NovelToon NovelToon

Menembus Batas Cinta

Pandangan Pertama

Matahari pagi dengan malu-malu bersinar di balik awan tipis dilangit Kampung kecil yang damai, dengan aliran sungainya yang jernih, hijaunya pepohonan yang menjanjikan aroma embun paginya, serta suara nyanyian angin yang damai membuat Raya merasa semua beban yang ada di tubuh nya hilang. Dia membaringkan tubuhnya direrumputan sambil memandang langit pagi. Tiba-tiba saja .... Bruuuk ... Seorang gadis kecil mamakai saragam jatuh di atas tubuhnya. Gadis berusia sekitar kelas satu SMP. Matanya bulat. Berwajah oval. Rambutnya yang sebahu di ikat dua.

"Aaahh... Maafkan aku", ucap gadis kecil itu sambil menunduk malu

Raya bangun dari duduk nya, merapatkan posisinya kearaah gadis kecil yang duduk disebelahnya. Lalu Raya mengambil dagu gadis itu, memandang wajah mungilnya. Hmmm... Anak siapa ini?!

"Siapa kamu?", tanya Raya.

"Aku Rara. Maaf mengganggu waktu tidur pagi, Anda"

Hahahhahahahahaaaa..

Raya tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Rara.

"Lucu sekali kau adik kecil"

"Adik kecil. Aku ini sudah SMP tahu ...!!!"

"Yayaya.... Aku liat kok seragam mu adik kecil"

"Lagian siapa suruh tidur tengah jalan. Untung aja ga keinjek kebo"

"Eehh... Aku kan tiduran di rerumputan nona, bukan di jalan. Kamu yang salah jalan"

"Masa bodo dengan ucapanmu. Aku kan sudah minta maaf. Dan....astagaaa.... Aku terlambat"

Rara bangun dan berlari sekuat tenaga menuju sekolahnya. Dia pikir lewat jalan pintas akan mempercepatnya, tapi malah bertemu kejadian seperti ini.

******

Benar saja, begitu dia tiba disekolah bel masuk sudah lama berbunyi. Alhasil dia harus menerima hukuman dari guru piket, dan mencatatkan poin rekor keterlambatannya 20 menit.

"Kamu telatnya kebangetan. Jangan bilang kalo kamu bangun kesiangan lagi, Ra. Ngapain aja kamu semalam?"

"Biasa Jan, aku bantu emak dulu sampai tutup warung. Semalam ramai makanya tengah malam baru bisa tidur"

"Ya, ampun Ra. Kamu kerja begitu keras. Jangan terlalu memaksakan diri"

"Mau bagaimana lagi, Jan. Emak ga ada yang bantu. Lagi pula kami kan numpang di warung itu, kalo aku ga ikut bantu juga kan ga enak rasanya, Jan. Malu hati"

"Iya ya ... Aku paham, yuk kekantin. Sudah jam istirahat nih"

"Ga usah lah, aku di kelas saja"

"Tenang saja, aku yang traktir"

"Seriuuus...?! Horeee..."

Rara berlari menyusul Janna menuju kantin. Rara tidak pernah jajan di kantin sekolah, dia juga jarang sarapan pagi. Maklum dia harus berburu dengan waktu.

Pulang sekolah dia harus membantu emak nya di warung makan bahkan sampai tengah malam. Emak nya seorang pelayan warung makan kecil di kampung nya. Mereka hidup menumpang dari belas kasihan pemilik warung. Mereka dapat menempati sebuah kamar, yah walaupun itu lebih mirip gudang, tapi mereka merasa bahagia mendapatkan tempat untuk bernaung.

"Hidup ini kadang tak adil. Seberapa keras aku berjuang untuk bertahan hidup, sekeras itu juga badai menamparku"

Kata-kata itulah yang sering ada di pikirannya. Dia hanya seorang anak Yatim yang hidup berdua dengan ibunya saja. Sejak kecil Rara tak pernah tahu siapa ayah kandung nya. Ibu nya tak ingin bercerita tentang siapa ayah kandungnya, setiap kali dia bertanya selalu diajawab "Bapakmu itu udah mati"

Jika memang benar Bapak sudah tiada, dimanakah kuburnya? Rara pun tak tahu. Tidak ada satu pun kerabat Bapak yang dia tahu. Hanya saja ada satu sepupu Bapak nya, yang dipanggilnya dengan sebutan Oom Benny. Dia lah yang sering sesekali membawa Rara bermain dan menginap di rumahnya di Kota.

******

Yang Kedua Kalinya

"Tuan muda, Anda mau kemana malam-malam begini?"

"Jalan-jalan sebentar, bosan aku dirumah saja. Sesekali ga ada salahnya menikmati susana malam di kampung"

"Kalo begitu saya siapkan mobilnya"

"Tidak usah, aku mau jalan-jalan yang berarti jalan kaki"

"Tapi tuan muda ... Anda. ..."

Belum selesai Hanzel, asisten pribadi nya melanjutkan kata-katanya, Raya sudah menghilang di balik pagar Villa.

