(BAB REVISI)
Shasa Sherly Arian, wanita cantik berumur 21 tahun. Ia adalah mahasiswa dengan jurusan manajemen yang diambil olehnya. Sebagai salah satu universitas swasta, kampus yang dikenal sebagai sekolah bisnis dengan perkuliahannya menggunakan bahasa Inggris. Metode pembelajaran yang diterapkan pun seperti Universitas Harvard, Amerika Serikat.
Shasa merupakan anak pertama dari pasangan Daffa Arian dan Kania Fellyta. Semua orang sudah pasti mengenalnya. Seorang gadis dengan IQ yang tinggi. Mungkin saja karena kedua orang tuanya juga memiliki kecerdasan di atas rata-rata yang menurun pada Shasha. Pastinya Shasha juga sangat menyukai pelajaran, sampai-sampai ia tak mau ketinggalan materi sedikitpun. Pernah ia mendapatkan tawaran beasiswa, namun ia tolak dengan alasan bahwa ada orang yang lebih membutuhkan beasiswa itu daripada dirinya yang notabene nya mampu untuk mengeluarkan biaya sendiri.
Kekayaan, kepintaran dan kecantikan, semua itu Shasha miliki dalam dirinya. Apapun yang ia minta akan selalu di dapatkan dari kedua orang tuanya.
Dan di pagi hari ini, Shasha sedang menikmati akhir pekan bersama keluarganya di meja makan. Baru saja mereka selesai makan dan berniat meninggalkan meja makan untuk kumpul bersama di ruang keluarga.
Shasa menonton bersama keluarganya di ruang keluarga. Sedangkan adik lelakinya telah pamit kembali ke dalam kamarnya untuk belajar, mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional yang akan diadakan dalam beberapa bulan ini.
Tring!
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Shasa merogoh saku celana yang ia gunakan untuk mengambil ponselnya yang baru saja berbunyi.
Mata Shasa membulat membaca isi pesan yang baru saja ia terima. "Astaga?! Ini beneran?!!" Pekik Shasa kencang yang membuat semua anggota keluarganya terkejut.
"Kak Caca kenapa?" Tanya Cyra-Anak bungsu Daffa dan Kania pada Shasa.
Shasa memberikan senyumnya sebelum menjawab pertanyaan dari adiknya. "Kak Rena sama Karel lagi ada di Indonesia, Ra. Mau ikut Kakak ga?" Balas Shasa bersemangat. Karel-Adik lelaki Rena yang umurnya terpaut satu tahun lebih muda dari Shasa.
"Wah asik... Kak Rena bawa oleh-oleh apa Kak?" Cyra ikut bersemangat, membayangkan banyak sekali hadiah untuk dirinya atas kepulangan mereka. Daffa dan Kania terkekeh karena ucapan anak bontot mereka dengan menggelengkan kepalanya pelan.
"Kak Rena sama Bang Karel masih di bandara?"
Shasa menoleh menatap Nadhira-adiknya yang kedua. "Iya, mereka minta dijemput. Ayo ikut!" Ajak Shasha bersemangat.
"Engga deh. Aku tunggu di rumah Grandma, Grandpa aja." Putus Nadhira dengan memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku.
"Ya udah Kakak mau siap-siap, udah ditunggu soalnya. Kakak berangkat ya?" Ucap Shasa meminta izin pada kedua orang tuanya.
Cyra mengekori Shasa dari belakang, mengambil kunci mobilnya setelah mendapatkan izin dari kedua orang tuanya.
"Kamu bawa mobil siapa Kak?" Tanya Daffa saat melihat anak sulungnya sudah kembali dari kamarnya.
"Mobil Kakak."
"Emang muat? Bawa mobil Ayah aja." Saran Daffa dengan merogoh saku celananya, memberikan kunci mobil lainnya kepada Shasa.
Shasa menerimanya dan mengembalikan kunci mobilnya pada sang ayah untuk disimpan kembali. "Shasa pamit ya Yah, Bun, assalamualaikum." Pamit gadis itu menyalami kedua orang tuanya.
"Waalaikumsalam. Hati hati ya kak!"
"Iya bun."
