" Tak ada yang lebih indah dibandingkan Senja...," ujar Bayan.
" Jangan sia-siakan hidupmu hanya demi seorang Senja...," kata Rama pahit.
" Justru hidupku akan sia-sia tanpa Senja...," jawab Bayan lesu.
" Wanita bukan cuma dia seorang. Kau tak harus berkorban lagi untuknya...!" bentak Rama gusar.
" Bukan Aku yang berkorban, tapi dia...," ujar Bayan dengan tatapan menerawang.
\=\=\=\=\=
Bayan seorang pria tampan dan mapan. Sukses di pekerjaan tapi gagal dalam urusan cinta. Sejak bertemu seorang wanita bernama Senja, kehidupan cintanya pun berubah, jadi penuh warna dan aroma.
Pertemuan tak sengaja dengan sang pujaan hati, membuat kebekuan hatinya mencair.
Sore itu jalan di Jakarta sudah dipastikan sangat ramai dan padat. Bayan masih duduk dibelakang kemudi dengan sabar. Hari itu supir pribadinya berhalangan karena sedang mengurus kepindahan anak perempuannya dari kota lain ke kota Jakarta.
Saat tiba di lampu merah, Bayan melihat seorang perempuan sedang memberi uang pada seorang pengamen. Sebenarnya itu biasa saja bagi orang lain. Tapi buat Bayan itu berbeda dan sangat menyentuh hatinya.
Entah mengapa, Bayan masih memandanginya hingga klakson mobil di belakangnya mengejutkannya.
Bayan segera memutar arah bermaksud memuaskan rasa ingin tahunya tadi.
Tibalah ia di taman tempat ia melihat perempuan asing itu memberikan uang pada pengamen. Bayan pun turun dan bergegas mendatangi perempuan itu.
Dari jarak beberapa meter ia bisa mendengar suara tawa perempuan itu yang tersamar dengan tawa para pengamen cilik.
" Lucu banget, Kak...," kata seorang gadis cilik berpita biru.
" Apa bener begitu...?" tanya anak lainnya.
" Kan ini cuma cerita buat hiburan aja, jadi belum tentu benar kejadian...," kata perempuan itu sambil tertawa.
" Iiihhh..., Kakak tuh bikin Aku penasaran, tau ga...," rajuk seorang anak.
" Maaf yaa..., kan cuma cerita...," kata perempuan itu lagi.
" Udah sore, Kami harus pulang. Makasih Kak Ssnja..., daahh...," kata seorang anak yang paling besar.
" Daahh..., hati-hati ya, besok kita ketemu lagi disini ya...!" seru perempuan bernama Senja itu sambil melambaikan tangannya.
Senja berbalik cepat. Tapi dia tak sengaja menabrak seseorang yang berdiri di belakangnya.
" Aww..., maaf...," kata Senja sopan.
" Saya yang harus minta maaf...," kata Bayan,
" Kamu keliatan akrab sama mereka, Kamu kenal sama mereka ...?" tanya Bayan kemudian.
" Ga juga, kebetulan aja ketemu disini tadi...," kata Senja sambil berlalu.
Bayan mengejar Senja dan ingin berkenalan, tapi Senja seolah enggan dan memilih kabur dari taman itu.
" Kita ketemu lagi besok...," kata Bayan sambil tersenyum.
\=\=\=\=\=
" Selamat pagi Tuan, eh Mas...," sapa seorang pria yang ternyata adalah supir Bayan.
" Pagi Pak Karto, gimana udah beres urusannya ?" tanya Bayan ramah.
" Alhamdulillah..., udah Mas. Anak Saya tuh banyak maunya, sekolah yang deket sama rumah dia ga suka. Eh, malah milih sekolah yang jauh dari rumah...," cerita Karto pada majikannya.
" Lho, bukannya udah lulus Sarjana ya, kok masih nyari sekolah...?" tanya Bayan menanggapi cerita supirnya.
" Iya, mau ngelamar jadi guru, tapi ga mau yang deket rumah, karna muridnya banyakan orang kaya, jadi ga bisa respect sama guru katanya...," pak Karto melanjutkan ceritanya.
" Ooo..., guru apa sih...?" tanya Bayan.
" Guru Bahasa Indonesia Mas...," jawab Karto cepat.
" Yaa wajar aja Pak, lagian bagus juga lebih peduli sama wong cilik kan...?" tanya Bayan sambil tersenyum.
