku SMA saat itu.
" Aku mau nikah nanti pake gaun kaya putri Cinderella ya...," pinta Ami.
" Iya, Aku ikut Kamu aja. Kamu pasti cantik deh pake gaun kaya gitu...," kata Adnan.
" Apa orangtua Kita setuju sama usul Aku...?" tanya Ami ragu.
" Setujulah, kan yang nikah Kita, jadi semua harus sesuai keinginan Kita dong...," kata Adnan lagi.
" Iya, walau pun kita berbeda, tapi Aku salut karena orangtuamu ga menghalangi hubungan Kita...," kata Ami terharu.
Adnan pun mengangguk dan tersenyum.
\=\=\=\=\=
Adnan adalah anak Kepala Desa, yang memiliki otak cerdas di atas rata-rata pemuda seusianya di desa itu.
Ami adalah anak petani garam yang lumayan sukses di desa itu.
Adnan dan Ami pertama kali bertemu saat ada perayaan HUT RI di balai desa. Pertemuan pertama itu membuat mereka saling jatuh cinta pada pandangan pertama.
Adnan yang gagah dan tampan, sedangkan Ami cantik dan pemalu. Sungguh mereka adalah pasangan yang serasi.
Kebersamaan mereka sudah diketahui oleh orangtua masing-masing dan nampaknya mereka mendapat dukungan selain dari orangtua juga dari para sahabat.
Salah seorang sahabat Ami, Arini, sebenarnya juga menaruh hati pada Adnan. Tapi saat melihat kebahagiaan Adnan dan Ami, ia pun mengalah.
Jadilah Adnan dan Ami sebagai seorang kekasih di usianya yang terbilang muda, yaitu 16 tahun. Setelah tiga tahun menjalin kasih, mereka pun hampir lulus SMA.
" Tahun depan Kita lulus lho Nan, apa rencanamu setelah ini...?" tanya Ami.
" Sebenernya Aku mau menikahi Kamu, tapi pasti ditolak sama Bapakku. Karena Bapakku mau Aku jadi orang sukses baru mikirin nikah...," kata Adnan sambil melempar kerikil ke kali.
Saat itu mereka sedang duduk di pinggir kali bersama beberapa teman mereka.
" Terus...?" tanya Ami lagi.
" Paling Aku lanjutin sekolah di kota. Kenapa Kita ga sekolah bareng aja di kota...?" tanya Adnan.
" Ga mungkin lah, Aku kan perempuan. Buat Bapakku, perempuan itu ga perlu sekolah tinggi. Sudah bisa lulus SMA aja Aku udah bersyukur...," kata Ami lirih.
Keduanya terdiam sibuk dengan pikiran masing-masing.
Hari kelulusan pun tiba. Seperti biasa, Adnan lulus dengan nilai tertinggi dan mendapat beasiswa melanjutkan kuliah di UI Jakarta.
Sang Kepala desa dan istrinya sangat bangga dengan prestasi anaknya itu. Mereka mengadakan acara syukuran atas prestasi Adnan sekaligus untuk mendoakan Adnan yang akan melanjutkan pendidikan di kota lain.
" Waahh Adnan, kalo udah sampe Jakarta jangan lupa sama Kita disini ya, apalagi sama Ami. Bisa dicomot orang lho...," kata Yusuf teman Adnan.
" Apaan sih, ga lucu becandanya Suf. Emang Aku barang apa...?" kata Ami sebal.
" Iya, Kamu tuh bukan barang tapi seorang yang istimewa...," sindir Budi.
" Jangan gangguin Ami, bisa diem ga sih...?!" sela Arini membela Ami.
" Waahh, ada bodyguard Ami. Takut...," kata yang lain lagi.
Semua tertawa dengan candaan itu.
Adnan menggamit tangan Ami dan menjauhi kerumunan teman-teman mereka. Sorak sorai pun kian terdengar, tapi Adnan tak peduli.
" Aku janji, ga bakal macem-macem disana. Aku pasti setia sama Kamu...," janji Adnan.
" Aku percaya. Tapi ga usah banyak janji. Kita ga bisa ngelawan takdir...," kata Ami sambil melengos.
