"Ha ah, kenapa manusia harus sekolah sih?"
Di ruangan kelas gerah penuh aroma keringat itu, seorang siswa berpenampilan urakan mendesah pelan , memainkan pensil di jarinya,dan melihat keluar jendela. Dari jauh, terlihat sekawanan merpati pos terbang ke arah laut...
"Surat ya? Kemana kira-kira surat-surat itu diantar?" Gumam siswa itu.
"Nandra!"
Bentakan keras itu membuat sang siswa kaget, kemudian menjawab terbata-bata.
"I-Iya bu?"
"Kamu ngelihat apaan diluar jendela? Segitu membosankannya ya pelajaran ibu?" Kata sang guru sambil berdelik marah.
"E-Engga bu.."
Siswa itu tertunduk diam, guru muda itupun menghela nafas sejenak, sebelum melanjutkan menulis di papan tulis. di iringi dengan suara hentakan pelan, bau kapur yang khas pun menyerbak ke seisi ruangan...
"Jadi anak-anak, hari ini kita akan mempelajari tentang Energy Parasite. Buka buku kalian halaman 25."
Nandra pun membuka pelan lembaran bukunya dengan malas, sambil sesekali menguap. Pikirannya terbang entah kemana, membayangkan hal-hal yang tidak pernah generasinya rasakan. Berbagai mainan cangih, peralatan dengan kecerdasan buatan, peranti komunikasi yang mampu menghubungkan orang dari berbagai belahan dunia dengan mudahnya, kini hanya bagai legenda bagi anak muda seusianya.
"E.P ya? Gimana ya seadainya mereka tidak pernah menginvasi bumi? Mungkin sekarang kami akan belajar dengan proyektor, ruangan kelas ini pun tidak akan sepanas ini kalau ada AC, setidak-tidaknya kipas angin..."
Sekali lagi Nandra mendesah, mengambil buku tulisnya, kemudian mengipas wajahnya pelan dan kembali menatap keluar jendela.
"Nandra!"
. . .
"Ini buruk..."
Persediaan bateraiku menipis, ya, aku tahu, orang lain tidak akan mengkhawatirkan hal sepele seperti itu, namun aku bukan orang lain. Pada usia 7 Tahun, aku menderita gagal jantung. Karena ketiadaan organ donor, tindakan darurat pun terpaksa dilakukan, yaitu mengganti jantungku dengan jantung bionic. Hal itu tentunya sebagai solusi sementara saja, agar aku bisa tetap hidup sampai ada donor yang tersedia. Namun setahun setelah itu, Invasi E.P terjadi dan berkat itu, kini operasi jantung menjadi mustahil. Dengan ketiadaan listrik alat-alat operasi pun tidak bisa dipakai, sehingga para dokter angkat tangan. Jadilah kini aku harus hidup dengan jantung bionic ini.
Dan sekarang, masalah semakin memburuk. Berkat teknologi canggih yang digunakan untuk membuat jantung bionicku, jantung itu masih berfungsi sampai sekarang, walaupun tidak pernah dimaintenance (Halooo, gimana emang caranya maintenance peralatan elektronik tanpa listrik?). Untuk bertahan hidup, aku menggunakan baterai-baterai yang masih tersisa. Pada mulanya baterai-baterai itu ada banyak, namun seiring waktu, akhirnya persediaan pun menipis. Lagipula, aku tidak tahu berapa lama lagi jantung ini akan bertahan.
Tap Tap Tap
"Kenapa Ian? Kelihatannya kau sedang ada masalah?"
Kutolehkan wajahku pelan, seorang profesor tua dengan setelan jas putih lab berjalan perlahan memasuki ruangan, Profesor Indra, profesor yang sudah aku kenal lama.
"Ngga ada apa-apa prof, cuman sedang menghitung sisa-sisa baterai yang ada."
"Begitukah? Omong-omong, aku punya kabar buruk untukmu Ian..."
"Apa itu Prof?"
