NovelToon NovelToon

Menikah? Oh No!

Prolog

"NIKAH?" gadis dengan dandanan tomboi itu meludah ke sembarang tempat. Tertawa renyah sambil mengunya permen karet di dalam mulutnya, memiringkan kepala gadis itu menatap aneh ke arah Boby. Temannya yang tengah bermain game MOBA di ponsel seraya mengrutu seperti orang gila.

"Sampe kapan pun gue gak akan mau nikah!" tekannya sambil menunjuk ke arah langit atap kelasnya.

Namanya Falia Hani, nama sapaannya--Hani. Gadis konyol yang sangat tidak menyukai pernikahan yang bahkan rela melakukan apa saja agar dirinya tidak menikah.

Bergaya seolah pria gadis itu sangat menantang keras perjodohan yang dilakukan oleh orangtuanya dengan seorang Tentara yang memiliki akhlak luar biasa.

Hari ini adalah hari terakhir dirinya bersekolah di SMA Garlan High School. Dan juga hari terakhir dirinya untuk memikirkan rencana tentang bagaimana caranya agar pernikahannya itu batal dengan seorang pria yang katanya adalah seorang tentara.

Umurnya juga terpaut jauh darinya. Hani tidak suka pria tua! Kecuali banyak duitnya. Eist ... dia bukan matre tapi mencintai uang adalah hobinya. Siapapun pasti akan sangat menyukai uang dan Hani adalah salah satunya.

berkacak pinggang lalu menyeringai wanita itu mengangguk-anggukan kepalanya. Otaknya saat ini sudah di penuhi dengan ribuan rencana-rencana aneh yang nantinya akan ia praktekan langsung di depan calon suaminya.

"Haha ...." tawanya menggelegar membuat penghuni kelas langsung meliriknya.

Menggeleng kemudian mereka semua menatap aneh ke arah Hani.

"Mikir ape lu?" tanya Boby curiga. Selesai main game, ponselnya kembali ia masukan ke dalam saku celana sekolahnya. beberapa detik setelahnya, memperhatikan Hani-- sahabatnya.

Hani terdiam gadis itu menempelkan jarinya ke jidat Boby yang lebar.

"Lo liat aja nanti, setelah ini gue jamin tuh om-om bakal batali pernikahannya sama gue!" kata Hani sekali lagi seringaian itu terlihat dibibir Hani yang tipis.

Dengan kening berkerut Boby berdoa semoga sahabatnya ini tidak melalukan hal yang seperti ia bayangkan.

Karena Boby sangat mengenal Hani, sahabatnya ini sama seperti Bella.

Hani dan Bella bisa dikatakan mereka adalah sahabat dekat yang dikira kembar padahal beda orangtua. Walau begitu banyak yang masih mengira kalau mereka adalah saudara karena selain wajah mereka juga memiliki tingkah laku yang hampir serupa.

Sekarang Boby sedang memikirkan nasib pria malang yang nantinya akan menjadi suami dari sahabatnya yang rada gak waras. Yang terkadang dirinya saja tidak tahan dengan tingkah laku Hani yang sering kelewatan.

Boby sih bisa maklumi karena mereka sahabat dari zaman Sd. Lah gimana nanti sama yang baru kenal? Apalagi Hani menikah karena dijodohkan.

Memikirkan itu hanya membuat kepala Boby pusing. Akhirnya dia memilih untuk mengabaikannya dan lanjut bermain game Itu lebih bagus dari pada mikirin nasib calon suami sahabatnya itu. Yang ada entar Boby ikut stres kayak Hani.

Memutuskan untuk pergi keluar kelas, Hani meninggalkan Boby untuk bolos. Hari ini seharian dia akan memikirkan strategi untuk membuat calonnya itu nantinya pergi dan tidak jadi menikahinya.

