Mini bus yang ditumpangi Cindy, Melissa dan Vivi mulai melambat.
"Baiklah, perhatikan semuanya," Peter Whang memberi instruksi.
"Di depan sana adalah batas utama dari Accident Streak Area, Apa itu? ASA adalah wilayah terjadinya insiden kecelakaan beruntun di pulau ini yang menelan sekitar 370 korban 360 meningal dunia dan satu orang anak berusia 10 tahun selamat, hingga sekarang belum ada yang bisa memastikan bagaimana kronologi dari kecelakaan tersebut. Nah.. di balik pagar itu sepanjang jalan sekitar 1500 Km kalian akan disuguhi pemandangan mobil-mobil yang ringsek akibat kecelakaan itu."
"Apakah masih ada mayatnya?" sela Vivi pada Peter. Peter pun tersenyum kecil mendengar pertanyaan Vivi.
Cindy sedikit bergidik mendengar apa yang disampaikan Peter, begitu juga Melissa. Mereka hanya saling melirik sembari saling meremas tngan satu dengan yang lain.
"Meli, tempat apa ini?" bisik Cindy lirih.
Melissa hanya diam dan menggelengkan kepala seperti kelu. Begitu juga Vivi yang seketika memegangi ujung baju Melissa.
Peter yang membaca reaksi kepanikan mereka mencoba menenangkan, "Tenang! tidak semenakutkan yang kalian pikirkan." Senyum simpul dari pria tampan itu pun turut membantu menenangkan hati mereka.
"Nanti pada kilometer 620 di sebelah kiri jalan juga terdapat gedung monumen yang berisikan dokumentasi tragedi tersebut, kita akan berhenti sejenak disana karena di samping monumen itu juga terdapat rest area, Untuk kalian yang ingin pergi ke toilet atau membeli sesuatu bisa mencarinya disana."
Mereka bertiga masih terdiam berjibaku dengan pikirannya masing-masing.
Tuhan ... pulau apa ini mengapa terdengar mengerikan, ok
tarik nafas hmmm..
buang,huuft.
tarik nafas,hmmm..
buang,huuft
lupakan Cindy, ayo lupakan, lupakan !! ingat saja bahwa di ujung sana ada seorang pangeran tampan seperti beast yang sudah berubah menjadi tampan.
Ucap Cindy dalam hati.
"Berehentilah berhayal Cindy! Beast mu itu masih jadi monster sebelum kau menciumnya, mengerti?"
"Wah, Aku kan hanya membatin. Rupanya kau bisa membaca pikiranku Melissa ?" Cindy terheran dengan mulut menganga memandangi Melissa.
"Bagaimana aku tidak tahu, sedangkan isi otakmu selalu saja itu sejak dari rumah."
"hihi.. aku tidak sabar lagi Melli, tapi bisakah Beast itu berubah tampan dulu sebelum menemuiku?"
"Kalau begitu ganti saja hayalanmu dengan putri salju!" jawab Melissa yang sudah mulai jengkel dengan Cindy.
"A aah.. aku tidak suka itu Melli, aku takut dengan kurcacinya!" rengek Cindy sambil perlahan menghentakkan kaki.
"Ya sudah, tanggung resikomu jika tidak mau." Jawab Melissa ketus.
Perdebatan konyol mereka pun seketika terhenti dan berubah menjadi suasana tegang saat Peter mengisyaratkan bahwa mereka sudah mulai memasuki Accident Streak Area. Benar saja baru beberapa meter mereka sudah di suguhi dengan pemandangan mobil-mobil yang berjajar sedikit tak beraturan, ringsek akibat kecelakaan.
Sejenak memandangi sekitar, Cindy menemukan keanehan.
"Aneh, kenapa semuanya mobil mewah ya? dan cuma ada dua jenis, itu sedan Cadillac tipe Fleetwoo, yang itu Jeep Charokee XJ ?" Gumam Cindy menyatukan alisnya sembari menunjuk mobil yang disebutkannya.
Ayah Cindy gemar mengoleksi mobil terutama mobil klasik, itulah sebabnya ia begitu hafal dengan merek dan tipe mobil mewah.
Sebagai anak satu-satunya acap kali Ayah Cindy juga memberikan mainan dan memperkenalkan hobi yang seharusnya lebih cocok untuk anak lelaki. Namun itu semua tak lantas menjadikannya tomboy sebab jiwa princess seorang Cindy yang terlalu mendominasi.
"Apa jenis mobil disini semuanya sama Peter?" tanya Cindy sambil terus menengok ke kanan dan ke kiri mengamati bangkai-bangkai besi di sekitarnya.
"Begitulah, entah bagaimana kronologinya. Konon mereka adalah rombongan para konglomerat keturunan kekaisaran Cina, namun cerita selebihnya tidak ada yang tahu. jawab peter.
Peter Whang, dari nama dan fisiknya bukankah seharusnya Peter juga keturunan Cina ? pikir Melissa yang sedari tadi mencermati percakapan Cindy dan Peter.
***
Akhirnya mereka hampir tiba di rest area namun sepertinya pintu masuk mobil pada monumen yang jadi satu dengan pintu rest area sedang ditutup.
Peter segera keluar dari mobil, terlihat jelas dari dalam mobil Peter sedang bercakap-cakap sembari beberapa kali menekan earpiece pada telinganya.
"Tuhaaan, apa dia manusia? bukankah lebih cocok jadi malaikat?" celetuk Vivi yang tak henti memandangi Peter daru dalam mobil.
Cindy hanya terkekeh mendengar perkataan Vivi.
Tapi malah membuat Vivi marah, "kenapa tertawa? apanya yang lucu? awas ya Cindy, dia milikku!" Vivi memasang muka antagonisnya dengan melipat kedua lengannya kedepan.