Profesor Indra terdiam sejenak, pikirannya menerawang sesaat, sebelum akhirnya membuka mulut.
"Aku sudah menghitungnya, semua baterai yang tersisa dimarkas ini, dengan anggapan kau akan menggunakannya habis-habisan..."
"Kalau aku menggunakannya habis-habisan?"
"Hanya akan cukup untuk 1 tahun lagi..."
Sial...
Jakarta, 15 Februari 2042
PANAS...
Siang itu matahari bersinar terik, sial, bukan terik lagi ini mah! Terik pake Banget!
Asem, inilah sebabnya aku malas keluar rumah, lebih tepatnya malas keluar kamar, he he he.
Ah, kamarku yang damai, tenang, jauh dari suara berisik orang-orang lain... Eh, tapi jangan salah. Bukan berarti aku Hikikomori* loh, aku cuman, yah, kurang suka berinteraksi dengan orang lain.
Namaku Danenandra Kamandaka, biasa dipanggil Nandra. Saat ini aku duduk di bangku kelas 3 SMA, sama seperti remaja-remaja 18 tahun lainnya. Sambil mengayuh sepedaku dengan pelan, aku bersenandung pelan menuju sekolahku, SMA Negeri XX. Sekolah ini bukan sekolah spesial, sama saja seperti sekolah-sekolah lainnya, tapi hei... Apa yang kau harapkan? Tidak ada bedanya sekolah yang satu yang lainnya, yang membedakan hanya siswanya... Betul? Betullll!
Nah, aku bercanda... Beberapa sekolah memang memiliki fasilitas dan pengajar yang lebih baik dari sekolah lainnya, dan untungnya, sekolahku termasuk sekolah dengan fasilitas pendidikan terbaik, setidaknya untuk saat ini...
18 Juni 2022, tidak ada yang tidak mengetahui tanggal "keramat" itu. Pada tanggal itu, Energy Parasite, atau biasa disingkat E.P, menginvasi bumi. Parasit aneh yang "memakan" energi itu, menutupi permukaan bumi dan menyerang sumber-sumber energi listrik, dan dalam sekejap, energi listrik lenyap dari muka bumi. Para petinggi negara pun tidak tinggal diam dan berusaha mengusir E.P, namun perlawanan sengit dari E.P bahkan membuat Militer pun menyerah. E.P bukanlah mahluk yang menyerang mahluk hidup, mereka hanya menyerap sumber -sumber energi listrik. Namun, mereka akan berubah menjadi agresif jika diserang. Bukan hanya jumlahnya yang membuat E.P berbahaya, namun fisiknya yang, bisa dikatakan aneh. Beberapa E.P yang berhasil ditangkap dan dianalisa, diketahui memiliki organ dalam biologis, namun bagian luar tubuhnya ditutupi kulit sekeras logam.
"Mahluk" ( Aku tidak yakin menyebutnya apa) itu berdiameter 10 cm, dengan 8 lengan kecil disekeliling tubuhnya. "Mahluk" itu bergerak dengan melayang-layang di udara, dengan kecepatan sekitar 30km/jam, E.P cukup cepat. Nuklir katamu? Mungkin bisa, namun begini, pusat peluncuran nuklir menggunakan energi listrik yang besar kan? Bagi para E.P, tempat itu bagai prasmanan! Alhasil senjata nuklir tidak bisa diluncurkan, sial, bahkan energi didalam nuklir pun menjadi makanan para E.P. Dan kalau pun bisa, para E.P merayapi hampir setiap tempat di dunia ini, memangnya apa rencanamu? Memborbardir seluruh dunia?
Yah, pemerintah menyerah. Dan mencoba hidup berdampingan dengan E.P. Oh ya, selain energi listrik, mereka juga menyukai sinar matahari. Kupikir sinar matahari sejenis makanan ringan bagi mereka. Saat siang hari, kau bisa melihat para E.P bergerombol di bawah sinar matahari dan bertumpuk satu sama lain.