" Iya juga Mas...," balas Karto sambil memarkir kendaraan di depan loby kantor.
" Saya ada acara di luar jam 9 nanti, tolong siapin mobilnya ya Pak...," perintah Bayan pada sang supir.
" Baik Mas !" jawab Karto.
Bayan turun dan segera masuk ke loby. Rupanya disana sudah ada wanita berpakaian sexi yang tengah menantinya.
" Bayaann, akhirnya dateng juga...," sapa sang wanita dengan manja.
" Ngapain Kamu kesini ?, Kita udah ga ada hubungan lagi. Jangan bikin masalah disini ?!" kata Bayan tegas.
" Mmm..., Aku mau minta maaf, Aku...," wanita itu tak melanjutkan ucapannya karena Bayan nampak tak peduli, bahkan meninggalkannya di loby begitu saja.
" Panggil security, usir wanita itu dari sini. Dan ingatkan semua agar tak membiarkannya masuk ke sini. Paham ?!" hardik Bayan pada reseptionist kantornya.
" Baik Pak..." kata sang karyawan dengan gugup lalu segera memanggil security agar mengusir wanita pengacau itu.
" Hei, apa-apaan ini ?, jangan sentuh Saya ya..., Kamu tuh ga level sama Saya..., Saya bisa aja pecat Kamu tau ?!" jerit wanita itu.
" Iya Bu Saya tau, Kan ga ada yang selevel sama Ibu, apalagi Bos Saya. Makanya, Ibu harus sadar dan segera pergi dari sini...," ucap sang security.
Lalu mereka mengusir wanita itu dari loby kantor.
Bayan tiba di ruangannya. Ia duduk sambil memijit keningnya.
" Masih pagi. Baru sampe udah dapat sarapan perempuan sinting...," keluh Bayan.
" Permisi Pak, ada tamu untuk Bapak. Pak Riko...,"
" Suruh masuk !" kata Bayan memotong ucapan sekretarisnya.
" Baik Pak ," jawab sekretarisnya cepat.
Riko adalah sahabat sekligus rekan bisnis Bayan.
" Waduhh gi*a banget tuh si Lila. Ngejar gue sampe ke loby bawah. Untung aja Gue pinter, jadi bisa lari deh...," kata Riko bangga.
" Gue juga ketemu tadi di loby. Ngapain lagi sih...?" tanya Bayan kesal.
" Dia ga terima perusahaan Bokapnya bangkrut gara-gara Lo...," kata Riko sambil duduk di kursi di hadapan Bayan.
" Ck, bukan Gue yang bikin bangkrut. Itu kesalahan Pak Surya sendiri. Kekenyangan korupsi tuh, jadi ketauan deh sama rekan bisnisnya. Apalagi istri mudanya tampil kaya nyonya besar, siapa yang ga curiga...?" kata Bayan menjelaskan.
" Si Lila itu kan ga bisa hidup miskin. Makanya dia ngejar Lo sampe segitunya...," jawab Riko sambil memejamkan matanya.
" Jangan tidur disini, ntar sial Gue...," kata Bayan pura-pura marah.
" Ck, pelit Lo...," kata Riko sambil menuju tempat istirahat Bayan yang ada di ruangan itu.
" Jangan ngiler, jangan mimpi jorok, jangan sampe kotor !" teriak Bayan.
" Berisik !" kata Riko sambil membanting pintu.
\=\=\=\=\=
Bayan menyelesaikan perjanjian bisnisnya dengan gemilang. Kedua pihak merasa puas atas kesepakatan yang baru saja mereka tandatangani.
" Ssnang bekerjasama dengan Anda...," kata Direktur PT. Malaka
" Sama-sama, Semoga kerja sama Kita ini bisa merambah ke bidang lainnya dan yang pasti harus menguntungkan buat Kita...," sambut Bayan sedikit bergurau.
Mereka tertawa bersama. Setelah selesai pertemuan bisnis dengan koleganya, Bayan meminta Karto mengantarnya ke suatu tempat.
" Ya, disini aja. Tinggalkan Saya sendiri, nanti Saya pulang naek Taxi aja...," pinta Bayan.
" Baik Mas," jawab Karto patuh.
Bayan mengedarkan pandangan mencoba mencari sosok perempuan yang telah menyita perhatiannya kemarin.