"Baiklah baiklah." timpal Cindy.
"Kemana perginya Peter?" Cindy menoleh ke kanan dan kiri mencoba mencari keberadaan Peter di sekitarnya namun tak ia ketemukan.
"iya, kemana dia?" Melissa pun juga ikut mencarinya.
"Mungkin dia masuk ke monumen," sahut Vivi.
Tak lama kemudian supir mobil yang mereka tumpangi juga seperti hendak turun dari mobil.
"Lhoh, bapak mau kemana pak ?" Tanya Melissa.
Tetapi supir itu tidak memberi jawaban,
"bhuug" menutup pintu mobil dan pergi begitu saja ke arah monumen.
"Haruskah kita juga kesana?" ucap Cindy yang melipat tangannya kedepan dengan menaikkan kedua bahunya sperti ketakutan.
"Hei gadis manja, diam tunggu saja disini kalau penakut!" ucapan Vivi pada Cindy sontak menyulut emosi Melissa.
"Vivi jaga ucapanmu pada yang lebih tua!"
"Adikmu aku atau dia Melissa?"
"Dia juga kakakmu. Berhentilah brsikap buruk pada Cindy atau akan ku tinggalkan kau disini!?" Melissa sudah benar-benar kehilangan kendali emosinya, sejak kemarin hatinya sudah menyimpan kecemasan tentang apa yang akan dilakukan Mamanya pada Cindy.
"Jika ada yang harus tertinggal disini itu adalah dia orangnya!" Vivi menunjuk ke arah Cindy.
"Jangan sampai aku mendorongmu keluar Vi!"
"Sudah.. Sudaaah Cukup jangan bertengkar lagi," Cindy menaikkan nada bicaranya dengan kedua tangannya menepuk-nepuk kedua pahanya bersamaan.
Hampir setengah jam menunggu, Peter dan supir itu pun tak kunjung kembli, Melissa sudah mulai resah. Dirinya mulai curiga jika Peter adalah orang suruhan Mamanya, dia terus berdoa di dalam hati.
Tuhanku, aku mohon selamatkan adikku Cindy. Jangan biarkan Mama mencelakainya dia anak yang baik.
Saat Melissa sedang sangat cemas dengan nasib Cindy, Cindy justru tengah asyik memandangi seorang lelaki yang menurutnya sedikit membuatnya terkagum.
Wih, Pria itu ... Mengapa aku seperti mengenalnya ya?
Eh eh, mau kemana dia ? mengapa berjalan ke arah mobil ringsek yang ada di ujung tebing? tapi bukankah mobil lamborghini gallardo? berarti kejadian yang itu belum lama terjadi. Mata pria itu begitu teduh. Batin Cindy.
Pikiran Cindy menyeruak pada seorang pria, ia berjalan keluar dari monumen, menghampiri mobil yang berada di ujung tebing. Belum terlalu tua, tapi juga tidak muda. Mungkin usianya sekita 38 hingga 40 tahun.
Pria itu terlihat sedang mengelus mobil bekas kecelakaan itu, lalu merundukkan kepalanya dan berjongkok. Seperti ada penyesalan besar di hatinya, seperti ada duka yang sangat dalam.
Cindy terus mengamatinya, tiba-tiba air matanya terasa memberontak ingin menetes seakan dia ikut merasakan duka yang lelaki itu rasakan.
"Kenapa pulau ini sepi sekali ya? aku seperti tidak melihat siapapun melintas di jalan ini, kecuali hanya beberpa mobil di tempat parkir monumen. Berarti kan tidak akan begitu banyak orang juga di dalam sana? apa ini pulau angker?" Vivi terus berbicara sendiri sambil menyusutkan badanmya pada kursi mobil.
Tiba-tiba Cindy membuka pintu mobil.
"Cindy mau kemana kau?" tanya Melissa sambil menarik lengan Cindy yang sudah menjulurkan satu kakinya keluar.
"Tunggulah disini jangan kemana-mana!"
"Bhuug" Cindy menutup pintu mobil dengan langkah cepat.
"Cindy!"
"Cindy!!" Panggil Melissa.
"Kakak, sudah biarkan dia! apa kakak mau meninggalkanku disini sendiri?" Vivi menghalangi Melissa yang hendak mengejar Cindy. tidak mungkin pula ia akan meninggalkan Vivi seorang diri juga pikirnya.
Melissa sedikit merasa lega karna sejauh mata memangdang, Cindy masih dalam jangkauannya.
Siapa yang sedang Cindy hampiri? apa dia mengenalnya?
Tanya Melissa dalam hati.
Melissa terus mengawasi Cindy dari dalam mobil.
Cindy mulai mendekat pada pria yang setengah berjongkok dan merunduk itu,, tangan kanan nya mengusap pintu mobil sedangkan yang kiri memainkan rerumputan yang ada di bawahnya.
Cindy semakin dekat tapi pria itu belum menyadari keberadaan Cindy.
Semakin dekat lagi, kini Cindy hanya berjarak dua langkah di belakang pria itu.
Apa itu?
Cindy melihat cairan merah.
Apa yang masih mengalir dari celah pintu mobil? darah? benarkah darah? iya sepertinya itu darah.
Seketika tubuh Cindy gemetar, lututnya melemah.
"Ayah, Ibu da_rah?" ucapnya pelan.
Cindy memucat, menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
FLASHBACK ON
Dalam perjalanan, Sebuah SUV Cullinan, Rolls-Royce hitam melaju dengan kecepatan normal. terdengar suara gelak tawa yang bahagia di dalam mobil itu.