Dan beginilah wajah dunia saat ini, dengan ketiadaan energi dan ancaman dari E.P, energi listrik lenyap dari muka bumi. Untuk melanjutkan hidup, manusia menggunakan cara-cara lama kembali. Menggunakan kapal layar untuk transportasi laut, penggunaan kembali surat, penuhnya jalan-jalan raya dengan sepeda dan pejalan kaki, dan bangkitnya hiburan-hiburan manual dan tradisional, seperti teater dan wayang.
Yah, ada hal baik dan buruk, semuanya selalu seperti itu. Namun bagi orang yang lahir setelah invasi E.P, ada beberapa hal yang kami sesali. Yah, kami tidak sempat mencoba teknologi, dan dipaksa lahir kedunia tanpa energi ini. Tidak tahu bagaimana rasanya berkirim pesan melalu smartphone, atau bagaimana asyiknya bermain game melalui PC dan Konsol. Bahkan bagaimana asyiknya menonton TV pun tidak pernah kami nikmati. Semua yang tersisa hanya cerita yang diceritakan generasi-generasi era lama, buku dan majalah era lama, dan sisa-sisa peralatan yang kini bahkan tidak lebih dari sampah.
Satu hal lagi, manusia kini membedakan era sebelum invasi dengan era sesudah invasi. Era sebelum invasi dinamai Old Era (Era lama dalam bahasa indonesia), dan Sesudah Invasi dinamai Energyless Era (Era tanpa energi), yang biasanya disingkat O.E (Old Era) dan E.E (Energyless Era)."Aku mikirin apaan sih dari tadi?" Gumamku pelan
Perlahan-lahan sekolahku terlihat, bangunan delapan lantai peninggalan O.E. Bentuk dan fungsinya masih sama di Era ini, minus semua kecanggihan teknologi. Lift? Jangan harap! Makanya jangan heran melihat kaki murid-murid yang kelasnya terletak dilantai delapan pada kekar, naik turun tangga tiap hari! Wkwkwkwkwk
Sesampainya disekolah, kusandarkan sepedaku pelan di parkiran sepeda. Setelah memastikan sepedaku terkunci dan aman, aku pun bergegas melangkah menuju kelas, dan-
"Oi gondrong!"
Kutolehkan wajahku ke arah suara nyaring memekakan telinga tersebut, dan ...
"Berisik Rud!" Sapaku dengan muka di garang-garangin
Bocah berisik itu Rudi, salah satu dari sedikit manusia yang mau berteman denganku
"Pagi-pagi dah bete aja lu meng!" Balas Rudi
"Mang meng mang meng...."
"Lah iya, lu kan mirip komeng, Ha ha ha ha!"
K*mpret itu anak, mentang-mentang rambutku sama gondrongnya dengan komeng
"Gantengan aku lagi kemana-mana."
"Iya, ganteng lu kemana-mana, makanya ga balik-balik, HA HA HA!" Tawa Rudi dengan riangnya
"Terserah kamu deh, Centong sayur."
"Kan, candaannya juga sama lu sama si komeng! Ha ha ha ha!"
Dengan sedikit kesal karena kreatifnya mahluk satu itu membuat candaan, kulangkahkan kakiku yang serasa berat bagai terikat barbel 5 kilo (Ok, lupakan) menuju kelasku, kelas XII IPA 2.
. . .
"Anak-anak, keluarkan buku paket kalian..."
Suara keras namun berwibawa Pak Jimin, guru Fisika kami menggelegar memenuhi ruang kelas. Segera ku keluarkan buku tua warisan dari kakak kelasku dulu. Yah, karena percetakan sudah tidak beroperasi lagi, kebanyakan buku yang kami pakai merupakan buku-buku dari era lama. Buku-buku baru masih diproduksi, namun secara manual dengan menggunakan mesin ketik. Selain itu harga buku-buku baru sangat mahal, serta distribusinya pun terbatas. Karena itu, sekolah menggunakan kebijakan untuk merotasi buku-buku lama. Sehingga semua murid memiliki kesempatan menggunakan buku-buku pelajaran.
