NovelToon NovelToon

Single Daddy

Prolog

Terhitung sudah 3 bulan sejak gue dipecat dari tempat kerja gue sebelumnya. Sumpah gue bingung banget sekarang. Apalagi saat ini pengeluaran gue terus berjalan tanpa adanya pemasukan. Adik gue juga baru kuliah, kedokteran pula. Pusing banget gue. Bagaimana caranya gue bisa memenuhi semua kebutuhan dia sedangkan gue saja tidak bekerja?

Ditengah kebingungan gue, tiba-tiba teman gue telepon. Namanya Sarah. “Nita lo butuh kerjaan kan?” Tanyanya yang gue jawab, “iya nih.”

“Gue punya kerjaan buat lo.” Ucapnya diseberang sana. “Kerja apaan?” Tanya gue antusias.

“Jagain anak gue deh. Entar gue bayar lo perhari. Gimana mau gak?” Tawar Sarah.

“Jagain anak lo? Wah jadi babysitter dong gue?”

“Iya sih. Gimana mau gak? Bayarannya lumayan loh. Adek lo juga butuh biaya yang gede kan buat kuliah kedokteran?”

“Iya gue mau deh. Jadi kapan gue datang ke rumah lo buat kerja?”

“Lo gak usah datang ke rumah gue. Gue yang antar Arka ke situ dan gue juga yang bakal jemput dia.” Jelasnya.

“Oh ya udah deh. Mulai kapan nih gue jagain anak lo?”

“Mulai hari ini. Bentar lagi gue otw rumah lo yah. Bye.” Kata Sarah.

Hari-hari gue sebagai babysitter dari Arka pun dimulai. Awalnya gue pikir Sarah cuman menitipkan dia selama beberapa hari saja. Ternyata enggak. Ini udah masuk bulan ke-7 sejak pertama kali dia minta gue buat menjaga Arka.

Setiap jam 10 pagi dia selalu datang membawa Arka, dan jam 5 sore dia datang buat menjemput Arka. Tiap hari selalu begitu, kecuali hari Sabtu dan Minggu. Sarah juga selalu datang sendirian. Gak pernah sama suaminya. Gue jadi bertanya-tanya dalam hati, apakah suaminya tau gak kalau anaknya selalu dititipin ke gue? Apa jangan-jangan suaminya gak tahu sama sekali? Sepertinya gue harus tanya sama Sarah.

“Hai Arka... Mama udah datang nih. Pulang yuk.” Ajak Sarah.

“Gak mau... Alka mau sama Bunda ajah.” Tolak Arka. Oh iya, saking dekatnya gue sama Arka, bocah 3 tahun itu memanggil gue Bunda. Padahal gue enggak pernah mengajarkan dia seperti itu. Untungnya Sarah gak terlalu mempermasalahkan hal itu.

“Gak bisa. Sebentar lagi Papa pulang. Kita udah harus ada dirumah sayang.” Jelas Sarah pada anaknya.

“Suami lo tau gak kalo gue yang selalu jagain anak lo?” Tanya gue penasaran.

“Enggak. Dia gak tau.” Jawab Sarah santai.

“Loh kok gak tau sih? Lo gak pernah bilang ke suami lo apa?”

“Gak pernah. Biarin ajah.” Jawab Sarah enteng. “Udah deh Nit, lo gak perlu ikut campur urusan keluarga gue. Yang perlu lo lakuin cuman jagain anak gue aja. Gue kan bayar lo buat itu, bukan buat urusin rumah tangga gue!” Bentak Sarah yang seketika membuat gue terdiam. Benar. Gue bukan siapa-siapa. Gue cuman babysitternya Arka doang.

...***...

Hari ini gue berniat buat mengajak Arka jalan-jalan ke Mall, sekalian gue mau belanja bulanan. “Bunda.. Alka lapal..” Ujar Arka.

“Uh manisnya anak Bunda.” Gemes banget gue sama Arka.”Yaudah yuk kita makan. Arka mau makan apa?”

“Ayam goleng Bunda..” Jawab Arka.

“Yaudah. Yuk kita makan ayam goreng.” Ajak gue.

“Yesss!” Seru Arka kegirangan.