__________
Rayyan-anak kedua Daffa dan Kania keluar dari kamarnya, menuruni satu persatu anak tangga. Menatap bingung pada keluarganya yang terlihat rapih. "Mau kemana Dhir?" Tanya Rayyan dengan menarik earphone bluetooth yang adiknya gunakan.
"Ke rumah Grandma, Grandpa." Balas Nadhira seadanya dan kembali merebut kembali earphone bluetooth nya.
"Ngapain?"
"Kak Rena sama Bang Karel pulang. Kak Caca lagi jemput mereka sama Cyra di bandara." Ucap Nadhira tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari ponselnya.
"Ayah Bunda mana?"
"Di kamar."
Rayyan ikut duduk tepat di sebelah adiknya dan merebut kembali salah satu earphone bluetooth milik Nadhira, memakai benda kecil itu dan ikut mendengarkan lagu yang sedang berputar.
"Lo kesana naik apa? Mobil? Apa motor?" Rayyan terus menerus banyak bertanya, membuat Nadhira jengah dan menatap kesal pada Rayyan yang terus mengganggunya.
Gadis itu berdiri dengan memberikan senyumnya. Ia merogoh saku jeans yang ia kenakan. Mengeluarkan kunci motor di depan Rayyan. "Motor lu Bang." Balas Nadhira kembali.
Pria itu ikut berdiri. "Bentar, gue siap siap dulu."
Tangan Rayyan menjulur, ingin mengambil kunci motornya. Tapi dengan cepat Nadhira menyingkir. "Gue mau bawa motor lu. Lu naik yang lain aja."
"Gak boleh. Kena tilang nanti nangis..." ejek Rayyan mengingat kejadian sebelumnya ketika Nadhira bergaya-gaya membawa motor sport ayahnya yang berujung ditilang karena belum memiliki surat izin mengemudi.
Gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal karena ucapan Rayyan ada benarnya. "Ya udah, abang cepet siap siap sana!" Pinta Nadhira dengan kesal dan mendorong Rayyan untuk kembali ke kamarnya dan bersiap.
Selang beberapa menit Rayyan turun bersamaan dengan sang bunda yang keluar dari dalam kamar miliknya.
Kania menatap heran kedua anaknya. "Abang sama Dhira kok pake baju itu? Mau naik motor?" Tanya sang bunda. Pasalnya kedua anaknya itu mengenakan jaket kulit berwarna hitam dengan jeans hitam yang senada dengan jaket kulit yang dikenakan mereka.
"Iya." Dengan kompak keduanya membalas pertanyaan dari sang bunda.
"Bareng aja sama ayah bunda" usul sang ayah menghampiri ketiganya. Kania mengangguk setuju dengan ucapan suaminya.
Rayyan dan Nadhira saling bertatapan. "Enggak!" Balas keduanya kencang disertai dengan gelengan keras. Karena mereka tau, pasti kedua orang tuanya asik sendiri tanpa menghiraukan keberadaan anak anaknya.
"Kenapa?"
"Gak papa. Ya udah, kita duluan Yah, Bun bye bye." Ucap Nadhira cepat dengan menarik tangan abangnya, keluar dari ruang utama rumah mereka menuju garasi motor.
_____________
Hai smua... cerita Shasha akhirnya aku bikin nih...
Banyak bgt ya anaknya Kania sama Daffa😂
Gimana? Lanjut gak? 🤔
Jgn lupa tinggal jejak yaa
(BAB REVISI)
Cyra melepas ponselnya, menatap Shasa yang masih setia menunggu kedatangan kakak sepupunya di parkiran bandara. "Kak, kenapa ga langsung nyamperin mereka? Emang mereka kenal plat mobil ayah?" Protes remaja yang berumur 15 tahun itu pada sang kakak.
Shasa menatap balik adiknya. "Mau turun?"
"Iya. Cyra mau buang air juga…" keluhnya.
"Ya udah ayo turun!" Ajak Shasa dengan tangan yang menggapai tasnya. Ia mengambil ikat rambut dan mengikat asal rambutnya yang tergerai.
"Kakak tunggu Cyra!" Teriak Cyra ketika dirinya ditinggal oleh sang kakak dengan kunci mobil yang diberikan kepadanya, disuruh untuk mengunci kembali mobilnya.