Kupandangi buku lama yang sekarang ditanganku itu, berapa banyak murid yang sudah dibantunya belajar? Kau tahu, karena hal semacam inilah aku menyukai buku. Dengan hilangnya energi dan teknologi, buku menjadi salah satu barang mewah bagi generasi kami. Perpustakaan yang pada era lama sempat mati suri, digantikan gadget-gadget canggih dan internet, kini kembali ramai dan hidup.
TUK!
Sebuah kapur tulis mendarat dikepalaku, ah, sepertinya aku terlalu tenggelam dalam pikiranku dan lupa pada keadaan disekeliling.
"Maaf pak."
"Nandra, bapak dan semua guru-guru disini tau kebiasaan kamu. Apa kamu tahu? Kamu itu sebenarnya pandai, jika mau belajar dan mendengarkan. Bukannya asik sendiri dengan pikiranmu!" Marah pak Jimin
"Maaf pak."
Pak Jimin menghela nafas pelan, kelihatan sekali dia menahan emosinya. Aku jadi merasa tidak enak...
Tapi, hei, bukannya aku yang mau jadi seperti ini. Dari dulu semua orang selalu protes, aku bukan anak yang aktif lah, aku selalu melamun lah, aku yang tidak cepat tanggap lah. Maaf saja ya, memang begini sifatku dari lahir.
"Ya sudah, karena saya sudah terlanjur kesal dengan kelakuan kamu, kamu keluar sekarang. Jangan masuk sebelum kelas saya berakhir." Perintah pak Jimin tegas.
"Lalu, saya harus ngapain pak?"
"Ya terserah kamu..."
Antara kesal dan senang, ku ambil tas ranselku dan melangkah pergi keluar kelas. Sesaat sebelum keluar dari pintu, kulihat Rudi membuat gestur tertawa, asem dah tu bocah.
Lama pelajaran pak Jimin sekitar satu setengah jam, aku dikeluarkan pada menit ke 10, yang berarti masih ada sekitar satu jam dua puluh menit. Sedikit melemaskan tubuh, akupun mulai memikirkan akan kugunakan untuk apa waktuku ini. Ke kantin? Aku belum terlalu lapar, Ke Perpustakaan? Di jam-jam pelajaran begini, pasti ada saja kelas yang menggunakan perpustakaan.
"Ah, ke taman aja lah."
Ya, ada sebuah taman kecil didekat sekolahku. Tempatnya asri dan bersih, namun jarang ada orang disana, apalagi pada saat jam sibuk seperti ini. Era boleh tanpa energi, namun manusia tetap harus bekerja kan?
Kulangkahkan kakiku pelan ke bagian belakang sekolah, dengan hati-hati agar tidak ada yang melihat pelarianku. Maklum, aku tidak bisa mengambil sepedaku diparkiran karena gerbang depan pasti sudah dikunci. Lagipula metode kabur yang akan kulakukan adalah melompati pagar, yang mana, bakal sulit dengan sepeda...
Kulemparkan tas ranselku keluar pagar, dan baru saja aku bersiap melompat...
"Kabur lagi, Nan?"
Pak Usman, satpam sekolah kami yang berbodi bak Ade Rai menegurku pelan
"Iya pak, gurunya yang nyuruh," kataku pelan
"Kamu ini, kebiasaan," balas pak Usman tegas, dengan kumis yang bergoyang-goyang mengikuti gerakan mulutnya
Geli Sumpah
Aku sudah hapal dengan kelakuan satpam satu ini, ku raba-raba kantongku, dan kuserahkan dua batang rokok. Dimasa uang teramat langka ini, terkadang kami melakukan barter, dan untuk orang dewasa seperti pak Usman? Dua batang rokok biasanya cukup sebagai uang tutup mulut.
"Nah, kalau gini aman."
"Ya udah pak, Nandra kabur dulu," ucapku seraya melompat keluar pagar
DUK!
