Vote sebelum membaca 😘
.
.
Plak!
Suara tamparan itu terdengar di seluruh ruangan yang hanya ada mereka berdua. Terlihat seorang wanita yang sedang mencoba menahan tangisnya merasa sakit di pipi bagian kanan, tangannya terangkat memegang pipinya itu yang baru saja di tampar.
"Sekarang lo udah mulai berani sama gue?"
"Maaf, tadi di jalan macet-"
"BERANI NGE JAWAB HAH?!!"
Tersentak mendengar bentakan itu, wanita yang memakai pakaian kantor itu langsung menundukan kepala. Kedua tangannya Ia tautkan karena merasa takut dengan sikap pria di hadapannya.
Merasa ujung rambutnya di mainkan, malah membuatnya semakin ketakutan. Keringat dingin terlihat di dahinya, walau tertutupi poninya.
"Oke sekarang gue maafin, tapi jangan telat lagi. Ngerti?" Desis pria itu di samping telinganya.
Dengan segera wanita itu mengangguk tanda jika benar-benar tak akan mengulangi kesalahannya. Saat tubuhnya di peluk dengan erat, tanpa menunggu lama Ia juga membalas pelukan itu.
Rasa takut yang sempat di rasakannya perlahan mulai hilang karena mendapat pelukan hangat ini. Selalu seperti ini, setiap pria itu marah maka setelahnya pasti akan berakhir dengan pelukan.
Adara Fredella Ulani. Wanita cantik berusia dua puluh tiga tahun, lahir di Bali. Orang tuanya memang tinggal disana, sedangkan Ia merantau mencari pekerjaan di Ibu kota. Berharap mendapat pekerjaan yang bagus di kota besar ini.
Entah apa yang Adara rasakan memiliki kekasih yang sudah hampir satu tahun bersamanya ini. Eros Bratadikara Nayaka. Anak dari pemilik perusahaan yang menjadi tempatnya bekerja. Ia sendiri bekerja menjadi sekertaris pria itu, otomatis mereka akan pergi bersama-sama.
Awal hubungan mereka memang baik-baik saja, lima bulan kemudian, pria itu mulai berubah menjadi keras dan kasar. Jujur, tak jarang Ia mendapat tamparan dan bentakan yang menyakiti hatinya. Tapi tak apa, Adara mengerti, lagi pula pria itu adalah kekasihnya.
"Kamu mau langsung pulang?"
Eros menoleh sekilas ke samping, berdecak sebal karena melihat wanita itu tak menghiraukannya. Tangan kirinya yang tak menyetir langsung merebut benda pipih yang sedang di mainkan wanita itu. Ia lemparkan ke kursi belakang, bahkan sampai terdengar suara keras.
Sedangkan Adara yang mendapat perlakuan itu tentu saja terkejut, apalagi hand phonennya sekarang entah kemana. Melirik kekasihnya yang fokus menyetir, tapi Ia mengernyit melihati rahang pria itu mengeras juga cengkaraman erat di kemudi.
Apa Eros marah?
"Maaf tadi aku lagi cek tugas buat besok." Ucap Adara hati-hati.
Tak ada jawaban, Eros masih tetap menyetir. Ya sepertinya pria itu marah. Ya Tuhan, Desah Adara di dalam hati.
Mobil berhenti di parkiran apartemen Adara, saat akan mengucapkan terimakasih pada Eros, wanita itu malah di buat bingung melihat kekasihnya yang sudah turun dari mobil lalu masuk ke dalam gedung.
Tunggu, apa Eros akan ke apartemennya?
Dengan segera Adara keluar dari sana menyusul Eros yang ternyata benar akan ke apartemennya.
"Kamu mau minum?"
"Hm."
Adara segera masuk ke dapur, menyiapkan jus dingin kesukaan Eros. Ia membawa gelas itu ke ruang tamu, menyimpannya di meja. Eros kini sedang memejamkan kedua matanya sambil menyender di sofa. Sepertinya kelelahan.
Karena tak ingin mengganggu, Adara lebih memilih masuk ke dalam kamarnya. Membersihkan diri, setelahnya Ia akan menyiapkan makan malam.
Saat sedang asik memotong sayur, Adara terpekik merasakan pelukan tiba-tiba di belakang.
"Eros?"
"Hm?"
Eros mengecup sekilas pipi Adara gemas, mengeratkan pelukannya di pinggang kekasihnya. Sambil menumpukan kepalanya di bahu Adara, Ia melihat kegiatan wanita itu.