Bayan pun duduk menunggu di taman itu sambil sesekali melihat jam yang melingkar di tangannya. Hingga hampir jenuh menunggu. Tiba-tiba Bayan mendengar suara tawa dari sebrang jalan. Dan tawa itu berasal dari sang wanita yang dicari Bayan.
" Kenapa dia...," Bayan memandang takjub kearah wanita itu. Tampak sang wanita memeluk sesuatu, ternyata ada beberapa buku di tangannya.
" Mmm, boleh pinjem lagi Kak...?" tanya seorang anak.
" Boleh banget. Pilih yang mana...?" tanya wanita itu.
" Kak Senjaaa..., buku yang kemarin dibuang sama Bapak...," keluh seorang anak takut.
" Ya udah gapapa..., Nih pilih satu buat Kamu...," senyum Senja ramah.
Semua anak yang berjumlah sepuluh orang itu berebut mengambil buku yang ditawarkan Senja. Setelah mendapat buku, mereka satu per satu meninggalkan Senja.
Senja memandangi mereka dengan tatapan haru.
bersambung
Bayan menunggu lagi wanita yang kemarin ditemuinya di taman. Matanya menatap lekat tanpa berkedip.
" Kamu ngikutin Aku...?" tanya Senja.
" Mmm, iya. Mau tau kenapa Kamu kasih buku ke anak-anak itu...," jawab Bayan.
" Urusan Kamu apa ?" tanya Senja.
" Ga ada..., Aku Bayan." sahut Bayan.
" Kamu lagi ngajakin kenalan ?, Ok..., Aku Senja...," kata Senja sambil berlalu, lagi.
\=\=\=\=\=
Hari ke tiga.
" Masih ngikutin Aku ?" tanya Senja sambil duduk di samping Bayan.
" Iya...," jawab Bayan singkat.
" Kenapa ?" tanya Senja lagi.
" Aku tertarik sama Kamu," jawab Bayan tegas.
" Jangan, nanti Kamu nyesel...," Ssnja berdiri dan menghilang, lagi.
\=\=\=\=\=
Hari ke empat.
" Belom nyerah juga ?" tanya Senja.
" Belom," kata Bayan sambil menggeleng.
" Apa maumu ?" tanya Senja.
" Dekat dan mengenalmu" jawab Bayan.
" Aku ga mau...," Senja pergi, lagi.
Seperti itulah pembicaraan yang terjadi diantara mereka. Singkat, dan diakhiri dengan kepergian Senja. Selalu begitu. Tapi Bayan tak menyerah. Entahlah...
Dihadapan Senja, seorang wanita sederhana, Bayan seperti tunduk dan bersedia menunggu ,entah berapa pun waktu yang dibutuhkan.
" Berhenti mengikutiku !" kata Senja galak.
" Aku ga bisa...," jawab Bayan.
" Kenapa ?" tanya Senja.
" Karena Aku mencintaimu...," kata Bayan mantap.
" Ck, Kamu salah mencintai orang. Kenapa mencintaiku ?" tanya Senja sebal.
" Aku tak punya alasan. Karena mencintai itu tak perlu alasan...," kata Bayan sambil menatap tajam kearah Senja.
Senja melengos menghindari tatapan Bayan.
" Aku tak menyukaimu. Maaf...," kata Senja lalu berlalu seperti biasa.
" Tak apa. Aku saja yang mencintaimu...," kata Bayan pelan.
Lalu Bayan pun berlalu meninggalkan tempat itu.
\=\=\=\=\=
Setelah hari itu Bayan tak lagi terlihat menyambangi Senja di taman itu. Senja berpikir, mungkin Bayan lelah mengejar cintanya setelah ditolaknya kemarin. Bayan memang mengejar cinta Senja selama enam bulan, dan setiap sore Bayan akan duduk di taman memperhatikan Senja.
" Eh, Om yang suka sama Kak Senja kok udah seminggu ini ga nongol. Kenapa ya...?"
" Ada urusan kali,"
" Atau kapok abis dimarahin sama Kak Senja ?"
" Udah nemu cewek yang lain kali...,"
" Capek lah dicuekin terus, lama-lama malu kan...,"
Begitulah ocehan anak-anak jalanan yang sering ditemui Senja setiap hari.
Senja hanya tersenyum. Sebenarnya dalam hati ia juga merasa kehilangan, bukan, mungkin karena terbiasa bertemu Bayan tiap hari. Senja coba menyangkal pikiran dan perasaannya sendiri.