Walau mungkin keberasilannya 001%. Tapi tidak apa Hani akan mengubah kata 001% menjadi 100%. Tersenyum mengambang Hani menenteng tasnya ke pundak, bersiul sambil menatap seorang pria berseragam tentara lewat melintasinya. Berhenti, dia pun berpikir.

"Apa itu calon gue?" tanyanya yang sedang memperhatikan pria tua berstatus Tentara yang tengah mengunjungi sekolahnya.

Part 1

"Baju kamu ganti!" Sabrina--mama Hani melempar baju dress sebawah lutut berwarna pink itu ke atas tubuh Hani putrinya yang tengah asik membaca novel di atas kasur empuk miliknya.

Hani menghentikan aktivitasnya kemudian ia mengubah posisinya menjadi duduk bersilah di atas kasur. Dahinya berkerut saat memegang gaun yang mamanya itu berikan.

"Buat apa?" tanya Hani merasa heran lalu ia mengangkat gaun berwarna pink itu dengan ekspresi jijik.

"Ketemu jodoh!" balas Sabrina santai, seraya berjalan ke arah Hani yang tengah memasang wajah aneh dan juga putri itu langsung melempar gaun pemberiannya ke pinggiran ranjang.

"Ma, aku ini masih SMA. Please deh," tolak gadis itu halus, mengerucutkan bibirnya Merajuk.

Sabrina mendekat mengusap puncak kepala anak gadisnya itu dengan penuh kasih sayang, "Mau ketemu calon suami kok gitu?" ujarnya lembut.

"Senyum dong," pintanya menyemangati Hani.

"Nanti biar mama yang dandanin ..."

"Di Pakai-in lipstik biar cantik,"

"Nanti Rambut kamu juga di burai biar jauh lebih cantik,"

Sabrina dengan lembut membelai rambut panjang putrinya yang kusut dan kasar.

"Dan-" Sabrina menghentikan celotehannya karena ia sudah melihat putrinya itu tengah memasang wajah masam tidak berniat mendengarkan ucapannya.

"Muka kamu itu jangan di tekuk gitu, Udah tau jelek Nanti jeleknya nambah keliatan!" goda Sabrina mencolek hidung benger Hani.

"MAMA!" pekik Hani melemah.

Sabrina terkekeh melihat anak gadisnya itu, perlahan ia memegang bahu Hani untuk ikut berdiri dengannya.

"Ayoo! cepat ganti baju kamu," tutur Sabrina lembut.

"Ma ..." rengek Hani ia berusaha membujuk mamanya.

"Nanti kalau ketemu sama calon suami kamu, inget kalau ngomong itu lemah lembut. Jangan kayak laki-laki!" tegas Sabrina menasehati putrinya itu.

Hani masih bergeming, hingga terbesit ide gila, bahkan sangat gilla didalam otaknya.

"Oke deh...tapi Hani mau dandan sendiri!" ujar Hani dengan suara tinggi.

Sabrina tersenyum miris mengelus pipi putri semata wayangnya itu dengan lembut."Yaudah, jangan lama-lama." balasnya. Yang diangguki Hani.

2 jam setelahnya ...

Hani meyeringai penuh maksud saat memandangi penampilannya di depan cermin.

"Sip! Tinggal nunggu reaksi om-om itu," ucap Hani kepada dirinya sendiri.

"Walau kayak ondel-ondel gini! Yang penting tuh om-om nolak gue!" kekehnya membayangkan reaksi Ayan saat melihat penampilannya sekarang.

Selang beberapa menit usai dirinya bersiap, tak lama pintu pun diketuk.

"Sayang, ayo cepat. Keluarga calon sudah datang!" panggil Sabrina dari luar pintu.

Hani berdecak sebal kemudian menjawab,"Duluan ma, Nanti Hani nyusul!" teriaknya dari dalam kamar.

Setelah itu tidak ada suara lagi dari luar, Hani yakin bahwa mamanya itu sudah menghilang dibalik pintu.

