NovelToon NovelToon

MAMI FOR US

PERTEMUAN PERTAMA.

NADIA RAHMADIANI

Gadis cantik dan periang berusia 25 tahun, yang selalu murah senyum dan ringan tangan, membuat semua yang melihatnya akan terpesona dengan kecantikanya.

Kecantikan gadis yang biasa di panggil NAD ini, dan menjadi gadis pujaan banyak santri wan, yang ada di pondok pesantren Al Buchori.

Namun siapa yang menyangka, gadis cantik yang periang ini pernah merasakan depresi dan sempat ingin bunuh diri, disaat musibah 7 tahun silam yang menimpa keluarganya dan penduduk di desanya.

Kehidupan Nadia sekarang hanya mengabdikan dirinya kepada pondok pesantren yang menjadi rumahnya sekarang ini.

🌹

Pagi ini Zidan sangat tergesa-gesa, yang seharusnya dia tidak tidur lagi setelah solat subuh berjamaah dengan ketiga putrinya, namun karen kantuk yang teramat, tanpa Zidan sadari dia tertidur di atas sajadahnya.

Pukul 5. 45, Zidan terbangun, sungguh sangat terlambat, karena hari ini ada meeting jam 7 pagi, dan harus berangkat jam 6.45, agar tidak terlambat.

Karena tergesa gesa, Zidan melupakan berkas berkas yang akan di bawanya pada pertemuan di desa x, yang akan membicarakan tentang pembebasan tanah, karena akan di bangun pabrik kerupuk. Produk yang menjadi andalan dari Brand yang membuat Zidan menjadi seperti ini.

Entah mengapa, pagi ini Zidan sangat merasakan akan terjadi sesuatu, tapi Zidan sendiri tidak tahu,apa itu.

Setelah sarapan, Zidan menyempatkan untuk menengok ke tiga putrinya, yang memang masih libur kenaikan sekolah.

Zidan memasuki kamar putri sulungnya, yang sudah kelas 1 SMP, Vania, nama yang cantik bukan? Dialah putri pertama yang sangat mendominasi wajah dari sang papa, wajah yang tegas, tapi lembut, dan tentunya cantik, dengan rambut bergelombang mirip mamanya.

Setelah mencium pipi putrinya, Zidan masuk ke dalam kamar putri keduanya, Vika, nama yang di berikan sang istri, karena mengenang saudari kembarnya, yang sudah lama meninggal, gadis yang berumur 11 tahun ini, memiliki raut wajah yang lemah lembut, yang mirip dengan sang mama, bahkan hampir menjadi kembarannya, karena saking miripnya.

Yang terakhir Zidan masuk kedalam sebuah ruangan besar, yang disana terdapat boneka yang sangat memenuhi ruangan, Zalfa, Putri bungsu dari Zidan ini masih berumur 6 tahun, Zalfa lah anak yang paling marah ketika sang mama tidak pernah menemui dirinya.

Sedangkan kedua kakak nya, sudah tidak perduli lagi dengan mamanya, karena rasa kecewanya melebihi rasa cintanya pada sang mama.

Setelah mencium ketiga putrinya, Zidan berjalan keluar, karena pagi ini harus ada meeting jam 7 pagi, dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 6.40, dalam benak Zidan semoga hari ini lancar dan tidak macet.

Dengan membaca basmalah, Zidan menstater mobilnya dan berdoa, demi keselamatan nya, dan perlahan meninggalkan rumahnya.

Tepat pukul 9 pagi meeting yang Zidan pimpin pun berakhir. Dengan penuh semangat seluruh tim yang akan menangani pembebasan tanah di desa X pun bergerak melaju menuju desa X yang sangat di impi impikan oleh Zidan.

🌹🌹

Pagi ini, setelah Nadia menyelesaikan memasak di dapur pondok pesantren, tugas yang dilakukanya adalah pergi ke pasar tradisional, untuk membeli keperluan pondok pesantren, yang sudah menjadi tanggung jawabnya selama 5 tahun ini.

Nadia berjalan menyusuri sepanjang jalan di dekat kantor kelurahan, sesaat Nadia terkejut, baju gamis yang dia pakai saat ini berubah menjadi hitam berlumpur, karena mobil yang melintas di jalan raya tersebut.

Nadia melempar batu pada mobil yang melintas.

Pletak....

Dengan cepat kilat mobil pun berhenti.

Seseorang keluar dari mobil, dan menghampiri Nadia yang sedang tersulut emosi.

