Pengenalan Karakter
Aidan Wijaya
Seorang anak yang di adopsi oleh sepasang keluarga konglomerat yaitu Arghatama Putra Wijaya dan Mentari Malatta. Aidan merupakan anak seorang wanita malang yang dibutakan oleh cinta yang salah dengan mencintai Argha yang pernah menjadi temannya di Universitas. Selain itu, Ria menjadi korban ambisi Brmantyo, Ayah Ria yang serakah akan harta kekayaan dan selalu mengahalalkan segala cara demi mencapai ambisinya.
Argha yang telah memiliki istri tidak pernah membalas cinta dari Ria. Pada suatu hari, Ria menjadi korban pemerkosaan seorang lelaki asing yang menjadi musuh besar keluarga Argha. Ria meninggal dunia ketika melahirkan anak yang merupakan hasil dari pemerkosaan dan karena sesuatu hal, pasangan Argha dan Mentari sulit mendapatkan keturunan, akhirnya Anak Ria di adopsi oleh pasangan Argha dan Mentari yang kemudian di beri nama Aidan Wijaya.
Aidan tumbuh cepat dan menjadi anak yang jenius sejak kecil. Kedua orang tua angkatnya, tak pernah pilih kasih terhadapnya meskipun telah memiliki keturunan tiga tahun setelah kehadiran Aidan. Saat ini, bisa di bilang, Aidan menjadi penerus Argha dalam mengelola perusahaannya. Kemampuan Aidan mengelola perusahaannya tidak perlu di ragukan lagi, bahkan bisa dikatakan lebih baik dari kedua orang tua angkat nya.
Hanya saja, Aidan memiliki kekurangan dalam penampilan nya yang memang kurang ia perhatikan. Akibatnya, Aidan di juluki oleh orang-orang di sekitarnya sebagai Mr. Culun.
Thoriq Wijaya
Beda hal nya dengan Aidan, Thoriq merupakan putra kandung dari pasangan Argha dan Mentari. Thoriq tumbuh menjadi lelaki pekerja keras dan selalu mengutamakan kesempurnaan dalam segala hal, termasuk dalam penampilan nya sehingga ia dijuluki Mr. Perfect. Berbeda dengan Ayah dan Kakak angkatnya, Thoriq sama sekali tidak tertarik dengan dunia bisnis, Thoriq dewasa menjelma menjadi seorang entertainment sejati. Nama Thoriq Wijaya saat ini sangat terkenal sebagai Aktor papan atas yang memiliki segudang prestasi.
Banyak wanita-wanita cantik dari kalangan Aktris maupun para pengusaha wanita muda yang berlomba untuk mendapatkan cinta Thoriq. Hanya saja, Thoriq tidak pernah serius dalam menjalin hubungan percintaan dengan wanita-wanita yang selama ini dekat dengannya, karena menurutnya, para wanita itu hanya mengejar popularitas dan kekayaan yang ia miliki.
Luna
Luna adalah putri semata wayang dari pasangan Fino dan Inara. Selama puluhan tahun, Fino dan Inara masih menjalankan tugas mereka untuk mengabdi kepada keluarga Argha. Pada akhirnya, Fino yang merasa banyak berhutang budi kepada keluarga Wijaya, memutuskan untuk menjadikan Luna seperti dirinya. Meskipun Luna seorang perempuan, Fino telah mengajarkan nya ilmu bela diri dan ketahanan fisik sejak kecil, oleh karena itulah Luna tumbuh sebagai seorang wanita tomboi yang berpenampilan seperti laki-laki. Sejak lulus sekolah menengah atas, Fino menyekolahkan Luna di Universitas terbaik di Luar Negeri untuk belajar mengelola perusahaan dengan baik, dengan harapan, kelak Luna akan menjadi penerus kedua orangtuanya untuk menjadi asisten pribadi salah satu keturunan Argha dan Mentari.
Cantika
Tak seperti namanya, Cantika memiliki penampilan buruk dan jauh dari kata cantik. Cantika terlahir dari keluarga miskin dan serba kekurangan. Karena keterbatasan biaya, Cantika nyaris berhenti sekolah sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar, hanya saja, Cantika cukup beruntung karena ia akhirnya mendapatkan beasiswa dari donatur yang di kelola Dewan Sekolah untuk anak-anak berprestasi yang kurang mampu.
