Assalamu'alaikum, hai semuanya!
Sebelumnya aku mau kasih tau kalau cerita ini merupakan kelanjutan dari kisah hidup Jenny, salah satu tokoh yang ada di cerita sebelumnya "Story Of Naura"
Jadi, kalau ada yang bingung dengan jalan cerita ini. Kalian bisa baca "Story of Naura" terlebih dahulu.
Selamat membaca, semoga kalian suka.
****
Dua orang wanita cantik tengah bersantai di sebuah taman, dan salah satunya sedang mengandung. Mereka bernama Jennyfer dan Zakiya atau yang lebih sering di sapa Kiki.
"Ki. Aku mau buang air kecil!" ucap Jenny melirik ke sekitar taman, memotong kalimat Zakiya yang sedang bercerita padanya.
"Disini tidak ada toilet umum, Jen! Hanya ada Majid yang letaknya tak jauh dari sini. Apa kamu mau ke masjid yang di sana?" ujar Kiki, menunjuk ke arah Masjid yang ia maksud.
"Tidak masalah, Ki!" jawab Jenny, melangkah lebih dulu menuju Masjid tersebut.
"Ah leganya," ucap Jenny, setelah keluar dari toilet Masjid.
Jenny menghampiri Kiki lalu duduk di samping Kiki yang menunggunya di tangga pintu masuk masjid. Lantunan Ayat suci Al Qur'an yang sedang di bacakan Ibu-Ibu pengajian, entah mengapa membuat Jenny merasa sangat tenang dan damai, hingga tanpa sadar air matanya menetes membasahi pipinya.
"Kenapa Jen? Apa perutmu sakit?" tanya Kiki cemas, saat melihat Jenny menangis. Gelengan kepala dari Jenny, semakin membuat Kiki bingung. Jika tidak ada masalah terus kenapa menangis? Pikirnya.
"Ki. Apa kamu bisa membaca apa yang mereka baca itu?" tanya Jenny, menunjuk pada ibu-ibu yang sedang mengaji dengan merdunya.
"Maksudmu mengaji?"
"Iya, kamu bisa?"
"Sedikit, memang nya kenapa Jen?"
"Aku merasa sangat tenang saat mendengarnya Ki. Bukan hanya kali ini saja, sebelumnya saat aku merasa sedih, suara ini juga yang berhasil menenangkanku saat aku tak sengaja mendengarnya waktu itu disebuah acara TV. Aku juga merasa kalau bayiku juga merasa tenang dan damai mendengarnya. Aku ingin bisa mengaji seperti mereka, agar bisa membuat anakku selalu merasa tenang dan nyaman seperti saat ini!" ucap Jenny, seketika membuat Kiki terkejut bukan main mendengarnya.
"Kamu yakin mau mempelajari semua itu, Jen?" tanya Kiki memasang wajah serius, menatap Jenny.
"Aku sangat yakin Ki. Aku ingin selalu merasakan kedamaian seperti saat ini." jawab Jenny dengan senyum mengembang di wajahnya, masih dengan menatap ibu-ibu yang sedang mengaji, seraya ia mengelus lembut perutnya.
"Itu artinya kamu mau menjadi Mualaf?" tanya Kiki, begitu antusias.
"Iya," jawab Jenny lantang, membuat Kiki ikut senang mendengarnya.
"Kamu yakin?" tanya Kiki memastikan.
"Aku sangat yakin, aku sudah memikirkan semua ini dari beberapa minggu yang lalu!" jawab Jenny.
"Baiklah. Jika itu keputusanmu, tentu saja aku akan mendukungmu. Aku tidak yakin bisa membimbingmu, bagaimana kalau kita sama sama belajar di pondok pesantren yang ada di kampung halamanku? Disana ada sebuah yayasan pesantren pembinaan mualaf, kamu mau belajar disana?" tanya Kiki.