Sepeninggal mamanya, Hani memperhatikan penampilannya lagi. Bibirnya yang bersemu merah seperti cabai, pipi yang dipoles menjadi pink kemerahan, tak lupa bedak dan alis yang tebal, bulu mata yang hitam pekat, dan juga polesan dibagian kelopak matanya berwarna hitam mencolok. Satu lagi, rambut yang digerai berwarna-warni layaknya penyanyi rock. Kali ini Hani benar-benar gilla.

Sebelum pergi ke ruang tamu untuk menemui calon yang dibilang mamanya tadi, Hani pun turun ke bawah dengan menggunakan sepatu yang ber-Hak tinggi!

Tap ... tap ... tap ...

Satu persatu ia turun, menuruni tangga menuju ruang tamu, berjalan bak model profesional yang siap menunjukan fashionnya. Tak lupa pinggul yang di lenggak lenggok seirama dengan langkah sepatu haknya. Sambil tersenyum satu tangannya meyibakkan rambutnya ke belakang.

Dan tepat di anak tangga terakhir, dua keluarga itu menatap gadis berumur 17 tahunan yang nantinya akan menjadi menantu mereka tanpa berkedip. Entah menatap karena cantik, ataupun mungkin karena Gila!

Ya, mungkin dari kedua pertanyaan itu benar.

Karena Hani berubah menjadi wanita gila saat ini.

"Ha--Hani?" Sabrina berbicara dengan gugup melihat tingkah putrinya yang bukan main mempermalukan dirinya. Sedangkan keluarga Ayan terlihat seperti menahan tawa. Khususnya pria berjas hitam yang saat ini tengah tertawa lepas sambil memandangi wajah Hani di depannya.

"Hay gusy ... Good Night!" sapa Hani sembari melambai-lambaikan tanganya lalu mengedipkan matanya berulang-ulang.

Sabrina menelan ludahnya dengan susah payah, dalam hatinya dia ingin menyeret langsung anak gadisnya itu masuk kedalam kamar. Tapi tidak mungkin, situasinya tidak tepat.

"Hani, ayo salam sama tante dan om," titah Sabrina dan Hani langsung melakukannya, terkecuali lelaki yang mungkin akan dijodohkan dengannya. Karena pria itu hanya menelangkup tangan di depan dada.

Dalam hati Hani berdesis. So alim!

Suasana dalam ruangan berubah menjadi berisik, bukan karena Hani. Tapi mami dan papinya yang sibuk berbicara. Sedangkan Hani hanya sibuk dengan ponselnya sesekali melirik ke arah pria yang akan dijodohkan dengannya dengan tatapan tidak suka.

"Hani ... ini Ayan Faiz, anaknya tante Rosita dan om Gilang. Gimana Ganteng kan?" tanya Sabrina menggoda, sedangkan Hani hanya mengangguk kemudian tersenyum miring. Gadis itu udah persis seperti badut saat tersenyum.

"Ya udah, kalian ngobrol dulu ya berdua," tutur Sabrina sambil tersenyum.

"Lah? Mama, papa. Mau kemana?" tanya Hani panik.

"Papa sama Mama mau rundingan buat, nentuin tanggal pertunangan kalian nanti!" jawab Herman mengerlingkan matanya. Membuat Hani mendengus kesal.

Usai kepergian dua keluarga itu, kini hanya ada Hani dan Ayan. Mereka saling diam, Hani yang terlalu sibuk dengan ponselnya tanpa memperdulikan perasaan Ayan yang saat ini sedang sibuk dengan pikirannya sendiri untuk menyapa Hani calon istrinya kelak.

"Hmmm ...." dehem Ayan mengalihkan Atensi Hani.

"Kalo mau ngomong yang jelas!" desis Hani geram.

Detik berikutnya kembali hening. Hani dan Ayan sama-sama bingung dalam situasi ini. Karena merasa bosan Hani beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menuju pintu keluar.

"Mau kemana?" Akhirnya ayan kembali bersuara.

"Kemana aja!" balas Hani jutek.

