NovelToon NovelToon

My Love Story (Marvello Richie)

CAST 'Marvell Love Story'

1. Marvello Richie

2. Ariella Althaf

3. Athala George Althaf

4. Rafael Alexander

MENURUTKU, WAJAHNYA COCOK DENGAN KARAKTERNYA YANG KALEM DAN COOL.

5. Randy Sebastian

SI IMUT RANDY. KARAKTERNYA SEDIKIT NYEBELIN DAN CEREWET.

6. Julian Lorenzo

SI PLAYBOY KELAS KAKAP. KADANG DIRINYA BISA MENJADI PENASEHAT DI ANTARA TEMANNYA, DAN KADANG JUGA, MENJADI BIANG MASALAH.

7. Stevano Cameron

8. Nolan Pranata

9. Sindy Brianna

10. Nina Anggraini

SI CIWIK CEREWET DAN BAR-BAR. DAN DIA INI ADALAH MANTANNYA SI JULIAN WKWKWK.

Inilah visual-visual yang menurutku cocok dengan karakternya masing-masing.

TEMAN LAKNAT

Empat orang pria, melangkahkan kakinya untuk memasuki area SMA Tunas Bangsa. Mereka adalah Marvell, Rafa, Randy dan Julian.

Semua pandangan tertuju pada mereka. Bahkan tak jarang pula terdengar teriakkan dari siswi-siswi yang ada disana.

Dengan baju yang di keluarkan, mereka berjalan dengan gaya coolnya di lorong-lorong sekolah. Sampai terdengar sebuah suara yang mengagetkan mereka, yang membuat mereka lekas menoleh ke belakang.

"Empat serangkai." Teriak ibu Lydia menggelegar, yang merupakan wali kelas mereka.

"Pagi-pagi udah denger suara Bulid aja." Gumam Randy yang dapat di dengar oleh teman-temannya.

Bu Lydia berkacak pinggang sambil menatap garang ke-empat siswa yang selalu membuat keonaran di kelasnya itu.

"Kesini kalian berempat." Perintahnya.

Mereka saling bersitatap sejenak, kemudian menghampiri bu Lydia yang berdiri tak jauh di hadapan mereka.

Setelah empat serangkai itu berdiri di depannya, bu Lydia menatap satu-persatu dari mereka.

"Sudah berapa kali saya bilang, ma---"

"Masukkan baju." Potong mereka berempat.

"Kalau sudah tahu, mengapa bajunya masih di keluarkan?"

"Tadi gak sempet, buk. Saya tadi bangun kesiangan." Timpal Julian.

"Alasan." Cibir bu Lydia. Lalu matanya beralih pada Rafa.

"Kamu itu anak dari pemilik sekolah ini. Harusnya kamu bisa memberikan contoh yang baik kepada teman-teman kamu."

Rafa melirik semua temannya yang ada di sampingnya. Dan kembali menatap bu Lydia.

"Maaf buk." Hanya itu yang Rafa ucapkan.

Bu Lydia akhirnya menghembuskan nafasnya lelah sembari memijat pelipisnya yang selalu pusing jika berurusan dengan keempat anak didiknya ini.

"Masuk ke kelas." Perintahnya.

"Emang kita mau masuk ke kelas." Sahut Julian enteng, yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari bu Lydia.

Julian pun berlari lebih dulu untuk menuju ke kelasnya, kemudian di susul oleh ketiga temannya.

Sesampainya di kelas....

Seperti biasa, mereka langsung duduk di bangku masing-masing. Marvell dan Rafa yang di depan, sedangkan di belakang mereka terdapat Julian dan Randy.

"Bel masih lama kagak?" Tanya Julian sambil mengelus perutnya.

"Bentar lagi." Jawab Randy tanpa menoleh.

"Gue laper. Tadi gue gak sempat mau sarapan."

"Terus?"

"Ya elah, pakek nanya. Kuyy, temenin gue ke kantin."

"Bentar lagi mau masuk." Timpal Rafa.

Marvell sedari tadi diam sembari mengeluarkan buku-bukunya. Lalu matanya membulat tatkala dia membuka bukunya dan terdapat PR matematika yang belum dia kerjakan.

Apalagi matematika pelajaran pertama dan bu Lydia-lah yang menjadi gurunya.

Dan tanpa basa-basi, Marvell menarik buku Rafa yang sudah ada di atas meja.

"Loe kenapa?" Tanya Randy bingung pada Marvell.

Marvell mendengus sebal, "Kenapa gak ada yang bilang kalau ada PR?"