"Jadi Cindy, apa kah kau bersedia muali membantu Ayah di perusahaan nak?" tanya Pramu Pradjaya pada anaknya yang duduk di kursi belakang.
"Ayah, jangan desak Cindy!" Ibu Cindy dengan suara lembutnya mengingatkan dengan menepuk lembit paha sang Ayah yang sedang mengemudi.
"Akan ku usahakan Ayah, sebelum aku di jemput pangeranku biarlah aku sedikit berguna untuk Ayah."
"Dasar anak nakal" timpal Ayah Cindy.
"ha ha ha" mereka bertiga tertawa bahagia bersama.
Tiba-tiba, sebuah truck peti kemas dengan muatan keluar dari jalurnya dan menabrak dengan sangat keras bagian depan mobil keluarga Cindy hingga terdorong pada tembok pembatas sebuah pabrik.
Semua berhamburan dan tak ada yang sadarkan diri.
Beberapa saat kemudian.
Cindy tersadar setelah dan melihat kedua orangtuanya sudah berlumuran darah. Ia shock lalu kembali tak sadarkan diri.
FLASHBACK OFF
"Ayaah!!" Cindy berteriak histeris dan langsung pingsan. Pria di depan Cindy pun sontak terkejut.
"Cindy!!" Teriak Melissa. Melissa yang mengamati Cindy dari dalam mobil terperanjat saat Cindy terjatuh.
"Kenapa dia?" tanya Vivi. Semakin erat memegang lengan Melissa. "Jangan tinggalkan aku Kak, Dia pasti akan ditolong Pria itu."
Benar saja, dengan sigap Pria itu mengangkat tubuh Cindy. Dari arah monumen. Peter yang hendak kembali ke mobil pun melihat kejadian itu dan segera menghampiri si Pria Asing untuk membantu.
"Biarkan aku saja, kau uruslah mereka!" Pria asing itu menunjuk ke arah mobil yang di tumpangi Melissa dan Vivi dengan gerakam kepalanya. kemudian segera menuju ke arah rest area.
Sementara Peter membawa pergi Melissa dan Vivi entah kemana.
Bersambung...
JANGAN LUPA LIKE YA
Malam harinya, Peter masih terus bersandar pada dinding kamar tempat Cindy di rebahkan selama pingsan. Peter tak beranjak meninggalkan Cindy sedikitpun sejak Cindy berada disitu.
Cindy pun akhirnya tersadar dari pingsan.
Mengerjapkan mata.
"Hah?" Reflek mengangkat kedua bahunya karna terkejut.
"Peter, Kau kah itu??" Pandangan Cindy masih sedikit kabur.
"Akhirnya anda sadar juga Nona, bagaimana keadaan Nona, apakah ada yang terasa sakit?" Sambil menuangkang air minum yang ada pada nakas samping ranjang, kemudian memberikannya pada Cindy.
"Trimakasih," Cindy menerima gelas berisikan air lalu menenggaknya sampai habis.
"Apa Nona lapar?" Tanya Peter sambil mengambil gelas dari tangan Cindy dan kembali meletakkannya di atas nakas.
Cindy Mengangguk.
"Iya, Aku merasa lapar." Cindy berkata sambil mengerucutkan bibirnya.
Gadis ini imut sekali. Seperti anak kucing yang sedang kelaparan. Haiiiis.. apa yang sedang kupikirkan!
Peter merutuki pada apa yang terlintas di pikirannya.
"Apa yang ingin Nona makan? koki kami akan menyiapkannya."
"Apa saja boleh yang penting enak. Kemana dua sepupuku sekarang berada Peter?" Tanya Cindy yang mulai menyadari ke tidak beradaan Melissa dan Vivi.
"Mereka ada di tempat yang aman. tadi Nona cukup lama tidak sadarkan diri, nanti setelah makan malam akan saya jelaskan dimana sepupu Nona sekarang berada."
"Baiklah Peter."
Cindy tidak bertanya pada Peter, sedang dimana dirinya sekarang. Karena Cindy menganggap bahwa dirinya sedang berada di sebuah penginapan atau sejenisnya. Tempat mereka akan menginap selama liburannya.
Peter pamit untuk menyiapkan makan malam Cindy, sementara Cindy bersiap untuk membersihkan diri.
Dua puluh menit kemudian Cindy telah selesai membersihkan diri. ia mengenakan bathdrobe putih yang tersedia di kamar mandi.
dengan kepala yang masih berbalut handuk Cindy berjalan kesana kemari seperti memikirkan sesuatu, sesekali menggigit ujung kuku telunjuknya.
Rupanya ia sedang mencari dimana baju gantinya.
Cindy memeriksa lemari pakaian yang ada di dalam kamar, namun tak menemukan apapun.
Bersamaan dengan itu terdengar bunyi ketukan pintu dari arah luar.
"Ya.." Cindy mendekati pintu kamar, mengintip pada lubang pintu untuk melihat siapa yang datang karena dirinya hanya mengenakan Bathdrobe saat ini.
Rupanya yang datang adalah seorang pelayan perempuan dengan membawa kotak besar bersama seorang lelaki bertubuh bongsor, perutnya agak buncit penampilannya juga sedikit nyentrik.
Satu tangan Cindy membuka pintu kamar, satu tangan lainnya menggenggam kerah Bathdrobe nya agar tidak terbuka. Cindy menjulurkan setengah badannya keluar.
"Permisi Nona, kami diutus Tuan muda untuk membantu Nona bersiap makan ma ...." Belum selesai pelayan itu memyampaikan maksudnya, lelaki buncit di belakang pelayan itu sudah menyela.
"Haaai Nona Prinsyes perkenalkan saya Coco Lee, mulai hari ini saya akan membuat kamuh syantik setiap hari.