Gue dan Arka pun melangkah menuju sebuah restoran yang ada di mall ini. “Papa!!!” Teriak Arka yang sontak membuat gue kaget. Begitu pun dengan sosok pria yang dipanggil Papa oleh Arka. Belum sempat gue bereaksi, Arka sudah berlalu menghampiri Papanya.

“Kamu sama siapa ke sini?” Tanya Ares yang sudah menggendong Arka.

“Sama Bunda.” Jawab Arka dengan polosnya. Gue juga gak bisa nyalahin Arka, anak kecil memang polos kan?

Ares memandang gue dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. “Kamu siapa? Kenapa anak saya bisa ada sama kamu?” Tanyanya dengan wajah yang dingin.

“Saya..” Kok lidah gue jadi kelu sih?

“Kamu siapa?” Tanyanya lagi.

“Ini Bundanya Alka, Papa.” Jawab Arka lagi. Aduh ini anak makin bikin gue jadi takut sama Papanya.

“Sini kamu ikut saya!” Tangan gue langsung ditarik sama Papanya Arka.

“Wirga, kerjaan kita udah beres semua kan? Gue pulang duluan.” Pamit Ares.

Tangan gue masih ditarik sama dia. Gue gak tahu dia mau bawa gue kemana. Saat ini kita menuju ke parkiran. “Masuk.” Perintah Ares menyuruh gue masuk kedalam mobilnya. Gue pun masuk.

Kini kami sudah berada didalam mobil. “Saya tanya sekali lagi, kamu siapa? Kenapa anak saya bisa ada sama kamu? Terus kenapa dia panggil kamu Bunda?” Suasa dalam mobil terasa mencekam. Tatapan Papanya Arka ke gue serasa menusuk. “Buruan jawab. Atau saya bawa kamu ke kantor polisi sekarang.” Ancamnya.

“Eh jangan dong Kak. Saya kan cuman jagain Arka ajah.” Tahan gue. Jangan gila, masa iya gue mau dilaporin polisi?!

“Jelasin ke saya.” Perintahnya lagi.

“Nama saya, Anita. Jadi, saya sama Sarah itu temanan. 7 bulan yang lalu, dia minta saya kerja buat dia. Saya diminta jagain Arka setiap hari. Semacam babysitter gitu buat Arka. Dan karena saya lagi gak punya kerjaan, saya pun menerima permintaanya itu.” Jelas gue.

“Kok saya gak pernah tau selama ini anak saya dijagain sama kamu?” Tanya Kak Ares yang gak percaya sama gue.

“Ya saya juga gak tahu Kak. Bisa tanya sendiri kan sama istrinya.” Jawab gue.

Bisa gue liat rahang Kak Ares semakin mengeras. Dirogohnya handphone dalam sakunya dan langsung menelpon seseorang.

“Kamu dimana?”

“Mana Arka?” Sepertinya dia menelpon Sarah.

“Jangan bohong kamu. Kamu dimana?”

“Jangan kemana-mana. Aku mau kesitu.” Ujar Kak Ares yang langsung mematikan teleponnya kemudian melajukan mobilnya. Gila, Kak Ares kayaknya bisa jadi pembalab F1 nih, ngebutnya sadis sekali.

Gue tau Kak Ares marah banget, makanya gue gak berani tanya-tanya. Gue memilih untuk diam sambil memangku Arka yang tadi merengek ingin dipangku gue.

Mobil kami berhenti disebuah hotel. Kak Ares langsung menyuruh gue turun. Kami pun masuk kedalam hotel tersebut. Tepat di lobby hotel, gue bisa melihat dengan jelas Sarah sedang bersama seorang pria. Pria itu berusaha buat kabur tapi terlambat. Kak Ares sudah lebih dahulu datang.

“Ini siapa?” Tanya Kak Ares yang berusaha setenang mungkin.

“Dia teman aku.”

“Teman apaan yang ketemuan dihotel?”

“Kan kita ketemunya di restoran hotel ini.” Tepat setelah mengatakan hal itu, seorang karyawan hotel menghampiri Sarah dan memberikan sesuatu. “Maaf mbak, tadi jam tangannya kelupaan di dalam kamar.” Kak Ares langsung bertepuk tangan dan tersenyum. “Ketemuan di restoran hotel atau chek in dikamar hotel?” Nada Kak Ares penuh dengan sindiran.