Sepatu Era lamaku mendarat dengan mulus di rerumputan belakang sekolah. Segeraku ambil tasku dan bangkit berdiri, berjalan pelan menuju taman kota. Disepanjang perjalanan, beberapa kali kulihat gerombolan E.P bertumpuk di bawah sinar matahari. Mata putih mereka yang seperti lampu berkedip-kedip pelan. Para ilmuwan menamainya dengan mode hibernasi, dimana para E.P hanya menggunakan sedikit energi dan masuk dalam keadaan seperti tidur pada manusia. Dengan ketiadaan sumber energi, kebanyakan dari para parasit hanya berjemur saja dan berdiam sepanjang hari.
Yah, bukan urusanku. Selama mereka tidak mengangguku, aku tidak perduli dengan apa yang mereka lakukan.
Sesampainya ditaman, ku cari tempat duduk kosong, yang anehnya tidak banyak hari ini. Beberapa orang terlihat berkumpul dan mata mereka semua menuju ke satu titik. Mencoba mengabaikan semuanya, ku buka buku pelajaranku dan mencoba hanyut dalam pikiranku lagi...
Sampai sebuah nyanyian merdu merebak memecah suasana hening yang sesaat tadi ada...
" Kurasakan hatiku, meragu...
Kuharus bagaimana, ku tak tahu...
Merasa sepi, dalam hatiku...
Merasa hampa, dalam hidupku... "
Kutolehkan pandanganku sejenak, kearah tatapan orang-orang lainnya. Ke arah suara indah dan lembut itu berasal, suara seorang gadis yang cantik-
Eh, tunggu dulu
Gadis itu kan?
Bersambung
*Hikikomori : Adalah istilah Jepang untuk fenomena di kalangan remaja atau dewasa muda di Jepang yang menarik diri dan mengurung diri dari kehidupan sosial.
(Halo semua, karya pertama author nih, gimana? Suka ceritanya? Untuk cover ane yang buat, ilustrasi sebagian di buat mba Vina (IG : @its.vinamokka), sebagian ane (IG : @venzuu.asli). Sorry ya, beberapa bab masih belum UP ilustrasinya, bakal di kejar secepatnya. 👍
Makasih buat semua yang udah nyempatin baca! Kritik, saran dan pujian😂 ane terima semua wkwkwkwk. Oke, kayaknya itu aja dulu, terus ikutin novel ane sampe tamat ya!
Venzuu, Over and Out!)
Suatu Lab Misterius, 02 Januari 2042
"Hanya akan cukup untuk 1 tahun lagi..."
Kata-kata profesor Indra terus tergiang-ngiang dikepalaku, 1 Tahun, 1 Tahun!
K*mpret, ini sih istilahnya garis Deadline udah dibentangkan pas di depan muka gua...
Ha ah, Anj*ng!
Kulanjutkan membersihkan senjata-senjata tuaku, pistol, riffle, pisau komando... Benar-benar, Era Lama merupakan masa-masa keemasan senjata. Dengan ketiadaan energi seperti saat ini, kebanyakan senjata saat ini diolah secara manual oleh para tukang besi, profesi yang naik daun bersamaan dengan bangkitnya Era Energyless. Karena itulah, senjata menjadi langka dan mahal, yang sebenarnya tidak terlalu berpengaruh juga sih dengan keadaan dunia di masa kini.
Karena invasi E.P, manusia kini sedang sibuk-sibuknya membangun dunia kembali seraya berkompromi dengan ketiadaan energi, mana sempat berpikir tentang perang?
Namun, kondisiku berbeda, dengan jantung bionic ini, senjata menjadi barang bawaan wajib setiap aku pergi keluar... Kenapa katamu? Yah, masalahnya gini... Jantung Bionic ini bisa berfungsi dengan memanfaatkan energi listrik, yang untungnya, para E.P tidak "memakan" energi dalam bentuk mentah. Mereka tidak meminum bensin ataupun memakan baterai, sehingga menyisakan cukup banyak baterai untuk digunakan jantung bionicku. Namun, itu 20 tahun lalu, seiring berjalannya waktu, persediaan baterai di Lab E.D.F pun menipis. Selain berkurangnya pasokan baterai, masalah lainnya yang menderaku adalah E.P itu sendiri.