"Aku mau. Secepat nya setelah urusanku disini selesai, aku ingin segera kesana!" jawab Jenny terlihat begitu semangat.
"Makasih ya, Ki. Karena sampai saat ini, kamu masih setia bersamaku!" ucap Jenny lagi, dengan mata berkaca-kaca menatap Kiki.
"Apaan sih Jen? Ya sudah, ayo kita pulang! Kasihan keponakanku ini, pasti sudah lapar," ucap Kiki melirik pada perut Jenny.
Sayang, kamu setuju sama keputusan Bunda kan? tanya Jenny dalam hati, berjalan menuju pulang seraya mengusap Perutnya.
***
Keesokan harinya.
Seorang wanita cantik berdiri di depan cermin menatap pantulan dirinya disana, perut yang terlihat membuncit membuatnya tersenyum.
"Tumbuh yang baik ya nak! Bunda akan selalu menjaga dan memberikan yang terbaik untukmu," ucap Jenny.
Tidak ada raut kesedihan di wajahnya, walaupun ia harus mengandung tanpa didampingi suami, namun itu sama sekali tidak membuat Jenny merasa sedih. Diberi kepercayaan untuk menjadi seorang Ibu, merupakan anugerah terbesar yang di berikan Tuhan untuknya.
Tok ... tok ... tok ...
"Jen. Sudah waktunya kita pergi!" ucap Kiki, sahabat yang selalu setia menemaninya, berbicara dari luar pintu kamar Jenny.
Sesaat kemudian Jenny keluar dari kamar dengan menyeret satu buah koper besar beserta tas jinjing di tangan nya. Perlahan Jenny menuruni anak tangga, ia memandang ke setiap sudut rumah yang akan di tinggalinya. Rumah yang akan berganti pemilik, karena Jenny sudah menjual rumahnya, atau lebih tepatnya rumah yang di berikan oleh mantan kekasihnya.
Atas Izin dari Sean, Jenny menjual rumah pemberian Sean. Jenny juga mengembalikan Hak penuh atas saham di pusat perbelanjaan yang pernah diberikan Sean yang berada di Kota S kepada Sean, karena Jenny sadar bahwa dirinya tidak akan bisa mengelolanya. Semua yang dikembalikan Jenny tetaplah menjadi milik Jenny, sebab kemurahan hati Sean. Pusat perbelanjaan itu kembali berada dalam naungannya, namun penghasilan dari pusat perbelanjaan tersebut akan tetap masuk ke rekening Jenny.
Suara dering Handphone Jenny, menghentikan langkahnya.
Nama wanita yang sekarang resmi menjadi Istri dari mantan kekasihnya, dan sekarang sudah menjadi temannya, adalah orang yang menghubunginya saat ini.
"Halo, Ra! sapa Jenny, setelah panggilan tersambung.
"Jen, kamu sudah mau berangkat?" tanya Naura, di seberang sana.
"Iya, Ra. Titip salam untuk Sean, ya. Sekali lagi maaf, dan terima kasih banyak untuk semuanya!" ucap Jenny tulus.
"Sama-sama, Jen. Kamu disana hati-hati ya. Ingat untuk selalu kabari aku!" ucap Naura.
"Aku akan selalu mengabarimu. Kalau begitu aku tutup dulu ya, Ra?"
"Baiklah, Jaga diri kalian Jen." jawab Naura, sebelum mengakhiri panggilan telepon.
"Kamu sangat beruntung di cintai oleh pria seperti Sean, Ra!" batin Jenny, kembali menyimpan handphonenya ke dalam tas.
"Selamat tinggal kenangan, selamat datang masa depan!" gumam Jenny, menatap rumah yang memiliki banyak kenangan untuknya, sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil yang akan membawanya pergi menuju kehidupan yang Baru.
Mobil yang di tumpangi Jenny dan Kiki berhenti tepat disebuah bangunan besar dan luas yang bertuliskan yayasan pesantren mualaf.