\=\=\=\=\=
Disaat yang bersamaan, ketidak hadiran Bayan bukan karena ia menyerah, tapi karena Bayan harus menghadapi tuntutan hukum dari seorang rekan bisnisnya. Bayan dituduh korupsi dalam kerjasama pengadaan barang berupa alat berat. Bayan sedang mengumpulkan bukti-bukti untuk menghindari tuntutan salah alamat itu.
Bayan pun mengerahkan orang-orang terbaiknya untuk menemukan celah agar bisa menyerang balik orang yang menuduhnya korupsi.
" Selamat malam, Pak ...," sapa seorang pria berbadan tegap.
" Malam, gimana hasilnya ?" tanya Bayan sambil memijit keningnya pelan. Sejak adanya tuntutan tak berdasar itu membuat Bayan harus pulang larut bahkan menginap di kantornya.
" Kami mencurigai Surya sebagai dalang dari semuanya Pak,"
" Akhirnya..., Hah. Kita pasti akan memberi serangan balik yang manis...," gumam Bayan.
" Apa yang harus Kami lakukan Pak ?" tanya pria itu.
" Lanjutkan saja pengintaian pada keluarganya, juga bawa istri pertamanya, Saya mau bicara sama dia..., Kamu tentukan saja tempatnya," kata Bayan sebelum berlalu.
" Siap Pak !" pria itu lalu mengantar Bosnya hingga masuk ke dalam mobil.
Bayan dan Karto meninggalkan kantor di jam sebelas malam.
Saat melewati taman tempat ia biasa menemui Senja, Bayan minta berhenti sebentar.
Bayan memandangi taman yang tampak berbeda saat malam hari. Ia melihat di pojok-pojok taman banyak pasangan yang sedang bercumbu. Sudah biasa terjadi, pasangan mesum yang tak mampu sewa kamar memanfaatkan taman untuk tempat transaksi se*ual. Bayan berdecak sebal. Lalu meminta Karto untuk melanjutkan perjalanan.
Tiba di rumah Bayan langsung menuju ke kamarnya setelah sebelumnya menolak tawaran Bi Jum untuk makan.
Setelah membersihkan diri, Bayan pun berbaring di tempat tidurnya. Ia menatap langit-langit kamarnya. Ia merasa sangat rindu pada sosok Senja. Tapi ia masih harus menahan kerinduannya untuk beberapa hari ke depan. Bayan akhirnya terlelap dibuai kerinduannya.
\=\=\=\=\=
Istri pertama Surya tampak ketakutan. Ia duduk dengan gemetar. Suasana di ruangan yang asing itu membuatnya hampir menangis. Ia terlonjak kaget saat pintu terbuka lebar dan melihat Bayan berdiri di sana.
" Mas Bayan ..., itu..., Kamu suruh orang culik Saya kesini ?" tanya Sulastri istri Surya.
" Maafkan Saya harus pakai cara ini. Saya hanya ingin kerjasama Ibu," kata Bayan mendekat dan duduk di hadapan Sulastri.
" Kerjasama apa?, bukankah Kamu sudah tak ada urusan dengan keluarga Saya sejak Kamu meninggalkan Lila...?" tanya Sulastri.
" Ehm, Saya tak mau membicarakan ini. Tapi karena Ibu yang mulai, biar Saya kasih tau..., Saya memutuskan Lila karena Saya lihat dia bercinta dengan rekan bisnis suami Ibu di sebuah kamar hotel...," ucap Bayan tajam.
" Ga mungkin !, Kamu jangan coba memfitnah anak Saya. Dia gadis baik-baik, pintar, cantik dan tau tata krama. Saya ga percaya kalo...," ucapan Sulastri terhenti saat Bayan melemparkan beberapa lembar foto Lila yang sedang bug*l juga beberapa yang nampak sedang duduk di atas pangkuan pria berumur dengan posisi erotis.
Sulastri terbelalak. Ia tak percaya itu adalah putri tersayang yang dilahirkannya.
Sulastri menunduk malu, lalu mengusap air matanya yang menderas diwajahnya.
" Pasti si bren**ek itu yang memaksanya melakukan itu. Dia sudah menghancurkan hidupku dan juga anakku...," jerit Sulastri marah.
