NovelToon NovelToon

I LOVE MY UNCLE

Bab 1- pengenalan

I love my uncle

Jody adalah murid Michelle ketika dia menjadi guru les piano. Saat itu Jody adalah anak yang pendiam, di umurnya yang baru menginjak tujuh tahun, ibunya bunuh diri karena tekanan batin yang di sebabkan oleh ssang ayah yang tidak bertanggung jawab. Merasa kasihan, akhirnya Jody diangkat menjadi adik oleh Michelle atas persetujuan sang suami yaitu Jimmy.

Lambat lalun Michelle mempunyai seorang putri bernama Jovanka. Jody yang merasa bahagia dngan kehadiran bayi mungil itupun berjanji akan terus menjaga serta menyayangi gadis itu dengan sepenuh hatinya.

"Dia menggenggam jariku!" teriak Jody kegirangan ketika melihat tangan kecil Jovanka memegang jari telunjuk Jody.

Michelle yang melihatnya pun tersenyum dan dia berkata pada Jody. "Itu tandanya Jovanka menyukaimu. Berjanjilah kelak kau akan menjaganya dan selalu menyayanginya!" pinta Michelle.

"Tentu saja, Jovanka akan selalu jadi kesayanganku," sahut Jody penuh semangat.

Jimmy yang mendengar percakapan Michelle dan Jody pun mendekat. Dia merangkul pinggang istrinya itu dan memeluknya.

"Sepertinya bayi mungil kita sudah punya bodyguard," goda Jimmy.

Jody hanya tersenyum, dia masih memperhatikan tangan mungil yang menggenggam jarinya.

_

_

_

_

_

_

Pada akhirnya semua berjalan seperti seharusnya, Jovanka kecil kini tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik dan menawan, siap membuat patah hati setiap pemuda yang menginginkannya. Kini hari-hari mereka diisi dengan kasih sayang dan kebahagiaan, Jovanka yang tidak pernah kekurangan kasih sayang dan perhatian itu pun tumbuh menjadi gadis yang keras kepala dan manja. Semua orang yang ada di sekitarnya begitu menyayangi gadis itu.

inilah awal cerita kehidupan Jovanka di mulai, gadis cantik nan menawan itu siap terjun ke dunia yang penuh lika-liku kehidupan, jatuh bangun dalam percintaan menelan pahit dan manisnya hidup, dimana Jovanka yang tumbuh dewasa tanpa sadar telah jatuh cinta ada paman yang selalu menyayangi dirinya sejak kecil.

......_......

..._...

..._...

..._...

..._...

..._...

Hiruk pikuk percakapan serta sorak Sorai terdengar di sana sini, balon, bunga-bunga tampak terpajang di sepanjang Ballroom sebuah Hotel. Hari ini adalah hari kelulusan, acara itu diadakan di Ballroom sebuah Hotel, semua persiapan sudah selesai. Para tamu, orang tua serta siswa pun sudah hadir disana.

"Dimana dia? Dimana anak bandel itu!" keluh Michelle bertanya pada Jimmy.

"Dia pasti datang, tenang saja sayang," ucap Jimmy mencoba menenangkan Michelle yang sedari tadi tampak gelisah.

Hari ini adalah hari kelulusan bagi Jovanka, akhirnya setelah empat tahun menimba ilmu di perguruan tinggi Jovanka pun bisa lulus dengan nilai yang memuaskan.

"Kenapa putriku itu menjadi keras kepala sepertimu?" tanya Michelle yang masih terlihat cemas jika putrinya tidak muncul ketika pengesahan kelulusannya.

"Eh ... Kenapa menyalahkanku?" tanya Jimmy.

"Iya tentu saja, ia itu keras kepala sepertimu, kalau saja tadi pagi kamu tidak membiarkannya pergi duluan, dia pasti ada disini," gerutu Michelle.

Michelle tampak menengok ke arah depan belakang juga samping, mencoba mencari keberadaan putrinya. Jimmy hanya menghela napas, meski mereka sudah tidak lagi muda, tapi sikap Michelle bagi Jimmy sama seperti saat mereka muda.