" Maksud Kamu apa, Kamu mau nikah sama orang lain, gitu...?" tanya Adnan marah.
" Kita ga tau takdir Kita kedepan gimana Adnan. Jangan salah paham. Bisa aja disana Kamu yang kecantol sama cewek lain...," kata Ami ngambek.
" Ha ha ha, Kamu cemburu, kirain Aku Kamu mau ninggalin Aku...," kata Adnan sambil menahan tawa karena dilihatnya wajah Ami yang memerah karena malu.
Malam itu sejoli yang kasmaran itu saling berjanji setia.
\=\=\=\=\=
Adnan tiba di Jakarta dengan menumpang kereta api dari desanya di Jawa Tengah.
Dia pun lalu mencari rumah adik ibunya, yakni Paman Yoyo, yang juga tinggal di Jakarta.
Setelah menemukan alamat yang dicari, Adnan pun menetap di sana bersama pamannya itu.
Paman Adnan bekerja di bengkel mobil besar di Jakarta. Istrinya membantu sang suami dengan berjualan kue dari rumah ke rumah. Mereka memiliki seorang anak laki-laki berusia setahun bernama Yoga.
" Nan, ntar kalo pulang kuliah mampir bayar listrik ke PLN ya. Udah nunggak dua bulan nih, ntar kasian Yoga kalo ga ada listrik...," kata Yoyo sambil memberikan uang dan kertas rekening listrik.
" Iya Paman. Biar Adnan aja yang bayar pake uang Adnan. Paman simpen aja uang Paman buat si Yoga...," kata Adnan.
" Jangan Nan...," kata Sri, istri Yoyo.
" Gapapa Bi, ini juga kewajiban Adnan. Kan Adnan juga pake lampu buat belajar...," kata Adnan sambil tersenyum lalu beranjak meninggalkan rumah untuk ke kampus.
" Jadi ga enak Pak kalo kaya gini. Kesannya gimana gitu...," kata Sri sambil melipat uang yang dikembalikan Adnan tadi.
" Gapapa Bu. Adnan itu memang dewasa. Dia tau kehidupan Kita juga masih merintis. Makanya dia bantuin Kita. Sebenernya dia bisa aja kost ditempat yang lebih baik, tapi karena ingin membantu kita, makanya dia tinggal disini. Simpan aja uang itu buat tabungan si kecil...," kata Yoyo sambil mengecup kening istrinya sebelum pergi ke bengkel.
" Iya Pak, hati-hati...," kata Sri sambil mengantar sang suami hingga ke depan pintu rumah.
Tiba-tiba terdengar tangis Yoga kecil dari dalam kamar.
" Eh, Anak Ibu udah bangun. Enak ya bobonya. Uuhh, Bapaknya udah jalan abis nungguin Yoga belum bangun tadi...," kata Sri sambil menggendong Yoga dan menciumi wajahnya yang lucu.
Keluarga kecil itu memang nampak bahagia dengan kesederhanaannya.
\=\=\=\=\=
Di kampus, Adnan memiliki banyak teman dan terkenal cerdas. Sehingga dia menyelesaikan semua tugas yang diberikan dosen dengan baik dan lulus dengan nilai memuaskan.
Di tahun terakhir kuliah, Adnan mencoba untuk bekerja paruh waktu di sebuah restoran cepat saji sebagai pramusaji. Adnan sangat cekatan, sehingga sang pemilik resto, Pak Amran, memberinya kepercayaan untuk memegang kendali cabang restoran itu di kota lain.
Lulus kuliah Adnan melanjutkan pekerjaannya sebagai Manager restoran. Karir Adnan melesat cepat bagai meteor. Ia mulai membeli rumah baru dan mengajak sang paman untuk tinggal bersamanya di rumah itu. Tapi sang paman menolak dengan alasan terlalu jauh dari bengkel tempatnya bekerja. Akhirnya Adnan hanya memberi uang untuk sang paman sebagai bentuk balas budi selama ia ditampung dirumah sang paman.
Adnan semakin sibuk dan mulai melupakan Ami. Padahal Ami sangat menanti kabar darinya setiap minggu.