Seseorang lelaki ganteng, yang memiliki kumis tipis, tinggi dan berbadan besar, bisa dilihat, dari umurnya, tampak sangatlah dewasa, walau seudah menginjak kepala 4, Zidan masih tampak gagah, bahkan lebih muda dari umurnya sekarang. Lelaki itu pun mengajak bicara Nadia yang memerah wajahnya karena marah.

" Maaf ya dek, kami terburu-buru, sehingga membuat baju adek jadi kotor." Ucap Zidan pada Nadia.

Nadia yang terkesima dengan penampilan Zidan pun, hanya bisa menelan salivanya, antara takut dan marah jadi satu, bahkan sangat kagum dengan kewibawaan Zidan yang tidak memandang rendah orang yang lebih di bawahnya.

"Maaf dek, ada yang bisa saya bantu?" Zidan melambaikan tangannya di depan Nadia.

Nadia yang terkejut pun kembali pada jiwa normalnya, menggelengkan kepalanya.

"Saya tidak apa-apa tuan, maaf telah melempar batu pada mobil anda?" Nadia menggigil, karena takut.

"Ah tidak apa-apa, mobil bisa di beli, yang penting adek tidak apa-apa, maaf membuat baju adek kotor, kalau boleh tahu, mau saya antar kembali ke rumah anda?"Tawar Zidan pada Nadia.

"Sebenarnya saya mau belanja ke pasar tuan, tapi tidak mungkin bila baju saya kotor seperti ini, berjalan di pasar, namun saya juga tidak mau ikut tuan, karena akan membuat mobil anda kotor tuan." Alasan Nadia pada Zidan.

"Tidak mengapa dek, mobil saya masih bisa di cuci, mari ikut saya, beri tahu alamat adek di mana?" sembari membuka pintu mobil untuk Nadia,

Nadia yang sedikit takut pun enggan untuk masuk ke mobil, takutl terjadi yang tidak-tidak padanya, melihat ada keraguan di dalam diri gadis di depannya, Zidan pun berkata." Adek jangan takut, aku tidak akan menculikmu." dengan pedenya Zidan berbangga diri.

"Kalaupun tuan menculik saya, pak Kyai akan bertindak padamu, dan masyarakat tidak akan memaafkan anda." Nadia masuk kedalam mobil.

"Antarkan saya ke pondok pesantren Al Buchori, pak Asep, saya akan meminta maaf langsung pada pak kyai Buchori." ucap Zidan pada supirnya yang berma pak Asep.

"Asiaaaap komandan, laksanakan." Pak Asep pun melajukan mobil menuju pondok pesantren.

Hanya butuh waktu lima menit saja untuk sampai di pondok pesantren Al Buchori, sehingga tidak membuat Zidan terlambat untuk meeting hari ini.

Setelah sampai di depan pondok pesantren Al Buchori, Nadia turun dan bergegas menuju pintu untuk Putri.

Dari dalam umi Nur sudah melihat Nadia yang turun dari dalam mobil, dengan bentuk wajah yang kotor dan baju penuh lumpur.

"Nok... la kamu kenopo? kok gelput mawut koyo ngono kui?" Tegur umi Nur pada Nadia.

"Niki mi, wau pas Bade Ten peken, wonten mobil, la Niki kecipratan." tunjuk Nadia ke seluruh tubuh nya, setelah mencium tangan umi Nur.

"O... alah, to wes kono ndang aduso, ngko tak kon kang Sarip seng pasar, awakmu istirahat wae Kono." Umi menyuruh Nadia masuk kedalam." sekilas umi mendengar suara ketukan di pintu utama, " la kae tamune Abah Dudu yo?" Gumam umi Nur.

Sebelum umi membukakan pintu, ternyata Abah Dul sudah membuka pintu untuk tamunya.

"Assalamualaikum Abah..." ucap Zidan pada Abah yang menjadi guru spiritualnya selama ini, bahkan perceraian yang telah diberikan oleh istrinya dahulu, sudah Zidan konsultasi kan pada Abah Dul.

"Waalaikum salam, kene kene mlebu, piye kabarmu le, wes suwe gak pernah mrene ta, wes nikah neh durung?" Pertanyaan yang selalu Abah Dul ucapkan pada Zidan, tap kali datang silaturahmi.

"Abah... bisa saja, oh ya Abah, maaf Zidan hari ini gak bisa lama, karena ada meeting di kantor kabupaten." Ucap Zidan pada Abah Dul.

"Gak po po le, aku Yo wes seneng, awakmu dolan mrene." tutur Abah Dul.