Cyra berlari karena ia tertinggal jauh dengan sang kakak yang sudah menyebrangi jalan. Hingga sebuah mobil berwarna hitam melaju dengan cepat ke arah gadis itu. Karena kelalaian Cyra dalam menyebrang, sampai gadis itu tak memperhatikan sekitarnya.
"KAKAK!!" Pekik Cyra takut. Tapi untung saja mobil itu berhasil berhenti tepat 5 cm di hadapan Cyra. Shasa tentu ikut terkejut, ia berbalik dan berlari ke arah sang adik untuk memastikan keadaannya.
"Astaga Cyra, kamu ga papa kan?!" Disaat itulah tangis Cyra terdengar. Antara takut dan terkejut menjadi satu, itulah yang dirasakan oleh Cyra.
"Kamu ga papa? Ada yang terluka? Apa kita perlu ke dokter?" Tanya sang pemilik mobil yang tak kalah khawatir dari Shasa.
"Maafin saya mas... Saya ga liat ada mobil…" Gadis itu membuka suaranya, tak menyalahkan si pengendara mobil karena memang itu kesalahannya.
"Saya juga minta maaf, saya terlalu cepat bawa mobilnya." Pria itu beralih menghadap ke arah Cyra kembali. "Kamu beneran ga papa?" Cyra mengangguk mengiyakan, dengan memeluk erat Shasa karena takut.
"Bener Ra?" Tanya Shasa, dan lagi lagi Cyra hanya mengangguk karena tak berani menatap pria tadi.
"Ya udah. Kamu masih mau nunggu Ka Rena sama Karel?"
"Iya, ayo kak!"
Shasa menatap pria yang hampir menabrak adiknya, terlihat seumuran dengannya. "Kalau gitu saya duluan ya, maaf sebelumnya." Pamit Shasa sebelum meninggalkan lelaki tersebut.
Mata lelaki itu terpaku pada Shasa. Matanya menangkap sosok yang tidak terlihat asing lagi di matanya. Kira kira dimana ia pernah bertemu dengan wanita itu?
"Tunggu!" Baru saja Shasa berbalik ingin melanjutkan langkahnya, namun pria itu menahannya. Ia mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya pada Shasa. "Sebagai gantinya, terima kartu nama saya. Kalau ada apa apa, langsung hubungi saya aja."
Shasa mengangguk. "Oke," ucap Shasa menerima. Ia langsung berlari menghampiri Cyra.
Sedangkan pria tadi masih memperhatikan Shasa. Karena bunyi klakson kendaraan orang menyadarkannya dari lamunan panjang tentang Shasa. Ia kembali masuk ke dalam mobil dan pergi dari bandara dengan pikiran yang masih tertuju pada sosok wanita tadi.
__________
Shasa mengedarkan pandangannya, masih mencari keberadaan kakak sepupunya itu. Hingga akhirnya orang yang ditunggu keberadaannya terlihat dipandangannya.
Tangannya terangkat dan melambai dengan memanggil nama mereka. "Kak Ren, Karel!" Panggilnya kencang, membuat salah satu si pemilik nama menoleh dan berlari ke arahnya.
"Caca!!" Pekik Rena bahagia. Ia berlari dan meninggalkan kopernya pada Karel-sang adik. Hingga keduanya bertubrukan dan saling memeluk erat, melepaskan kerinduan di antara keduanya.
"Kak Caca doang? Cyra engga?" Protes Cyra dengan bibir yang berbentuk kerucut.
Pelukan keduanya terlepas bersamaan dengan Karel yang baru menghampiri kakaknya. Rena menatap Cyra intens. Hingga tatapan Rena kembali pada Shasha. "Itu Cyra? Kirain anak tetangga." Ucap Rena dengan menunjuk gadis itu.
"Kak Renaaa!" Protes Cyra kembali.
Rena tertawa puas. "Bercanda sayang. Ulululu... sini dong," Ucap Rena membawa Cyra ke dalam pelukannya. "Gak ketemu 2 tahun, udah gede aja Cyra."
"Kak Rena nya gak balik balik sih!"
"Kamu juga ga nyamperin aku!" Balas Rena tak mau kalah.
"Kan aku masih sekolah…"
"Aku juga kuliah…" Dan lagi lagi, Rena bersikeras untuk tak disalahkan.