Adnan yang banyak disukai oleh gadis-gadis cantik, termasuk anak sang pemilik restoran, perlahan menggantikan Ami dengan sosok lain dihatinya. Adnan berpacaran diam-diam dengan gadis kota yang modis dan cantik bernama Gisela. Walau tak serius menjalin hubungan, kehadiran Gisela bisa sedikit menepis rasa sepi di hati Adnan.
Melihat Adnan yang tampan, pandai dan gesit, membuat Fira sangat menyukainya. Fira bahkan meminta ayahnya untuk menjodohkan Adnan dengannya.
Semula Adnan tak menyangka bahwa anak Bosnya menaruh hati padanya. Apalagi setau Adnan, Fira juga sudah bertunangan dengan pria lain yang sederajat dengan keluarga Pak Amran.
Meskipun Pak Amran adalah orang yang baik, tapi istri pak Amran adalah orang yang sangat mementingkan status sosial jika menyangkut hubungan kekerabatan, dan tak akan sembarangan memilih.
" Jangan memilih besi untuk menggantikan emas Fira...," sindir bu Amran.
" Apa maksud Mami ngomong kaya gitu...?" tanya Fira.
" Jangan Kamu pikir Mami ga tau apa yang Kamu lakukan, Kamu mencoba membatalkan pernikahanmu dengan Marko. Iya kan...?!" kata bu Amran marah.
" Tapi Fira cinta sama Adnan Mi...," rengek Fira.
" Kamu yang memilih Marko untuk jadi suamimu. Tapi Kamu juga yang membatalkannya. Jangan seperti ja***g Kamu, gonta ganti pasangan seenakmu sendiri tanpa memikirkan perasaan orang lain...!" bu Amran bertambah emosi.
" Mami, Adnan itu orang baik Mi, pekerja keras...," Fira masih berusaha meyakinkan
" Cukup. Mami ga mau punya besan orang kampung. Kamu liat Papi Kamu, ga mungkin orang seperti kita besanan sama orang yang ga sederajat. Mami malu...!" kata bu Amran lagi.
Fira hanya menangis. Dia bingung, perasaan cintanya pada Marko perlahan terkikis karena kehadiran Adnan. Dia ingin bahagia, tapi tak ingin menyakiti hati kedua orangtuanya.
" Kalau Kamu berani menikahi Adnan, jangan harap Mami memaafkanmu. Lebih baik Mami kehilangan Kamu daripada kehilangan harga diri Mami...," ancam bu Amran sambil membanting pintu kamar Fira.
Adnan yang menyadari statusnya dan juga memang tak menyukai Fira, perlahan menjauhi Fira yang hanya dianggapnya adik.
bersambung
Fira akhirnya setuju untuk menikahi Marko, tunangannya. Walaupun masih sulit melupakan Adnan, tapi Fira tak ingin kedua orangtuanya malu karena ia gagal menikah.
Saat pesta pernikahan Fira, Adnan mengajak Gisela untuk mendampinginya. Fira pun menutupi rasa cemburunya dengan mengalihkan pandangannya menatap sang suami. Marko yang tahu bahwa istrinya sempat menaruh hati pada Adnan pun mencoba menghibur Fira.
" Liat Aku aja, Aku disini buat Kamu, selalu ada buat Kamu...," kata Marko sambil mengecup kening Fira.
" Iya, Aku tau. Maafin Aku ya...," pinta Fira dengan tulus.
Marko memeluk Fira dan membawanya berdansa mengikuti musik yang mengalun.
Fira memandangi wajah pria yang sekarang jadi suaminya dengan perasaan bersalah. Tapi akhirnya ia bisa tertawa mengikuti gerakan suaminya dan melupakan Adnan.
\=\=\=\=\=
Setelah pesta pernikahan Fira usai seminggu yang lalu, Adnan kembali ke rutinitasnya semula.
Hingga suatu sore ia bertemu dengan Arini di restoran itu. Adnan sedang mengecek kinerja anak buahnya sekaligus menyapa beberapa tamu langganan di restoran itu.
" Selamat sore Pak Atmo, senang melihat Bapak tampak sehat...," sapa Adnan.
" Sore juga Pak Adnan. Iya, karna makan di restoran ini Saya merasa lebih sehat...," kata pak Atmo ramah.
