Flashback On
Langkah gue terhenti, satu persatu beberapa orang mengeluarkan barang dari rumah.
Gue gadis remaja yang baru aja pulang sekolah tak paham apa yang terjadi. Selang berapa lama gue dengar suara pertengkaran orang di rumah.
'Ada apa neh?' Melanjutkan langkah kaki penasaran.
"Ga bisa begini, kamu harus nyelesain masalah kamu sendiri, kenapa kita semua yang jadi korban?" Teriak bunda histeris.
"Saya gak bisa bayar. ini resiko, dari pada saya dipenjara!" saut ayah dengan nada lebih tinggi.
"Mending kamu dipenjara, biar kami lega. Ngapain harus saya dan anak-anak ikut sengsara! Judi aja terus, biar tambah kaya!" jawab bunda sambil memeluk Sita dan Satria.
Mendengar ocehan bunda, ayah naik darah. ayah jalan menuju bunda, tanpa sadar tangan kanannya mengayun keras tepat ke pipi bunda.
PAKKK!
Bunda nangis sejadi-jadinya sambil memegang pipi yang terasa nyeri, berlari ke kamar membuka lemari kemudian memasukan beberapa pakaian ke dalam kopernya.
'Gue liat kejadian ini di depan mata gue, sumpah speechless. Bunda lari kearah gue, trus megang kedua bahu dan mandang gue lekat, dengan derasnya air mata.'
"Gia bunda titip adik-adik, bunda udah gak sanggup hidup sama ayah. Bunda harus pergi, jaga adik-adik kamu dengan baik, bunda yakin kamu bisa!" mendengar yang bunda ucapkan, membuat cairan di kerongkongan susah tertelan.
"Gii, bunda gak bisa bawa kalian. Kamu taukan keadaan enin sama abah. Mereka gak akan sanggup nampung kita semua. Kamu bawa adik-adikmu ke panti asuhan depan jalan. Kalian bisa tinggal di sana. Nanti sesekali kalau bunda ada ongkos, bunda akan jenguk kalian," terang bunda sambil sesenggukan.
Sambil sekilas memandang ayah, bunda melangkahkan kaki hati-hati. Ayah hanya bisa duduk terpaku mendengar ucapan sang istri sambil mengacak-acak rambut kepala dengan kedua tangannya.
Tak lama ayah kebingungan, dua orang berseragam polisi menghampiri ayah dan memborgol kedua tangannya.
"Pak Ilhaq, seluruh aset yang anda miliki tidak dapat memenuhi pelunasan utang anda yang begitu banyak. Oleh karena itu, dengan terpaksa anda akan membayarnya di balik jeruji besi," ucap salah satu bapak berseragam.
'Semua diam membisu, ketika sang bapak berseragam melingkarkan gelang besi di kedua tangan ayah. Air mata meleleh dari kedua mata gue. Bunda mematung sejanak melihat ayah, gak lama kemudian melanjutkan langkahnya kembali, pergi dengan kopernya'
'Ayah pun mulai berlalu dibawa pihak berwajib. Tinggal gue yang bingung. Apa yang harus gue lakuin. Gue liat Sita dan Satria. Nyesek banget liat mereka yang ketakutan dan nangis sejadi-jadinya.'
"Huhuhu ... AYAH, BUNDA, JANGAN PERGI!. Kasihan Satria sama Sita, Gia harus gimana?" gue teriak semampunya, masa bodo dengan suara yang terdengar serak.
'Dan tangis gue pecah ketika ayah dan bunda tetap melangkah meninggalkan rumah.'
'Eh, tunggu-tunggu, ternyata ayah melangkah menghampiri gue dan mengusap kepala gue, ada harapan di sana, ketika gue liat wajah ayah.'
"Ayah titip Satria dan Sita padamu, Gi. Jaga adik-adikmu dengan baik, maafkan ayah yang sudah membuat masalah."
'Gue kira ayah akan ngasih solusi tapi ... JLEB! mereka sama aja!'
Ayah mengarahkan pandangannya ke bunda tampak jelas di wajahnya kesedihan dan penyesalan mendalam. "Bun" bunda menoleh, menghentikan langkah tepat di depan pintu.
"Pergilah. Maafkan ayah yang gak bisa bikin bunda bahagia. Semoga tanpa ayah, bunda bisa bahagia," ucap ayah sambil menatap bunda penuh iba dan penyesalan.
'Bunda dan ayah pun pergi tanpa menoleh kearah kami yang nangis semakin histeris. sebuah solusi yang menurut mereka jalan terbaik, tapi bukan bagi kami'
'Mereka egois, memikirkan kebahagian sendiri tanpa memikirkan kami yang tak begitu mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Gue janji, ketika gue jadi orang tua nanti, gue gak akan pernah melakukan hal yang sama!