Cantika yang malang harus menerima kenyataan dirinya hanya bisa bersekolah hingga sekolah menengah atas saja. Cantika mencoba mengadu nasib di kota besar untuk melamar pekerjaan, akan tetapi latar belakang pendidikannya hanya mampu menjadikan Cantika sebagai Asisten Rumah tangga di kediaman keluarga Wijaya.
.
.
.
.
.
***
Pagi itu masih terasa hangat seperti biasanya. Selama kurang lebih dua puluh tiga tahun ini, Mentari sangat menikmati kehidupannya sebagai Ibu rumah tangga yang memilih mengurus suami dan kedua anak laki-lakinya.
"Nyonya, hidangannya sudah saya siapkan di meja makan." Ucap seorang pelayan yang membantu Mentari menyiapkan sarapan pagi ini.
"Terimakasih. Oya apa kau pelayanan baru? sepertinya aku baru pertama kali melihat mu. Siapa nama mu? Tanya Mentari kepada pelayan baru nya.
"Benar, Nyonya. Saya baru mulai bekerja hari ini. Ibu Kepala Pelayan menugaskan saya membantu Nyonya menyiapkan sarapan sekaligus memperkenalkan diri saya. Nama saya Cantika, Nyonya." Jawab Cantika.
Mentari sempat memperhatikan penampilan Cantika yang memang tak sesuai namanya, tetapi Mentari segera menepis pikirnya itu karena tidak ingin melukai hati pelayan barunya itu, "Baiklah, aku akan membangunkan anak-anak dan suami ku. Cantika boleh sarapan juga sebelum mengerjakan pekerjaan yang lain." Jawab Mentari lembut.
"Baik, Nyonya. Saya permisi kebelakang untuk sarapan bersama yang lain." Cantika yang telah menyelesaikan pekerjaan pertamanya kembali sebuah paviliun yang disiapkan khusus untuk tempat tinggal para pelayan di rumah itu.
Hari ini memang hari pertama Cantika bekerja di rumah kediaman Wijaya. Seorang teman yang merupakan tetangganya di desa, menawari Cantika untuk bekerja di rumah kediaman Wijaya ketika mengetahui ada lowongan untuk menerima pelayanan baru. Meskipun hanya sebagai seorang pelayan, Cantika sangat antusias menerima pekerjaan itu, karena selain gajinya yang cukup besar, para pelayan di sana selalu mendapatkan hari libur selama dua hari di setiap minggu nya. Dengan demikian, Cantika berharap dirinya dapat memanfaatkan waktu libur itu untuk bisa melanjutkan pendidikan nya untuk kuliah.
Hera yang merupakan teman sekampung Cantika segera menghampiri gadis itu ketika ia baru saja kembali dari rumah utama.
"Hei, bagaimana pekerjaan pertama mu membantu Nyonya tadi?" Tanya Hera.
"Aku bersyukur Nyonya ternyata sangat baik dan lembut, sehingga aku dapat menyelesaikan pekerjaan ku dengan mudah." Jawab Cantika.
Hera mengangguk setuju, "Ya, kau benar! Nyonya sangat baik dan selalu memperlakukan semua pelayan dengan sabar dan lembut. Oya, apa kau sudah sarapan?"
Cantika menggeleng, "Belum. Nyonya menyuruhku kembali kesini untuk sarapan, sebelum mengerjakan pekerjaan lainnya." Jawab Cantika.
"Baiklah, tunggu sebentar lagi sampai Nyonya Inara datang memberi arahan pagi ini, biasanya setiap senin pagi Nyonya Inara akan datang untuk membagikan tugas kepada kita." Hera menjelaskan beberapa kebiasaan yang terjadi di rumah itu.
Beberapa saat kemudian, pelayan senior memberitahu Cantika dan Hera untuk berkumpul dihalaman, untuk mendengarkan arahan dari Inara.
Inara memutuskan untuk tetap menjadi assisten pribadi Mentari meskipun kali ini pekerjaannya bukan di kantor melainkan membantu Mentari mengurus segala kebutuhan di rumah nya, termasuk memberi arahan dan membagi tugas para pelayan yang bekerja disana. Argha memutuskan untuk membuatkan rumah tinggal untuk Fino dan keluarganya tepat di sebelah rumah nya, sehingga Inara dan Fino selalu siap melayani kebutuhan mereka selama dua puluh empat jam.