Pesantren ini terlihat sedikit berbeda dari pesantren pada umumnya. Pesantren mualaf mempunyai dua bangunan utama dengan dua lantai yang besar serta cukup luas untuk para santri dan santriwati belajar. Disetiap belakang bangunan terdapat lagi banyak bangunan lainnya, yang menjadi tempat tinggal para santri.
Baik lingkungan santri dan santriwati mempunyai dinding pemisah yang tinggi. Hanya para ustadz, ustadzah dan para pengurus pondok yang bisa leluasa masuk kedalam dua bangunan tersebut.
Di belakang gedung juga terdapat berbagai bangunan lainnya seperti perumahan-perumahan kecil yang di peruntukan bagi para ustadz, ustadzah dan pengurus pondok lainnya yang mengabdi disana.
Tepat di samping bangunan pesantren, ada pula rumah dua lantai yang terlihat besar dan mewah dibandingkan rumah warga yang ada disana. Rumah tersebut adalah rumah ustadz Maulana dan istrinya ustadzah Mariam, pemilik dari pesantren tersebut.
Yayasan pesantren pembinaan mualaf ini, dibangun dan didirikan oleh pasangan mualaf asal Belanda yang saat ini telah mengubah nama mereka menjadi Maulana dan Mariam.
Pesantren mualaf ini terbuka untuk semua orang, tapi lebih di peruntukan bagi para mualaf yang masih bingung mencari tempat untuk belajar agama mulai dari dasar.
"Semua nya benar-benar seperti yang kamu ceritakan, Ki. Aku baru tahu kalau pesantren juga tak kalah mewahnya dari sekolah-sekolah mewah lainnya yang ada di Ibu Kota!" ucap Jenny, penuh rasa kagum menatap sekeliling pesantren yang luas dengan pemandangan yang sangat Indah.
"Pesantren mualaf ini juga merupakan salah satu pesantren terbesar yang ada di Indonesia, Jen!" seru Kiki sembari tersenyum memberitahu Jenny.
"Wah, pantas saja sangat luas seperti ini!" ucap Jenny kagum.
"Assalamu'alaikum ... " ucap Kiki, pada penjaga yang ada didepan pintu masuk pesantren.
"Waalaikum'salam," jawab bapak penjaga keamanan disana, menundukkan pandangannya setelah melihat tamu yang datang jauh dari kata syar'i.
"Saya keponakannya ustadzah Nurul, Pak. Kami sudah membuat janji bertemu sebelumnya!" ucap Kiki sopan, menjelaskan maksud kedatangan mereka.
"Oh iya mba. Tadi ustadzah Nurul sudah memberi tahu saya, jika keponakannya sudah datang diminta langsung masuk saja menemui beliau di kediamannya. Mba sudah tahu atau perlu saya tunjukan kediaman Beliau?" tanya bapak tersebut.
"Terima kasih, tidak perlu Pak. Saya tahu tempatnya!" jawab Kiki, tersenyum ramah.
"Baiklah, kalau begitu silahkan masuk!"
"Terima kasih, Pak. Kami permisi," ucap Kiki, melangkah masuk kedalam pesantren bersama Jenny.
Jenny merasa risih dengan tatapan orang-orang yang berpapasan dengan mereka.
"Ki. Apa ada yang aneh di wajahku, atau penampilanku?" ucap Jenny bertanya, tanpa menghentikan langkah mereka.
"Tidak Jen. Kenapa?" tanya Kiki bingung.
"Aku merasa mereka semua menatapku!" jawab Jenny pelan, membuat Kiki tersenyum mendengarnya.
"Itu sangat wajar, Jen! Mungkin salah satu dari mereka ada yang mengenal kamu atau lebih tepatnya fansmu. Ditambah lagi pakaian yang kita gunakan sangat berbeda dengan yang mereka pakai!" jawab Kiki, membuat Jenny mengangguk mengerti.