Bayan menatap iba pada Sulastri. Ia tahu pasti hati Sulastri akan hancur mengetahui putri tercintanya tak lagi sepolos dulu. Tapi Bayan harus bergerak cepat. Ia harus mendapatkan beberapa bukti kejahatan Surya.
" Saya harus apa...?!" tanya Sulastri yang mengerti arah pembicaraan Bayan.
" Tolong Ibu ambil beberapa surat berharga milik suami bren**ek Ibu yang merupakan bukti kejahatannya selama ini. Mmm..., apa Ibu tau juga kalo Surya memiliki istri muda...?" tanya Bayan hati-hati.
" Jadi itu benar ?! ha ha ha..., betapa lugunya Saya, atau bodoh. Saya curiga dia menghianati pernikahan Kami," kata Sulastri geram.
" Ini...," Bayan menyodorkan foto kemesraan Surya bersama dengan simpanannya.
Sulastri memegang dadanya yang seolah akan meledak. Ia berdiri dan meninggalkan Bayan, lalu berlari keluar.
" Ikuti dia !" perintah Bayan pada anak buahnya.
Lalu dua orang bergegas keluar mengikuti Sulastri.
Sulastri keluar dan langsung mengjentikan Taxi, ia meminta supir Taxi membawanya pulang. Kepalanya sakit karena terus menangis.
Tiba di rumahnya, Sulastri berlari kecil menuju ruang kerja suaminya yang selama ini terlarang dimasuki oleh Sulastri.
Setelah beberapa saat mencari, Sulastri menemukan surat berharga yang ditemukan di laci meja kerja suaminya.
Sulastri membacanya satu per satu. Ia baru tahu, suaminya memiliki beberapa investasi lahan dan rumah mewah. Ia juga menemukan foto mesra sang suami dan simpanannya.
Sulastri keluar rumah, ia tahu jika dirinya diikuti oleh orang suruhan Bayan. Lalu ia memanggil orang itu dan menyerahkan beberapa surat berharga milik suaminya.
" Apakah Anda akan ikut Kami kembali ?" tanya pria itu.
" Saya capek. Saya percaya Mas Bayan ga akan menipu Saya seperti suami dan anak Saya...," kata Sulastri lemah.
" Biar Saya bawa dulu, nanti Bos akan memilih yang mana yang diperlukan...," kata pria itu sambil berlalu.
Sulastri jatuh terduduk di sofa ruang tengah. Ia kembali menangisi nasibnya yang tak beruntung. Sulastri teringat pertengkarannya dengan sang suami. Saat itu Surya membantah tuduhan Sulastri padanya.
" Kau menghianati Aku ?!" jerit Sulastri.
" Jangan mengada-ada. Aku lakukan banyak hal untuk keluarga ini, tapi Kau malah menuduhku tanpa bukti !" teriak Surya tak mau kalah.
" Jangan lupa dari mana asalmu. Semua tak kan ada artinya tanpa uang Ayahku...," kata Sulastri dengan suara rendah.
Surya tercekat. Ia benci jika mengingat ketidakmampuannya di masa lalu. Ia memandangi Sulastri yang masih menangis.
Perlahan ia memeluk Sulastri.
" Maaf...," katanya lirih.
bersambung
Surya masih memeluk istrinya yang menangis.
" Aku harus pergi sekarang. Percayalah, Aku tak menghiananti pernikahan Kita," kata Surya meyakinkan.
Sulastri hanya diam dan membiarkan Surya pergi meninggalkannya.
" Aku tak punya bukti. Tapi instingku tak pernah salah. Kau main api, maka Kau harus siap terbakar...," gumam Sulastri.
Sulastri terpaksa bertahan hanya karena ingin memberikan keluarga yang utuh untuk anak-anaknya. Tapi rasanya Sulastri ingin menyerah.
Sulastri kembali menyeka air matanya. Ia merasa melakukan hal benar dengan membantu Bayan. Ia berdiri, melangkah ke dalam kamar dan bersiap-siap dengan segala kemungkinan terburuknya.
\=\=\=\=\=
" Bukti sudah Kita dapatkan. Tinggal eksekusi aja Pak," seru sang pengacara.
" Bagus. Kita tunggu sebentar lagi...," kata Bayan sinis.
Rama dan Riko yang ada di ruangan itu berdecak kagum pada kinerja Bayan. Sungguh jika seperti ini, Bayan jadi sosok yang berbeda dari kesehariannya.