"Hmm ulala.. bukankah lebih baik kita mengobrol di dalam?" Pria feminim itupun mendorong Cindy perlahan dan langsung masuk ke kamar tanpa permisi.
Cindy hanya memandang heran memperhatikan tingkah lelaki yang lemah gemualai itu pasalnya mereka belum saling mengenal. Kemudian Cindy pun menutup pintu kamar setelah keduanya masuk.
"Tunggu, tunggu!" Ucap Cindy pada keduanya. "Tolong jelaskan padaku sebelumnya,, apa ini? Tanya Cindy yang masih bingung.
"Oh my God, My Prinsyes itu bukan tugas kami untuk menjelaskan secara detil yang jelas kami kemari karena perintah dari sang Maha Raja Untu mendandani mu. Selebihnya, nanti kau akan mengetahuinya sendiri sayangku.. Now, saatnya kamu menjadi Prinsyes sesungguhnya." ucap Coco dengan nada gemulai.
"Lets go! Lets go! Lets go!" seru Coco dengan menepukkan kedua tangan, memutar tubuh Cindy pada cermin dan mendudukannya.
"Cindy tak bisa berkata apapun, dia hanya menuruti apa yang dikatakan Coco sembari meraba dalam pikirnya mencoba memahami apa yang sedang terjadi namun buntu."
Apa lagi ini, apa mungkin ini bagian dari kejutan Bibi Rin? Ah.. ya, aku mengerti sekarang. Mungkin ini adalah termasuk dari fasilitas pengunjung tempat ini, hihi baiklah ini pasti seru.
Coco merias wajah Cindy dengan makeup natural, dari caranya memoles setiap detil wajah Cindy dan peralatan yang ia gunakan terlihat jelas bahwa Coco adalah seorang profesional.
"Pelayan tolong siapkan gaunnya ya, pelan-pelan jangan sampai kusut you know?" perintah Coco pada pelayan Nena, sambil terus merias wajah cindy juga menata rambutnya.
Sekitar satu jam kemudian...
"Finish!" Coco telah menyelesaikan riasan wajah Cindy dan rambutnya. Sekarang saatnya memakaikan gaun Cindy.
"Ayo buka bajumu Prinsyes!" seru Coco.
"Ta-tapi kau?"
"Hei, seleraku seperti Peter bukan sepertimu. Ah,, kemana dia aku jadi merindukannya," seperti paham yang Cindy maksudkan Coco langsung menjelaskan perihal dirinya.
"Tenanglah Nona, kita bertiga sama." Imbuh pelayan Nena dengan menahan tawanya.
"Baiklah," Cindy akhirnya mau menuruti perkataan mereka meskipun dengan sedikit canggung, mereka mulai mengenakan gaun pada Cindy.
"Uh lala, lihatlah betapa cantiknya Prinsyesku ini, tersenyumlah sayang kau akan bertemu pangeranmu," Coco menepuk lembut kedua bahu Cindy. "Cepatlah, di luar sudah ada yang menunggumu." imbuhnya.
Begitu cantik, Cindy terlihat begitu cantik dan anggun dengan balutan gaun putih panjang, rambutnya di gulung rapi dengan aksen pita senada dengan gaun Cindy. Menambah kesan dewasa nan elegan bak putri negri dongeng.
"Mari Nona!" Ternyata Peter yang sudah menunggu Tiffany di depan kamar. Peter pun mengulurkan tangannya yang kemudian di sambut uluran tangan Cindy. Peter meletakkan tangan Cindy pada lengan dalamnya kemudian mulai membimbing langkah Cindy menuju tempat jamuan makan malam.
Akhirnya, Peter dan Cindy sampai di depan pintu yang sangat besar setelah menuruni tangga dan melewati beberapa ruangan, tak lama kemudian pintu itu terbuka, terdengar alunan musik klasik yang lembut dari dalam ruangan.
"Hah kamu?" Cindy terkejut melihat sosok lelaki yang berada di balik pintu, tapi kemudian Cindy berusaha biasa karna melihat ekspresi datar dan dingin lelaki itu padanya.
Peter meraih tangan Cindy yang berada di lengan dalamnya dan menyerahkannya pada lelaki itu "silahlan Tuan," Ucap Peter.
Tuan? Dia memanggilnya Tuan? Apa ini, siapa dia sebenarnya? Bukankah dia yang kuhampiri sebelum aku pingsan tadi? apa dia pangeran yang dimaksud Coco Lee, ah sudahlah nikmati saja fasilitas ini, mungkin ini bagian dari pekerjaannya.
Lelaki itu pun menyambut tangan Cindy dari peserahan Peter, di genggamnya jemari Cindy dengan lembut menuntunnya pada meja makan di tengah ruangan, menarikkan kursi lalu mempersilahkan Cindy duduk. tak sepatah katapun keluar dari mulut lelaki itu.
Cindy pun enggan merusak suasana yang membuatnya serasa menjadi seorang Princess malam ini dengan menyimpan semua rasa ingin tahunya untuk dirinya sendiri.
Sekarang Cindy sudah terduduk pada kursi meja makan panjang yang seharusnya bisa dipakai untuk dua belas orang. Namun tak ada siapapun disitu selain mereka berdua, lelaki itupun juga sudah mendudukan dirinya pada kursi di ujung meja makan tepat berhadapan lurus dengan Cindy.
Set peralatan makan juga sudah tersusun rapi di atas meja dengan lilin cantik menghiasi tengah meja persis seperti jamuan makan malam seorang pangeran pada cerita dongeng yang sering Cindy baca.