"Loe gak nanya." Sahut Randy santai. Kemudian matanya beralih pada Julian yang sekarang sibuk dengan hp-nya.

"PR loe udah?" Harusnya Randy tidak usah bertanya. Karena dia sudah tahu apa jawabannya.

"Belum."

'Sudah kuduga.' Batin Randy.

"Loe gak ada niatan mau ngerjain?" Tambah Randy.

Julian menghela nafasnya, "Namanya PR itu, di kerjakan di rumah, bukan di sekolah. Kalau di sekolah bukan PR namanya, tapi PS."

Marvell yang merasa tersindir, lalu menolehkan kepalanya ke belakang dan menatap Julian tajam.

"Apa? Kata-kata gue ada yang salah?" Lanjut Julian.

Marvell lalu memilih untuk mengabaikannya, dan menyalin kembali PR Rafa. Baru dua soal yang selesai di salinnya, tiba-tiba bu Lydia masuk ke kelas.

"Ini guru cepat amat datang ke kelasnya." Ucap Randy.

"Buk, kok udah masuk ke kelas aja sih? Kan belum bel." Protes Marvell.

"Listrik sekarang lagi mati. Makanya gak bel." Balas bu Lydia apa adanya.

"Gimana? Udah selesai belum?" Tanya Rafa sembari melirik buku Marvell.

"Ya belumlah. Bulid datengnya cepat amat." Gerutu Marvell kesal.

"Nah loe." Terdengar bisikan-bisikan syaitan dari arah belakangnya.

"Tenang aja, Vell. Ada gue kok." Sahut Julian santai.

Marvell mendelikkan matanya pada Julian. Selalu saja dirinya di hukum bersamaan dengan temannya itu.

"Baiklah anak-anak. Kita lanjutkan pelajaran kita yang kemarin." Ucap bu Lydia sambil menuliskan sesuatu di papan tulis.

"Kayaknya Bulid lupa kalau ada PR hari ini." Gumam Rafa.

Marvell tersenyum smirk, "Jangan ada yang bilang."

Namun jika tidak saling mengerjai teman, maka persahabatan mereka akan terasa hambar.

"Buk.." Panggil Julian dengan nada keras.

Bu Lydia membalikkan badannya dan menatap Julian dengan penuh tanda tanya.

Julian menatap Marvell yang kini menatapnya tajam, kemudian dia beralih menatap Randy yang menganggukkan kepala. Lalu dia bergantian menatap Rafa yang sekarang menatapnya datar.

'Kenapa semua temen gue rada aneh gitu ya?' Batinnya bingung.

"Ada apa, Julian?" Tanya bu Lydia karena Julian tidak kunjung bicara.

"Emm, enggak jadi deng buk." Julian lalu duduk kembali. Dan Bulid melanjutkan tulisan di papan tulis.

Marvell tersenyum lega sedangkan Randy bergumam tidak jelas. Lalu sebuah senyum devil muncul di bibir Randy.

"Buk, ada PR." Teriak Randy cukup keras.

Glegar

Marvell seperti mendengar petir di pagi hari. Lalu dia membalikkan kepalanya dan menunjukkan wajah menakutkannya pada Randy

Randy justru menunjukkan cengirannya sambil memperlihatkan jarinya yang berbentuk V.

"Oh ya? Kalau begitu kumpulkan sekarang."

Semua murid maju ke depan untuk mengumpulkan PR mereka, kecuali Julian dan Marvell yang tetap duduk di bangku mereka.

Setelah buku-buku menumpuk di mejanya, bu Lydia menghitung buku tersebut untuk memastikan jika semua anak muridnya mengumpulkan PR.

Dahinya mengkerut saat dia merasakan bukunya ada yang kurang. Lalu dia menatap semua anak muridnya yang kini juga menatapnya.

"Siapa yang tidak mengerjakan PR?"

Terdengar suara deret kursi yang di dorong. Dan ternyata itu Julian yang berdiri dari duduknya.

"Julian, julian." Bu Lydia menatap satu muridnya itu kesal sambil berkacak pinggang.

"Etss, bukan saya aja buk yang gak mengerjakan PR. Dia juga gak ngerjain." Timpal Julian sambil melirik Marvell.

Mata bu Lydia berpindah pada Marvell yang tengah menundukkan kepalanya sambil menggerutu disana.

"Marvell, kenapa kamu tidak berdiri?" Teriak Bulid marah.

Marvell menghela nafasnya panjang, kemudian berdiri sama seperti Julian.