" Silakan dilanjut, Saya mau menyapa yang lain...," kata Adnan sopan.
Lalu Adnan beranjak bermaksud menyapa tamu yang lain. Tiba-tiba ia melihat sosok wanita yang pernah dikenalnya.
" Arini, Kamu Arini kan...?" tanya Adnan ragu.
" Iya, Saya Arini. Kamu...?" tanya Arini bingung.
" Aku Adnan, Kamu lupa sama Aku...?" tanya Adnan lalu duduk di kursi kosong di hadapan Arini.
" Adnan, Waahh ga nyangka bisa ketemu disini. Apa kabar Nan...?" tanya Arini senang.
" Seperti yang kamu liat. Aku kerja disini, jadi manager...," bisik Adnan di telinga Arini.
" Waahh, hebat Kamu...," kata Arini bangga.
" Biasa aja. Kamu sama siapa kesini...?" tanya Adnan lagi.
Demikianlah, obrolan mereka berlanjut dengan saling tukar nomor telephon.
Arini sangat senang bisa bertemu Adnan. Apalagi Adnan terlihat lebih dewasa dan tentu saja tambah tampan di mata Arini.
Adnan pun memuji kecantikan Arini di dalam hati, tapi ia teringat akan cinta pertamanya Ami.
Pertemuan kedua mereka sengaja janjian ketemu di sebuah taman.
" Ami, gimana kabarnya...?" tanya Adnan pada pertemuannya dengan Arini.
" Dia, mmm, Kamu mau tau...?" tanya Arini.
" Emang kenapa sih, tinggal ngomong aja kok susah banget...," gerutu Adnan.
" Dia mau menikah seminggu lagi...," kata Arini takut.
" Apa...?!" tanya Adnan kaget sambil berdiri.
" Iya, makanya Aku ajak ketemuan tuh mau ngomongin hal ini...," kata Arini.
" Tapi kan dia janji nungguin Aku. Baru tiga hari yang lalu telephon tapi ga ada ngomong mau nikah...," kata Adnan sedih.
" Aku ga tau...," kata Arini.
" Nikah sama siapa...?" tanya Adnan lirih.
" Sama temen Kita, Umar...," kata Arini lagi.
Adnan terkejut, ia tak menyangka Umar menikungnya. Harusnya Adnan sadar, keputusan Ami menerima pinangan Umar karena Adnan tak juga memberi kepastian kapan mereka menikah.
" Kenapa Kamu sedih, bukannya Kamu juga punya cewek lagi disini...?" sindir Arini.
" Aku cuma iseng aja, ga serius...," bela Adnan.
" Sama aja Kamu udah ngeduain Ami. Jangan egois lah...," kata Arini lalu pergi meninggalkan Adnan.
" Kamu yang bilang sama Ami kalo Aku punya pacar disini...?!" seru Adnan.
" Bukan Aku. Ami liat sendiri waktu seminggu lalu kesini. Dia mau kasih surprise buat Kamu, tapi malah kebalik. Dia yang dapet surprise karena liat Kamu lagi pelukan sama cewek lain katanya...," ujar Arini.
" Seminggu yang lalu, Dia ga bilang, kacau. Pasti itu saat Gisela datang ke kantor Aku...!" kata Adnan gemas.
Arini cuma menggedikkan bahunya. Dia juga kecewa pada Adnan.
Adnan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
\=\=\=\=\=
Adnan datang di pesta pernikahan Ami. Ia memandang sinis kearah Ami. Saat bersalaman dengan Ami cuma sindiran dan kalimat pedas yang Adnan ucapkan.
" Kau ingkari janjimu Ami. Tak sabarkah Kau menungguku pulang hingga harus menikah dengan Umar, atau Kau dan Umar sudah berzina hingga tak sanggup menyembunyikan kehamilanmu...?" kata Adnan lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Ami menangis sedih mendengar Adnan bicara buruk tentangnya.
" Kenapa Kau tak berkaca Adnan...?" kata Ami.Tapi Umar menahannya dan menghiburnya.