Surya diamankan polisi saat sedang berlibur dengan istri simpanannya. Dia terbukti bersalah telah menggelapkan uang kerjasama untuk pembelian alat berat.
Surya yang memang sudah bangkrut itu mencoba peruntungannya dengan menjadi wakil perusahaan milik temannya yang bekerjasama dengan perusahaaan Bayan. Surya sengaja menandatangani pengeluaran fiktif, sehingga terkesan sudah membayar untuk pembelian alat berat itu. Tapi ia dengan licik memutar balikkan fakta, hingga Bayanlah tertuduh korupsi.
Sulastri dan Lila ikut terseret dalam kasus ini. Meskipun tak harus ikut masuk bui.
Bayan menyelamatkan mereka berdua melalui pengacara pribadinya, yang berhasil membereskan kericuhan yang dibuat Surya.
" Jangan salahkan Mas Bayan..., Papamu yang telah menghancurkan Kita dengan keserakahannya. Mama tau apa yang dia lakukan. Bahkan dia tega mengorbankan anaknya sendiri agar bisa mencapai kesepakatan bisnisnya...," isak Sulastri.
" Maa..., Mama..., Papa yang suruh Aku. Papa ngancam kalo Aku ga nurutin perintahnya, Papa bakal nyebarin foto Aku sama pacar Aku...,Aku terpaksa Ma. Aku juga jijik, tapi Aku takut...," rintih Lila.
" Kamu tanggung akibat dari semua kesalahanmu sendiri. Mama lelah, jangan ganggu Mama...," Sulastri berlalu dengan rasa kecewa di hatinya, meninggalkan Lila yang masih menangis di ruang depan rumah mereka.
" Pantas saja Bayan menolak Aku berkali-kali. Rupanya ia sudah tau kalo Aku ini kotor dan menjijikkan...," keluh Lila sambil meremas ujung bajunya.
Lila meraba perutnya, kini ada janin di rahimnya. Celakanya, ia tak tahu ayah dari janin yang dikandungnya itu.
Lila melempar vas bunga di sampingnya hingga hancur, lalu ia berlari masuk ke kamarnya dengan perasaan yang juga hancur.
\=\=\=\=\=
Senja asyik membaca di sebuah perpustakaan. Senja tak menyadari seseorang datang dan duduk di sampingnya.
Beberapa saat tak ada suara, hingga Senja selesai membaca dan menutup bukunya.
Senja terkejut saat orang di sampingnya menyodorkan kopi susu hangat yang dibawanya.
" Untukmu...," kata Bayan, pria yang duduk di samping Senja.
" Kamu...," Senja menatap sekilas ke arah Bayan, lalu menerima kopi pemberian Bayan dan meneguknya pelan.
" Apa kabar...?" tanya Bayan ramah.
" Mmm..., baik. Kok bisa tau Aku disini ?" tanya Senja.
Bayan hanya menggedikkan bahunya, sambil meneguk pelan kopi yang dipegangnya.
Senja menatap Bayan, ia melihat perubahan pada diri Bayan. Agak kurus, dengan rambut yang mulai gondrong, kumis dan jenggot yang juga mulai tumbuh, terlihat acak-acakan. Biasanya Bayan akan tampil rapi dan bersih. Tapi sekarang...
" Kenapa ?, kangen...?" tanya Bayan usil.
" Ck..., ga usah ge-er. Cuma bingung aja, biasanya kan rapi, tapi kok sekarang kaya tikus kecebur got...," kata Senja menahan senyum.
" Hmmm..., banyak urusan. Ga sempet ngerapiin penampilan. Lagian ga akan ada bedanya, rapi atau ga. Kamu tetep nolak Aku...," kata Bayan santai.
" Jangan mulai lagi. Kita bisa jadi temen kan...?" tawar Senja.
" Temen...?, boleh lah...," kata Bayan mengalah.
Bayan berharap dari kata sederhana itu akan menjadi dalam maknanya suatu hari nanti. Bisa jadi teman makan, teman jalan, teman tidur, bahkan teman hidup. Bayan pun tersenyum diam-diam.
Sejak saat itu Bayan dan Senja pun 'berteman' akrab.
\=\=\=\=\=
Senja bukan tak mengerti keinginan Bayan. Sisi manusia Senja juga ingin menerima Bayan dalam hidupnya. Tapi sisi 'lain' Senja menolak keras kehadiran Bayan.