"Selamat pagi semua, bagaimana pagi ini? Apa kalian masih semangat?" Sapa Inara kepada para pelayan yang telah berbaris rapi di hadapannya.
"Selamat pagi, Nyonya. Pagi ini kami tetap semangat dan siap memberikan pelayanan terbaik untuk keluarga Wijaya!" Para pelayan menjawab dengan jawaban hafalan setiap minggunya dengan serempak.
Inara mengangguk puas, "Bagus! Aku telah menyiapkan daftar tugas kalian semua untuk satu minggu kedepan ini Setelah sarapan nanti, ku harap tidak ada yang bermalas-malasan dan jalankan tugas kalian hari ini dengan baik, ya!" Inara memberikan beberapa lembar kertas kepada kepala pelayan untuk dibagikan kepada masing-masing dari mereka.
Bu Ratih yang merupakan kepala pelayan dirumah itu segera membagikan kertas yang diterimanya dari Inara.
Cantika ikut menerima selembar kertas itu dan segera membacanya, "Baguslah. Tugas ku hari ini sepertinya tidak terlalu sulit." Gumam Cantika setelah membaca berapa tugas yang ia terima.
***
Yeaaaayy akhirnya Season 2 sudah bisa kalian baca.
Untuk yang belum baca season 1, Author sarankan kalian membacanya terlebih dahulu, agar semakin gereget ketika membayangkan setiap adegan dalam novel ini.
Sebagai bentuk dukungan kalian untuk Author, berikan vote sebanyak-banyaknya yaa.
Jangan lupa biasakan menekan tanda jempol di setiap akhir Bab yang selesai kalian baca.
Semoga kalian menyukai cerita di season 2 ini. Jika ada saran dan kritik, boleh tinggalkan di kolom komentar kok, Author akan selalu membaca setiap komentar kalian.
Rencananya Author akan update sekitar 6 BAB dalam jangka waktu satu minggu sekali. Mudah-mudahan tak ada hambatan yah.
Selamat membacaaaaa... Hugkiss :*
"Hera, dimana teman mu?" Bu Ratih menanyakan keberadaan Cantika.
"Baru saja Cantika pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil, Bu. Jika Bu Ratih membutuhkan nya, aku akan memanggil nya untuk menghadap Ibu segera." Jawab Hera seraya menawarkan bantuan.
"Katakan saja padanya untuk menganti kan ku dan segera kembali kerumah utama, Nyonya dan keluarganya akan segera memulai sarapan, Cantika harus berada disana untuk melayani mereka." Bu Ratih yang sedang merasa kurang sehat meminta Cantika untuk menggantikan tugasnya.
"Baik Bu, akan aku sampaikan." Jawab Hera.
Hera segera berlari menuju kamar mandi, pintu kamar mandi masih terkunci, itu berarti Cantika masih berada di dalam.
"Cantika! Apa kau masih di dalam?" Hera berteriak sambil mengetuk pintu.
"Ya, tunggu sebentar! Aku akan segera keluar." Cantika bergegas menyelesaikan hajatnya, kemudian keluar dan menemui Hera, "Ada apa, Hera? Perutku terasa mulas tadi, jadi aku agak lama. Apa Bu Ratih mencari ku?" Tanya Cantika.
"Ya, Bu Ratih sedang sakit, dan kau harus menggantikan tugasnya. Bu Ratih meminta mu kembali kerumah utama untuk melayani Nyonya dan keluarganya ketika mereka sarapan." Tiba-tiba raut wajah Hera menjadi sedikit kecewa, "Sebetulnya, aku berharap aku saja yang ditugaskan kesana. Karena dengan demikian, aku bisa cuci mata dengan melihat si Mr. Perfect yang tengah menghabiskan sarapannya." Hera menyampaikan keinginannya.
Cantika mengerutkan dahinya, "Mr. Perfect? Siapa dia?" Tanya Cantika penasaran.