Begini, E.P memang tidak agresif pada mahluk hidup, namun pada kasusku, jantung bionicku menggunakan energi listrik. Karena tertanam dalam tubuhku, maka energi listrik jantung bionic sedikit tersamarkan. Dan untungnya mayoritas material yang digunakan pada jantung bionicku adalah karet dan plastik, yang bersifat Isolator, sehingga sedikit banyak membantu menyamarkan energi listrik yang dipancarkan jantungku. Namun bukan berarti para E.P tidak bisa merasakannya sama sekali. Pada jarak 100 meter, para E.P akan bisa mendeteksi energi yang dipancarkan jantungku. Jika hanya satu atau dua E.P bukanlah masalah besar, namun mereka selalu bergerombol dan kerja sama mereka cukup bagus. Mereka akan mengepungmu, dan kemudian menggunakan lengan-lengan kecil mereka menjadi sejenis Taser*. Listrik bertegangan tinggi yang satu E.P pancarkan memang tidak seberapa, namun jika sepuluh E.P menyerang bersamaan, cukup untuk membunuh seorang pria dewasa.
Jadi, intinya ada dua masalah besar bagiku. Pertama menipisnya stok baterai, yang berarti aku harus mencarinya diluar. Dan kedua tertariknya para E.P untuk menyerangku. Di dalam Lab bawah tanah ini memang relatif aman, namun diluar sana? Gerombolan E.P sudah menunggu untuk menyantap energi listrik bergerak ini...
Ha ah...
Aku pun menghela pelan, segitu beratnya kah beban hidupku ini?
Sambil terus membersihkan senjataku, aku teringat kembali pada masa-masa indah itu. Kecanggihan teknologi pada saat itu benar-benar mengesankan, yah walaupun semuanya kini menjadi sejarah. Tentu, manusia memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat teknologi-teknologi itu kembali, namun dengan keberadaan E.P disekeliling aku rasa hal itu tidak akan mudah. Bisa kau bayangkan, saat kita membangun generator misalnya, E.P pasti akan menyerang dan alhasil pembangunan akan gagal. Jumlah mereka juga sangat banyak jadi aku rasa senjata dan tentara tidak akan membantu banyak.
"Yosh, selesai!"
Kutatap senjata-senjataku yang telah bersih lagi, senjata-senjata ini sudah seperti sahabat bagiku. Para senjata inilah yang menemaniku dalam misi-misi di dunia luar, saat mengantarkan paket, mencari baterai-baterai, atau misi-misi penting lainnya. Entah bagaimana nasibku tanpa mereka. Bagiku senjata teramat penting, karena kondisi "Spesial"ku, semua anggota E.D.F tidak ada yang mau menjadi timku. Tentu saja, siapa yang mau melaksanakan misi bersama "magnet" E.P kan?
Tapi berkat semua itu, aku menjadi salah satu agen paling tangguh yang dimiliki E.D.F. Karena "kondisi" khususku, aku selalu diprioritaskan dalam masalah persenjataan. Berbeda dari anggota lainnya, semua senjata yang kumiliki adalah yang terbaik dan persediaan amunisiku juga berkali-kali lipat lebih banyak dari anggota lainnya. Beda dengan senjata mereka yang diproduksi dengan keterbatasan Era Energyless, senjataku adalah senjata Era Lama yang diproduksi dengan standar tinggi. Daya hancur, ketahanan, serta akurasi senjataku jauh, jauh lebih baik dari senjata Era Energyless.
Senjata-senjata itu pun kembali kusimpan ketempatnya, kemudian, setelah sedikit merengangkan badan, akupun melangkah pelan menuju ruangan profesor Indra...