Tak lama kemudian seorang pelayan pria berpakaian rapi datang membawa nampan berisikan wine dengan apiknya lalu menuangkan pada gelas keduanya. Setelah pelayan pergi, Lelaki itu menatap ke arah Cindy dengan mengangkat gelasnya untuk bersulang.
Cindy pun segera memegang kaki gelas untuk kemudian mengangkatnya, sedikit memutar wine pada gelas tersebut, menghirup,, menikmati aromanya.
'Ini white wine jenis chardonnay, berarti hidangan malam ini adalah hidangan laut'
Cindy sudah bisa mengetahui jenis hidangan malam ini dari wine yang disuguhkan. Chardonnay white wine, wine jenis ini memiliki rasa citrus kuning, pear, apel, nanas, pisang, cinnamon, butterscotch, dan oak dari barrel-nya memang ini yang paling cocok di padukan dengan makanan laut seperti lobster dan kepiting.
Beberapa menit kemudian hidangan pun tersaji, mereka berdua menikmati makan malam dengan hening, hanya samar terdengar alunan musik klasik dari gramofon atau alat pemutar piringan hitam.
***
"Ya Tuhanku, Nena, kenapa begitu lama untuk sekedar membuka pintu saja?" Coco emosi pada pelayan Nena yang kesulitan membuka pintu utama kastil.
"Sabar Tuan ini sudah bisa, nah silahkan!"
"Untung bisa, kalo tidak aku akan memakanmu ... haum .... " Sambil memperagakan gaya kucing megaum Coco menakuti nena.
Coco dan Nena di tugaskan untuk menyiapkan semua keperluan Cindy, Coco dengan sigap menghubungi kaki tangannya meminta mereka agar mengirimkan baju-baju rancangannya dari cabang butik yang terdekat. Semuanya harus siap sebelum makan malam Cindy berakhir.
Coco Lee adalah perancang busana terkenal yang serba bisa, dalam bekerja dirinya tidak memerlukan banyak team. Ia bisa merangkap sebagai fashion stylist bahkan makeup artist. Itulah sebabnya tarif jasa Coco Lee terbilang sangat tinggi.
***
Makan malam selesai, Lelaki yang bahkan namanya pun belum Cindy ketahui itu mengajaknya berbincang di sky terrace samping ruang makan.
Cindy pun tak menolak, sebab banyak pertanyaan yang ia simpan sejak tadi.
"Cindy Pramudjaya" sebut lelaki itu.
Cindy menoleh padanya yang berdiri di samping kanan Cindy hanya berjarak sekitar setengah meter.
Sembari memandang jauh pada pemandangan malam Heven Island, Lelaki itu berkata.
"Trimakasih sudah bersedia makan malam bersamaku," gaya berbicaranya begitu tenang membuat Cindy merasa di istimewakan.
"Mengapa anda berterima kasih Tuan, saya yang seharusnya mengatakan itu. Terimakasih karna telah menyambut saya dengan baik di tempat ini, malam ini tidak akan pernah saya lupakaan saat kembali ke rumah nanti." Ucap Cindy tulus.
Lelaki itu tersenyum kecut.
"Cih! siapa yang mengatakan padamu jika aku sedang menyambutmu untuk di ingat saat kau kembali pulang Nona Cindy?"
"Apa maksud Tuan?" tanya Cindy yang semakin tidak mengerti.
Lelaki itu berjalan pada meja kecil di sebelahnya dan menungkan dua gelas wine, satu untuknya satu lagi diberikannya pada Cindy.
"Perkenalkan aku Welly Liem pemilik pulau dan kastil ini, keberadaanmu disini adalah bukan sebagai tamuku," Ucap Welly dengan senyum sinis dan ekspresi yang menakutkan bagi Cindy.
Cindy mulai cemas tapi dirinya berusaha terlihat tenang dengan meneguk habis minuman di tangannya.
"Ttt-tolong sampaikan lebih jelas Tuan," pinta Cindy pada Welly dengan terbata karena mulai menyadari ada yang tidak beres.
Bertambah cemas, Cindy malah menuang lagi minuman pada gelasnya hingga beberapa gelas.
Welly mendekat pada Cindy, kini mereka saling berhadapan.
Satu tangan Welly merengkuh pinggang langsing Cindy, menariknya kasar menabrak tubuh Welly kemudian menahannya.
"Ahh!" gelas di tangan Cindy pun terjatuh.
"Kau adalah tawananku Nona, sekali memasuki kastil ini, maka kau tidak akan bisa keluar satu langkahpun." Welly mengatakannya dengan kalimat penuh penekanan.
Cindy mematung memandangi wajah Welly yang sangat dekat dengannya.
Ponsel di saku celana Welly bergetar. Sambil terus menahan pinggang Cindy, Welly mengambil ponselnya. Tertera nama Peter pada layar ponsel itu dan Welly pun bergegas menjawab.
"Lakukan sesuai perintahku sebelumnya dan laporkan setiap perkembangan!" ujar Welly pada Peter beberapa saat setelah terlihat menyimak apa yang Peter sampaikan melalui ponselnya.
Lalu kembali berbicara pada Cindy setelah mengakhiri panggilannya.
"Dengarkan aku Nona!"
"Hem?" jawab Cindy yang hanya diam dalam dekapan Welly memandangi raut wajah Welly.
"Bersiaplah karena besok pagi kita akan menikah!"
"Ckckck, lelucon apa ini pangeran? Ckckck" sambil memukul-mukul dada Welly." Cindy terkikik mendengar perkataan Welly
Ah sial,, gadis ini mabuk rupanya. Percumah saja aku mengatakan apapun dia tidak akan mengingatnya.