"T-tapi bukannya tadi kita perlu ngobrol berdua?"

Yang tadinya Hani hendak melangkah mendadak berhenti, memutar tubuhnya dengan malas Hani menatap Ayan dengan kedua alis menyatuh. Kini Hani jadi sedikit kepo dengan apa yang akan di ucapkan pria tua, dingin. itu kepadanya.

"APA!?" tanyanya dengan suara meninggi.

"Emmmm ...." Ayan memberi jeda, entah kenapa saat ini dirinya sangat gugup, ragu untuk mengucapkan kata-kata ini kepada Hani.

"Eummm ...."

"Eummmm ...."

"Eummm lagi!?" Suara Hani berhasil membuat Ayan tersentak sehingga menatap matanya.

"Mau ngomong aja susah? Gimana mau jadi calon imam yang baik?!" tandas Hani sambil melipat kedua tangannya ke dada. Gadis itu mendengus sebal.

Hani hendak melangkah, kali ini sudah mulai menjauh dari ruang tamu menuju depan rumah.

"Hani!" panggil Ayan ragu-ragu.

Gadis itu menoleh ke-belakang, ternyata Ayan masih mengikutinya. Pria itu Berjalan pelan ke arah Hani yang tengah berdiri di ambang pintu keluar.

Dekat, semakin dekat Ayan melangkah mendekat ke arah Hani. Perlahan tapi pasti, pria itu mendongkak untuk menatap lekat gadis yang dihadapannya.

"Hani," 

Suara pria itu benar-benar halus, membuat bulu kuduk Hani meremang, jantungnya pun ikut berperang seperti pacuan kuda yang akan terlepas. Dan Hani juga ikut menatap pria itu, dalam hatinya ia berkata jujur, bahwa tatapannya sangat teduh.

"Hani," kali ini pria itu sudah berada di dekat Hani. Jujur tatapan teduh dan suara lembutnya membuat seisi hati hani menggedor-gedor ingin keluar.

"Hani ... mari kita jalani dulu perjodohan ini,"

membulatkan matanya, gadis itu sangat tidak mempercayai apa yang baru saja diucapkan Ayan.

Part 2

"Hani ... mari kita jalani dulu,"

Mengingat perkataan Ayan terakhir kali membuat Hani menjadi tidak nyaman. Apa maksud dari kata-kata Ayan terakhir kali?

Gak mungkinkan, Kalau pria Alim seperti Ayan itu mau menikah dengan gadis sepertinya?

Membayangkan penampilannya saat itu saja membuat Hani bergedik jijik.

"Kenape lu?" Boby datang sambil membawa sebotol minuman fanta. Kemudian cowok itu lempar ke arah Hani.

Tap!

Hani menangkapnya dengan cepat. Tersenyum miring dan mulai membuka botol minuman di tangannya sambil berkata.

"Heran gue ...."

Hani menenggak minumannya menyisahkannya hanya setengah.

"Sama om-om yang mau di jodohi sama gue," keluh Hani sambil menenggak minumannya lagi.

"Heran kenape?" tanya Boby menarik kursi di sampingnya, mendekat ke tempat duduk Hani.

"Cerita ke gue!" ujarnya agar temannya itu mau cerita lebih detail.

Hani menghela napas lelah, gadis itu menatap nanar botol minumannya. Memutar-mutarnya kemudian gadis itu mulai berkata.

"Padahal kemarin tuh gue udah dandan kayak ondel-odel, supaya apa? Dia jijik sama gue. Tapi pas sebelum pergi dia malah bilang gini,"

Hani menegakan tubuhnya, menyentuh kedua pundak Boby kemudian menatap matanya.

"Hani ... mari kita jalani dulu," ralatnya mengucapkannya seperti gaya Ayan kemarin malam.

"Apaan coba maksudnya? Gak ngerti gue!" tandas Hani geleng kepala. Melepaskan tangannya dari pundak Boby. Gadis itu kembali menenggak minumannya hingga habis.