"Udah-udah!" Shasa memisahkan keduanya. Kemudian ia beralih menatap satu orang asing yang berdiri di antara mereka. "By the way, dia siapa? Temen lo?" Ucap Shasa bertanya pada Karel.
"Nope. Dia calon kakak ipar gue." Balas Karel dengan melepaskan headphonenya dan menggantungkannya di lehernya.
Mulut Shasa dan Cyra terbuka lebar. Mereka berdua terkejut mendengar kabar bahwa sang kakak sudah memiliki calon jodohnya. "Oh my god! Really?!" Tanya Shasa langsung menutup mulutnya.
"Of course."
"Kalau gitu kita harus cepet pulang, dan merayakan ini!" Usul Shasa cepat. Ia menarik salah satu koper yang paling kecil dan juga menarik lengan Rena, tak lupa dengan Cyra yang selalu berjalan tepat di sebelahnya.
__________
Sedangkan di sisi lain, motor ninja yang Rayyan bawa baru saja berhenti di kediaman kakek dan neneknya. Ia turun bersama dengan Nadhira yang sebelumnya ngotot agar dia saja yang membawa motornya.
Nadhira berhenti, menatap ke arah motor Rayyan yang masih terparkir dengan sembarangan. Ia juga belum melepaskan jaket kulit berwarna hitam yang biasa ia gunakan ketika berkendara sepeda motor.
"Bang, sini gua parkir dulu motornya." Tawar Nadhira, tangannya sudah bersiap menerima uluran kunci motor dari Rayyan.
Rayyan ikut berbalik menatap motornya. "Gak papa, biasanya juga begitu." Balas Rayyan acuh.
"Nanti mobil Kak Caca sama Ayah gak bisa parkir kalau abang parkir sembarangan gini!"
Rayyan menimang ucapan Nadhira. Ada benarnya juga dengan apa yang dikatakan oleh adiknya. "Ya udah." Putus Rayyan pada akhirnya.
Nadhira menahan pergerakan Rayyan yang ingin membenarkan posisi motornya. "Gua aja, abang masuk duluan. Lagian cuma sebentar." Bujuk Nadhira kembali. Saat ini ia benar benar ingin mengendarai motor ninja berwarna hitam mengkilat itu.
"Nih, hati hati ya!" Peringat Rayyan, takut adiknya jatuh mengingat motornya yang berat dan tinggi.
"Sip, gampang kok."
Setelah mengatakan hal itu, Rayyan benar benar masuk ke dalam kediaman utama kakek neneknya. Sedangkan Nadhira bersorak senang dalam hatinya.
Ia menyalakan ponselnya, melacak keberadaan Cyra untuk mengetahui dimana keberadaan mobil kakaknya. Kemudian setelahnya ia melacak keberadaan kedua orang tuanya. Lagi lagi ia dibuat bersorak dalam hati ketika mengetahui keberadaan keduanya masih jauh dengan rumah sang kakek nenek mereka dan kebetulan jalan yang mereka lalui sedang dalam masa perbaikan, jadi mau tidak mau mereka harus ikut terjebak dalam kemacetan.
Gadis itu memasukkan ponselnya, dan memasangkan earphone bluetooth nya di telinganya. Melakukan panggilan dengan tangan satu lagi yang merogoh kantung jaketnya, mengeluarkan STNK yang berhasil ia curi dari kantung celana Rayyan sebelumnya.
Saat panggilan tersambung, ia tersenyum senang. "Sharelock sekarang, gue otw." Ucap Nadhira pada lawan bicaranya melalui telepon.
Ia memasukkan kembali STNK milik Rayyan, memakai sarung tangannya untuk berkendara dan memakai helm fullface milik Rayyan. Gadis tomboy itu menatap pantulan dirinya dari spion motor. "Perfect." Ucapnya tersenyum singkat.
Saat itu juga, tangannya memutar kunci motor dan mulai melajukan motor ninja itu. Dan disaat yang bersamaan Rayyan keluar berusaha untuk mengejarnya.
"NADHIRA MAU KEMANA LO?!!" Teriak sang abang karena takut ia akan dimarahi oleh ayah dan bundanya karena telah memberikan izin pada Nadhira untuk berkendara.