Disisi lain di atap gedung Hotel, terlihat seorang gadis muda yang tengah berdiri di bawah teriknya matahari tanpa ada rasa takut sinar matahari membakar kulitnya. Gadis dengan gaun biru muda itu tampak menikmati embusan angin yang menerpa wajahnya, membuat rambutnya bergoyang ke kanan dan kiri, tangannya ia buka lebar seakan siap menerima terpaan yang terus menghampirinya.

"Jo! Astaga Jovanka, apa yang kamu lakukan disini?" tanya seseorang berteriak pada gadis itu.

Ya gadis itu adalah Jovanka Auristela putri Jimmy dan Michelle. Jovanka sepertinya menuruni sifat kedua orangtuanya, pembangkang, dingin dan keras kepala.

Jovanka yang mendengar suara panggilan itu pun langsung menoleh ke arah suara itu berasal.

"Ayolah, Jo! Acaranya akan segera dimulai!" ajak pemuda yang sudah berdiri di hadapan Jovanka.

"Apa pamanku datang?" tanya Jovanka.

"Paman Jody?" tanya Aiden.

Aiden adalah putra Livia dan Juan, ia seperguruan serta satu jurusan dengan Jovanka, hari ini mereka sama-sama merayakan kelulusan mereka.

"Siapa lagi?" tanya Jovanka balik.

Aiden hanya menggelengkan kepalanya, menandakan jika orang yang diharapkan Jovanka tidak datang.

"Awas kamu paman! Kamu membohongiku!" gerutu Jovanka.

Aiden hanya bisa menghela napas melihat sikap gadis yang umurnya lebih muda beberapa bulan darinya. Aiden menyayangi Jovanka seperti adiknya sendiri, karena mereka tumbuh bersama. Aiden tahu jika Jovanka sangatlah manja terutama pada pamannya.

"Ya sudah, lebih baik kita turun dulu. Siapa tahu pamanmu sudah datang," bujuk Aiden.

Jovanka menghela napas dengan wajah kesal, akhirnya ia bersedia turun bersama Aiden menuju ballroom.

*

*

*

*

*

*

*

VISUALISASI PEMERAN I LOVE MY UNCLE

Nama: Jovanka Auristela(21thn): pemeran utama wanita. Putri Michelle dan Jimmy, si cantik yang keras kepala dan manja, sangat menyayangi Jody melebihi rasa sayangnya pada kedua orangtuanya.

Nama: Jody (29thn): Pemeran utama pria, Jody adalah adik angkat Michelle dan bisa di bilang paman Jovanka, pria lembut yang penuh kasih sayang. Namun akan seperti singa jika orang yang ia sayangi tersakiti.

Nama: Aiden(22thn): Aiden adalah putra Juan dan Livia, dia adalah teman Jovanka sejak kecil. Aiden adalah pemuda yang sangat penyabar dan baik hati.

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

...Mohon Bantuannya ya...

...Bantu like Koment meski sekedar up...

...Like Koment kalian berarti buat Autor...

...Terimakasih...

...😘😘😘...

Bab 2- Paman tersayang

Michelle yang masih cemas menunggu putrinya datang pun terlihat lega ketika putrinya datang bersama Aiden. Michelle paham jika hanya Aidenlah yang bisa menemukan putrinya itu.

Begitu Jovanka berada di hadapan mamanya, telinganya langsung ditarik oleh Michelle yang kesal dan khawatir.

"Ma! Ma! ouch sakit!" pekik Jovanka seraya memegangi telinganya yang memerah karena Michelle.

"Sudah tahu sakit! Dari mana saja kamu?" tanya Michelle yang kesal.

Jovanka menggosok-gosok telinganya dengan bibir yang sudah ia monyong 'kan karena kesal mamanya itu menarik telinganya.

"Sudahlah sayang, ini hari bahagia untuknya, kenapa harus marah-marah?" tanya Jimmy yang mencoba menenangkan istrinya itu.

"Terus! Terus saja bela dia," gerutu Michelle.

"Maaf, Ma!" Jovanka memelas seraya memeluk mamahnya yang masih kesal.

Michelle selalu merasa luluh jika putrinya itu memeluknya, hal itu bisa meredakan amarahnya.