Wajah Sarah menegang. “Aku gak tahu sejak kapan kamu suka koleksi jam tangan pria kayak gituh.” Sindirnya lagi. Sarah sudah tidak bisa mengelak lagi. Begitupun laki-laki yang bersamanya.

“Sejak kapan kamu selingkuh sama dia?” Tanya Kak Ares pelan. Pelan banget.

Sarah gak menjawab, dia hanya melirik laki-laki disebelahnya. “Aku mau kita cerai.” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Gue langsung menjauhkan diri bersama Arka. Arka gak pantas mendengar kalimat itu dari mulut ibunya.

BUGH BUGH BUGHHH

Bogeman dari Kak Ares tepat mengenai wajah laki-laki selingkuhan Sarah. Satpam hotel berusaha melerai mereka. Sedangkan gue, gue sebisa mungkin menjauhkan Arka dari kejadian itu. Gue gak mau kepolosan anak ini ternodai dengan pertengkaran orang tuanya.

...***...

Sarah dan Kak Ares akan bercerai. Itu kabar terakhir yang gue dengar. Entah seperti apa nasib keduanya, gue gak peduli. Disini yang bikin gue khawatir hanyalah Arka. Gimana keadaan dia sekarang? Siapa yang mengurus dia sekarang? Dia sudah makan atau belum? Pokoknya pikiran gue gak tenang.

Disisi lain, gue juga khawatir dengan perekonomian keluarga gue. Semenjak Ayah dan Ibu meninggal, gue lah yang harus membiayai kehidupan gue dan Nisa, adik gue. Apalagi Nisa adalah mahasiswa fakultas kedokteran yang biaya kuliahnya mahal banget. Harus praktek inilah itulah, beli buku inilah itulah, pokoknya pengeluarannya banyak banget. Sedangkan saat ini gue sudah gak kerja lagi. Mau melamar dimana lagi coba, semuanya membutuhkan ijazah S1, sedangkan gue cuman lulusan SMA.

Tok Tok Tok

Gue pun membuka pintu rumah. “Bundaaaaa….!” Teriak Arka ketika melihat gue. Dia langsung meminta gue menggendongnya. “I miss you, Bunda.” Ujarnya sambil memeluk gue.

“Maafin Arka Nit.” Ucap Papanya Arka.

“Gak papa kok Kak. Yuk masuk dulu.” Ajak gue.

Jadi kedatangan Kak Ares kesini mau minta maaf atas perlakuannya tempo hari. Dia juga minta maaf karena secara gak langsung melibatkan gue kedalam masalah keluarganya. Selain itu, dia juga mau minta maaf karena Arka sudah merepotkan gue.

“Minta maaf mulu kak. Lebaran udah lewat tau, heheh.” Ujar gue iseng. Soalnya dari tadi minta maaf terus.

“Habisnya aku gak enak sama kamu.” Ucapnya.

“Gak papa kok Kak.” Jawab gue.

“Selain itu, kedatangan aku kesini juga mau minta tolong ke kamu buat jagain Arka lagi. Pasti bakalan aku gaji kok. Gimana kamu mau gak?”

“Aku mau  Kak.” Jawab gue gak pake pikir panjang. Saat ini gue butuh biaya buat perkuliahan adik gue, selain itu gue juga sayang banget sama Arka.

Sejak saat ini lah hari-hari gue sebagai babysitter-nya Arka pun dimulai.

...-***-...

01 - Ares' House

Gue memang mau banget jadi babysitternya Arka, tapi bukan berarti gue harus tinggal di rumah mereka juga. Sebelumnya gue eudah menolak, tapi Papanya Arka enggak mau. Katanya gue harus tinggal di rumah mereka, supaya Papanya tam perlu capek buat ngantar jemput Arka lagi.

"Terus adek saya gimana, Kak?" Tanya gue mencoba untuk bernegosisasi.

"Ya tinggal saja dirumah saya." Jawabnya enteng.

"Gak bisa dong. Masa kita berdua tinggal dirumah Kakak, sedangkan yang kerja cuman saya, Kak. Pokoknya gak bisa." Tolak gue mentah-mentah.

"Terus kamu maunya gimana?" Tanya Kak Ares balik.