"30 MENIT BANG!!" Balas Nadhira memutar kepalanya kebelakang, melihat Rayyan yang tak dapat menggapainya karena ia memutar gas dengan sangat kencang.
"AH **!*!!" Umpat Rayyan dengan segala kekesalannya.
(BAB REVISI)
Rayyan memandang gelisah ke arah gerbang masuk rumah keluarga besar sang ibu, sudah 15 menit Nadhira keluar dari rumah menggunakan motornya tapi tak juga kunjung kembali. Ia takut saat kakak dan kedua orang tuanya datang akan menanyakan keberadaan Nadhira.
Sang Nenek menatap Rayyan yang terlihat mondar mandir di depan pintu masuk, dari gerak gerak lelaki itu, sudah dapat dipastikan bahwa ia sedang cemas.
"Rayyan…" panggilnya pelan pada sang cucu. Si pemilik nama langsung menoleh.
"Ya?" Balas Rayyan mencoba setenang mungkin agar neneknya tak curiga padanya.
"Kamu ngapain disini? Dhira mana?"
Deg!
Pertanyaan yang ingin Rayyan hindari pun terlontar dari mulut neneknya. Apa yang harus ia katakan? Rayyan bergeming di tempat. Ia masih memikirkan alasan yang tepat untuk menjelaskan pada neneknya.
"Rayyan?" Panggil Alfira-neneknya.
"Ah? Eh Dhira? Dia tadi aku suruh buat beli barang sebentar. Mungkin setengah jam lagi Grandma, soalnya lumayan jauh,"
"Aarggh!! Alasan apa ini?!! Gak masuk akal! Pasti Grandma bakal tanya kenapa bukan gue aja yang jalan!"
Rayyan mengumpat dalam hati, merutuki kebodohannya karena adiknya itu.
"Kenapa gak kamu aja? Emang beli apaan?"
Rayyan mengangkat bahunya dengan menggelengkan kepalanya, tanda tak tahu. Ia tak ingin membuat banyak kebohongan untuk melindungi dirinya maupun Nadhira. Semoga saja neneknya tak banyak bertanya.
"Ya udah nanti kamu tanyain langsung ke Dhira. Sekarang masuk aja dulu. Ga bosen tunggu dia di luar?" Rayyan mengangguk mengiyakan ucapan neneknya. Ia melangkah masuk ke dalam mansion keluarga besar ibunya dengan mengumpati Nadhira yang bisa membuatnya kena masalah besar.
__________
Sedangkan di tempat lain Shasa yang tengah menyetir menghela napas kasar. Ia sengaja masuk ke dalam tol untuk menghindari kemacetan, namun siapa sangka saat masuk ke dalam tol ia tetap terjebak ke dalam kemacetan karena kecelakaan beruntun yang terjadi di tol yang mereka lalui.
Cyra yang juga merasa bosan pun menopang dagunya menggunakan tangan yang ia taruh di atas sisi pintu.
"Kak, kita keluar tol aja. Lewat situ bisa kan? Setau Cyra jalan itu udah selesai masa perbaikannya." Usul Cyra ketika melihat jalan keluar dari tol di sebelah kiri mereka.
Shasa ikut menoleh ketika Cyra menunjukkan jalan padanya. Benar apa yang dikatakan oleh Cyra, mereka bisa saja keluar dari arah kiri mereka tapi saat ini posisi mereka sedang di sisi jalan tol paling kanan dan sebentar lagi akan melewati persimpangan itu, sulit baginya untuk berpindah jalur disaat kanan dan kirinya dipenuhi kendaraan yang terjebak dalam kemacetan seperti dirinya.
"Iya sih… Tapi kak Caca juga susah kalo mau kesana." Keluh Shasa membuat Cyra mengangguk setuju.
Tring!
Sebuah pesan masuk ketika Shasa sedang berbicara dengan adik bungsunya. Wanita itu menoleh dan meraih ponselnya, mengecek notifikasi apa yang ia dapatkan.
Gadis cantik dengan rambut yang dikuncir asal itu tersenyum sinis. Ia membuka notifikasi tersebut dan memperbesar layar ponselnya.
"Dhira… Dhira…" gumamnya pelan dengan terkekeh pelan.
Cyra memperhatikan kakaknya. "Kenapa kak?"