Aiden yang sedari tadi mengamati satu keluarga itu pun hanya bisa tersenyum. Ia pun pamit untuk kembali ke meja di mana orangtuanya duduk.

Acara kelulusan itu berlangsung dengan lancar hingga akhir acara. Namun, Jovanka tampak tidak senang karena seseorang yang ia harapkan datang tidak berada disana.

***

Setelah kembali ke rumah Jovanka langsung masuk kedalam kamarnya karena lelah, ia melepas Highheel yang ia kenakan serta melemparnya begitu saja karena rasa kesal.

"Apa-apaan coba, katanya mau datang dan pasti datang ternyata hanya omong kosong," gerutu Jovanka sedikit mencebik kesal.

Jovanka meraih resleting gaunnya hendak menurunkan, hingga seseorang bicara dalam kamarnya.

"Kau ini memang tidak waspada, ya!" Suara pria terdengar disana.

Jovanka tertegun mendengar suara yang ia kenal, gadis itu secepat kilat membalikkan tubuhnya menengok ke arah suara itu, tanpa menyadari jika resleting gaun yang baru saja ia turunkan belum dinaikkan lagi.

"Paman! Dasar kau, menyebalkan!" teriak Jovanka seraya berlari ke arah Jody yang berdiri di dekat jendela.

Tanpa basa-basi Jovanka memeluk pamannya itu, ia kesal juga senang. Jovanka begitu menyayangi Jody, karena sejak kecil Jodylah yang selalu ada untuknya.

Jody membalas pelukan Jovanka, ketika ia menyadari gaun gadis itu tidak tertutup rapat, Jody pun segera menaikan resleting gaun Jovanka.

"Dasar gadis ceroboh! Jika ada pemuda yang melihatmu dengan gaun terbuka seperti ini, apa yang akan mereka pikirkan, hah!" Jody melirik pada Jovanka yang masih memeluknya.

Jovanka baru sadar, ia pun segera melepaskan pelukannya serta mengecek resleting yang sudah dinaikan oleh Jody. Jody hanya tersenyum melihat ekspresi Jovanka.

"Hump! Ini semua karena Paman, aku kesal padamu!" Seketika ekspresi Jovanka berubah ketika mengingat rasa kesalnya.

"Owhh ... marah padaku, ya! Ya, sudah aku kembali saja ke London. Susah payah mencuri waktu agar bisa kesini, tapi hanya mendapatkan caci makian, ya sudahlah!" keluh Jody.

Jody yang hanya berpura-pura mengeluh pun bersiap untuk beranjak pergi dari kamar Jovanka.

"Hei! Siapa yang menyuruhmu pergi! Stop! Berhenti disana!" teriak Jovanka.

Jody terlihat sedikit tersenyum, ia tahu Jovanka tidak akan membiarkannya pergi begitu saja. Jody berbalik lagi, tetapi ia menghilangkan senyum di wajahnya.

"Katanya kesal denganku! Ya sudah aku pergi saja agar kau tidak kesal," kata Jody santai.

"Paman! Kau menyebalkan," gerutu Jovanka yang menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.

Jody sudah tidak tahan ingin tertawa ketika melihat ekspresi marah Jovanka yang menurutnya sangat imut dan lucu.

"Pufftt," Jody sudah tidak bisa menahan tawanya itu.

Jovanka menatap ke arah Jody dengan rasa heran, kenapa pamannya itu malah tertawa, alhasil Jovanka tambah kesal lagi. Gadis itu membalikan tubuhnya menatap ke arah jendela, kedua tangannya ia lipat di depan dada dan tentu saja tak lupa ia menggelembungkan pipinya karena kesal.

Jody yang melihat sikap Jovanka itu pun semakin gemas, ia berjalan mendekat ke arah Jovanka, tangan kanannya merogoh ke dalam kantong kemeja. Begitu sampai di belakang Jovanka Jody langsung memasangkan sebuah kalung di leher Jovanka.

"Selamat atas kelulusannya ya!" bisik Jody.