"Saya juga gak tau Kak."

"Begini saja, kamu tinggal sama saya dari hari Senin sampai Jumat. Hari Sabtu  dan Minggu kamu boleh pulang. Gimana?" Posisi Kak Ares yang berada disamping gue, membuat jarak antara kita semakin dekat. Tatapan Kak Ares seolah mengunci manik mata gue. Secara tiba-tiba gue jadi berdebar. Jantung gue juga seperti lagi maraton didalam.

"Gimana?" Tanya Kak Ares lagi untuk emastikan.

"Iya deh." Jawab gue yang sebenarnya grogi banget ditatap seperti itu. Lagian gue juga sangat membutuhkan lekerjaan ini. Adik gue masih kuliah dan butuh biaya besar, selain itu gue juga sayang banget sama Arka.

...***...

Sebelum gue pergi ke rumah Kak Ares, gue pamit dulu sama Nisa, adik gue. Seperti yang sudah gue duga sebelumnya, Nisa menolak dengan tegas. Dia gak mau jauh-jauh dari gue.

"Dek, ini semua demi kehidupan kita berdua. Kakak harus kerja biar bisa terus menghidupi kamu." Jelas gue.

"Tapi Kak.. masa adek tinggal sendiri?" Nisa memberengut.

"Hari Sabtu dan Minggu Kakak pulang kok."

"Tapi...."

"Dek, kamu udah gede, lho. Masa mau sama Kakak terus sih?" Gue mencolek dagunya.

"Huhhh.."

Sebisa mungkin gue berusaha meyakinkan Nisa. Walaupun memakan waktu yang cukup lama, pada akhirnya Nisa mau melepas gue untuk pergi. "Udah ah, jangan cemberut terus." Goda gue.

"Jangan nakal disana, Kak." Astaga, memangnya gue anak kecil? Ada-ada saja adik gue ini. "Harusnya Kakak yang ngomong gitu sama kamu." Ujar gue sambil tertawa.

...***...

Setelah masuk kedalam mobil Kak Ares, ia pun berkata, "saya jadi merasa bersalah sama adik kamu."

Secara cepat, gue langsung menggeleng. "Enggak kok Kak."

"Kamu sama adik kamu akrab sekali yah."

Gue menoleh kearah Kak Ares dan tersenyum, "saya cuman punya dia Kak, setelah kedua orang tua kami meninggal."

"Maaf Nit, saya gak bermaksud membuat kamu sedih."

Gue menggeleng, "enggak kok Kak.

Gue pikir Kak Ares bakalan bawa gue ke rumah pribadinya, tapi ternyata enggak. Gue malah dibawa ke rumah orang tuanya. "Kakak gak bilang kalo saya harus tinggal dirumah orang tua Kakak." Ucap gue sambil berusaha menahan kekesalan gue.

"Terus kamu maunya saya bawa ke rumah pribadi saya?" Tanya Kak Ares yang langsung membuat gue jadi gelagapan. "Maksud saya gak gituh Kak. Ehm.. saya kan enggak enak sama orang tua Kakak." Jelas gue sambil gelagapan.

"Gak enak kenapa?" Aduh ini Kak Ares tanya-tanya mulu. Gue juga bingung jawabnya. Bukannya gue mau  diajak tinggal di rumah pribadi dia, tapi masa sih gue harus tinggal di rumah orang tuanya juga. Gue merasa enggak enak, malu juga, takut juga iya.

"Tenang ajah Nita, orang tua saya baik kok. Justru mereka yang suruh saya buat cari kamu. Soalnya, beberapa minggu yang lalu Arka sakit. Dia sama sekali gak nyebut Mamanya, yang dia sebut malah kamu, Bundanya."

"Arka sakit? Pantesan badannya dia kurus banget." Ucap gue dengan penuh kekhawatiran.

Kak Ares mengangguk. "Iya. Dia sama sekali gak mau makan, setiap kali disuap pasti di muntahin lagi. Sampe di opname juga kemarin. Dia kangen sama Bundanya. Kamu dicariin terus sama dia."

"Aaaa Arka.." Ujar gue yang semakin memeluk Arka kenceng.