"Gue rasa ni ya, tuh om-om kayaknya suka deh sama lo!" tebak Boby. Membuat Hani langsung terbatuk saat mendengarnya.

"Gila lu! Ya kali tuh om-om suka sama gue?" ucap Hani dengan suara meninggi.

"Gak ada yang gak mungkin di dunia ini. Han," ujar Boby, tersenyum pria itu bangkit mengelus puncak kepala Hani kemudian berkata,"Eh gue mau ngapel dulu sama pacar gue ya!" Boby melambai-lambaikan tangannya.

"Dadah!" ucapnya.

Hani geleng kepala. Gadis itu menidurkan kepalanya ke atas meja.

Menatap teman sekelasnya yang tengah asik mengobrol dengan teman mereka masing-masing.

Menghela napas, Hani menatap meja kosong di belakangnya.

"Bella kapan lo balik sih?" tanya Hani memelas.

...****...

Ayan menatap lurus buah apel di tangan pelayan di depannya. Padangannya tajam menatap buah apel itu dengan matanya yang mulai menyipit.

Menarik pelatuknya perlahan pria itu meyipitkan matanya sebelah.

Dor!

suara tembakan yang sangat nyaring bunyinya itu membuat semua orang yang ada di dalam rumah langsung keluar.

"Ayan!" panggil Rosita membentak.

"Kalau kurang kerjaan? bagus bantu Bunda mempersiapkan pernikahan kamu," ujar Rosita membuat Ayan terkekeh pelan.

Pria itu memanggil Robi yang masih diam di tempat, terkejut saat peluruh itu mengenai buah apel di tangannya.

"Y-ya tuan?" tanya Robi ragu.

"Maaf ya Robi, pasti kamu terkejut tadi," Ayan menyodorkan pistolnya itu ke arah Robi,"Tolong kamu bawa ini ke ruangan saya," ujar Ayan yang di angguki Robi.

"Apa yang bisa Ayan bantu Bunda?" tanya pria itu lembut.

"Banyak sekali," balas Rosita.

"Salah satunya, Bunda minta tolong sama kamu," Rosita tersenyum memberikan beberapa contoh kartu undangan kepada Ayan.

"Tolong kamu tanyakan kepada nak Hani, mana yang cocok buat kartu undangan pernikahan kalian nanti!" tutur Rosita sembari tersenyum.

Ayan terdiam cukup lama, pria itu menghela napas panjang. Mengangguk seraya menerima beberapa kartu undangan di tangan Rosita.

"Bunda tunggu hasilnya," ujar Rosita seraya menepuk pundak putra sulungnya itu pelan.

"Oh ya?"

Rosita tersentak, saat mengingat sesuatu hal yang wanita itu lupakan.Meraih kontak perhiasan di mejanya, wanita itu langsung memberikannya kepada Ayan.

"Tolong, kamu kasih ini ke Hani ya," tutur Rosita yang di angguki Ayan.

"Cuma ini aja kan Bunda?" Ayan menunjukan barang-barang titipan bundanya.

"Gak ada yang lain?" sambungnya bertanya.

"Ada satu lagi," ujar Rosita dengan senyuman.

"Apa itu Bunda?" tanya Ayan penasaran.

"Tolong titip salam Bunda ke calon menantu ya," bisik Rosita menggoda.

Ayan menjadi tersipu malu. Pria itu berjalan mendekati Rosita, mencium punggung tangan ibunya pria itu berpamitan.

"Ayan pergi dulu ya Bunda. Assalamuallaikum,"

"Waalaikumsallam," balas Rosita.

...****...

"Eh," Boby menarik kera baju sekolah Hani. Membuat tubuh Hani terhenti.

"Mau kemana lu?" tanya Boby.

"Mau masuk lah!" balas Hani cuek.

"Enak banget lu! Kalau mau pergi itu lepasin dulu helm gue," jelas Boby sambil memukul helm yang masih di kenakan oleh Hani.