"Ah, sudahlah. Kau harus segera kesana atau Bu Ratih akan menghukum mu nanti! Dan ingat! Kau tidak boleh mengeluarkan suara atau mendengarkan percakapan mereka ketika mereka membicarakan sesuatu yang penting, kecuali jika mereka bertanya kepada mu. Itu adalah peraturan yang harus semua pelayan patuhi." Hera mengingatkan Cantika untuk segera menjalankan tugas nya dan memberi tahu beberapa peraturan yang harus Cantika jalani.
"Baiklah, aku pergi dulu!" Cantika berjalan sambil melambaikan tangannya kepada Hera.
"Beruntung sekali dia, karena bisa melihat pemandangan indah pagi ini."
.
.
.
.
.
.
Setelah yakin tak ada satu pun yang kurang di meja makan, Cantika berdiri beberapa langkah di belakang Mentari, sambil menunggu perintah selanjutnya.
Cantika melihat ada empat anggota keluarga yang tengah menghabiskan sarapan bersama.
.
.
.
.
"Aidan, Kau harus membiasakan diri untuk mengkonsumsi sayuran, Nak." Mentari menyodorkan mangkuk berisi sayuran kepada Aidan.
"Tidak Bu, Terimakasih. Aku sungguh tidak menyukai makanan itu." Aidan menolak dengan halus makanan yang diberikan Mentari.
Thoriq menggelengkan kepalanya , "Sini Bu, biar aku saja yang memakannya." Thoriq meminta mangkuk yang berada di tangan Mentari.
"Pantas saja kulit mu kusam begitu, kau hanya memakan daging dan tidak menyukai sayuran ataupun buah-buahan. Lihatlah kulitku yang putih berseri karena rutin mengkonsumsi nya!" Thoriq memamerkan kulit tangannya yang memang putih mulus seperti batu giok.
Aidan sama sekali tidak marah atas sindiran Thoriq dan malah tersenyum bangga, "Itulah kenapa kau menjadi Aktor paling populer saat ini. Seharusnya kau bersyukur karena jika aku memakan makanan itu, mungkin aku akan menjadi saingan terberat mu." Ucap Aidan meledek adiknya.
"Benarkah? Ibu, menurutmu, apa Kak Aidan akan setampan aku jika ia mau makan sayur dan buah?" Thoriq tak terima dirinya dibandingkan dengan Aidan si culun itu.
Mentari terkekeh, "Tadinya Ibu tidak yakin, tapi, karena kau baru saja mengatakannya, sepertinya itu mungkin." Jawab Mentari.
"Tapi, Ibu..." Thoriq berusaha kembali menyangkal tetapi suara Argha menghentikan kalimatnya, "Eh..eh, sudahlah! Habiskan makan kalian! Kenapa senang sekali mengobrol saat makan?" Argha menghentikan perdebatan kecil di antara mereka.
Mentari memanggil Cantika yang berdiri tak jauh di belakangnya.
"Cantika..."
"Saya, Nyonya." Cantika segera menghampiri Mentari.
"Ambilkan lagi sayuran nya untuk Thoriq!" Titah Mentari.
"Baik, Nyonya." Cantika segera mengambil mangkuk kosong yang ada di atas meja dan berniat mengisinya kembali.
Beberapa saat kemudian, datang seorang wanita yang berpenampilan sama persis seperti laki-laki, ia menggunakan setelan jas berwarna hitam lengkap dengan dasi di kerahnya, rambut pendeknya terlihat sangat rapi karena mengenakan minyak rambut yang biasa digunakan oleh pria.
"Luna? Sini sayang! Makanlah bersama kami!" Mentari menyapa Luna yang baru saja tiba dan mengajaknya sarapan bersama.
"Selamat pagi semuanya. Terimakasih Bibi, aku sudah sarapan di rumah. Karena jika tidak, Ibu tidak akan membiarkan ku pergi bekerja sebelum melakukannya." Jawab Luna.
Mentari mengangguk sambil tersenyum lembut, kemudian menoleh kearah Aidan yang tampak berdiri karena telah selesai dengan sarapannya.
"Ayah, Ibu, aku dan Luna berangkat dulu. Pagi ini kami ada rapat penting bersama klien." Aidan berpamitan kepada kedua orang tuanya kemudin menghampiri Thoriq dan mengacak-acak rambutnya, "Hei, Mr. Perfect! Bersiaplah untuk pekerjaan baru di depanmu, karena aku yakin hari ini aku akan memenangkan proyek besar itu." Ucap Aidan yang segera berlari sebelum menerima kemarahan adiknya.