" Jangan turuti amarahmu. Ingat masih banyak tamu disini. Kalo Kamu membalas apa yang Adnan katakan, Aku bisa ngira kalo Kamu masih mencintainya...," kata Umar pelan.
" Aku ga mencintainya lagi. Aku hanya marah karena dia nuduh kita berzina Umar...!" sangkal Ami.
" Biarkan saja. Bisakah Kau belajar menghormatiku sebagai suamimu mulai detik ini...?" tanya Umar sambil menatap Ami tajam.
" Baik, maafkan Aku...," kata Ami lirih sambil menggamit tangan Umar lembut.
Umar dan Ami saling menatap mesra. Umar pun tersenyum dan memeluk Ami dengan sayang.
Tingkah mereka menjadi sorotan di pesta itu. Adnan yang juga menyaksikan moment itu semakin kesal. Ia segera meninggalkan pesta pernikahan Ami sang mantan.
\=\=\=\=\=
Adnan membanting tubuhnya diatas kursi di rumah kedua orangtuanya. Adnan geram saat tahu Ami menikah dengan Umar.
" Lepaskan dia, Kalian memang tak berjodoh. Salahmu telah menduakan dia, jangan menyalahkan dia karena perbuatanmu...," kata ibu Adnan, Fatma, sambil merapikan meja.
" Aku kesepian disana, makanya Aku mencari pacar cadangan...," kata Adnan masih berusaha membela diri.
" Kau pikir dia tak kesepian disini, menunggumu tanpa kepastian, itu ga adil buat Ami. Ibu yang menyuruhnya menerima pinangan Umar, karena Ibu yakin Umar bisa membahagiakannya. Jadi salahkan saja Ibu...," tantang ibu Adnan.
" Ibu...," Adnan tak sanggup melanjutkan ucapannya.
" Ibu tau rasanya menunggu tanpa kepastian. Ibu sudah berkali-kali memintamu pulang dan memberi Ami keyakinan agar mau menunggumu, ya setidaknya kan bisa tunangan dulu. Tapi Kau malah berhubungan dengan perempuan lain. Ibu yang memberi alamatmu di sana. Dan Ibu ga bisa apa-apa saat Ami bilang Kamu sudah punya perempuan lain. Jadi Ibu suruh dia menikahi Umar...," cerita Ibu Adnan dengan tatapan kecewa pada anak semata wayangnya itu.
Adnan tak bisa marah pada sang ibu. Ia hanya beranjak masuk ke dalam kamar dan merebahkan diri di atas tempat tidur.
Malam harinya Adnan makan malam bersama kedua orangtuanya. Suasana tampak canggung.
" Apa rencanamu selanjutnya...?" tanya Hardi, ayah Adnan.
" Belom tau Yah...," jawab Adnan malas.
" Putuskan hubunganmu dengan gadis kota itu. Menikahlah...," kata Hardi lagi.
" Adnan emang ga serius sama dia Yah. Tapi buat menikah, belom kepikiran...," jawab Adnan sambil meneguk air minum.
" Sudahi saja petualanganmu, ingat Kau sudah cukup umur buat menikah...!" kata sang ibu galak.
" Aku ga mau terkesan balapan sama si Ami karena tiba-tiba menikah...," kata Adnan sambil melangkah ke luar rumah.
" Jangan terlalu menekannya Bu..., dia baru saja kehilangan Ami...," kata Hardi.
" Itu kan salahnya sendiri. Justru Aku kasian sama Ami, gara-gara menunggu Adnan dia baru bisa menikah. Harusnya kan dia sudah melahirkan anak yang lucu...," kata Fatma kesal.
" Itu namanya takdir...," kata Hardi lagi.
" Iya, takdir yang tertunda. Kalo Adnan kasih keputusan cepat, Ami bisa menikah lebih cepat dengan Umar dan pasti udah punya anak...," kata Fatma sambil membawa piring kotor ke dapur.
Ibu Adnan kecewa karena Ami gagal jadi menantunya. Ami adalah gadis yang baik dan type ideal ibu Adnan. Tapi karena ulah anaknya, hilang sudah impiannya bermenantukan Ami. Ayah Adnan juga kecewa atas sikap anaknya, tapi ia mencoba bersikap netral.