Cindy pun menyandarkan kepalanya pada dada bidang Welly dan malah tertidur pulas. "Hmm Pangeran, kau harum sekali." Igau Cindy.
Welly terkekeh mendengar igauan Cindy ditambah memikirkan seorang gadis dalam tekanan yang justru tertidur pulas, kemudian dengan segera mengendong Cindy ke kamar.
Cukup jauh jarak dari aula tempat mereka makan malam menuju kamar Cindy. Welly masih harus melewati beberapa ruangan dan menaiki tangga tangannya pasti akan patah pikirnya. Akhirnya Welly pun memutuskan membawa Cindy ke kamarnya yang berada tak jauh dari aula.
Bersambung...
Tinggalkan Jejak PLIS ....
"Huff, dia berat juga." Welly merenggangkan otot tangannya yang terasa kaku setelah menggendong Cindy.
Tiba-tiba
"Wo wo wooo, ups!" kaki Welly terjerat kain gaun Cindy yang menjuntai saat akan mundur dan jatuh menindih Cindy hingga hampir menciumnya tapi Welly segera menahan tubuhnya dengan kedua lengan, cepat-cepat berdiri. Wajahnya memerah, ia segera menjauh dari tempat tidur.
"BHAM!" masuk ke kamar mandi.
"Uhuk uhuk," Cindy terbatuk pelan. Dia hanya pura-pura tertidur karena merasa takut dan gugup mendengar ucapan Welly.
Jadi aku diculik? dan besok dia akan menikahiku, tapi kenapa? lalu kemana Melissa dan Vivi, mengapa mereka tidak menolongku?
Dikamar mandi Welly membasuh mukanya berulang kali.
"Bodoh bodoh bodohnya aku, kenapa harus terjatuh? Sial! apa yang akan dia pikirkan jika tadi terbangun, pasti ia mengira aku sedang memanfaatkan keadaan." Welly memukul mukul wastafel, berjalan ke kanan ke kiri, melompat lompat kecil bahkan mengangkat barbel karena rasa malunya.
***
Lalu sekarang apa yang harus ku lakukan, mesum sekali dia membawaku ke kamarnya? Ah, bagaimana aku keluar dari sini?
Eh eh, dia keluar dari kamar mandi, bagaimana ini, bagaimana jika dia berbuat macam-macam padaku?
Cindy tak bergerak dari tempat tidur, dia hanya sesekali membuka sedikt matanya, melirik keberadaan Welly.
"Nena tolong kemarilah!" Welly memanggil Nena melalui saluran intercom. Sambil menunggu Nena datang Welly membuka laptop untuk memeriksa dokumen pekerjaan. Posisi Welly kini berada di sofa seberang tempat tidur.
Terdengar bunyi ketukan pintu.
"Masuklah Nena, pintu tidak dikunci."
"Permisi, Tuan memanggil saya?"
"Ah ya." Welly menghentikan aktifitasnya. "Apa tugasmu dan Coco sudah beres?"
"Sudah Tuan, sesuai permintaan Tuan."
"Bagus, sekarang tolong gantikan pakaiannya," menunjuk ke arah tempat tidur dengan matanya. "Pakaikan saja kemejaku agar kau tidak naik turun mengambil baju. Aku akan menunggu di luar."
"Baik Tuan."
***
Paginya, Welly kembali ke kamarnya dan mendapati Cindy belum terbangun. Semalam Welly tidur di kamar Cindy sambil memeriksa perlengkapan Cindy yang telah disiapkan Coco.
Rutinitas Welly di pagi hari adalah memeriksa jadwal pekerjaan yang dikirim oleh Veny sekertarisnya melalui chat dan membaca beberapa dokumen proyek yang harus ia pelajari.
Welly adalah seorang pria yang gila kerja, baginya selama seseorang masih membutuhkan makan itu artinya dia harus bekerja.
Kegigihan, keuletan dan kecerdasannya membuatnya mendapat julukan mafia properti di kalangan pebisnis se-Asia tenggara siapa yang tak kenal nama Welly Liem, bahkan baru mendengar namanya saja bisa membuat lawan bisnisnya hilang nyali meski kebanyakan mereka belum pernah melihat seperti apa sosoknya.
"Halo Veny,"
"Tolong cancel semua jadwal hari ini dan baca pesanku!"
Welly menghubungi Veny melalui ponselnya. Sibuk dengan urusan pekerjaan yang tak ada habisnya membuat Welly terkadang merasa dunianya hambar apalagi setelah kematian adik kandungnya, membuat dirinya semakin sebatangkara.
Sejenak Welly memejamkam mata sambil memijit pangkal alisnya, saat membuka mata dia melihat wajah Cindy yang baru beralih posisi menghadap ke arah sofa tempat dimana Welly duduk.
Dipandanginya wajah cantik Cindy, Welly memperhatikan setiap inci garis wajahnya begitu polos.
Mulai hari ini, akan selalu ada dia pada setiap hari-hariku. Takkan kubiarkan siapapun menyakitimu.
Welly merasakan Hp-nya bergetar, Peter mengirim pesan singkat.
Peter : [Tuan berkas sudah siap, saya menitipkannya pada Nena. Karena takut mengganggu.]
Welly : [Baik, terimakasih.]
***
Coco baru sampai di Kastil Welly, karena melewati pintu belakang, jadi yang pertama ia lalui adalah dapur umum.
"Hellooo every body! auw manjah."
"Baaik Tuuaan," serentak beberapa pelayan yang sedang sibuk dengan tugasnya masing masing menjawab salam Coco dengan menahan tawa mereka.
"Itu, siapa eem-" Berpikir.
"Nena, ada dimana Nena?