"Kakak! Kau menyebalkan sekali! Sekali lagi kau menyentuh rambutku yang berharga ini, aku tidak akan mau membantu mu untuk menjadi brand ambassador produk baru mu itu!" Dengus kesal Thoriq kepada Aidan.
"Paman, Bibi, Luna pergi dulu. Dan ini minyak rambut keluaran terbaru untuk Mr. Perfect. Aku memang membeli dua botol, sepertinya berguna untuk merapikan rambut mu kembali." Luna memberikan botol minyak rambut yang ia bawa kepada Thoriq.
"Wah, aku menyukai ini. Terimakasih Luna, semoga hari mu menyenangkan bersama Mr. Culun atasan mu itu!" Sahut Thoriq yang masih sedikit kesal dengan Aidan.
"Wah mereka lucu sekali. Benar-benar keluarga bahagia." Gumam Cantika yang sejak tadi melihat pemandangan di depannya.
"Astaga! apa yang aku lakukan? aku tidak mendengar nya, sungguh aku tidak melihat dan mendengar apapun!" Cantika segera menepis pikirnya ketika ia mengingat peraturan untuk tidak pernah menguping ketika sedang bekerja.
Mentari tak sengaja melihat gelagat aneh Cantika, "Cantika, kau kenapa? apa kau sakit?" Tanya Mentari.
Cantika melebarkan matanya karena bingung harus menjawab apa, "Ti..tidak Nyonya, tidak apa-apa, saya baik-baik saja, Sungguh!" Jawab Cantika sedikit tergagap.
Mentari mengangguk, "Baiklah, kalau begitu, bantu aku merapikan meja makan ya!" Titah Mentari.
"Baik, Nyonya." Cantika menjawab dan segera bergegas membersihkan meja makan, sedangkan Mentari mengantarkan Argha yang hendak berangkat bekerja sampai ke halaman tempat mobilnya terparkir dan rupanya sudah tampak Fino yang menunggu nya disana.
Argha sejenak memperhatikan penampilan Fino, hingga membuat Fino salah tingkah dan mencari apa yang salah dengan penampilannya hari ini.
"Ada apa?" Akhirnya Fino memilih bertanya.
"Aku hanya penasaran, apa kau menggunakan minyak rambut yang sama dengan Luna?" Argha bertanya tetapi seperti berniat mengejek Fino.
Fino hanya menggeleng dan merasa tak perlu menjawab pertanyaan Argha.
"Kita sudah terlambat, Tuan!" Fino membukakan pintu mobil untuk Argha.
"Sayang, aku berangkat dulu. Aku akan cepat pulang karena tak ingin berlama-lama jauh dari mu." Argha berpamitan kepada Mentari dan mengecup kening istrinya itu.
"Hati-hati ya! Jangan lupa untuk menghabiskan bekal makan siang mu!" Mentari memberikan sebuah kotak yang berisi bekal makan siang yang biasa ia siapkan untuk Argha.
***
Sebelum scroll ke bawah, ayo tekan tanda jempol nya dan tinggalkan jejak di kolom komentar.
Setelah memastikan mobil Argha telah melewati ujung jalan, Mentari kembali masuk kedalam rumah. Mentari melihat meja yang tadi ia tinggalkan dalam keadaan berantakan saat ini sudah kembali rapi dan bersih.
"Anak itu cukup cekatan dan menyelesaikan pekerjaan nya dengan baik." Gumam Mentari memuji kinerja Cantika sambil memandangi punggung gadis itu yang saat ini sedang mencuci piring.
Tak lama kemudian Inara tiba dan terlebih dahulu menyapa Thoriq yang saat itu sedang santai sambil menonton televisi.
"Apa Mr. Perfect hari ini sedang libur dan tidak ada jadwal pekerjaan?" Tanya Inara kepada Thoriq.
Mr. Perfect! Begitulah Inara dan yang lainnya memanggil Thoriq.
"Aku ada jadwal pemotretan jam lima sore nanti, Bibi. Jadi sementara waktu aku bisa bersantai seperti yang Bibi Lihat." Jawab Thoriq.