Percakapan kedua orangtuanya terdengar oleh Adnan. Ia juga menyadari keegoisannya.
" Aku memang egois. Ami berhak bahagia, maafkan Aku Ami...," kata Adnan sambil mengusap wajahnya.
Di rumah Ami.
" Jadi Adnan menyangka Kamu yang bocorin rahasianya...?" tanya Ami sambil melepaskan jepit rambutnya.
" Iya, dia marah banget...," kata Arini.
" Aku beruntung ga jadi menikah dengannya...," kata Ami pelan.
" Mmm, tapi dia tambah keren sekarang...," kata Arini malu-malu.
" Ha ha ha, Kamu masih suka sama Adnan...?" tanya Ami menggoda Arini.
" Iihhh, apaan sih Kamu, kalo Aku suka tapi Adnan ga suka sama Aku ya percuma kan...," kata Arini.
" Aku tau dari dulu Kamu suka sama Adnan dan ngalah demi Aku. Maaf, Aku ga peka, malah Aku terima Adnan jadi pacarku...," sesal Ami.
" Sstt, udah lupain aja. Aku gapapa kok...," kata Arini sambil memeluk Ami erat.
" Tapi Kamu masih mau berjuang buat dapetin Adnan...?" tanya Ami penasaran.
" Kayanya ga deh. Adnan ga suka sama Aku. Aku cari yang laen aja...," kata Arini tertawa sambil meninggalkan Ami di kamar pengantin.
bersambung
Adnan kembali ke kota dan melanjutkan tugasnya.
Setelah jenuh dengan pekerjaannya, ditambah masalah dengan Fira tempo hari membuat Adnan pun berencana resign dari tempatnya bekerja. Ia berniat membuka usaha sendiri. Ia mulai mencari tempat yang cocok untuknya membuka usaha kafe atau bengkel mobil.
Adnan mendapatkan tempat yang cocok dengan harga yang sangat bersahabat. Sebuah ruko yang berada di pinggir jalan yang strategis. Disana sudah ada beberapa toko juga yang sudah beroperasi. Ada toko bunga, toko assesoris wanita, toko pakaian, toko HP dan kantin kecil.
Adnan mulai merenovasi beberapa bagian ruko untuk disesuaikan dengan kafe yang akan dibangunnya. Adnan mendesign sendiri ruko itu menjadi sebuah kafe. Ada beberapa tambahan ornamen untuk mempercantik interior kafe. Dan Adnan pun memilih bunga segar untuk menghidupkan suasana kafe nanti.
Sambil mengecek pekerjaan tukang di ruko miliknya, Adnan pun singgah di toko bunga dekat ruko miliknya.
" Permisi...," sapa Adnan.
" Ya, mari silakan Pak. Apa ada bunga yang mau Bapak beli, untuk siapa...?" tanya pelayan toko.
" Lho Arini, Kamu disini juga...?" tanya Adnan saat mengenali Arini.
" Kamu lagi. Kenapa dimana-mana selalu ketemu Kamu...," sungut Arini sebal.
" Ck. Aku ada urusan sama pemilik toko bunga ini...," kata Adnan datar.
" Sebentar...," Arini masuk ke dalam dan memanggil pemilik toko.
" Iya ada yang bisa Saya bantu...?" tanya bu Rose sang pemilik toko bunga.
" Bisa Kita bicara sebentar Bu, ini soal kerjasama Kita ...?" tanya Adnan hati-hati.
" Ooo bisa. Mari silakan masuk Pak...,"
" Saya Adnan Kusuma, Saya berencana membuka kafe di kios ujung sana yang sedang di renovasi...," kata Adnan ramah.
" Saya Roselia. Jadi maksud Pak Adnan...?" tanya Rose lagi.
" Saya ingin memesan bunga segar setiap hari yang akan Saya letakkan di beberapa sudut ruangan, mungkin Ibu bisa memilihkan bunga apa yang cocok diletakkan disana nantinya. Dan pembayaran akan Saya lakukan perminggu. Gimana Bu Rose...?" tanya Adnan.
" Ooo bisa. insya Allah bisa Pak. Saya akan senang hati bekerjasama dengan Bapak...," kata Rose senang sambil menyalami Adnan.