"Eros kamu mau mandi dulu?"
"Mandiin."
Adara terkekeh geli merasa ciuman-ciuman di lehernya, siapa lagi kalau bukan Eros. Padahal sekarang Ia sedang memasak, tapi pria ini mengganggunya.
"Udah sana mandi dulu, sekalian nunggu masakannya matang. Aku buatin makanan kesukaan kamu." Jelas Adara sambil memasukan potongan daging ayam ke wajan yang minyaknya sudah panas.
"Tapi aku mau di mandiin sama Mama." Rengek Eros sambil menenggelamkan kepalanya di leher Adara, menghirup aroma yang menjadi candunya.
"Ihh kamu udah besar, mandi sendiri."
"Ck ya udah aku gak bakal mandi!"
Adara memutar bola matanya malas sebelum membalikan badan. Pria itu masih memeluk pingganya erat, sehingga posisi mereka berdekatan. Tinggi Adara yang hanya se dada Eros membuatnya harus mengangkat kepala untuk melihat pria tampan itu.
Mengelus jambang tipis yang mulai tumbuh di bagian wajah itu pelan, Adara sangat menikmati saat seperti ini.
"Kita kan belum menikah, jadi aku gak bisa mandiin kamu."
Eros menatap dalam wanita cantik di hadapannya, menelusuri wajah sempurna bagai dewi itu dengan tangannya. "Jadi kita harus menikah dulu?"
"Iya." Ucap Adara tersenyum kecil lalu kembali membalikan badan, hampir saja melupakan masakannya.
Pelukan itu terlepas, Eros memasukan tangannya di masing-masing saku celananya. Berdiri di belakang wanita itu, entah apa yang sedang Ia pikirkan. Yang pasti di otaknya selalu tertuju pada Adara.
"Kalau kita gak berjodoh?"
Pertanyaan di belakangnya membuat Adara langsung mematikan kompor, kembali wanita itu membalikan badan untuk melihat kekasihnya.
"Aku akan tetap bersyukur."
"Kenapa begitu?"
"Karena aku telah mengenalmu, dan aku pernah menjadi bagian dalam hidupmu, menjadi sesuatu yang kau sebut bahagia. Aku bersyukur telah memiliki kesempatan itu."
Eros terhenyak mendengarnya, entah kenapa dadanya berdentum keras. Sakit. Ia merasa.. Tak rela jika Adara meninggalkannya? Melangkah lebih dekat, Eros lalu merangkum wajah mungil itu dengan kedua tangannya.
"Jangan pernah berani pergi untuk tinggalin aku! Sampai kapanpun kamu milik aku, dan gak ada yang bisa pisahin kita!"
Vote sebelum membaca 😘
.
.
"Adara!"
Langkah wanita yang merasa namanya terpanggil itu berhenti, Ia membalikan badan untuk melihat siapa yang memanggilnya.
"Ya?" Tanyanya karena tak mengenal pria yang kini berdiri di depannya ini.
Sedangkan pria berkaca mata itu tampak sedang mengatur nafasnya, mungkin habis berlari untuk mengejar wanita ini.
"Hai bagaimana kabarmu?"
Mengernyit bingung, pria itu sedang menayapanya. Tapi sungguh Adara tak mengenal pria itu, tapi sikap pria itu terlihat akrab.
"Ini saya Leon, temen SMA kamu."
Leon?
Adara langsung memperhatikan penampilan pria itu seksama, Leon? Ah Ia baru ingat. Tapi penampilannya tampak banyak berubah.
"Leon Angkasa?"
"Iya, masa lupasih?"
"Hm maaf soalnya kamu pake kacamata, aku jadi bingung."
"Tapi masih tampan kan?"
Keduanya lalu tertawa kecil. Dan Adara juga Leon pun memilih untuk mengobrol bersama sekalian makan siang di sebuah restoran tepat di depan perusahaan tempat Adara bekerja.
"Jadi kamu bekerja disana?" Tanya Leon sambil menunjuk perusahaan besar yang terpantul dari cermin, posisi duduk mereka berhadapan samping cermin besar yang menampakan jalan.
"Iya, kalau kamu sekarang dimana?"
"Sekarang aku lagi cari kerjaan."
"O ya?"
"Hm, soalnya kontrak kerjaku baru habis minggu kemarin. Dan sampai saat ini belum ada panggilan di terima di manapun."