Inara mengangguk, "Baiklah, semoga pemotretan nanti lancar ya! Kalau begitu, Bibi permisi menemui Ibu mu dulu." Inara meninggalkan Thoriq dan menghampiri Mentari yang sepertinya sedang melamun sambil memandangi seorang pelayan yang tengah mencuci piring.
"Kak Tari! Sedang apa disana?" Tanya Inara.
Semenjak hubungan Mentari dan Inara semakin dekat, Mentari melarang Inara memanggilnya dengan sebutan Nona dan lebih senang di panggil Kakak. Hubungan mereka memang sangat dekat layaknya sepasang kakak beradik, Mentari sangat bersyukur, selama ini Inara masih sangat setia menemaninya, jika tidak, mungkin saat ini Mentari akan sangat merasa kesepian karena orang-orang disekitarnya selalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Belum lagi, Argha yang semakin posesif dan tak mengijinkannya keluar rumah tanpa alasan yang jelas.
"Inara? Kau mengagetkan ku! Sejak kapan kau berada disana?"
Inara tertawa kecil, "Wah, rupanya Kak Tari betul-betul sedang melamun."
"Tidak! Sebetulnya bukan seperti itu. Aku hanya sedang memperhatikan pelayanan baru itu. Dia masih muda tetapi seperti sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah." Mentari menjelaskan apa yang tengah ia pikirkan. Sebetulnya Mentari sangat menyukai anak perempuan dan berharap sejak dulu bisa melahirkan adik perempuan untuk Thoriq dan Aidan, tetapi karena kondisinya, Mentari di nyatakan tak bisa hamil lagi oleh Dokter.
Entah kenapa, ketika Mentari memperhatikan Cantika, meskipun penampilan gadis itu bisa dikatakan culun dan jelek, akan tetapi Mentari langsung menyukainya. Ia seperti melihat gambaran Aidan versi wanita, mungkin karena gaya penampilan mereka hampir sama.
Inara hanya mengangguk, "Oya, hari ini waktunya belanja bulanan. Apa Kak Tari ingin meminta Bu Ratih yang melakukannya atau kita sendiri yang akan berbelanja? Inara mengingtkan Mentari, "Tetapi tentu saja jika kita yang pergi, kita harus siap dengan segala kekacauan yang mungkin akan terjadi" Lanjut Inara.
"Tentu saja kita yang akan melakukannya, bukankah kita bisa sekalian pergi ke salon dan berbelanja beberapa potong pakaian?" Jawab Mentari.
Begitulah mereka, selalu antusias jika menyangkut belanja bulanan, karena setelah selesai melakukannya, mereka akan menghabiskan waktu untuk merawat diri di salon kecantikan. Untuk Ibu rumah tangga seperti Mentari dan Inara, hal itu sangat menyenangkan, mengingat rutinitas mereka selama ini hanya di lakukan di dalam rumah.
Sebetulnya Mentari bisa pergi kapan saja jika ia mau, karena waktunya di rumah juga tidak terlalu sibuk dan semua pekerjaan telah di kerjakan oleh para pelayan, hanya saja, selama ini Argha semakin posesif terhadapnya. Argha tak mengijinkan Mentari keluar rumah jika tidak bersamanya, kecuali untuk belanja bulanan. Itu pun harus bersama Inara dan beberapa pengawal.
"Aku akan memberitahu suami ku terlebih dahulu. Kau tahu sendiri kan betapa posesif nya dia sekarang?" Mentari memutar bola matanya, membayangkan sikap Argha terakhir kali ketika dirinya keluar rumah tanpa meminta izin terlebih dahulu, hampir satu jam ia di interogasi seakan telah melakukan perselingkuhan.
Inara terkekeh, " Tentu saja Kakak, karena aku akan melakukan hal yang sama, meminta izin suami ku. Bukankah suami ku ibarat duplikat dari suami mu? Dia akan sama marahnya jika aku pergi tanpa memberitahu nya.
Mentari mengangguk, "Heemh, sana telepon Fino dulu! Agar kita berdua terlepas dari semua masalah dari para suami posesif itu."
Mentari dan Inara akhirnya tertawa geli ketika sama-sama membayangkan Argha dan Fino yang sering bersikap berlebihan hanya karena rasa cemburu atas kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan.
.
.
.
.
.
Argha bertanya kepada Fino setelah ia menerima panggilan dari Mentari, "Fin! Apa Inara menghubungi mu dan mengatakan ia akan pergi bersama istri ku?" Tanya Argha.