"Assalamu'alaikum," ucap Kiki, seraya mengetuk pintu yang bertuliskan nama ustadzah Nurul.
Beberapa saat kemudian pintu dibuka.
"Waalaikum'salam, akhirnya yang ditunggu datang juga. Ayo silahkan masuk," ucap ustadzah Nurul, tersenyum ramah menyambut Kiki dan Jenny.
Kiki menyalami tangan ustadzah Nurul diikuti oleh Jenny, setelah itu mereka melangkah masuk dan duduk di sofa ruang tamu.
"Apa kabar, Kia? Ummi sangat merindukanmu!" ungkap ustadzah Nurul pada Kiki yang merupakan keponakannya.
"Alhamdulillah, baik Ummi. Ummi juga terlihat baik dan tambah cantik saja," Jawab Kiki, dengan senyum mengembang di wajahnya.
"Kamu ini selalu saja menggoda ummi," ucap ustadzah Nurul tertawa mencubit gemas hidung Kiki.
"Kamu yang bernama Jenny, Nak?" tanya ustadzah Nurul beralih pada Jenny.
"Iya Usta ... "
"Ustadzah, Jen!" sambung Kiki, melengkapi ucapan Jenny.
"Maaf Ustadzah. Iya, saya Jenny, teman Kiki!" Jenny mengulang ucapannya.
"Tidak perlu canggung seperti itu Nak, Kamu bisa panggil saya Ummi, seperti yang lainnya!" jawab ustadzah Nurul, mendekat dan duduk disamping Jenny lalu membelai lembut kepalanya.
Jenny yang setelah sekian lama baru merasakan kembali seseorang membelai lembut kepalanya, menjadi menangis karena terharu. Mungkin faktor kehamilan juga yang membuat Jenny sekarang menjadi mudah menangis.
"Terimakasih, Ummi. Seperti yang sudah di katakan Kiki, kedatangan kami kemari adalah untuk belajar dan tinggal sementara disini, di tambah lagi saat ini saya tengah mengandung. Apa boleh kami tinggal disini, Ummi?" tanya Jenny pelan menundukkan kepalanya berusaha menghentikan air matanya.
Sebelum kedatangan mereka, ustadzah Nurul sudah mendengar semua cerita tentang Jenny dari Kiki. Ustadzah Nurul menjadi sangat prihatin dengan semua yang di alami Jenny. Satu hal yang membuat ustadzah Nurul bangga adalah, Jenny tidak melepas kandungannya dan malah berniat menjadi lebih baik lagi. Apa lagi saat mendengar kabar bahwa Jenny ingin menjadi mualaf, membuat ustadzah Nurul semakin menyukai keputusan Jenny.
"Boleh Nak, tentu saja boleh. Ummi juga sudah membicarakan semuanya kepada Pemilik Pesantren ini. Mereka tentu saja mengizinkan dan menyambut baik kedatangan kalian!" jawab ustadzah Nurul, kembali membelai rambut Jenny.
"Kami bersamamu, jangan bersedih ya!" ucapnya lagi, mengusap air mata yang mengalir diwajah cantik Jenny.
"Apa boleh saya memeluk Ummi?" tanya Jenny pelan penuh harap. Jenny yang tidak mendapat jawaban dari Ummi Nurul semakin menundukkan kepalanya, namun hal tak terduga ia dapatkan dimana ummi Nurul langsung membawa Jenny masuk ke dalam pelukannya.
"Sudah ummi katakan jangan bersedih, kami disini semua bersamamu!" ucapnya begitu lembut mengusap punggung Jenny yang berada dalam pelukannya, membuat Jenny semakin terisak menangis melepaskan semua kesedihan yang dirasakannya selama ini.
"Terimakasih Ummi, terimakasih banyak sudah mau menerima aku disini!" ucap Jenny, di sela isak tangisnya, semakin memeluk erat tubuh ummi Nurul.