Hans hanya menggeleng melihat kelakuan tuan muda nya itu. Kalau sudah ada mau nya tidak ada yang bisa menolah nya.

Raya kembali membenamkan dirinya dalam naungan bintang dilangit. Tempat yang paling nyaman untuk melihat langit malam yang dipenuhi bintang adalah tanah kosong si sudut kampung. Tanah itu ditumbuhi beberapa pohon rindang dan rerumputan.

"Suara siapa itu?",gumam nya.

Lagi-lagi tidurnya terganggu dengan suara lantunan nada dasar sebuah lagu.

"Hmmm... Suara nya bagus. Namun teknik bernyanyinya perlu sedikit di poles"

Raya melihat perempuan yang tadi pagi terjatuh di atas tubuhnya sedang menyanyikan sebuah lagu.

Prokkk...prokkkk .. proook...

"Lagu yang bagus adik kecil"

"Adik kecil? Eh.. orang yang tadi pagi. Mau apa sih dia menggangguku terus"

"Kenapa?"

"Apa anda tidak punya kerjaan ya, selain tidur-tiduran di lapangan rumput ini?"

"Apa ada masalah?"

"Tentu saja, anda mengganggu ku"

"Apa lapangan ini milikmu?"

"Bukan. Ini lapangan kampung"

"Nah, berarti siapa saja boleh memakainya. Jadi jangan ganggu aku"

"Diih, siapa yang menganggu mu. Jangan terbalik ya. Aku yang lebih dulu ada disini. Jadi suka-suka aku dong!"

Rara meneruskan lagunya. Dia memang hobby bernyanyi, suaranya sangat bagus. Namun ibunya selalu melarang Rara bernyanyi. Bernyanyi di atas panggung akan membuat malu nama keluarga.

"Kalau cara menyanyimu seperti itu, lama kelamaan pita suaramua akan cedera. Kamu harus tahu tinggi rendah nada serta harmonisasi lagu"

Rara berhenti bernyanyi.

"Memangnya Anda paham soal musik?"

"Yaah, aku tahu sedikit soal musik dan lagu. Suaramu bagus. Suara sopran yang cantik"

"Eeeh... "

"Kenapa?"

"Ga apa-apa. Tapi sepertinya Anda ini bukan orang sini ya? Ko aku ga pernah melihat Anda sebelumya"

"Hmmm...."

"Ga bisa jawab pake kata-kata tah. Cuma hmmm... doang"

"Aku dari Kota kesini hanya menenangkan diri"

"Menenangkan diri? Atau melarikan diri?"

"Hahahahahaaa.... Kamu ini ngomongnya nyeplos ya. .. aku tertarik dengan cara bicaramu"

"Oooh... Sudah bawaan lahir"

"Kalau ga salah namamu... Rara, bukan?!"

"Iya"

"Aku Raya, Raya Aditama"

"Rara. Rara Pratiwi"

Mereka saling bersalaman. Rara melihat ke arah Raya. Dia harus menjinjit untuk melihat wajahnya. Tangan laki-laki itu sangat besar di banding tangannya. Tubuhnya tinggi, tampan, wangi parfum ternama tercium dari tubuhnya. Hanya saja orangnya agak sombong, pikir Rara.

"Oiya, kamu tinggal disini adik kecil"

"Panggil aku, Rara. Aku bukan adik kecil"

"Umur mu berapa, adik kecil", Raya tak mengubris protes Rara.

"13 tahun"

"Sekolah?"

"Iya, kelas satu SMP"

"Hmmm..."

"Anda?"

"Aku cuma karyawan biasa di kota"

"Kenapa mondar-mandir sendirian. Mana anak dan istri Anda?"

Raya tersedak tiba-tiba mendengar pertanyaan Rara. To the point sekali anak ini, pikirnya.

"Aku masih single, belum menikah"

"Haaahh, untuk laki-laki setua anda belum menikah sangat aneh sekali. Mau jadi jomblo abadi?"

Hahahhahaa.... Ya ampun, anak ini sembarangan sekali bicara nya. Raya lagi-lagi terkekeh dibuatnya.

"Jangan panggil aku tua dong. Aku baru berumur 33 tahun"

"Wah, kalo di kampung laki-laki umur segitu sudah punya anak dua. Masa sih Anda tidak punya pacar dikota?"

"Perempuan cantik banyak tapi yang tulus jarang sekali"

"Ooo..."

"Kalo begitu ...", Raya mendekatkan tubuhnya pada Rara.

Rara mundur perlahan menghindari Raya, sampai dia terpojok di sebuah pohon. Raya mengambil dagu Rara. Dari dekat tampak wajah polos perempuan kampung berbibir mungil itu. Matanya besar dan bercahaya.

"Mau apa Anda. Jangan macam-macam"

"Kalau begitu, aku akan menunggumu saja ya, sayang?!"

Cuup... Kecupan manis mendarat di pipi Rara. Seketika muka Rara menjadi bersemu merah. Dia tidak pernah di perlakukan seperti itu oleh seorang laki-laki.