Adara merasa kasihan mendengar cerita itu, padahal Leon adalah pria yang pintar. Saat masih sekolah dulu, mereka selalu mengikuti lomba bersama, baik tingkat kota sampai provinsi. Keduanya adalah pasangan pintar kebanggaan sekolah.
"Aku do'ain semoga kamu bisa cepet dapet pekerjaan lagi." Ucap Adara lalu meminum air putihnya, saat sedang minum selintas ide pun muncul. "Bagaimana kalau aku daftarin kamu di perusahaan tempat aku kerja, kebetulan disana lagi nyari bagian akuntansi, lumayan."
Leon yang mendengar itu langsung tersenyum lebar, tanpa sadar tangannya menggenggam tangan kiri Adara yang ada di atas meja.
"Benarkah?"
"Iya, kamu tinggal kirim surat lamaran kerja kamu ke aku. Nanti biar aku yang urus, semoga aja kamu keterima disana."
"Amin, makasih ya kamu mau bantu aku."
"Iya kitakan teman."
***
Adara berjalan cepat di lorong menuju ruangan Eros. Tadi salah satu temannya memberitahu jika saat Ia kembali ke kantor, Ia harus menemui pria itu. Entah kenapa Adara merasa tak enak perasaan.
Tok tok!
"Masuk!"
Setelah mendengar suara dari dalam itu, Adara masuk dengan pelan. Ia berdiri di depan meja kerja Eros, pria itu sedang asik merokok, menghembuskan asap ke atas.
"Ada apa Bapak memanggil saya?" Tanya Adara. Ya saat di kantor hubungan keduanya memang harus propesional, bahkan jarany sekali mereka memperlihatkan kemesraan di kantor, walaupun semua karyawan tahu jika mereka adalah sepasang kekasih.
Sepuluh menit hanya berdiri di sana, membuat kaki Adara pegal, mau bagaimana lagi Eros tak mengeluarkan sepatah katapun. Pria itu masih asik dengan rokoknya, bahka. ini yang kedua batang.
Eros mematikan batany rokok itu, lalu membuangnya asal ke tong sampah yang ada di samping meja. Kaki kirinya Ia angkat, bertumpu di kaki kanan. Menyenderkan tubuh ke kursi kebesarannya sambil menatap wanita yang dari tadi hanya diam berdiri di sana.
"Puas?"
Adara mengernyit mendapat pertanyaan itu, Ia tak mengerti. "Maksudnya?"
"Hahaha!" Eros tertawa sambil bertepuk tangan, Ia lalu berdiri dan duduk di meja bagian depan.
"Puas pacarannya?"
"Pacaran?"
Eros langsung menampakan wajah dinginnya, dadanya mulai bergemuruh karena wanita ini tak mengerti juga. Ia kembali berdiri mendekati Adara, menatap tajam wanita itu.
"Siapa Dia?"
"Eros aku gak nge-"
"SIAPA LAKI-LAKI YANG NGOBROL SAMA KAMU DI CAFE HAH?!"
Adara langsung memejamkan kedua matanya mendengar bentakan itu, sungguh selain kaget Ia juga takut melihat sikap Eros.
"AAarggg!!"
Adara memegang tangan Eros yang sedang menjambak rambutnya, merasa sakit karena pria itu sangatlah kasar.
"Lo berani-beraninya selingkuh di belakang gue!!"
"Aww Eros.. Dengar Dia bukan siapa-siapa. Leon cuma-Aaww!!" Pekik Adara karena Eros semakin mengeratkan jambakannya, bahkan Ia sampai berjinjit karena Eros menarik rambutnya kasar.
"Ohh namanya Leon? Apa pria itu selingkuhan lo? Berapa lama kalian selingkuh di belakang gue hah?! JAWAB?!!"
"Aww Eros lepas sakit.." Rintih Adara karena merasa kepalanya semakin sakit. Wanita itu menitikan air mata karena sakit hati mendapat perilaku kasar seperti ini. Walaupun Ia memang selalu mendapat sikap kasar Eros, tapi tetap saja Adara selalu sakit hati.
melihat Adara yang menangis membuat Eros langsung melepaskan jambakannya pada rambut itu, pria itu mencoba mengatur nafas yang memburu karena amarah. Memejamkan matanya berharap amarahnya akan sirna.
"Dia cuman teman SMA aku hiks! Aku berani sumpah kalau kita gak ada hubungan apapun, aku gak bohong!" Isak Adara sambil tetap menundukan kepala.