"Kenapa kau suka sekali mengganggu pekerjaku Coco?" Ibu Anah yang datang dari arah belakang memarahinya.
"Hap," Coco merapatkan mulutnya. "Coco tidak sedang mengganggu kok Bu Anah! Coco, Coco e-em.. Coco hanya sedang mencari sepatu kaca Coco yang hilang Ibu.." Memutarkan badannya bak seorang princess yang sedang mengibaskan gaun lebar.
"Apa ibu tau ada dimana?" Coco meledek dengan menirukan suara dan cara bicara tokoh Cinderella.
Bu Anah melotot dan menggelengkan kepala "Ada dikamar Tuan Welly, ambilah jika kau berani!" Bu Anah menjawab Coco sambil berlalu.
"Wow, semakin seru!" Ucap Coco, yang ini menirukan gaya bicara tokoh kartun Dora.
Coco dan Bu Anah memang selalu begitu jika bertemu, sifat Bu Anah yang tak suka keributan dan Coco yang menganggap Bu Anah tegang juga seram membuat keduanya tak pernah akur.
Bu Anah adalah wanita berusia 65 tahun yang bertugas sebagai kepala pelayan, sejak Welly dalam kandungan Bu Anah sudah bekerja mengurus keperluan seluruh isi kastil.
Hubungan Welly dengan Bu Anah sangat baik bahkan Welly menganggap Bu Anah seperti ibu sendiri sebagai ganti Ibunya yang telah tiada, begitu juga sebaliknya.
Bu Anah adalah seorang janda beranak satu. Nena, yang sekarang menjadi pelayan pribadi Cindy adalah anak dari Bu Anah. Pengabdian Ibu dan anak itu pada keluarga Welly sudah tidak perlu diragukan lagi.
***
Cindy terbangun dan membuka matanya mendengar suara mangkuk yang berbenturan dengan kayu. Rupanya Bu Anah sedang meletakkan semangkuk sup jagung untuk Cindy diatas nakas.
"Maaf jika aku membangunkanmu, tapi ini sudah siang Nona. Perutmu harus segera di isi."
"Euungh!" Cindy melenguh meregangkan ototnya kemudian beranjak duduk.
"Tidak apa-apa, aku sudah tidak mengantuk. Trimakasih membawakanku sarapan emm.." Cindy bingung harus memanggil apa, dia juga belum tau wanita paruh baya ini siapa.
Bu Anah pun mengerti kebingungan Cindy. "Panggil saja Bu anah!" Tuturnya.
"Oh, hehe trimakasih untuk supnya Bu Anah."
"Jangan sungkan Nona! Baiklah, saya permisi." Bu Anah sedikit membungkuk berpamitan saat akan pergi..
"Tunggu!"
"Ada yang lain Nona?"
"Bisakah Ibu disini saja menemaniku sarapan? Cindy meminta Bu Anah tinggal dengan muka memelas."Kumohon Bu!" mengatupkan kedua telapak tangannya.
Bu Anah tersenyum melihat tingkah manja Cindy. "Baiklah Nona kita makan di sofa sebelah sana ya!" Bu Anah membawa mangkuk sup Cindy ke meja depan sofa.
Cindy mengikuti Bu anah dengan senang hati. Menyantap sup nya dengan lahap. "Apa ini Ibu yang membuatnya?"
"Tentu saja Nona, apakah tidak enak?"
"Hmm, ini enak sekali bu. Dulu ibu Cindy juga sering membuatkan ini." Cindy berbicara dengan mulut penuh makanan.
"Kenapa hanya dulu Nona?"
"Karena tahun lalu Ibuku meninggal Bu Anah."
"Maaf Nona, Maafkan saya lancang bertanya."
"Tidak apa, aku sudah tidak sedih karna aku yakin Ibu selalu mengawasiku dari surga."
Bu Anah tersenyum melihat Cindy makan dengan lahapnya, ia menyukai Cindy yang selalu tersenyum juga ramah pada siapapun.
Sepertinya aku mulai paham apa yang membuat Tuan memilih gadis ini, maafkan Bu anah sempat berfikir buruk padamu nak!' Batin Bu Anah.
"Bu Anah, Bolehkan aku bertanya sesuatu?"
"Apa itu?"
"Apa Tuan Welly adalah orang yang jahat?"
"Mengapa Nona bertanya seperti itu?"
"Ya, Jika dia orang baik mengapa dia menjadikanku tawanannya disini? aku juga tidak tau dimana kedua sepupuku sekarang berada, aku punya rumah Bu. Bibi ku pasti mencariku tapi Tuan Dinosaurus itu malah menahanku disini." Cindy berbicara sambil terus mengunyah dan menatap Sup nya.
Bu Anah terkekeh dengan sebutan Dinosaurus pada Welly, "Hahaha, Kenapa namanya jadi Tuan Dinosaurus?" Tanya Bu Anah sambil terus tertawa.
"Ya karena mukanya mirip Dinosaurus Bu Anah."
"Hahaha" Bu Anah semakin keras tertawa
"Lalu, Apakah Nona sekarang membencinya?"
"Eem, sejauh ini sepertinya tidak, tapi aku sedikit takut, sedikiiit hanya sedikit saja dan kesal padanya." Mengupitkan jari.
"Bersabarlah Nona!" Tukas Bu Anah.
***
"Ini bacalah dengan teliti!"
Welly menyodorkan sebuah map coklat besar kepada Cindy.
Tanpa berkata apapun Cindy menerima map itu lalu menbacanya. "Tiffany? siapa itu?"
"Mulai sekarang namamu adalah Tiffany, ini semua adalah dokumen jati dirimu yang baru. Kau harus menghafalkan semua data ini!"