"Iya sayang, sama-sama!" jawab Umi Nurul.
Kiki yang menyaksikan hal tersebut ikut meneteskan air matanya karena terharu, Kiki sangat mengerti apa yang dirasakan Jenny saat ini. Kiki dan Jenny sama-sama tidak memiliki orang tua, tidak ada tempat untuk mengadu. Tapi, perbedaannya Kiki lebih beruntung karena memiliki mi Nurul, adik dari ibu kandungnya yang sudah meninggal dunia. Ummi Nurul sendiri adalah seorang janda yang ditinggalkan suami dan anaknya yang meninggal akibat kecelakaan.
"Kalian pasti lelah, lebih baik kalian istirahat dulu. Nanti setelah Ashar kita temui ustadz Maulana dan Istrinya!" ucap ummi lagi, saat melihat Jenny mulai tenang dan menghentikan tangisnya.
"Baiklah Ummi, kami masuk dulu." jawab Kiki.
"Sekali lagi terima kasih, Ummi!" ucap Jenny sebelum mengikuti Kiki masuk ke dalam kamar yang sudah biasa ditempati Kiki saat ia berkunjung kesana.
Sayang, apa kamu mendengarnya? Semua menerima kita dengan sangat baik nak, kamu bahagia, kan? batin Jenny sembari mengusap perutnya.
****
Hai ... jangan lupa Like sehabis baca bab nya ya. Nggak capek kok tekan like.
Tambahkan juga cerita Author ke favorit ya. Vote jika ada Rezeki buat Author. mohon dukungannya🙏🤭
Flashback on
Jenny dan teman teman nya sedang berada di sebuah Bar ternama di kota J, Merayakan Ulang tahun Temannya.
Tepat Pukul du dini hari, teman teman Jenny satu persatu mulai meninggalkan Bar tersebut.
Saat dirinya akan pulang, Jenny melihat sosok pria yang dikenalnya sedang mabuk meracau menganggu pengunjung lainnya.
Jenny yang merasa penasaranpun coba mendekati pria tersebut.
"Permisi Pak, da apa ini?" tanya Jenny kepada salah satu pelayan yang coba menyadarkan Niko. Ya pria Mabuk yang membuat onar tersebut adalah Niko, sahabat dari mantan kekasihnya.
"Ini Nona, Tuan ini meracau dan mengganggu pengunjung lainnya. Saya ingin mencoba menghubungi kerabatnya tapi handphone tuan ini sudah rusak, sepertinya jatuh karena ulahnya sendiri!" jelas sang pelayan memperlihatkan handphone Niko yang benar sudah rusak.
"Tumben dia tidak bersama Reyhan dan Sean. Dimana mereka?" batin Jenny.
"Apa anda mengenalnya Nona?" tanya pelayan lagi kepada Jenny.
"Iya saya mengenalnya. Tolong bawa di ke mobil saya, saya yang akan mengantarkan dia pulang!" ucap Jenny, kepada pelayan tersebut.
"Aku tidak mungkin menghubungi Sean. Tapi bagaimana ini? Aku juga tidak mempunyai kontak Reyhan," ucap Jenny setelah berada di dalam mobilnya, melihat Niko yang masih meracau di bangku penumpang.
Jenny akhirnya memutuskan membawa Niko menuju ke hotel terdekat yang ada disana.
Setelah sampai di hotel dan memesan kamar, Jenny meminta pelayan hotel membantunya membawa Niko kedalam kamar yang sudah di pesannya.
"Terima kasih," Ucap Jenny kepada pelayan hotel.
"Kamu nggak tau, Rasanya aku ingin sekali membunuh pria tua itu jika dia bukan kakekku. Emang dia pikir menikah itu gampang. Apa lagi harus menikah dengan wanita yang sama sekali tidak kita kenal dan tidak kita cintai " ucap Niko meracau, namun jelas didengar oleh Jenny.