Hani menutup wajahnya malu, mengintip Boby dari sela-sela jarinya.

"Maaf, gue khilaf!" serunya sambil membuka Helmnya, kemudian memberikannya kepada Boby.

Boby menggeleng sambil membantu Hani membenahi rambutnya.

"Assalamuallaikum," ucap seorang pria dengan suara lembut seperti biasanya.

Boby dan Hani sama-sama terkejut saat melihat kedatangan Ayan yang tiba-tiba.

"Ngapain lo kemari?" sinis Hani.

Ayan tersenyum, sambil mengangkat dua kantong plastik di tangannya.

"Bunda nyuruh aku ke sini," jelas Ayan.

"Oh, yaudah sana lo masuk!" kilah Hani menggeserkan badannya menjauh dari pintu rumahnya.

"Ok," jawab Ayan santai, kemudian mulai melangkah menuju rumah.

"Oh itu si om-om yang mau di jodohi sama lo?"

Hani menganguk malas.

"Dia aktor?" tanya Boby merasa kepo.

"Gak ih!" sela Hani.

"Terus apa dong?" tanya Boby semakin penasaran.

Hani berdehem, memajukan kepalanya untuk membisikan sesuatu di sana.

"Om-om itu TENTARA!" bisik Hani. Membuat tubuh Robi mendadak membeku.

"What?" teriaknya tidak percaya.

"Lo gak lagi ngelawak kan?" sambungnya.

Hani mengangkat pundaknya, tersenyum miring gadis itu berkata,"Ngapain juga gue ngelawak," ucapnya santai kemudian berpamitan hendak masuk ke dalam rumah.

...****...

20 menit sudah Ayan berada di rumahnya, berbicang-bicang dengan mama dan papanya.

Rasanya sangat aneh saat dia membayangkan kalau sebentar lagi dirinya akan segera menikah dengan seorang pria yang usianya sangat jauh dengannya.

"Hidup yang membosankan," ucapnya lirih.

Memejamkan kedua matanya, gadis itu mulai merentangkan tangannya menghirup udara sore dalam-dalam.

"Assalamuallaikum," sapa seseorang dari belakang, membuat Hani kembali membuka matanya. Menatap Ayan yang tengah berdiri di depannya tanpa melihat dirinya.

"Ada apa ya?" tanya Hani dingin.

"Maaf, jika aku mengganggu kamu."

Ayan mengeluarkan sebuah kotak yang berisi kalung titipan Bundanya tadi ke arah Hani. Membukanya perlahan untuk memperlihatkannya kepada Hani.

"Untuk apa ini?" tanya Hani dengan alis menyatuh.

"Ini kalung, tadi Bunda titip ini untuk kamu." jelas Ayan.

"Tolong di terima," sambungnya.

Hani mengerutkan keningnya, menatap Ayan yang terus menunduk memandangi lantai di bawahnya.

"Gue bakal mau,"

Hani tersenyum miring, gadis itu ingin membuat Ayan jijik dengannya.

"Kalau lo pasangi kalung itu sendiri ke leher gue!" lanjutnya seraya menunjuk lehernya yang putih.

Ayan membulatkan matanya. Menatap mata Hani dengan spontan.

Hani mengedipkan sebelah matanya,"Gimana mau gak?" tanya Hani menaik turunkan alisnya.

Ayan mengehela napas, berjalan perlahan ke arah Hani, mendekat pria itu tersenyum kemudian memberikan kotak perhiasan itu kepada Hani.

"Maaf, bukannya saya gak mau memakaikan kalung itu di leher kamu," Ayan memberi jeda.

"Hanya saja, kamu kan belum muhrim untukku, jadi sebaiknya kamu pakai kalung ini sendiri. Maaf." jelas Ayan.

Membuat Hani merasa aneh saat mendengarnya.

"Apaan sih?" desis Hani kemudian berjalan meninggalkan Ayan yang ada di atas gadung rumahnya seorang diri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!