"Ibu tiap hari lelah selalu menasehati kalian ini. Bisa gak kalau sehari aja kalian gak bikin ibu marah?"

Semuanya terdiam dengan kepala tertunduk. Begitupun dengan Rafa.

"Keluar." Tambah Bulid.

"Keluar dari kelas saya. Saya tidak mau kalian mengikuti mata pelajaran saya hari ini." Lanjutnya.

'Yesss..' Pekik Julian dalam hati.

"Tunggu apa lagi? Cepat keluar!"

Julian lebih dulu melangkahkan kakinya menuju ke pintu, namun sebelum keluar, dia menyempatkan diri untuk menyalimi tangan bu Lydia. Setelah itu barulah dia keluar dari kelas sembari bersiul ringan.

Sedangkan Marvell, dengan langkah pelan dan lesu, dia berjalan keluar dari kelas tersebut. Namun sebelum itu, dia menatap tajam Randy yang tengah cekikikan menatapnya.

AWAL SEMUANYA

Seorang gadis dengan tergesa-gesa melangkahkan kakinya untuk menuju ke SMA Tunas Bangsa. Namun sayangnya, gerbang sekolah itu sudah tertutup karena waktu sudah menunjukkan pukul 7.30.

"Bagaimana sekarang?" Gumamnya dengan nada sedih.

Terlihat seorang satpam yang tengah melintas di area SMA tersebut. Dengan cepat gadis itu memanggilnya agar mendekat.

"Pak, pak satpam." Teriaknya, yang membuat satpam itu langsung berjalan menghampirinya.

"Pak, tolong bukain gerbangnya." Melasnya sembari menangkupkan kedua telapak tangannya di dada.

"Aduh neng. Gimana bisa telat sih?" Timpal pak satpam itu, yang bernama Gunawan.

"Tadi mobilnya mogok, pak."

Gunawan menghela nafasnya panjang. Merasa kasihan, dia lalu membukakan pintu gerbang tersebut untuk gadis itu.

"Cepetan masuk, neng. Awas gurunya ada yang liat."

Gadis itu mengangguk singkat sambil tersenyum kecil. "Terima kasih, pak."

Lalu dia berlari sangat kencang untuk menuju ke kelasnya. Ketika dia melihat ada guru yang akan lewat, dia segera bersembunyi di balik tembok.

"Huffttt.." Dia menghela nafasnya lega saat guru tersebut telah lewat.

Namun saat dia berbalik badan, matanya langsung membulat ketika melihat guru yang akan masuk ke kelasnya tengah berdiri sambil menatapnya tajam.

"Ariella, kesini kamu." Perintah bu Wulan, yang merupakan wali kelasnya.

Gadis yang bernama Ariella itu lekas berjalan mendekat ke arah gurunya sambil menundukkan kepalanya.

"Apa kamu tahu sudah jam berapa ini?"

Ariella hanya mengangguk kecil tanpa berani menatap gurunya yang sedang marah.

Bu Wulan menghembuskan nafasnya kasar.

"Kamu adalah siswi teladan di kelas ibu. Tapi kenapa kamu bisa telat seperti ini hemm?"

"Mobil Ara mogok, buk. Jadi Ara naik ojek tadi kesini." Jawab Ariella polos.

Bu Wulan tahu jika Ariella atau yang sering di sapa dengan nama Ara, adalah anak yang baik dan jujur. Tapi bagaimana pun, dia tidak boleh pilih kasih di antara muridnya.

Maupun murid tersebut adalah Ara yang terkenal dengan keteladanan dan kepintarannya.

"Maafin ibu ya. Ibu tetap harus menghukum kamu. Ibu gak mau nanti teman-teman kamu mengatakan jika ibu pilih kasih di antara kalian." Ucap bu Wulan lembut.

Ara hanya mengangguk pasrah.

"Kemarikan tas kamu." Ara segera memberikan tasnya pada bu Wulan tanpa banyak bertanya.

"Kamu lari lapangan basket sebanyak 2 kali. Setelah itu barulah kamu bisa masuk ke kelas."

Lagi-lagi Ara hanya bisa mengangguk menurut. Dengan langkah pelan, dia berjalan menuju ke lapangan basket yang ukurannya lumayan lebar.

"Untung gak ada yang lagi olahraga sekarang." Ara bernafas lega ketika melihat lapangan yang tengah kosong.

Setidaknya, dia tidak akan terlalu malu karena menjadi sorotan murid-murid yang biasanya tengah berolahraga di lapangan tersebut.