"Sekarang dia udah happy banget ketemu sama Bundanya." Kata Kak Ares. Entah mengapa setiap kali Kak Ares bilang bundanya, gue merasa berdebar. Aneh banget kan? Huh!

...***...

Benar kata Kak Ares, orang tuanya memang baik banget. Mereka bahkan menyunruh gue untuk memanggil mereka dengan sebutan Mami dan Papi, biar lebih akrab katanya.

"Kok bisa sih Arka panggil kamu Bunda?" Tanya Mami tiba-tiba.

"Soalnya anaknya tetangga saya juga panggil mamanya bunda, Arka jadi tiruin deh. Udah sempat saya larang buat panggil saya bunda, tapi dianya gak mau." Jelas gue yang merasa gak enak juga.

Mami malah tersenyum ke arah gue, "Oh gitu. Tapi kamu emang cocok sih dipanggil Bunda. Kamu kan yang ngerawat dia selama ini. Makasih yah udah mau jadi sosok Bunda yang baik buat Arka." Meleleh banget gue dibilang seperti itu, berasa ngobrol sama mertua. Eh, gak boleh! Gue gak boleh berlebihan. Gue cuman babysitter disini!

Obrolan gue sama Mami berlanjut. Mami cerita, dulu setelah menikah Sarah dan Kak Ares tinggal dirumah ini. Tapi setelah Arka 2 tahun, dia ngotot buat pindah ke rumah sendiri. Biar mandiri katanya. Akhirnya Kak Ares menuruti keinginannya. Namun, ternyata itu rencana Sarah biar lebih leluasa bertemu dengab selingkuhannya. Dia sampai meminta gue buat menjaga anaknya, sedangkan dia asyik berduaan dengan selingkuhannya.

Sarah benar-benar licik, dia bakalan pergi kalau Kak Ares sudah berangkat kerja, dan dia bakalan pulang sebelum Kak Ares pulang. Jadi, selama ini Kak Ares pikir istrinya adalah istri yang baik, ternyata enggak sama sekali. Gue yakin Kak Ares pasti kecewa banget. Pasti ada luka yang menganga didalam hatinya.

"Itulah alasan kenapa dia gak mau tinggal dirumah itu lagi. Terlalu banyak hal yang menyakitkan yang ada disitu." Ungkap Mami. Akhirnya gue paham alasan Kak Ares buat bawa gue tinggal di rumah orang tuanya. Dia gak mau dirinya harus tetap tinggal dalam kenangan yang semenyakitkan itu. Dia cuman pengen bebas dari rasa sakit hatinya.

Lagi asik ngobrol sama Mami, tiba-tiba Arka datang. "Bundaaaaa... Alka mau mam nugget." Pinta Arka.

"Eh gak boleh makan nugget terus. Makan sayur ajah yah?"

"Gak mau! Alka mau nugget."

"Yaudah, yuk kita makan sayur." Ajak gue seakan tuli dengan permintaannya. Bukannya gimana, tapi terlalu sering mengonsumsi makanan cepat saji juga gak bagus. Gue gak mau Arka sakit.

"Bunda ih.." Rengek Arka yang sama sekali gak gue gubris. Gue menuju dapur dan menyiapkan makanan buat Arka.

"Ayo makan dulu." Ucap gue setelah selesai menyiapkan makanan untuknya.

"Gak ada nugget." Ujar Arka dengab wajah sedih.

"Kemarin kan Arka udah makan nugget, hari ini makan sayur dong. Nih ada ayamnya pula." Ucap gue pelan supaya Arka bisa mengerti. "Bunda suapin yah.." Tawar gue.

Dengan berbagai macam cara, akhirnya Arka mau makan juga. Gue jadi senang.

"Nita pintar banget ngurusin Arka. Kalo ngurusin Papanya juga bisa kan?" Pertanyaan dari Mami seketika membuat gue jadi terdiam.

...-***-...

02 - Ares' Thought

Gue masih kepikiran sama omongan Mami tadi. Ngurusin papanya Arka? Waduh.. pokoknya gue gak boleh baper. Pokoknya gak boleh. Sebisa mungkin gue mencoba mengalihkan pikiran gue dari omongan Mami tadi.