"Oh Ian! Masuk Ian!"
Profesor Indra menyambutku saat aku tiba diruangannya. Kuperhatikan sekeliling tempat itu, dan...
"Kenapa mereka ada di sini prof?" tanyaku heran
"Bukan cuma lu yang dipanggil Ian," balas Jodi ketus
"Sudah-sudah, kita datang kesini bukan untuk bertengkar." Agri berusaha menengahi
Jodi, Agri, dan...
"Jadi, ada apa memanggil kami kemari Prof?"
Keifer...
Aku terdiam sejenak, tiga orang terbaik dari pasukan patroli Serigala Putih sedang ada diruangan yang sama denganku saat ini...
Pasukan Patroli Serigala Putih, mereka adalah unit pasukan khusus dari E.D.F yang memiliki misi untuk berpatroli di dunia luar. Tujuan pasukan ini menjaga kestabilan di sekitar area pengawasan kami, dalam hal ini kota Jakarta.
Dengan invasi E.P, komunikasi menjadi jauh lebih sulit, sehingga pemerintah kesulitan mengontrol tiap-tiap wilayah. Dan dikarenakan kondisi yang sulit ini, Para pemimpin dunia bersepakat untuk menghentikan peperangan untuk waktu yang tidak ditentukan / sampai berakhirnya invasi E.P. Kondisi ini menyebabkan tentara dan polisi tidak lagi efektif, sehingga dunia menyetujui untuk melebur mereka menjadi satu kesatuan, yaitu Earth Defense Force.
Dengan E.D.F, semua negara menjadi terbuka dan tidak ada rahasia lagi. Prioritas utama E.D.F adalah untuk menyelidiki asal usul E.P, mengusir mereka, dan membawa Era kejayaan manusia kembali. Karena sifat E.D.F yang tidak memihak negara manapun, melainkan memihak kemanusian, sehingga pertikaian antar negara yang tidak perlu terjadi bisa dicegah.
Namun masalah kemanusiaan bukanlah benar-benar berakhir, Perampok, pencuri, Bajak Laut, ******* pun masihlah ada bahkan didunia tanpa energi ini. Karena itulah, E.D.F yang terdiri dari leburan tentara dan polisi memiliki unit patroli yang berfungsi selayaknya polisi. Tiap-tiap kota memiliki pasukan patrolinya sendiri, yang mana semakin besar kotanya, semakin besar unitnya. Untuk pasukan patroli Serigala Putih, karena kota yang diawasi tergolong besar, ada 12.000 pasukan dibawah komando Keifer, pemimpin pasukan patroli Serigala Putih. Dan ya, Keifer bahkan bukan orang Indonesia. Dia berasal dari E.D.F cabang Kanada. Namun E.D.F tidak melihat asal-usul seseorang, melainkan kompetensi. Dan kuakui, Keifer memang sangat hebat.
Kenapa aku tahu?
Karena aku dulu adalah salah satu anggota pasukan patroli Serigala Putih...
"Ehm!"
Batukan kode dari Prof. Indra membuyarkan lamunanku
"Kita semua sudah berjuang selama ini, namun petunjuk tentang apa itu E.P masihlah sangat samar. Kita tidak tahu darimana asal mereka, dan mengapa mereka menginvasi bumi."
"Namun, kita tahu E.P bukanlah mahluk yang pandai, hampir semua tingkah lakunya didasarkan pada insting dan refleks, hampir seperti binatang."
"Lalu, apa hubungannya dengan dipanggilnya kita kemari?" tanya Jodi tak sabar
"Nah, hal itu terasa aneh bukan? Apakah mereka hanya bergerak berdasarkan instingnya menuju bumi dari planet asal mereka dari luar angkasa?"
"Tunggu" sela Keifer , "Bagaimana kita bisa tahu mereka berasal dari luar angkasa atau bahkan dari luar bumi? Memang, mereka datang dari langit, tapi bisa saja mereka berasal dari bumi kan?"