Jovanka yang menyadari hal itu pun sangat terkejut, tangan kanannya tampak memegang liontin berinisial 'J' yang tergantung di lehernya, muncul sedikit senyum di bibirnya, tapi secepat kilat ia menghilangkan senyuman itu dan berbalik menghadap ke arah Jody dengan wajah kesal.

"Hump! Apa Paman kira dengan memberiku ini aku tidak akan jadi marah!" ucap Jovanka yang pura-pura kesal.

"Tidak suka ya! Jadi apa yang harus aku lakukan agar gadis kesayanganku ini tidak marah," goda Jody seraya mencubit pelan hidung Jovanka.

Jody tahu jika Jovanka hanya berpura-pura marah kepadanya, karena ia tahu betul bagaimana sifat Jovanka.

"Yakin mau tahu cara agar aku tidak marah lagi?" tanya Jovanka yang melipat lagi kedua tangannya di depan dadanya.

Jody hanya menganggukkan kepalanya manja, mengikuti drama yang dimainkan oleh keponakan kesayangannya itu.

"Oke, aku mau mandi dulu, setelah itu Paman harus ikut semua kataku!" perintah Jovanka.

"Siap bos!" sahut Jody dengan senyum di wajahnya.

Jody pun keluar dari kamar Jovanka. Jovanka yang merasa senang melompat-lompat kegirangan, kebahagiaannya datang bersamaan, selain mendapatkan gelar sarjananya ia mendapatkan hadiah dari paman kesayangan juga.

***

Jody berjalan menuruni anak tangga, di ruang keluarga ia melihat Michelle dan Jimmy yang tengah duduk disana.

"Hai kak!" sapa Jody pada Michelle seraya mencium kening kakak kesayangannya itu.

Michelle dan Jimmy heran Jody berada di sana, karena mereka tidak tahu kapan Jody datang.

"Kapan kau pulang?" tanya Michelle.

"Satu jam yang lalu," jawab Jody seraya duduk di hadapan kedua kakak angkatnya itu.

"Satu jam yang lalu? Kenapa tidak ke Hotel menghadiri acara kelulusan Jovanka, kau tahu kan bagaimana dia!" ujar Michelle.

"Karena itu kak, aku tidak kesana, jika aku ke sana bisa-bisa Jovanka menggila di sana," jawab Jody.

Michelle dan Jimmy langsung bisa menangkap maksud perkataan Jody, mereka pun hanya bisa menggelengkan kepala.

"Ya sudah, yang penting kamu datang," sambung Jimmy.

Jody menganggukan kepalanya. Selama ini Jody tinggal bersama Nathan di London setelah ia selesai dengan pendidikannya untuk mengurus bisnis milik keluarga Michelle. Karena itu Jovanka sangat kehilangan Jody setelah kepergian pemuda itu ke London.

"Aku disini hanya untuk beberapa hari, karena aku harus segera kembali," kata Jody.

"Kamu baru datang dan sudah membahas untuk pergi. Jika Jovanka mendengar ini dia pasti akan marah," ucap Michelle.

"Kalau begitu jangan sampai dia tahu, aku sudah berjanji padanya untuk menuruti segala permintaannya sebagai hadiah kelulusannya," kata Jody lagi.

"Kau ini terlalu memanjakannya," protes Michelle.

Jody hanya tersenyum mendengar perkataan Michelle, dari awal kehadiran Jovanka di kehidupannya ia berjanji untuk terus memberikan perhatian dan kasih sayang yang lebih untuk Jovanka, karena itu ia akan terus memegang janjinya itu.

*

*

*

*

*

*

*

...Mohon Bantuannya ya...

...Bantu like Koment meski sekedar up...

Like Koment kalian berarti buat Autor

...Terimakasih...

...😘😘...

Bab 3- Pesta perpisahan

Jovanka mengajak Jody kesebuah pesta perpisahan yang di adakan teman-teman se Alumninya. Pemuda itu tampak mengerutkan dahi ketika tahu tempat yang mereka tuju.

"Kalian mengadakan pesta di Bar! Apa mamahmu tahu?" tanya Jody melirik ke arah Jovanka.

"Aku tidak akan mabuk, lagi pula ini hanya sekali, Paman jangan beritahu mamah, ya!" pinta Jovanka dengan nada manja.