"Okey Ara. Semangat." Ucap Ara menyemangati dirinya.

Dia mulai berlari kecil mengelilingi lapangan basket itu. Baru saja satu putaran, dirinya sudah merasa lelah. Bahkan, keringat sudah mulai timbul di dahinya. Mungkin karena cuaca-nya yang memang panas pada pagi hari ini.

"Satu putaran lagi." Gumam Ara sembari terus berlari pelan untuk menyelesaikan hukumannya.

Dia tidak mau jika harus meninggalkan mata pelajarannya. Walaupun itu hanya satu pelajaran sekalipun.

...* * * *...

"Loe tuh mau kemana?" Tanya Marvell malas sambil terus mengiringi langkah Julian yang entah akan membawanya kemana.

"Yaa, ke kantinlah. Kan tadi gue udah bilang, kalau gue itu laper." Sahut Julian tanpa menolehkan kepalanya pada lawan bicara.

"Kalau loe gak mau makan. Ya udah, temenin gue aja." Tambah Julian.

Hening....

Tidak ada lagi suara dan gerutuan dari Marvell.

"Vell..?" Panggil Julian yang belum juga menolehkan kepalanya.

Tidak ada sahutan dari si Marvell. Dan itu membuat Julian heran.

"Marvell??" Julian segera membalikkan badannya, namun dia tak melihat batang hidung Marvell di belakangnya.

"Kemana lagi tuh anak?" Gumamnya bingung.

Dengan terpaksa, Julian kembali berjalan ke arah kelasnya. Matanya terus mencari keberadaan temannya itu.

Sampai suatu ketika, matanya tak sengaja menangkap sosok Marvell yang sedang berdiri di dekat tiang depan kelas 11, dengan matanya yang menatap lurus seorang gadis yang sedang berlari mengelilingi lapangan basket.

Julian lalu menghampiri Marvell dan berdiri di sebelahnya.

"Vell..?" Panggilnya.

Namun tak ada sahutan dari temannya itu.

Julian menarik nafasnya panjang, dan "Woyy.."

Marvell terperanjat dan lekas menatap Julian yang berdiri di sebelahnya dengan wajah bingungnya.

"Loe ngapain disini?" Tanya Julian sambil menatap Marvell dan Ara secara bergantian.

Marvell tidak menjawab. Dan memilih untuk menatap Ara kembali.

Julian berdecak sebal. Kemudian dia mengikuti arah mata Marvell.

"Loe suka sama dia?" Tanpa di beritahu, Marvell tahu siapa yang Julian maksud.

"Mungkin."

"Ya elah. Jawab aja 'Iya atau enggak'."

"Memangnya kenapa? Urusannya sama loe itu apa?"

Julian berdehem pelan, "Kalau loe suka, gue bakalan comblangin."

Marvell menatap Julian sinis, "Sejak kapan loe jadi Mak Comblang?"

Julian hanya mengendikkan bahunya acuh. Dan memilih untuk menatap Ara yang tampak kelelahan.

"Dia anak baru?" Julian menatap tidak percaya pada Marvell.

Benarkah Marvell tidak tahu jika Ara adalah adek kelas mereka?

"Dia udah lama sekolah disini. Bahkan dia sekarang udah kelas 11. Gimana sih loh, itu aja gak tau."

"Gue bukan loe, yang semua adek kelas loe pacarin." Timpal Marvell cuek.

"Ya, loe 'kan hobinya sama yang kakak kelas. Mangkanya loe gak tertarik buat jadiin adek kelas sebagai pacar loe." Perkataan Julian begitu menohok.

"Gue masih suka kalik sama adek kelas."

"Terserah loe." Balas Julian acuh. Jika tidak dia akhiri perdebatan mereka, maka itu tidak akan selesai.

"Dia kelas berapa dan jurusan apa?" Tanya Marvell lagi.

"Kelas 11 IPA 1."

Marvell berOh ria sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian saat dia teringat sesuatu, dia langsung menatap Julian heran.

"Loe tau darimana tentang tuh cewek?"

"Sahabat dia mantan gue." Jawab Julian malas.

Marvell terkekeh geli, "Mantan loe yang mana?"

"Walaupun gue cerita, loe gak bakalan tau." Setelah mengatakan itu, Julian pergi meninggalkan Marvell menuju ke kantin.

Sedangkan Marvell? Terus menatap Ara dengan senyum tipisnya. Entah mengapa dia merasa ada secercah cahaya ketika matanya melihat sosok Ara.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!