Senyum kecil mengembang di wajah Profesor Indra, iapun melanjutkan penjelasannya
"Tepat sekali, ilmuwan kita sudah lama curiga kalau E.P berasal dari bumi, salah satunya dikarenakan semua material di tubuh E.P adalah material yang berasal dari bumi."
Profesor Indra memberi jeda sejenak, sebelum melanjutkan
"Namun kita tidak punya bukti kuat tentang hal itu, bagaimana mungkin, organisme aneh semacam itu dan sebanyak itu bisa tidak kita ketahui sebelumnya?"
"Mungkin mereka berasal dari kedalaman laut?" tanyaku penasaran
Profesor Indra menggeleng pelan, "Itu tidak mungkin, fitur tubuh mereka seolah dirancang untuk hidup di daratan, hidup di kedalaman laut atau dibawah tanah bukanlah kondisi yang cocok untuk tubuh mereka. Mahluk ini bisa bernafas melalui pori-pori kecil di kulitnya, dan mereka juga menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi. Kulit metal mereka berfungsi layaknya panel surya, yang mana akan sulit dilakukan jika di kedalaman laut ataupun dibawah tanah. Belum lagi kemampuan anti-gravitasi mereka yang aneh, yang belum pernah diketemukan pada mahluk apapun di bumi sebelumnya."
Kamipun terdiam sejenak, tenggelam dalam pikiran masing-masing
"Namun, akhirnya kita menemukan sebuah petunjuk penting yang mungkin membantu kita membongkar asal muasal E.P ini. Beberapa hari lalu, seorang warga sipil melihat penampakan E.P yang berbeda dari E.P lainnya. E.P ini berwarna merah, berbeda dari E.P lainnya yang berwana hitam legam. Tidak hanya sampai disitu, menurut laporan saksi mata, E.P ini memakan E.P lainnya..."
Wow, E.P yang memakan sesama E.P!
"Lalu, apa hubungannya E.P aneh ini dengan asal muasal E.P?" tanya Agri
Profesor Indra memandang Agri kesal, kemudian melanjutkan pembicaraannya
"Bukan E.P aneh, kami memanggilnya Abnormal Energy Parasite, atau Abnormal E.P. Begini, pada dasarnya mahluk hidup memang memiliki berbagai variasi. Anjing misalnya, ada berbagai ras yang ada didunia ini. Namun berbeda dengan E.P, sejauh ini mereka semua serupa, ciri-ciri fisik satu sama lainnya sama persis. Nah, keberadaan Abnormal E.P membuktikan adanya variasi pada E.P, namun anehnya sejauh ini hanya diketemukan satu saja."
"E.P itu pada dasarnya seperti mahluk yang dibuat, bukan tumbuh dan berkembang. Begitu "dilahirkan", E.P langsung pada bentuk dewasanya. Jika kalian perhatikan, E.P satu dan lainnya sama persis, seperti dicetak. Nah, kami memiliki teori mengenai Abnormal E.P ini..."
"Teori?" tanyaku
"Bahwa Abnormal E.P ini sebenarnya adalah "produk" cacat, yang berarti "pencetak" E.P tidaklah benar-benar sempurna, dia bisa menjadi variabel pembeda... Jika kita berhasil mendapatkan Abnormal E.P ini dan menelitinya, kita mungkin akan mendapatkan bukti yang cukup."
"Bukti yang cukup?" Tanya Keifer
"Untuk mengetahui asal-usul E.P," balas Profesor Indra yakin...
Ini hal yang bagus kan? Berarti kita bisa mengusir E.P kan?
Berarti...
Hidupku bisa kembali normal, kan?
Bersambung
*Taser : Alat (Senjata) yang menembakan duri/jarum yang tersambungkan kabel ke baterai yang menghasilkan kejutan listrik/setrum dan menyebabkan seseorang (penyerang) tidak bisa bergerak (mengalami kelumpuhan sementara) dalam waktu yang singkat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!