"Niki bah, Jane Kulo mriki, Ajeng nyuwun pangapuro... soale Kulo nembe kemawon, ngotori rasukane mbak mbak pondok mriki,seng Ajeng tindak Ten peken." terang Zidan pada Abah Dul.

"OOO... ngono ta, meski nanges bocah Iku Zidan, Yo wes lah, ngko tak kandanane, Ben gak nesu neh," jawab Abah dengan tegas.

"Nggeh menawi ngoten, Kulo pamit rumiyin bah, assalamualaikum."

"Waalaikum salam, kapan-kapan anakmu dijak mrene, Ben ngerti agomo sitek."

"Insyaallah Abah, mangke Kulo Beto mriki."

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱

Kene kene mlebu( Sini sini masuk)

Piye kabarmu le( Apa kabar kamu nak)

Wes suwe gak pernah mrene ta ( Sudah lama gak pernah kesini ya?)

Wes nikah neh durung ( sudah menikah lagi apa belum)

Gak po po le ( Gak apa apa nak)

Aku Yo wes seneng ( Aku sudah bahagia)

Awakmu dolan mrene ( Kamu sudah mau main kemari)

Niki bah, Jane Kulo mriki, Ajeng nyuwun pangapuro ( Begini bah, sebenarnya kedatangan sayakesini mau minta maaf )

Soale Kulo nembe kemawon, ngotori rasukane mbak mbak pondok mriki,seng Ajeng tindak Ten peken. ( Sebenarnya saya baru saja mengotori pakaian mbak mbak pondok Abah, yang mau pergi ke pasar)

ngono ta, meski nanges bocah Iku Zidan ( Begitu ya, pasti menangis anak itu Zidan.)

Yo wes lah, ngko tak kandanane, Ben gak bsenci neh,( Yasudahlah, nanti aku kasih tau, biar gak membenci)

OALAH NDUUUK...

Nggeh menawi ngoten, Kulo pamit rumiyin bah, assalamualaikum."

"Waalaikum salam, kapan-kapan anakmu dijak mrene, Ben ngerti agomo sitek."

"Insyaallah Abah, mangke Kulo Beto mriki."

Zidan pun bersalaman kepada Abah Kyai, setelah itu, diapun tergesa-gesa, masuk ke mobilnya, dan melajukan mobil dengan lebih hati-hati,agar kejadian seperti tadi tidak terulang kembali.

Sementara Nadia yang selesai mandi pun, sedikit marah. Bahkan Nadia sempat mengumpat tadi, ah bagaimana minta maaf padanya nanti, pikir Nadia.

Setelah berpakaian rapi, memakai hijab senada dengan warna gamisnya, Nadia masuk menemui Ibu nyai, untuk meminta ijin kembali, untuk pergi berbelanja, keperluan pondok pesantren.

" Assalamualaikum umi, Nadia mau ijin ke pasar, mau beli bahan bahan dapur." tutur Nadia dengan sopan.

"Nggak usah Nok, tadi umi sudah nyuruh kang Sarep ke pasar, sudah kamu pergi ngaji saja, jarang kan kamu ikut ngaji pagi?." Suruh umi Nur pada Nadia.

"Ya sudah mi, Nadia pergi ngaji dulu, Assalamualaikum..." Nadia mencium tangan Umi sebelum pergi mengaji.

"Waalaikum salam..."

Nadia yang memang mengabdikan dirinya untuk pondok pesantren, memang menjadikan Umi dan Abah sebagai orang tuanya sendiri, sejak kejadian musibah 7 tahun lalu, membuat Nadia hidup menjadi sebatang kara, rasa rindu memang kadang datang melanda, namun Nadia selalu meluapkan dengan indahnya lantunan doa dan solawat untuk keluarga nya.

Nadia sendiri tidak tahu asal usul keluarga dari ayah dan bundanya, yang dia ingat, ketika dia berumur 5 tahun, Ayah dan bundanya pergi merantau, dan tidak pernah kembali ke kampung halaman orangtuanya.

❤️

Saat azan dhuhur, semua santri yang pergi mengaji, sudah kembali kedalam kamar masing-masing.

Sesaat setelah sholat Dzuhur berjamaah, semua santri diwajibkan untuk ikut paket makan di pondok pesantren, karena menghindari adanya perbedaan antar teman.

Sore ini, Abah memanggil Nadia untuk menemui beliau di ruang keluarga, Nadia yang merasa di panggil pun menemui Abah dan Umi.

Nadia mengetuk pintu ruang tengah.

Tok

tok

tok

" Assalamualaikum..." Nadia mengucapkan salam kepada Abah dan Umi.

"Waalaikum salam... "jawab Abah dan Umi serempak.