"Mengapa kau harus lakukan ini Tuan Dinosaurus? Apa salahku padamu? Apaa? Aku bahkan tidak mengenalmu sebelumnya," Cindy berteriak
Welly hanya diam membiarkannya meluapkan emosi.
'Dia memanggilku Dinosaurus?'
"Ha? Jawab aku apa salahku padamu hingga kau jadikan aku orang asing untuk diriku sendiri. Jangan diam!" Cindy memukul Welly sekenanya. "Jawab jangan diam, jawab!!"
"Aku tidak akan menjawab sebelum kau tenang."
Cindy menarik nafas panjang beberapa kali hingga air mata dan emosinya mereda. "Bicaralah, aku sudah sedikit tenang." Mencoba mengontrol emosi, Cindy sadar bahwa tidak akan ada masalah yang selesai jika dengan emosi.
"Bagi bibimu dan semua orang di luar sana, Cindy Pramudjaya sudah mati." Sontak Cindy terkejut dan menatap angkuh mata Welly.
"Apa kau yang membuat cerita seperti itu?"Tanya Cindy dengan air mata yang mengalir lebih deras lagi.
"Ya, aku yang membuatnya."
Cindy semik terisak pilu,"kenapa?"
"Karena Bibimu ingin menyingkirkanmu, bibimu dan orang suruhannya merencanakan pembunuhan di pulau ini, aku hanya akan membuatnya merasa menang untuk sementara waktu."
"Apa buktinya? Aku tidak percaya padamu Tuan kejam, selama ini Bibiku selalu menyanyangiku."
"Bersabarlah dan jika kau ingin semua peninggalan Ayahmu yang merupakan hasil dari perjuangannya selama ini kembali padamu, maka turuti perkataanku!" Seru Welly pada Cindy.
"Dari mana aku tau kau dapat dipercaya?"
"Terserah padamu, tapi bagaimanapun kau menolak, ini semua akan tetap kulakukan."
Ekspresi Welly begitu datar dan dingin. Lain halnya dengan Cindy yang penuh emosi.
"Aku benar-benar tidak mengerti padamu hiks hiks," Cindy terus menangis antara tidak percaya tapi intuisinya mengatakan bahwa yang dikatakan Welly benar, hati dan otaknya seperti sedang tidak berjalan sepaham.
"Kita tidak punya banyak waktu, di luar beberapa saksi dan wali sudah menunggu. Kita akan menikah hari ini juga."
Cindy semakin membulatkan mata mendengar yang disampaikan Welly. "Mengapa harus menikahiku jika hanya ingin menolong? Tolong ya tolong saja, apa kau meminta imbalan atas pertolonganmu, begitu?" Ucap Cindy memancing untuk mengetahui motif Welly sebenarnya.
"Terserah apa anggapanmu tapi aku tidak akan bisa menolongmu tanpa statusmu sebagai Nyonya Liem. Usai acara pernikahan kita, nanti aku akan membawamu untuk melihat sedikit bukti kejahatan bibimu, sekarang bersiaplah!" Welly meninggalkan Cindy sendiri di kamar miliknya.
•
•
•
"Hiks hiks Ayah, Ibu ... apa yang harus kulakukan, mana yang harus kupercaya? Aku takut sangat takut. Rasanya seperti berendam dalam lumpur hisap, jika bergerak aku akan semakin cepat tenggelam dan jika diam aku akan terjebak disitu.. Dalam lumpur itu selamanya.
Sudah pasti keduanya akan menyebabkan penderitaan. Jika Aku tidak mengikuti perkataan Welly bisa saja yang welly katakan benar dan semua yang telah dibangun Ayah selama ini musnah begitu juga diriku, tapi jika Welly berbohong, jika welly berbohong, jika berbohong?
"Harta? benarkah harta tujuannya? sepertinya dia lebih kaya dari Ayah, lalu apa? dendam? hmm.. Iya benar.. bisa jadi Welly memiliki dendam pada salah satu keluarga ku.
Baiklah, aku tidak akan pernah tau apa motif Welly mau menolongku jika tidak masuk dalam permainannya, lihatlah akan ku buat kau jatuh cinta padaku sejatuh jatuhnya hingga tak bisa hidup tanpaku. tunggu pembalasanku Welly Liem."
***
Cindy mencoba tenang, membaca dokumen identitas barunya dengan seksama. Tidak ada yang aneh disana hanya saja statusnya berubah dari seorang anak pemilik perusahaan besar menjadi anak yang dibesarkan di panti asuhan.
Satu jam kemudian.
"Hi Prinsyesku, kenapa kau bersedih ini hari bahagiamu sayang. Seharusnya kau bahagia mendapat suami yang tampan, kaya dan..."
"Seorang Dinosaurus" Cindy melanjutkan perkataan Coco dengan kembali meneteskan air mata.
Coco menutup mulut dengan tangannya tak ingin tertawa dihadapan orang yang bersedih.
"Baiklah baiklah, sekarang Ibu dinosaurus mau menjadikan calon pengantin dinosaurus terlihat tidak seperti dinosaurus, ok?” Ucap Coco.
Cindy merasa ingin tertawa mendengar perkataan Coco.
"Eh, ada istri dinosaurus mau ketawa tapi gengsi" Coco membulatkan mata seolah terkejut. "Ah, ntah lah hidup ini, kemarilah prinsyes! Permaisuri Coco akan mengompres wajahmu terlebih dulu agar tidak seperti habis di tamfol ke kanan dan ke kiri oleh bapak hansip, auw." Coco berbicara dengan di lagukan.
Cindy semakin terkekeh mendengarnya, Nena yang sejak tadi sibuk menyiapkan gaun Cindy pun hanya menggelengkan kepala.
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!