Namun, hasilnya nol besar! Gue sama sekali gak bisa. Ini sudah jam 1 malam, dan gue belum bisa tidur. Untungnya gue tidur sendirian disini. Coba kalo ada Arka disini, dia pasti terganggu. "Mending gue cari angin bentar diluar." Pikir gue. Dan gue pun keluar, jalan-jalan sebentar disekitar kolam renang. Rumah orang tua Kak Ares gede banget dan juga mewah. Desain interiornya keren. Orang kaya memang semenakjubkan itu.

"Nita?" Itu suara Kak Ares. "Kamu ngapain disitu?" Tanya Kak Ares. Dia sedang duduk di gazebo yang mengarah langsung ke kolam renang.

"Gak bisa tidur Kak." Jawab gue jujur.

"Oh.. temani saya ngobrol yuk." Panggilnya.

Wah gila! Niat gue buat keluar adalah agar gue bisa melupakan omongannya Mami. Eh gue malah ketemu sama objek dari omongannya Mami; Papanya Arka. Gimana gue bisa tidur coba?

"Kenapa gak bisa tidur?" Tanya Kak Ares ketika gue udah duduk.

"Gak tau." Bohong gue. Gak mungkin gue bilang kalau gue lagi kepikiran sama Kak Ares.

"Rindu adik kamu yah?" Tebak Kak Ares, gue pun mengangguk. Memang sih gue rindu sama adik gue, tapi bukan itu penyebabnya.

"Besok kan hari Sabtu. Kamu bisa pulang, ketemu sama adek kamu." Kata Kak Ares.

"Oh iya yah, hehehe." Balas gue yang baru sadar jika besok adalah hari Sabtu. Akhirnya besok gue bisa pulang sehingga gue bisa menenagkan pikiran gue.

"Kenapa Kakak gak tidur?" Tanya gue mencoba sok asyik, padahal aslinya gue gak tau mau ngomong apa lagi.

"Sama kayak kamu. Gak bisa tidur." Jawabnya.

"Kenapa?" Tanya gue.

"Saya lagi pikirin Arka. Dia harus jadi korban keegoisan saya dan Mamanya." Ada nada sedih di dalam ucapan Kak Ares. "Sekarang saya harus berperan sebagai papa sekaligus mama buat Arka." Lanjutnya lagi sambil menatap langit yang malam itu bertaburan bintang.

"Gak mudah emang. Apalagi Mamanya sama sekali gak mau ngurusin dia lagi. Kasihan Arka." Gue bener-bener kasihan sama Arka. Pada usianya yang baru 3 tahun, ia harus merasakan pedihnya perceraian kedua orang tuanya. Mungkin untuk saat ini dia belum tau apa yang terjadi sebenarnya, namun lambat laun, seiring dengan bertambahnya usia, dia pasti akan mengetahui semua ini. Selain itu, gue juga menerka-nerka apa yang akan dia pikirkan tentang Mamanya nanti, apalagi penyebab perceraian kedua orang tuanya adalah perselingkuhan.

"Kakak itu hebat kok. Kakak pasti bisa jadi sosok papa sekaligus mama buat Arka. Arka anak yang baik, semoga dia bisa dapat mama tiri yang baik nantinya." Ucap gue memberi semangat.

"Tapi saya belum mau cari istri lagi." Ujar Kak Ares. Kok agak menohok yah? Menohok hati gue maksudnya. Padahal seharusnya gue merasa biasa saja.

"Kalo gituh fokus dulu sama kerjaan Kakak, sama Arka juga." Kata gue dan diangguki sama Kak Ares.

"Gak habis pikir saya sama Sarah. Kok dia tega sekali sama kami? Padahal selama ini saya pikir dia itu sosok wanita yang bisa melengkapi saya, kami bisa jadi pasangan yang saling melengkapi. Ternyata kurangnya saya banyak sampai dia mencarinya ke orang lain." Disaat seperti ini Kak Arka pasti butuh tempat curhat, dan gue bersedia buat jadi tempat curhatnya.

"Dan saya terlalu bodoh hingga terlambat menyadarinya." Ada penyesalan dalam kalimat yang diucapkan Kak Ares.