Jody hanya menghela napas seraya memijat keningnya sendiri ketika tahu kelakuan keponakannya itu. Jovanka melingkarkan tangannya ke lengan Jody, kemudian ia mengajak masuk kedalam Bar.

Di sana mereka masuk ke sebuah ruangan khusus yang sudah di pesankan untuk mereka berpesta. Jody merasa tidak nyaman disana ketika semua mata tertuju padanya, bukan karena dia paling tua atau dia bukan alumni kampus mereka. Namun karena tatapan terpesona terhadap wajah tampan Jody.

Tapi demi Jovanka, Jody rela menjadi pusat perhatian teman-teman Jovanka. Tidak sedikit dari mereka yang berusaha duduk di sebelah Jody untuk sekedar mengajak pria itu minum.

"Aku ke toilet sebentar." Pamit Jovanka.

Jody hanya menganggukkan kepala. Begitu Jovanka pergi semua gadis disana mengerumuni Jody, membuat pemuda itu salah tingkah. Bak raja yang di layani oleh para selirnya, Jody ditawari ini itu, dari minuman makanan hingga buah membuat Jody benar-benar tidak bisa berkutik.

"Eh siapa pria disana?" tanya salah satu pemuda yang duduk di sebelah Aiden.

Aiden juga hadir disana, tentu saja selain ia salah satu Alumni kampus mereka, Bar itu juga milik ayahnya, sedari tadi ia tidak bisa mendekat dan menyapa Jody karena pria itu terus dikerumuni para gadis.

"Itu paman Jovanka yang tinggal di London," jawab Aiden.

Aiden menenggak habis minuman di gelas slokinya, ia kemudian turun dari kursi serta menghampiri Jody.

"Hai, Paman! Apa kabar?" sapa Aiden.

"Aiden, baik!" balas Jody.

Melihat Aiden disana Jody merasa terselamatkan, Jody pun bermaksud untuk berdiri menyapa Aiden. Namun siapa sangka para gadis disana sangat brutal, Jody langsung begitu saja dirangkul serta di seret ke lantai Dansa dengan dikerumuni oleh beberapa gadis, Jody tidak bisa berkutik. Aiden yang melihat pemandangan itu hanya bisa menghela napas melihat tingkah bar-bar para gadis itu.

Jovanka yang baru saja kembali dari kamar mandi sangat terkejut melihat pamannya yang berada di lantai dansa dengan beberapa gadis disana. Ia mencoba untuk mengeluarkan pamannya dari sana, tetapi di halangi oleh gadis lainnya.

Jovanka yang kesal pun duduk dengan bersungut di sofa di mana dia tadi duduk dengan Jody, ia terus menatap ke arah Jody yang terus dan semakin banyak dikerumuni para gadis. Tanpa sadar Jovanka terus meminum minuman yang tersedia di meja, Aiden yang mengetahui itu berusaha untuk mencegahnya.

"Hei! Cukup! Kau bisa mabuk!" cegah Aiden berusaha mengambil gelas dari tangan Jovanka.

Jovanka yang tidak memperdulikan perkataan Aiden menepis tangan pemuda itu, ia terus saja minum dan minum. Tatapan mata Jovanka tak lepas dari Jody, ia merasa kesal dan marah jika pamannya itu bersama gadis lain.

Jody yang menyadari sikap Jovanka itu mencoba untuk keluar dari lantai dansa, tetapi di hadang oleh beberapa gadis yang ada disana.

"Maaf, biar saya keluar dulu," pinta Jody sopan, seraya berusaha menerobos barikade gadis-gadis.

Tapi permintaan Jody tampaknya tidak di indahkan oleh para gadis yang beberapa memang sudah terpengaruh oleh alkohol.

Jovanka sudah benar-benar kesal, ia menenggak minuman terakhir di gelasnya, kemudian ia tiba-tiba saja melepas jaket jeans yang ia kenakan hingga terlihat jelas ia hanya memakai Tank top dan Layered skirt membuatnya terlihat begitu seksi.

Jovanka berjalan menuju kerumunan para gadis itu, merangsek masuk agar bisa menggapai Jody.