"Kesini Nadia, masuk...gak usah di pintu." Tutur Umi menyuruh Nadia untuk masuk.

"Iya umi, maaf bau bawang, masih meracik bumbu masakan, Abah, Umi." Nadia merasa malu karena masih bau bawang merah.

" Nggak apa-apa, sini, Abah mau tanya, kenapa tadin pagi baju kamu kotor kena lumpur semuanya?"tanya Umi pada Nadia.

"Gini Umi, Tadi di jalan, ada mobil yang berjalan ngebut, waktu melewati lumpur, air lumpur sampai ke baju Nadia, kotor semuanya, lalu aku melempar batu pada mobil tersebut, dan malah mengantar saya ke pondok tadi pagi." Nadia menundukkan kepalanya karena Taku Abah akan marah, karena telah melempar batu pada mobil yang membuatnya pulang ke pondok pesantren.

"Hahahaha... " Abah tertawa lepas, sedangkan Umi tersenyum sendiri.

"Oalah... nduk - nduk, nanti lagi, jangan seperti itu, untung saja orangnya gak minta ganti rugi, kalau minta ganti rugi, Abah gak punya uang, mobilnya saja ni, harganya milyaran, nah... malah kamu lempar, tapi gak marah kan orangnya?" Terang Abah pada Nadia.

"Tidak Abah, Beliau malah mengantar Nadia sampai pondok." jawab Nadia.

"Ya sudah, gak apa-apa, Abah cuma mau tanya, kronologi kejadian itu." Abah merasa lega, dengan jawaban Nadia.

"Kalau sudah tidak ada lagi, Nadia mau balik ke dapur kembali, Abah, Umi." Pamit Nadia pada Abah dan Umi.

"Ya sudah, besok bikinkan Abah pindang mangut Ya nduk, sudah lama gak makan pindang mangut."

" Nggeh, Abah, assalamualaikum..." Nadia pun berdiri meninggalkan ruang keluarga Abah dan Umi nya. Namun baru 2 langkah, Umi memanggil Nadia kembali.

"Nad... duduk sini, ada yang ingin Umi bicarakan sama kamu.." Umi menyuruh Nadia untuk duduk di samping Umi.

"Nggeh mi." Nadia pun duduk di sebelah kiri Umi Nur.

"Bah... Umi mau ngajak Nadia ke Mall, Abah ngijinin tidak?" ucap Umi Nur pada Abah.

"Ya sudah, tapi setelah solat isya saja." tutur Abah.

Umi meraih tangan Nadia, dan membelainya.

NAD.... ANAK SIAPA?

"Bah... Umi mau ngajak Nadia ke Mall, Abah ngijinin tidak?" ucap Umi Nur pada Abah.

"Ya sudah, tapi setelah solat isya saja." tutur Abah.

Umi meraih tangan Nadia, dan membelainya.

Setelah solat isya, Nadia dan Umi Nur, pergi ke Mall terbesar di kota, Umi ingin mencari gaun yang cocok di pakai oleh Nadia, entah mengapa, firasat Umi, sebentar lagi Nadia akan di pinang oleh seseorang, dan Umi sendiri tidak tahu, siapa orang itu, namun naluri seorang ibu, bisa merasakan akan ada sesuatu yang terjadi pada Nadia, suatu perubahan besar pada diri Nadia.

Saat menunggu Umi membayar belanjaan di kasir, Nadia melihat ada seorang anak yang sedang menangis, dan merasa ketakutan, Nadia yang merasa dirinya pernah merasakan sepi dan sendiri seperti itu pun menghampiri gadis kecil yang sedang meringkuk dan menangis.

"Adek, adek kenapa, jangan nangis oke, bisa kakak bantu?" Nadia membelai rambut gadis kecil yang sedang ketakutan.

Mendengar suara indah Nadia, Vania mendongak, melihat wajah Nadia, ditatapnya wajah cantik yang sangat teduh dan lemah lembut. Tanpa sadar , Vania langsung memeluk Nadia, dengan terisak, Nadia memeluk tubuh Vani dengan sangat erat. Nadia yang merasa iba pun membalas pelukan Vania.

Dari arah kasir, umi menghampiri Nadia yang sedang memeluk seorang gadis kecil yang menangis.

"Nad, anak siapa? kok bisa memeluk kamu seperti itu?" Tanya Umi pada Nadia.

"Nggak tahu Umi, Nadia lihat tadi sedang duduk di pojokan, dan menutup wajahnya dengan lutut nya." Nadia membelai rambut gadis kecil itu.