Melihat Adara saat ini kadang selalu membuat Eros sadar, jika apa yang Ia lakukan terlalu kasar, wanita itu adalah kekasihnya. Tapi hatinya selalu tak suka jika wanita itu berbuat apa yang membuatnya marah. Eros hanya ingin Adara bersikap seperti apa yang Ia mau.
Menjadi kekasih yang baik, dan tak membuatnya marah. Itu saja bagi Eros.
"Kamu gak bohong?!"
"Iya."
Adara menghapus air matanya pelan, walaupun Ia masih sesenggukan tapi dengan berani wanita itu menatap sang kekasih. Wajah Eros memerah karena mungkin sedang marah, kedua tangannya saja masih terkepal.
"Maaf aku gak bilang dulu sama kamu kalau aku gak ngabarin kamu, tadi kita gak sengaja ketemu dan akhirnya mengobrol. Maaf." Ucap Adara tulus, Ia membawa kedua tangan pria itu menggenggamnya dan mengecupnya.
Melihat tak ada kebohongan di mata itu membuat amarahnya mulai pudar, apalagi Adara terlihat sangat bersungguh-sungguh. Pria itu merapihkan rambut kekasihnya yang menghalangi wajah cantik itu.
"Kamu mau dapet maaf dari aku?"
Dengan segera Adara mengangguk, tentu saja.
Senyuman sinis terukir di salah satu sudut bibir Eros, telunjuknya Ia gunakan untuk mengusap bibir ranum Adara dengan gerakan pelan.
"Cium aku!"
Vote sebelum membaca 😘
.
.
Adara masuk ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan itu, berkaca melihat penampilannya yang bisa di bilang tak rapih. Rambut berantakan, kemeja yang kusut, lalu lipstik yang kemana-mana.
"Huft!"
Menghembuskan nafasnya sejenak, Ia kemudian membuka tasnya, di simpan di atas wastafel lalu membawa make upnya. Ia mulai merapihkan dandanannya, bersiap karena beberapa menit lagi akan melakukan meeting.
Saat baru keluar kamar mandi, wanita itu melihat Eros yang masih memejamkan mata dengan keadaan sama berantakannya sepertinya. Adara lalu duduk di samping ranjang, mengusap rambut pria itu.
"Eros bangun, setengah jam lagi kita ada meeting."
"Hmm." Dehemnnya dengan mata masih tertutup, bahkan pria itu malah memeluk pinggang kekasihnya erat. Menyembunyikan kepalanya di perut Adara.
"Papah kamu bakal ikut meeting, jadi kita jangan sampai telat."
Eros pun bangkit untuk duduk, meregangkan tubuhnya yang pegal. Ia lalu menoleh pada Adara yang sudah rapih.
"Apa kita harus ikut meeting itu?"
"Iya."
Berdecak sebal, Eros lalu mengecup cepat bibir Adara. "Tunggu aku!" Perintahnya lalu bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi.
Adara merapihkan seprai kasur itu yang berantakan, pandangannya lalu tertuju pada kemeja biru dongker yang tergeletak di lantai. Wanita itu memutar bola matanya malas, lalu memungut kemeja milik Eros dan di simpannya di kasur.
Jika penasaran apa yang mereka lakukan, maka jawabannya tak ada apapun. Paling hanya sekedar ciuman dan tidur bersama saja, tak ada yang lebih.
"Mana kemeja aku?"
Adara membalikan badan, terlihat Eros yang baru keluar kamar mandi. Ia menyerahkan kemeja itu pada kekasihnya, tapi Eros tak menerima.
"Kenapa?"
"Pakein!"
Dan dengan telaten Adara memakaikan kemeja itu di badan kekar Eros, pria ini sangat manja. Sikap Eros memang gampang berubah-ubah, jadi Ia sudah maklum.
Tak hanya memakaikan kemeja, Adara juga memasangkan dasi juga jas pada kekasihnya itu. Eros sama sekali tak megalihkan pandangannya sekalipun, kecuali hanya tertuju pada Adara. Wajah cantik itu selalu membuatnya terpesona, mata bulat, hidung mancung dan bibir kecil. Bagaimana mungkin Ia tak tergila-gila pada Adara?
Keduanya lalu keluar dari sana menuju lantai dua yang akan di laksankan meeting. Semua telah hadir, dan tak lama meeting itupun di mulai.
Hampir dua jam meeting berlangsung akhirnya selesai juga. Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, itu artinya jam pulang kerja.