Fino mengangguk, "Ya, barusan Inara menghubungi ku. Mereka akan pergi berbelanja, Tuan." Jawab Fino.
Argha menganggukkan kepalanya, "Syukurlah dia tidak berbohong. Pantas saja kau seperti gelisah dan memikirkan sesuatu." Ucap Argha kemudian.
"Tidak, aku tidak gelisah. Tapi, jika Anda yang gelisah dan ingin aku menemani mereka, aku akan mengawal Nyonya agar tidak terjadi sesuatu dengan nya." Fino menawarkan diri untuk menemani Mentari dan Inara berbelanja.
"Melindungi Nyonya kepala mu? Pintar sekali kau mengambil kesempatan! Bilang saja kau juga takut jika istri mu macam-macam bukan?" Argha mendengus kesal.
"Telpon saja Luna! Minta dia yang menemani para wanita itu! Katakan pada Luna, jangan sampai mereka berbuat macam-macam!" Argha memerintahkan Fino untuk meminta Luna menemani Inara dan Mentari.
Fino tampak berpikir, "Tapi, bagaimana jika mereka mengajak Luna bekerjasama? Sepertinya lebih baik aku saja yang menemani mereka." Fino tetap kekeh menawarkan diri.
Argha mengangguk tanda setuju, "Dimana hari ini mereka berbelanja?" Tanya Argha.
"Di pusat perbelanjaan yang berada di daerah selatan, Tuan." Jawab Fino.
"Baiklah, selesaikan pekerjaan kita secepatnya! Kita akan menyusul mereka kesana!" Titah Argha.
Fino mengerutkan keningnya, "Kita?"
"Ya, kita. Apa perlu aku menjelaskan kita itu berarti kau dan aku?"
"Dasar munafik! Dia mengatai ku tetapi dia sendiri yang seperti itu." Fino mengumpat dalam hati nya.
***
"Lihatlah Istri ku! Bukankah dia masih terlihat seperti gadis dan tak tampak sudah memiliki anak-anak yang sudah dewasa?" Ujar Argha.
"Coba Tuan perhatikan Inara! Mungkin jika Inara dan Luna pergi bersama, semua orang tidak akan percaya jika mereka Ibu dan Anak karena mereka tampak seperti Kakak beradik." Fino menimpali.
Argha dan Fino sedang terhanyut oleh pikiran mereka masing-masing ketika setibanya mereka di salon tempat Mentari dan Inara berada.
Balasan dari Fino membuat Argha tersadar dirinya telah bertindak bodoh di tempat umum. "Hei, apa yang kau katakan?" Tanya Argha.
Fino ikut tersadar dan berusaha menyembunyikan perasaannya, "Tidak ada!" Jawab Fino singkat.
Inara yang pertama kali menyadari mereka sedang di perhatikan oleh dua laki-laki yang sudah tidak asing lagi memberi tahu Mentari, "Kakak, seperti biasa, lihatlah! Mereka benar-benar datang." Inara menunjuk kearah pintu dengan ekor mata nya.
Mentari menoleh dan melihat Argha dan Fino tengah berjalan kearah mereka.
"Ya Tuhan! Sampai kapan kita akan selalu di awasi, Inara?"
Inara mengangkat kedua bahunya, "Entahlah! Mungkin sampai kita punya cucu dan kulit kita sudah sepenuhnya mengkerut." Jawab Inara.
Bukan pertama kalinya Argha dan Fino datang menemui istri-istrinya yang tengah di salon. Mereka berdalih ingin ikut perawatan, karena memang salon yang biasa mereka datangi adalah salon untuk pria dan wanita.
***
Wkwkwk,,,mungkin diantara kalian yang baca cerita di atas ada yang geli atau jijik dengan ke-bucinan Argha dan Fino.
Mana ada yang seperti itu di dunia nyata Thor? kalau pengantin baru sih mending. Kalian pasti mau bilang gitu kan? Hayooo ngaku aja!
Ya gak apa-apa lah ya, namanya juga novel dan ini hanya sebatas kehaluan Author saja.hihi...
Sebelum scroll ke bawah, ayo tekan tanda jempol nya dan tinggalkan jejak di kolom komentar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!