"Tinggal gue, Satria dan Sita di rumah. Gue peluk erat kedua adik gue. Mereka ga seharusnya ngerasain ini, mereka ga seharusnya menjadi korban keegoisan ayah dan bunda. Kita cuma bisa nangis untuk sekedar ungkapin sesak yang ada di dada. Nangis sejadi-jadinya"
Setelah merasa puas menangis. Gue lepas pelukan, menghapus air mata, kemudian lanjut menghapus air di mata kedua adik gue.
"Cep. cep. cep. Udah jangan nangis lagi. Sekarang abang sama ade tinggal sama kakak yah. untuk saat ini, kita hanya bertiga. Bunda ke kampung dulu untuk beberapa hari. Bunda lagi bt* sama ayah karna ayah nakal, jadi ayah harus dihukum dengan tinggal di asrama untuk sementara"
"Kalian yang nurut sama kakak. Kalo kalian ga nurut kakak juga bisa hukum kalian, mau?" Sambil gue acung-acungkan jari telunjuk kearah mereka.
Mereka kompak geleng kepala, seolah faham apa yang gue ucap.
"Gue yang masih shock, ngomong belaga bijak."
"Gimana gue ga shock! Usia gue baru 14 tahun di hadapkan dengan masalah di luar kadar kemampuan anak seusia gue. Kedua orang tua yang entah kenapa bukanya nyelesain masalah, malah milih lari dari masalah"
"Orang tua gue beberapa tahun terakhir emang sering banget berantem. Gue kira itu hal biasa, bumbu-bumbu rumah tangga. Ternyata itu berlanjut sampai insiden hari ini terjadi."
"Yang gue tau mereka sering cek-cok berawal dari ayah yang salah berteman dengan beberapa rekan kerja di kantornya. Mereka telah merubah cara berfikir ayah, yang semula ayah selalu berfikir "rizki yang di dapat adalah anugrah", berubah menjadi "rizki yang di dapat harus di pertaruhkan untuk mendapatkan keberuntungan." Katanya sih demi kita-kita, tapi mana hasilnya? yang ada malah selalu jadi masalah dan bikin malu keluarga."
"Udah jadi rahasia umum di lingkungan sini, bahwa ayah penjudi kelas berat. Selalu pulang tengah malam, mabok, dan teriak-teriak ga jelas di jalan menuju rumah. Malu!? Udah jelas! tapi mau gimana lagi. Dia tetep ayah gue dan ga bisa dihapus dari akta kelahiran kita bertiga."
"Dulu, ayah adalah kepala keluarga yang baik. Sayang sama kita bertiga, plus sayang banget sama bunda. Walau kehidupan kami sederhana, tapi kami nyaman dan bahagia ngejalaninnya. huft, nasiipp ya naisip, beginilah jadi anak pertama"
"Loh! gue baru sadar, ada beberapa orang di hadapan gue yang sedari tadi nunggu untuk ngajak bicara. Gue deg-degan, ada apalagi neh!?"
"Dan gue shock untuk yang kesekian kalinya, mereka minta kita bertiga untuk tinggalin rumah ini sekarang juga"
"Mau teriak sekenceng-kencengnya. Baru nenangin dua ade gue, sekarang harus muter otak lagi, mikir harus tinggal dimana"
"Setelah nego panjang lebar, alhmdulillah mereka masih punya hati. Untuk satu malam kita dibolehin tidur yang terakhir kalinya di rumah ini. Dan kita harus tinggalin neh rumah besok pagi, sebelum rumah di lelang oleh pihak perbankan"
----------------------
Di sabtu pagi
"Gue reflek duduk buka mata, dibangunin pengeras suara dari salah satu musholah tetangga. Mata ini ingin pejam lagi, tapi ga jadi gue lakuin. Gue mau ngecek, berharap kejadian kemarin mimpi yang sekedar numpang lewat."
"Tapi, pas gue alihin pandangan ke tikar lapuk di bawah telapak tangan sudah cukup bikin gue sadar, kemarin fiks nyata dan terjadi dihidup gue. Gue toleh kanan kiri, ada si kembar yang masih asyik bergelut dalam mimpi"
"Gue ikuti saran bunda."
"Kita bertiga udah rapi, dan siap melangkah menghadapi pahit dan manis hidup ini."
"Melangkah bersama dua koper besar di tangan, plus si kembar dengan tas ransel mereka masing-masing. Keduanya memgeratkan jari-jari tangan di sisi kanan dan kiri baju yang gue pakai, seolah mereka tak mau berpisah dengan kakak kesayanganya."
"Kita melangkah meninggalkan rumah, penuh ragu dan haru. Hal yang ga pernah gue bayangkan baru saja terjadi dan mengubah gambaran hari-hari di masa depan nanti."