Dia berlari pulang kerumah nya. Tanpa banyak basa-basi dia masuk langsung kekamarnya. Dia tidak mendengar saat ibunya memanggilnya di depan pintu.

"Ya ampun... Ini bukan mimpi kan. Dia mencium pipi ku"

Rara kembali bersemu merah mengingat kejadian itu. Tanpa sadar dia tersenyum-senyum sendiri di buat nya.

******

Audisi

"Raraaaaa...."

Janna berlarian di lorong sekolah, sambil berteriak-teriak memanggil Rara.

"Apa sih, Jan"

"Hhh....hhhh... ", Janna ngos-ngosan begitu sampai di hadapan Rara. Tanpa basa-basi di sambarnya botol air minum yang di pegang Rara. Rara melotot melihat kelakuan teman sebangkunya itu.

"Aaahhh... Lega nyaaa...."

"Kamu ini. Ga sopan. Maen minum aja. Ga pake permisi"

"Oiya... Makasi air minum nya ya, cantik"

"Diiih..."

"Widiiih, ngambek ni ye..."

"Bodo ah", Rara berbalik dan melangkah meninggalkan Janna

"Hmmm... Gitu ya. Padahal aku bawa kabar baik nih. Tapi ya sudahlah"

Janna menunjukkan selebaran yang di dapatkannya pada Rara. Gadis berkuncir dua itu melirik dan menyambar selembaran itu.

"Ini serius ya, Jan?!"

Janna berpura-pura tidak mendengarkan. Diberjalan mendahului Rara. Rara mengejarnya, membentangkan kedua tangannya untuk menghentikan langkah Janna.

"Hmmm... Kepo juga kamu"

"Hehehe"

"Jadi???"

"Ikuuuut... Ikuuuut yaa... "

"Yakiin, Ra?!"

"100 persen yakin"

"Emak gimana?"

"Eh ... "

Aiih... Rara baru sadar kalo emak tau dia ikut acara seperti itu, bakal kena amuk dua hari dua malem. Tapi yang namanya sudah suka dan mendarah daging, Rara tak bisa di larang. Dia tetap ikut audisi nyanyi antar sekolah di kecamatan nanti.

"Jan ..."

"Ada apa?"

"Nanti temani aku mendaftar ya"

"Okelah"

Janna menuruti kemauan sahabatnya itu. Rencananya sepulang sekolah nanti mereka akan menunju kantor kecamatan untuk mendaftarkan diri.

******

Sepulang sekolah mereka langsung menuju kantor kecamatan. Sesampai nya disana bukan main panjang nya antriannya. Mereka harus menunggu selama 2 jam untuk mendapatkan formulir pendartaran.

"Dengkul ku rasa mau copot, Ra. ueeedaaan .... antriannya luar biasa. Yakin mau bisa menang nih. Saingannya banyak loh"

"Apa salahnya kalo dicoba dulu. Urusan menang kalah itu urusan belakangan"

"Weiiits ... Percaya diri sekali kamu ni"

Rara menunjukkan jempolnya.

Tiba-tiba para peserta histeris melihat sebuah mobil berhenti di halaman. Seorang pemuda ganteng turun dari mobil. Semua perempuan yang ada disitu makin histeris.

Joe Simon. Penyanyi remaja pendatang baru yang sedang mengadakan tour single pertamanya ke kampung mereka.

"Waah... Ganteng nya poolll"

"Ganteng?? Biasa aja tuh", gumam Rara menimpali ucapan sahabatnya yang notabene adalah penggemar Joe.

"Ahh... ", Janna mengambil kertas dan pulpen dari dalam tas nya. Lalu berbaur bersama gerombolan gadis-gadis yang sibuk minta tanda tangan si artis.

*****

Audisinya baru akan dimulai hari Sabtu nanti. Rara harus mencari alasan untuk bisa ikut dan terbebas dari tugasnya di warung makan.

Emak pasti marah aku ikut audisi ini, pikirnya. Menjelang audisi, Rara lebih rajin lagi bekerja di warung. Tentu saja dengan satu tujuan, yaitu mendapatkan izin untuk ikut audisi.

"Aiiih... tumben kamu semua pekerjaan selesai tanpa ada kecerobohan"

"Hehehe..."

Emak memegang dahi Rara, lalu menempelkan tangannya ke dahinya. Anak ini sedang tidak demam pikir emak.

"Apaan sih, Mak"

"Aneh aja. Biasanya kamu paling susah kalau di mintai tolong. Selalu saja ada alasan"

Walah, si emak mulai curiga nih. Emang dasar naluri emaknya paling TOP. Tapi bukan Rara kalau bisa diam saja. Dia tak mau kehilangan kesempatan. Impiannya adalah tampil disebuah panggung besar, dengan lampu-lampu yang bersinar terang disaksian puluhan bahkan ribuan pasang mata.

Bagi emak menjadi artis akan merusak masa depannya. Karena banyak sekali artis-artis yang sudah terkenal terjerat kasus narkoba, perselingkuhan bahkan pembunuhan. Emak tak mau Rara hancur di dalam kerasnya kehidupan kota.

******

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!