" Coba di tanya Nad, dimana rumahnya?"Tutur Umi dengan lembut. "Coba cek saja tasnya, apa ada handphone atau nomer telepon keluarga nya?" Umi membelai kepala Vania.

"Aku ambil dulu tas kecil nya Umi." Nadia meraih tas selempang kecil milik Vania, dan mencari handphone atau nomer telpon uang bisa di hubungi oleh Nadia.

Tanpa menunggu lama, Nadia menemukan sebuah buku kecil, yang berisi nomer telepon keluarga nya, dan orang tuanya. Nadia memberikan daftar nomer telepon pada Um menggunakan handphone miliknyai, seketika itu pula, Umi mendial nomer telepon yang ada di sana, namun tak ada satupun yang mengangkatnya, tinggal satu nama yang ada di sana, bertuliskan BI ASIAYAH, saat mendial nomer tersebut, seseorang yang di telpon pun langsung mengangkat telepon dari Umi Nur.

" Halo... assalamualaikum? Apakah benar ini bi Asiyah?

"*Waalaikum salam, iya benar, saya bi Asiyah, maaf ibu siapa?" tanya bi Asiyah

"Maaf, saya menemukan gadis kecil sedang berada di Mall sendirian, saat ini sedang menangis, kami tak melihat identitas anak tersebut, namun ada buku kecil, yang terdapat nomer papa, om Hadi, dan pak Andi, tapi semuanya tak dapat di hubungi, hanya nomer Bu Asiyah saja yang bisa di hubungi, maaf kalau mengganggu." Terang Umi pada Bu Asiyah.

"Non Vania... apa gadis kecil itu berambut sepinggang, memakai celana jeans, dan kaos putih Bu?" Tanya bi Asiyah pada Umi.

"Betul banget, Bi. apa anda bisa memberi tahu kami dimana keluarga nya?"

"Maaf Bu, Tuan besar sedang di jemput pak Andi, dan om Hadi masih diluar kota, jadi kami tidak bisa menjemput non Vania, karena masih ada 2 adik dari nona Vania yang sedang tidur di rumah, kalau saya boleh minta tolong, bisakah di antar ke rumah Tuan Besar?" Pinta Bi Asiyah, pada Umi.

"Kalau saya mengantar anak ini, maaf kami tidak bisa, kayaknya nak Vania sudah nyaman dengan anak saya, bagaimana kalau malam ini, biar dia tidur dengan anak saya, besok bila papa ya sudah datang, suruh menelpon ke nomer HP ini, kami dari pondok pesantren Al Buchori, insya Allah aman, jangan khawatir." terang Umi Nur.

"Terima kasih Bu nyai, kalau begitu saya bernafas lega." Ucap bi Asiyah.

Sementara Vania masih memeluk Nadia dengan kencang, namun sudah tidak terdengar suara tangisan Vania, Umi melihat Vania sudah agak tenang, maka dari itu, Umi mencoba untuk berbincang dengan Vania.

"Adek cantik... siapa namanya?" Umi membuka percakapan.

Perlahan Vania melepas pelukannya dari Nadia, dipandanginya wajah cantik keibuan, yang mampu membuat Vania nyaman dalam pelukannya, dari awal pertemuan. Vania membelai wajah Nadia, di peluknya kembali nadi, dengan Isak tangisnya kembali.

" Adek... jangan menangis lagi, dengar... sekarng imut sama kakak ya, pulang ke pondok pesantren, disana banyak anak-anak seusia kamu, nanti kamu akan banyak teman, bagaimana?" tawar Nadia pada Vania.

Umi yang melihat pun sama-sama menitikkan air mata, dalam benaknya, betapa malangnya anak ini, beban berat yang ada didalam hatinya sangatlah pilu, mengapa ibu ya tidak mencari nya, bahkan tidak seorangpun yang memikirkannya.

Vania yang melihat Umi menangis pun mencoba menenangkan Umi dengan membelai punggung tangan nya, kemudian menggenggam nya erat.

"Tadi Umi sudah pamit sama bi Asiyah, malam ini anak asuhnya tidur di pondok, dan nanti bila ayahnya sampai dirumah, akan menelepon ke nomer kamu." terang Umi pada Nadia.

Perlahan Nadia menggandeng tangan Vania, dan menyuruh nya berdiri, berjalan menuju mobil, Umi yang melihat Vania berdiri pun bergegas menyuruh kang Sarip untuk mendekat, belum lima menit mobil sudah berada di pintu utama Mall, dengan hati-hati, Nadia mengajak Vania masuk ke mobil, di dalam mobil, Vania langsung memeluk nadia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!