" Terimakasih Bu. Untuk awalnya Saya memesan bunga untuk acara pembukaan kafe Saya minggu depan, kalo Ibu ga keberatan bisa liat dulu kesana besok...," kata Adnan sambil berdiri.
" Baik, insya Allah Saya akan kesana besok untuk memastikan bunga apa yang cocok diletakkan disana...," kata Rose mengakhiri percakapan mereka.
Adnan pun berlalu meninggalkan toko bunga itu. Masih sempat melirik kearah Arini yang sedang sibuk melayani pembeli.
" Tambah susah deh buat ngelupain dia kalo gini caranya. Jauh-jauh merantau, masih aja ketemu dia lagi, jangan-jangan Kita jodoh...?" batin Arini tapi segera ditepisnya dengan memukul dahinya keras.
\=\=\=\=\=
Arini mulai menghilangkan perasaannya pada Adnan sejak Adnan ketauan selingkuh saat masih berhubungan dengan Ami.
Arini kecewa karena Adnan tak sebaik yang dipikirkan, dan Arini pun mulai bersikap cuek pada Adnan.
Adnan yang menyadari perubahan sikap Arini padanya pun bingung. Ia sadar kesalahannya pada Ami. Tapi apa hubungan semua itu dengan Arini. Apalagi ia dan Gisela sudah putus sejak Adnan memilih resign dari tempatnya bekerja.
Hingga suatu hari....
" Aww, sakit Adnan. Apa-apan sih Kamu...?!" kata Arini marah karena Adnan menarik tangannya keras.
" Aku sengaja, biar Kamu ga menghindari Aku terus...," kata Adnan.
" Aku ga mau kenal sama Kamu, cowok ga jelas...!" kata Arini judes.
" Kenapa, emang salah Aku apa sama Kamu...?" tanya Adnan.
" Ga ada. Tapi Aku malas aja ngeliat orang model Kamu...," kata Arini sambil berlalu.
" Arini, Kamu ga akan bisa menjauh dari Aku, ingat itu...!" seru Adnan emosi.
Adnan berdecak sebal saat melihat Arini makin menjauh. Ia merasa aneh dengan perubahan sikap Arini padanya. Setahu Adnan dulu Arini pernah menyukainya. Tapi mengapa sekarang berbeda. Adnan mengacak rambutnya kesal.
\=\=\=\=\=
Pembukaan kafe Adnan.
Kafe Adnan dibuka tepat di hari Sabtu saat para pemuda dan pemudi biasa menghabiskan waktu bersama alias ngedate.
Letaknya yang strategis menyebabkan banyak dilirik oleh para pecinta tantangan khususnya kaum muda.
Arini ikut hadir di acara pembukaan kafe mendampingi Bosnya Roselia.
Dalam acara pembukaan perdana kafe dihadiri juga oleh kedua orangtua Adnan.
Nampak kebahagiaan jelas terlukis di wajah mereka. Arini yang mengenal mereka pun menghampiri untuk menyapa.
" Assalamualaikum Bu,Pak...," sapa Arini sopan.
" Wa alaikumsalam, lho Arini disini juga toh, bantuin Adnan ya...?" tanya ibu Adnan antusias.
" Ehm, ga Bu. Saya nemenin Bos Saya, karena Adnan pesan bunga dari tempat Saya kerja...," jawab Arini malu.
" Ooo, Kamu kerja di toko bunga, gapapa, semua pekerjaan asal halal, ya kerjain aja ,ga usah malu...," kata ayah Adnan menghibur.
" Iya Pak...," kata Arini sambil tersenyum.
Adnan pun menghampiri kedua orangtuanya yang sedang ngobrol dengan Arini.
" Kirain kemana, ga taunya disini. Ayo Bu, Yah, cobain menu di kafe Adnan dong. Ntar kalo ada yang kurang, kasih tau ya, biar Adnan perbaiki...," kata Adnan sambil merangkul pundak ibunya.
" Arini ga diajak sekalian...?" tanya ibu Adnan.
" Ayo Rin, Kamu nyesel ntar, mumpung gratis nih...," ajak Adnan dengan muka menyebalkan.