Saat Adara sedang merapihkan berkas-berkas di meja, seruan seseorang yang duduk di depan mereka membuatnya mengangkat kepala.
"Pak Eros bisa saya berbicara dengan sekertaris anda?"
Eros mengernyitkan keningnya, menayap kolega bisnisnya itu dalam. Sepertinya umur mereka tak jauh beda, dan sial wajah pria itu terlihat tampan. Mengobrol dengan Adara? Untuk apa?!
"Ekhem ada urusan apa?"
"Tentang bisnis, saya juga yakin anda tidak ingin mengurusinya, biar sekertaris anda saja."
Eros menatap Adara yang sedang melihatnya. Entah kenapa ada perasaan tak enak di hati pria itu, kembali Ia melihat pria itu yang masih berdiri menunggu jawabannya.
"Bagaimana?"
"Jangan lama!" Ketusnya lalu keluar ruangan.
Adara tersenyum tak enak pada pria itu melihat sikap Eros, apalagi pria ini adalah kolega bisnis mereka.
"Maaf ya."
"Tidak papa, sepertinya Dia takut kalau saya merebut kamu dari dia."
"Hah?"
"Lupakan!" Ucap pria itu cepat. Ia kemudian beralih duduk di samping Adara.
"Kamu sudah tahu siapa nama saya?" Tanya pria itu sambil tersenyum manis yang mampu membuat Adara gugup.
"Be-belum."
"Saya Alvaro Arga Naruna."
Menerima jabatan tangan itu. "Saya-"
"Adara Fredella Ulani."
Adara tentu saja terkejut karena pria itu mengenalnya, padahal mereka tak pernah kenal sebelumnya.
"Em jadi apa yang harus kita bicarakan?"
"Tentang kita."
Sekali lagi Adara di buat bingung, pria itu sangat aneh, membuatnya bingung sendiri.
"Maksudnya?"
"Haha tidak-tidak lupakan, kau sangat lucu." Kekeh Alvaro lalu mengacak surai Adara gemas. Pria itu tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada wanita di hadapannya ini.
Belum pernah Alvaro merasa sangat terpesona kepada seseorang, dan sekarang Ia baru merasakannya. Pertama masuk ruangan ini, Ia sudah tak bisa mengalihkan pandangan pada sosok Adara. Bahkan selama meeting jujur yang ada di pikirannya hanya ada wanita ini.
Apa Ia sudah jatuh cinta pada Adara?
Adara berdehem mencoba mengurangi rasa gugup, tangannya merapihkan rambutnya yang tadi di acak-acak. Aneh padahal Ia tak mengenal Alvaro, tapi pria itu bersikap terlalu akrab padanya.
"Jadi sebenarnya, tidak ada yang harus di bicarakan? Jika tidak saya harus kembali bekerja."
Alvaro tersenyum kecil, wanita itu masih belum bisa akrab dengannya ternyata, padahal Ia sudah bersikap se akrab mungkin. Dengan perlahan, mungkin Alvaro baru bisa merubah sikap wanita itu padanya. Baiklah.
"Sebenarnya ini tentang pembangunan yang akan di buat di daerah Kemang."
"Oh iya apa ada masalah?"
"Hm, ada."
"Apa?"
Alvaro dengan tiba-tiba mendekatkan wajahnya, terlihat keterkejutan di wajah cantik itu. Matanya menatap dalam ke manik mata hitam itu, seolah ingin masuk ke dalam sana.
"Sekarang waktunya saya pulang, jadi besok kita bisa lanjutkan pembicaraan lagi." Ucap Alvaro. Entah kenapa tangannya terangkat sendiri mengusap pipi wanita itu.
"Kamu sangat cantik, apa kamu sudah punya pacar?"
Dengan segera Adara memundurkan tubuhnya, jantungnya berdetak sangat cepat. Kembali wanita itu berdehem, menatap Alvaro yang masih pada posisinya seperti tadi.
Adara kurang suka melihat sikap Alvaro, terlalu berlebihan. Apalagi pria itu sangat blak-blakan, membuatnya tak nyaman.
"Bagaimana kalau anda bertemu langsung saja dengan Pak Eros."
Gelengan kencang Alvaro berikan, Ia kemudian berdiri sambil merapihkan jasnya.
"Saya maunya sama kamu, pokoknya besok kita harus bertemu lagi." Ucapnya lalu mengedikan mata kanannya sambil tersenyum menggoda.
"Sampai bertemu besok cantik!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!