"Minggir, hoi!" bentak Jovanka yang sudah terpengaruh alkohol.

Para gadis itu tiba-tiba saja mengikuti kata Jovanka, mereka satu persatu memberi jalan pada Jovanka serta hanya memandang gadis itu menghampiri Jody.

Aiden yang melihat hal itu hanya bisa memegangi keningnya sendiri, karena ia tahu bagaimana kelakuan Jovanka jika sudah terpengaruh alkohol. Jody yang menyadari hal itu pun menatap tajam ke arah Jovanka yang sudah berada di depannya, bau alkohol dari napas gadis itu sudah tercium jelas hingga ke hidung Jody.

Jovanka langsung melingkarkan kedua tangannya ke leher Jody, mencoba mengajak pamannya itu berdansa, tapi Jody hanya menatap Jovanka dengan perasaan tidak senang.

"Hei, Paman! Kenapa diam! Tidak mau berdansa denganku, ya!" Jovanka mulai meracau.

Jovanka sudah tidak bisa berdiri dengan tegap, ia terlihat sedikit sempoyongan.

"Kamu mabuk! Ayo pulang!" ajak Jody seraya melepaskan kedua tangan Jovanka dari lehernya.

Jody menarik tangan Jovanka bermaksud membawa gadis itu pulang. Namun Jovanka langsung menepis tangan Jody serta menolak untuk pergi, gadis itu pun mulai meracau lagi.

"Hey ... Paman! Kau asyik berdansa dengan para gadis itu! Sekarang aku mengajakmu berdansa kau malah menyuruhku pulang! Apa aku ini kurang cantik sampai berdansa denganku saja kau tidak mau!" ujar Jovanka seraya memukul-mukulnya pelan dadanya sendiri.

Jody menatap tajam ke arah gadis yang sudah mabuk itu, ia maju satu langkah ke arah Jovanka yang sudah tidak bisa berdiri dengan seimbang.

"Pulang tidak?" tanya Jody.

Jovanka menggelengkan kepalanya, jari telunjuknya ia goyangkan di depan wajah Jody, "no ... no ... no!"

"Yakin?!" tanya Jody lagi.

Jovanka memejamkan matanya seraya mengangguk-anggukkan kepala. Jody menghela napas, tanpa kata dan permisi Jody membopong tubuh Jovanka begitu saja, Jovanka yang setengah sadar pun memberontak tidak ingin pulang, sesekali ia memukul bahu pamannya itu agar menurunkan dirinya.

"Hey, Paman! Turunkan aku! Aku masih mau berdansa!" bentak Jovanka

Jody tidak menggubris perkataan Jovanka, ia langsung membawa keponakannya itu keluar dari ruangan. Seisi ruangan tampak memperhatikan mereka, Aiden yang disana pun langsung memungut jaket milik Jovanka dan mengekor pada Jody.

"Heh ... Paman kau curang, aku membencimu," racau Jovanka lagi.

Jody langsung memasukan Jovanka ke mobil serta memasangkan seat belt pada Jovanka. Jovanka yang mulai kehilangan kesadaran pun sudah berhenti meracau, matanya mulai terpejam hal itu membuat Jody sedikit tenang.

"Dasar gadis ini! Benar-benar!" keluh Jody memegangi keningnya.

"Paman! Ini jaket milik Jo," kata Aiden seraya menyerahkan jaket itu.

"Terimakasih, kau mau ikut pulang sekalian?" tanya Jody.

"Tidak, aku bawa mobil sendiri. Lagi pula Bar ini kan milik ayahku," jawab Aiden seraya menggaruk-garuk kepalanya.

"Owh ... pantas," gumam Jody.

"Ya sudah aku akan membawa jova pulang terlebih dahulu," Jody pamit.

Jody pun masuk ke mobil serta segera meninggalkan tempat itu. Aiden tampak memperhatikan hingga mobil Jody berlalu pergi.

*

*

*

*

*

*

*

*

...Mohon Bantuannya ya...

...Bantu like Koment meski sekedar up...

Like Koment kalian berarti buat Autor

...Terimakasih...

...😘😘😘...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!