"Oh, dia sedang punya masalah dengan keluarganya!" gumam Jenny berniat meninggalkan Niko, namun Niko malah menarik tangannya hingga Jenny terjatuh tepat diatas tubuh Niko.
"Kamu mau kemana, jalang? Aku sudah membayarmu," ucap Niko membentak yang sama sekali tidak sadar bahwa yang sedang bersamanya adalah Jenny, bukan jalang yang di sewanya.
"Hey, sadarlah. Aku bukan jalang mu!" bentak Jenny mencoba bangkit dari tubuh Niko.
"Aku mau pulang, tolong lepaskan aku. Lebih baik kamu tidur Nik!" ucap Jenny masih berusaha melepaskan tubuhnya dari pelukan Niko yang semakin erat padanya.
"Berani sekali wanita jalang seperti mu menasehatiku," maki Niko yang membuat Jenny murka karena berulang kali menyebut dirinya jalang.
Dengan sekuat tenaga Jenny mendorong tubuh Niko dan berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Niko.
Sebuah tamparan keras dari Jenny membuat Niko bangkit.
Bukannya meminta maaf, Niko malah semakin kesal melihat Jenny yang dia anggab adalah jalang sewaannya berani menamparnya.
"Aku sudah membayar tubuhmu. Berani sekali kamu mau pergi sebelum melayaniku," ucap Niko dalam mabuknya.
"Sadarlah Nik. Aku Jenny, bukan jalangmu." ucap Jenny berteriak.
"Hahahaha, Namamu persis seperti nama model terkenal itu. Jangan sebut nama wanita itu, aku membencinya!" jawab Niko.
"Lepas Nik. Kamu mau apa?"
"Nik, Tolong berhenti. Aku minta maaf jika aku bersalah karena sudah menamparmu," rintihan Jenny diantara rasa takutnya.
Tidak pernah terbayangkan sekalipun dibenaknya kalau dia akan berada dalam situasi seperti ini. Sex Memang sering dia lakukan, namun seumur hidupnya hanya dua pria yang pernah menyentuhnya, yaitu Sean dan seseorang yang sudah mengambil mahkotanya dulu.
Jenny memang seorang model terkenal yang biasa berpakaian terbuka, namun pada kenyataannya Jenny tidaklah semudah itu menjajahkan tubuhnnya pada sembarang pria. Jenny merasa sangat terhina diperlakukan seperti ini oleh pria yang Jenny kenal sebagai sahabat dari mantan kekasihnya. Bukan hanya itu, Jenny juga sangat tahu bahwa diantara Sean, Reyhan dan Niko, Niko lah yang selama ini paling memperlihatkan rasa tidak sukanya kepada Jenny yang jenny sendiri tidak tau apa penyebabnya.
Air mata tak berhenti mengalir dari kedua matanya saat Niko dengan buasnya mencumbu setiap inci tubuhnya.
Buruk, ini adalah kenangan terburuk yang pernah terjadi dalam hidupnya. Jenny merasa hidupnya benar-benar hancur saat ini.
Setelah Niko menuntaskan hasratnya, dia jatuh tertidur disamping Jenny.
Jenny bangun secara perlahan agar tidak membangunkan Niko, mengambil kemeja Niko, sebab itu satu-satunya pakaian yang masih bisa digunakan setelah secara paksa Niko merobek pakaian yang ia gunakan sebelumnya.
Setelah menggunakan kemeja Niko, Jenny keluar dari kamar hotel menuju Mobilnya.
Didalam mobilnya Jenny meraung menangis sejadi-jadinya mengingat kehancuran yang dirasakan nya saat ini. hancur dan bahkan sangat hancur perasaan Jenny saat ini.
Flashback Off
Kemarin, Jenny sudah menceritakan semua masa lalu nya kepada ustadz Maulana dan istrinya ustadzah Mariam. Jenny semakin merasa bersyukur saat semua malah memberi respon yang baik. Tidak ada satupun dari mereka yang menilai buruk pada Jenny.