Gue memang gak bisa merasakan apa yang Kak Ares rasakan saat ini. Tapi gue mencoba untuk memahami semua itu. Sakit hatinya dia, hancurnya dia, dan juga ketakutannya dia. Siapa sih yang gak sakit hati kalo diselingkuhin sama orang yang paling dicintainya? Itulah yang Kak Ares rasakan. Sakit! Sakit banget malah. Disaat dia banting tulang buat hidupin keluarganya, istrinya malah berselingkuh.

Gue tahu pasti Kak Ares hancur banget. Pernikahan yang harusnya suci telah ternodai bahkan harus berakhir dengan perceraian. Perceraian punya berbagai macam resiko. Salah satunya anak. Arka terpaksa berada dalam keadaan itu. Padahal dia sama sekali gak paham dengan keadaan itu.

Selain itu, Kak Aresjuga takut dengan masa depan Arka nantinya. Dia takut dengan keterbatasan dirinya yang mungkin gak bisa jadi sosok papa sekaligus mama yang baik buat Arka. "Single dad itu gak mudah." Ucap Kak Ares, dan gue setuju sama hal itu. Berperan sebagai ayah sekaligus ibu buat anak tidaklah mudah. Jika sampai salah, maka sang anak akan merasakan kurangnya kasih sayang. Hal tersebut bisa memicu hal-hal buruk lainnya kepada anak. Misalnya, pergaulannya akan semakin bebas. Selain itu, hal ini juga berdampak pada psikologis anak. Beban yang dipikul Kak Ares sangatlah berat.

Disisi lain, dia juga takut untuk dekat dengan wanita manapun. Dia punya trauma tersendiri saat ini. Lukanya masih menganga lebar, dia gak mau salah langkah lagi. Antares Bagaskara terlalu takut untuk mencari wanita yang bisa mencintai dia dan anaknya.

"Setiap orang punya jalan hidupnya masing-masing. Kakak boleh menyesal saat ini, tapi pastikan suatu saat Kakak harus bahagia. Luka yang digoreskan Sarah harus Kakak sembuhkan, Kakak gak boleh berlarut-larut dalam kesakitan itu. You must healing yourself first, and than, you must be happy." Ucap gue.

"I will healing my self first. And i will be happy, as what you say before." Then, he smiling to me. And that smile making me smile too.

Gue harap dengan berbagi cerita seperti ini, beban pikiran Kak Ares bisa berkurang. Kak Ares adalah orang baik, gue berdoa semoga luka yang menganga dalam hatinya itu bisa segera sembuh. Gue gak mau dia larut dalam kesedihan.

"Kamu masih belum mau masuk?" Tanya Kak Ares yang gue jawab dengan gelengan. Saat ini, gue masih mau menikmati udara malam.

"Kenapa?" Kak Ares bertanya lagi.

"Malam ini bintangnya bagus, Kak. Saya ingin menikmati malam ini, setidaknya sampai saya ngantuk, hehehe.." jelas gue dengan diakhiri cengiran lebar.

"Perasaan bintangnya biasa aja." Celetuk Kak Ares. Seketika gue pun menatapnya. "Nama Kakak itu Antares kan?" pertanyaan gue menimbulkan kerutan dikedua alisnya. "Iya, memangnya kenapa?" Heran Kak Ares.

"Antares itu bintang yang spesial Kak." Ucap gue.

"Maksudnya?" Kak Ares semakin bingung.

"Ada berbagai macam bintang dilangit. Bintang yang paling terang digalaksi adalah Sirius."

"Lantas?"

"Walaupun Antares tidak seterang Sirius yang menjadi bintang yang paling terang, namun Antares menjadi bintang yang paling terang pada rasi bintang Scorpio." Penjelasan gue masih sulit dipahami oleh Kak Ares.

"Jika hal itu diumpamakan sebagai Kakak, saya harap Kakak gak perlu merasa down karena tidak seterang bintang yang lain. Pasti ada sebuah tempat dimana Kakak akan menjadi sebuah bintang yang paling terang dalam kehidupan seseroang." Terang gue sambil menatap kedua manik mata Kak Ares. Dia pun memandang gue dengan pandangan yang sulit gue deskripsikan. Hal itu membuat gue jadi salah tingkah. Oleh sebab itu, gue buru-buru pamit untuk masuk kedalam. "Ehm.. Kak, saya masuk duluan yah, udah ngantuk soalnya." Ucap gue dengan cepat.

...-***-...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!