Senja bukanlah gadis biasa. Di dalam dirinya mengalir darah siluman yang belum lama disadarinya ada dan mengalir dalam darahnya.
Waktu itu Senja menjenguk temannya yang baru saja melahirkan. Bersama teman sekantornya Senja pergi ke Rumah Sakit Bersalin. Setelah berbincang sejenak, mereka memutuskan untuk melihat bayi temannya itu di kamar bayi. Melalui kaca pemisah ruangan mereka bisa melihat bayi yang ada di box bayi.
Keanehan terjadi saat Senja melihat beberapa bayi yang ada dihadapannya. Senja tiba-tiba merasa panas di sekujur tubuhnya, padahal AC di ruangan tetap menyala. Senja juga merasa sangat haus hingga ia merasa lehernya seperti terbakar. Apalagi saat mencium aroma tubuh bayi yang kebetulan lewat dan baru saja dibawa perawat untuk disusui ibunya.
Senja menggeram, suara geramannya ia tutupi dengan sapu tangan yang selalu dibawanya. Karena tak kuat dengan keanehan yang dirasakannya, Senja berlari keluar dengan nafas terengah-engah. Ia berhenti di halaman dekat tempat parkir.
Senja lalu duduk dan tak sengaja menoleh ke arah kaca mobil.
Senja terkejut saat melihat pantulan wajahnya di kaca mobil. Ia melihat wajahnya tampak menyeramkan. Alis matanya nampak mencuat ke atas, cuping hidung melebar, saat ia membuka sapu tangan dari mulutnya tampak lah kedua taring menyembul dari sudut mulutnya. Senja shock tak yakin dengan pantulan yang dilihatnya.
Karena takut dan tak ingin temannya tahu, Senja pun lebih dulu meninggalkan Rumah Sakit Bersalin itu.
Senja pulang dengan ojeg motor yang kebetulan banyak di depan Rumah Sakit itu. Senja menutupi wajahnya dengan saputangan yang dibawanya.
Sang pengendara ojeg tak merasa curiga sedikitpun dengan sikap Senja saat itu. Senja tiba di depan rumahnya, setelah membayar ongkos ojeg, ia bergegas masuk ke dalam rumahnya. Tak digubrisnya teriakan tukang ojeg yang mengatakan bahwa Senja memberi uang terlalu banyak untuk bayarannya. Setelah menunggu beberapa menit, tak ada tanda-tanda pemilik rumah akan keluar, sang tukang ojeg pun memacu kendaraannya meninggalkan rumah Senja.
Di dalam rumah, Senja segera bercermin. Dan ia berteriak saking terkejutnya.
Ia melihat pantulan wajahnya dengan lebih jelas di depan cermin. Senja bingung dan ketakutan.
" Ini apa..., kenapa wajahku seperti ini..., Apa yang terjadi...?" rintih Senja dalam kebingungannya.
Ia pun terduduk dia atas tempat tidur dan mulai menangis. Karena lelah menangis, Senja pun tertidur.
Dalam tidurnya Senja seperti dibawa ke suatu masa dimana jaman belum secanggih sekarang. Dia melihat dirinya, bukan, orang yang mirip dengannya sedang diikat di tiang kayu dan dibakar. Nyala api mulai merambat ke pakaian wanita itu. Wanita yang mirip Senja itupun menjerit kesakitan. Ia menangis dan minta ampun agar orang-orang yang mengelilinginya mau menolongnya. Tapi tak ada yang bergerak.
Seorang yang paling tua diantara mereka, mungkin dukun, mulai merapal aji-ajian sambil memaki si wanita dengan bahasa yang asing buat Senja.
Si wanita berkali-kali membantah sambil menggelengkan kepalanya.
Setelah lama tak mendapat pertolongan, akhirnya wanita itu mati secara mengenaskan. Tubuhnya habis terbakar, hitam, gosong. Setelah memastikan tubuh wanita itu tak bergerak alias mati, orang-orang pun meninggalkan mayat wanita itu begitu saja.
Senja memberanikan diri menghampiri mayat wanita itu. Diperhatikannya secara seksama, tiba-tiba wanita yang mati terbakar itu membuka matanya.
Saking terkejutnya, Senja sampai mundur beberapa langkah ke belakang.
bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!