"Sampai di panti, gue menghadap pengurus panti. Sambil melangkah berharap apa yang udah gue bayangkan terjadi, tinggal gue mikir bagaimana caranya dapet uang lebih dengan tetap lanjut sekolah. Dan lagi-lagi hasilnya tak sesuai espektasi. Jawaban pahit sepahit-pahitnya yang gue terima. Oh GOD! apalagi ini?!"
"Panti udah kebanyakan anak asuh, meraka pun lagi gencar mencari para orang tua asuh dan parahnya lagi, panti akan dibongkar oleh si pemilik tanah."
*BT : Boring Total atau boring today atau boring time. Atau dalam bahasa Indonesia sangat bosan atau bosan yang menyeluruh.
"Lagi-lagi air mata ngalir tanpa permisi, menatap kedua adik gue sambil melangkah tanpa tenaga."
"Gue harus gimana lagi? Gue fikir, ketika gue sampai panti masalah selesai. Ternyata belom kelar, tuhan masih seneng bermain dengan gue dan ade-ade gue."
"Kita duduk di bawah pohon rindang depan panti pas banget pinggir jalan raya. Diusap kepala kedua adik gue, untuk sekedar mencoba menenangkan mereka."
"Si abang noleh keatas liat muka gue mengiba "Ka, abang laper. Abang kan belom makan dari kemarin pulang sekolah"
Gliran Sita yang ikut bersuara "Sita juga laper ka. Jajan yu ka"
Gue diem sejenak, berusaha kuat di depan mereka. Tarik nafas dalam sejenak dan lanjut bicara.
"Abang dan ade sabar dulu yah, bisa ditahan bentar ga lapernya? Kakak juga sebenarnya udah laper, tapi kakak tahan."
"Peran gue sekarang berubah, bukan lagi hanya seorang kakak. Gue harus multi fungsi. Ada kalanya gue jadi bunda yang berfiki dengan rasa, dan ada kalanya gue jadi seorang ayah yang berfikir dengan logika. Plus jadi temen mereka yang dewasa dan mikir bareng mecahin masalah"
"Em, Abang sama ade ada saran gak. Kira-kira apa yang harus kita lakuin? Sejujurnya, kaka saat ini sama sekali ga punya uang"
"Mereka diem dong, denger apa yang gue bilang. Gue kasihan sama mereka, di usia mereka yang baru menginjak kelas 5 SD harus dihadapkan dengan urusan perut dan keuangan. Miris banget nasip kedua ade gue"
"Meraka yang diem, gue pun ikut diem sambil meremas jari-jari di kedua tangan gue. Luamayan lama kita diem mencari solusi. Tanpa sadar, gue meremas benda keras di sela jari manis gue. Yupz, yang berkuasa pasti ngasih petunjuk dan jalan keluar setiap ujian"
"Abang, ade. Bangun yu! kakak udah dapet solusi"
Kita bertiga jalan menelusuri setiap rumah di sepanjang jalan yang dilalui. Bertanya pada setiap orang yang lalu lalang, apakah ada kontrakkan rumah yang murah di sekitar lokasi ini.
Hampir 2 jam kita jalan, akhirnya dapet juga kontrakan murah meriah plus kasur lantainya.
"Abang jaga ade yah, kakak mau ke pasar sebentar. Nanti kaka pulang bawa makanan, jadi yang sabar dan jangan kemana-mana."
Mereka kompak menjawab "iya" berbarengan dengan anggukan.
"Gue melangkah sempurna, satu persatu list di otak terlaksana. Menjual cincin pemberian bunda, 400 ribu bayar kontrakan untuk 1 bulan, beli gelas & piring sesuai jumlah kita, beli nasi bungkus dengan lauk seadanya plus minta air minum gratisnya, perlengkapan mandi, dua liter aqua botol. Okeh, sementara ini dulu.
Fiks uang sisa disimpen untuk keperluan makan dan kebutuhan lainnya"
"Hanya dengan nasi dan teri kacang, kita makan dengan lahap dan nikmat. Setelah mereka kenyang, gue mulai buka omongan"
"Abang ade, mulai sekarang dan entah sampai kapan kita akan bertiga. Ga ada ayah dan bunda, sekarang yang ada ka Gia. Kita harus kompak, saling bantu, saling sayang dan membutuhkan"
"Mata gue tanpa sadar, lagi-lagi keluar air tanpa di pinta. Sambil ngomong, sambil ngebayangin bagaimana hari-hari di depan sana berjuang dengan mereka"
"Ada apa-apa sampaikan ke kakak, butuh sesuatu yang sekiranya perlu bilang ke kakak, ada yang dirasa ga enak, sedih, bingung, bt, kesel, pusing, sakit, dll ga usah ragu dan malu untuk cerita ke kakak. Abang ade, paham?"
"Paham" jawab mereka kompak
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!