" Silakan Ibu sama Bapak duluan aja, Saya masih kenyang...," tolak Arini halus.
Arini lalu membalikkan badan, tanpa permisi ia meninggalkan kafe milik Adnan itu.
Diam-diam Adnan memperhatikan tingkah Arini dari jendela kafe sambil tersenyum sinis.
Kafe yang diberi nama 'Kafe Sahabat' itu laris manis dikunjungi pembeli. Apalagi menu yang ditawarkaa sangat enak dengan harga yang lumayan dan tidak menguras kantong.
Setiap hari Arini bertugas mengantarkan rangkaian bunga ke Kafe Sahabat bersama temannya, Maria. Arini akan mengganti rangkaian bunga yang sudah layu dengan rangkaian yang baru. Mereka meletakkan rangkaian bunga itu di tempat yang telah ditentukan untuk membuat ruangan menjadi lebih fresh.
Saat Arini sedang asyik mengecek bunga yang harus diganti, Adnan berdiri di belakangnya sambil memperhatikan kinerja Arini dan temannya. Adnan kagum dengan cara kerja kedua wanita di depannya, apalagi Arini. Ada niat dihatinya untuk menggoda Arini.
" Sudah...?" tanya Adnan.
" Sudah Pak, Saya permisi...," kata Maria.
Arini yang tak tahu Maria sudah tak ada di sampingnya malah mengajak Maria bicara.
" Aku suka banget deh rangkaian bunga ini, warnanya unik ya, eh tolong guntingnya Mar...," kata Arini yang tak menyadari Adnan lah yang memberinya gunting.
" Makasih. Kalo ga karena perintah Bu Rose, sebenernya Aku males ke sini. Sebel sama yang punya...," gerutu Arini.
" Sebel kenapa...?" tanya Adnan yang wajahnya ada di depan Arini.
Arini terkejut dan langsung melempar bunga mawar ditangannya ke wajah Adnan. Otomatis duri-duri mawar itu melukai kulit wajah Adnan.
" Aww, Kamu...," Adnan memegang pipinya yang terluka.
" Eehh, ma... maaf. Lagian ngagetin aja sih...," kata Arini membela diri.
Lalu refleks mengusap pipi Adnan dengan lap tangan yang ada di saku bajunya.
" Ariniiii...," kata Adnan gemas saat tahu Arini mengusap wajahnya dengan lap kotor.
Arini tertawa saat melihat wajah Adnan yang kesal. Adnan terkesima sesaat ketika melihat tawa Arini.
Adnan sudah sering melihat Arini tertawa dulu, tapi melihat tawa Arini sedekat ini membuat jantung Adnan berdetak cepat.
" Maaf, maaf...," kata Arini di sela tawanya.
" Kebiasaan, Aku tuh Bos lho disini. Seenaknya aja Kamu bikin Aku kaya badut...," kata Adnan pura-pura marah.
" Iya maaf Bos...," kata Arini lagi, lalu membereskan perlengkapannya dan segera berlalu dari kafe itu.
Adnan masih mengusap wajahnya yang sedikit perih akibat duri mawar. Sedangkan Arini berjalan cepat secepat detak jantungnya yang berlomba ingin keluar dari tempatnya. Arini merasa sedikit aneh saat berdiri dalam jarak yang sangat dekat dengan Adnan. Arini pun langsung mencuci muka di wastafel saat kembali ke toko bunga. Ia menatap pantulan wajahnya di cermin.
" Aku kenapa sih, Jangan bilang gara-gara si Adnan, mukaku jadi merah kaya gini...," batin Arini.
Saat menutup kafe, Adnan sempat menoleh ke arah toko bunga tempat Arini bekerja. Seolah memastikan bahwa toko itu sudah tutup sejak tadi. Adnan memang buka tutup kafe jam sepuluh pagi dan malam hari.
Sambil melajukan mobilnya melewati toko bunga Adnan kembali menoleh.
" Kok Aku jadi nyariin si Arini ya, masa sih Aku suka sama cewek model gitu...?" tanya Adnan dalam hati seolah tak percaya.
Adnan menggelengkan kepalanya sambil berlalu meninggalkan tempat itu.
bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!