Ia disambut baik oleh hampir seluruh penghuni Pesantren.
Saat ini, Jenny sedang berkonsultasi kepada ustadz Maulana mengenai niatnya untuk memeluk agama Islam.
Hidup adalah pilihan, tiga kata ini menjadi kalimat ampuh saat kebingungan dalam hidup muncul. Hidup membuat kita memilih meskipun tidak pernah tahu hasil akhirnya.
Banyak pilihan yang muncul dalam hidup, bisa memilih antara hitam dan putih atau kiri dan kanan. Ragam pilihan yang ada. Hidup bagaikan sebuah jalan lurus yang setiap saat selalu terdapat persimpangan yang menjadi pilihan, dan salah satu pilihan terbesar dalam hidup adalah mengenai Agama.
Contoh dari pilihan ini adalah. Saat seseorang yang dari lahir merupakan non muslim. Namun, saat dewasa seseorang tersebut memilih untuk berpindah agama memeluk agama Islam.
Berpindah agama dari non muslim menjadi Muslim inilah yang disebut sebagai Mualaf.
1 kata yang memiliki makna yang panjang.
Saat memutuskan menjadi Mualaf ada beberapa syarat yang harus di penuhi. Syarat ini bukan hanya untuk memenuhi secara agama, namun juga melengkapi legalitas sebagai warga negara.
Jenny mendapat berbagai penjelasan tentang menjadi seorang muslim, sejarah Islam, dan juga bagaimana seorang muslim beribadah.
Setelah yakin dan paham dengan semua penjelasan yang di berikan oleh ustadz Maulana. Selanjutnya adalah hal yang paling penting dalam proses menjadi Mualaf.
Point paling penting tersebut adalah Mengucapkan dua kalimat Syahadat, dengan membaca dua kalimat syahadat berarti seseorang yakin didalam hatinya akan keesaan Allah dan Nabi Muhammad adalah utusannya. Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat itu pula Jenny akan sah menjadi seorang muslim.
Suasana yang tadinya hening saat penjelasan dari ustadz Maulana, menjadi semakin hening saat detik-detik Ikrar dua Kalimat Syahadat akan diucapkan.
Didepan para saksi kaum muslim. Jenny dipandu oleh ustadz Maulana mulai mengucapkan dua kalimat syahadat beserta artinya.
"ASYHADU AL-LAA ILAAHA ILLALLAAH"
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan Selain Allah.
"WA ASYHADU ANNA MUHAMMADDAR RASULLULLAH"
Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
"Alhamdulillaahi rabbil aalamiin,"
ucap semua orang saat dua kalimat syahadat selesai diucapkan oleh Jenny dengan lantang.
Ucapan selamat didapatkan Jenny dari semua orang, Rasa lega, tenang dan bahagia memenuhi hatinya saat ini.
Setelah menjadi seorang Muslim. Jenny harus mandi besar sebagai bentuk pemurnian/pembersihan dari dosa masa lalu. Seperti yang kita ketahui menjadi seorang Mualaf mempunyai catatan bersih seperti baru terlahir kembali dari rahim Ibu dan kemudian sebisa mungkin menjaga catatan itu agar tetap bersih dan selalu berusaha melakukan perbuatan Baik.
Selesai mandi Besar pun Jenny harus melaksanakan rukun Islam sebagai mana muslim pada umumnya yang pertama yaitu di mulai dari shalat.
Ya Allah ya tuhanku. Terima kasih banyak telah mempertemukan aku dengan orang orang baik seperti mereka. Kuatkan imanku agar aku dapat menjadi hambamu yang baik seperti mereka ya Allah. ucap Jenny dalam hati.
****
Maaf ya semua kalau masih banyak kesalahan dalam penulisan atau pemahaman tentang Agamanya. Maaf juga kalau ada yang non muslim. Tidak bermaksud menyinggung atau apapun itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!