"Nope." Balas Shasa acuh dengan menaikkan kedua bahunya.
Gadis itu memutar kepalanya. Di kursi belakang hanya Karel-lah yang masih terjaga sedangkan Rena dan calon suaminya itu sudah tertidur lelap di dalam mobil.
"Rel! Karel!"
Lelaki yang umurnya lebih muda satu tahun darinya itu tak bergeming di tempat. Sepertinya ia tak mendengar suara Shasa yang memanggilnya karena sedang menggunakan headphone.
"Bang Karel!" Teriak Cyra dengan melemparkan permen yang ada di dalam mobil ke arah lelaki itu. Dan itu berhasil membuat Karel melepaskan headphonenya.
"Hmm? Kenapa?" Cyra memberi isyarat pada lelaki itu kalau yang memanggil bukanlah dirinya melainkan Shasa.
"Napa Sa?"
"Tolong gue bisa?" Tanya Shasa to the point.
Karel mengerutkan alisnya. Dengan sedikit ragu ia bertanya. "Apa?" Balasnya.
Shasa melihat ponselnya sebentar, memastikan bahwa ponselnya masih menyala. "Gantiin gue nyetir." Pinta gadis itu dengan mata yang kembali fokus pada jalanan di depan nya.
"Kenapa Kak?"
"Capek?"
Cyra dan Karel bertanya secara bersamaan kepada Shasa, sedangkan yang ditanya hanya tersenyum simpul.
"Enggak, ada urusan mendadak yang harus gue kerjain. Bisa?" Karel mengangguk mengiyakan. Tak keberatan, toh ia hapal jalan menuju rumah grandma dan grandpa mereka.
"Thanks." Ucap Shasa pada sepupunya. Kemudian ia beralih menatap Cyra sebentar. "Cyra, tolong hubungi sekretaris Ayah buat bawain motor Kakak. Anter motornya di pintu keluar tol selanjutnya." Pinta Shasa serius.
Karena nada bicara Kakaknya yang sangat serius, Cyra tak bertanya apapun, ia tau pasti ada yang tak beres. Sudah biasa bagi Cyra ketika melihat Kakaknya yang selalu lemah lembut tiba tiba berubah menjadi sangat serius, bahkan suasana nya mendadak sangat dingin karena perubahan Shasa.
"Oke."
__________
Nadhira melepaskan helm fullface dan juga melepaskan sarung tangan yang ia kenakan. Mengibas-ibaskan rambutnya yang yadi ia gulung ke atas.
Ia tersenyum melihat sekumpulan teman temannya yang sudah menunggu kedatangannya. Ia berjalan dengan memeluk helm di sisinya.
"Dah lama?" Tanya Nadhira dengan ber-tos ria pada teman temannya.
"Enggak, santai aja!"
"Mana nih yang ngajak tanding? Kok ga muncul? Takut ya?" Teriak Nadhira keras. Ia tertawa kencang, meremehkan lawannya karena belum juga datang. Padahal mereka duluan yang mulai dan mengajak genk nya untuk Tanding dengan mereka, tapi mereka pula yang belum datang.
Brum… Brum…
Suara Nadhira memelan. Ia melihat sekumpulan anak genk motor yang mengajak mereka untuk tanding sudah datang.
Pria yang berada di depan Nadhira membuka kaca dari helm yang ia gunakan. "Sayangnya gue bukan pengecut yang cuma bisa bacot! Biar gue buktinya kalau sekolah lo ga pantes di jadiin panutan!" Ucap lelaki itu yang masih berada di atas motor ninja yang dikenakan olehnya.
Nadhira tertawa sinis, ia cukup mengapresiasikan keberanian lelaki itu karena telah berani menantangnya.
"Oke, gue ga takut." Balas Nadhira dengan enteng.
"Sikat bos!"
"Kalahin mereka Ra!"
"Maju lo!"
Suara teriakan teman teman Nadhira terdengar kencang, menyemangati Nadhira yang merupakan ketua genk mereka, gadis tomboy yang memang suka membuat ulah dan menindas orang sesukanya.
Gadis berumur 16 tahun itu tersenyum singkat sebelum memutar tubuhnya dan berjalan ke arah motor yang ia gunakan. Ia telah siap untuk mengikuti balap motor ilegal yang itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!