NovelToon NovelToon

Istri Ketiga

Part-1 keputusan Mengejutkan

Kisah ini mengisahkan seorang wanita yang harus menikah dengan laki-laki pilihan Abahnya dia adalah murid dari Abahnya sendiri.

Tentu pernikahan adalah sesuatu yang sakral, bagian yang sangat terpenting dan juga hal yang paling sangat hati-hati dalam memilih. Karena kelak akan menghabiskan sisa hidupnya bersama dia yang harus dipatuhi dan ditaati, tentu memilih bukan hanya sekedar asal memilih.

Lizzanatunnisa seorang wanita yang baru saja menjalankan kuliahnya beberapa semester, dia seorang anak satu-satunya. Abahnya memiliki pondok pesantren dan kadang sesekali abahnya juga mengisi ceramah diacara kajian-kajian islami. Ibu Lizza meninggal sejak masih kecil, dan Abahnya menjadi sosok Ibu sekligus Ayah untuknya.

Sore itu, Abahnya memanggil Lizza untuk menemuinya diruang pribadi milik Abahnya yang berada dipondok pesantren. Langkah Lizza semakin ragu, saat langkah kakinya mulai mendekati pintu masuk ruangan Abah. Ada banyak pertanyaan didalam fikirannya yang belum menemukan jawaban, karena ditengah sibuknya dia kuliah Abah sangat jarang mengobrol secara pribadi seperti ini.

tok.. tok..

Lizza mengetuk pintu ruangan yang pintunya terbuka lebar.

"Assalamu'alaikum, Abah panggil Lizza?" ucapanya sekaligus basa-basi.

"Wa'alaikumussalam, masuk sayang ada sesuatu yang ingin Abah sampaikan sama kamu" jawab Abah.

Apa sesuatu itu? apakah sangat serius? tanya yang berusaha menemukan jawaban, langkah Lizza semakin ragu mendekati kursi yang berada didepan meja Abah. Lizza akhirnya memantapkan langkahnya dan duduk dihadapan Abah.

"Sesuatu apa yang hendak Abah sampaikan ke Lizza Bah? apakah itu sangat penting karena harus berbicara diruangan Abah" tanyanya pada Abah.

"Bagaimana kuliahmu sayang?" tanya balik Abah mengalihkan pertanyaan Lizza.

"Abah, langsung saja pada intinya tidak perlu bertele-tele" jawab Lizza semakin tidak sabar mendengar seuatu yang akan Abah sampaikan.

"Ali memintamu pada Abah" ungkap Abah.

"Ali?" jawab Lizza terasa aneh.

"Ali siapa yang Abah maksud?" lanjutnya.

"Ada berapa banyak Ali yang kamu kenal putriku?" Abah balik tanya pada putrinya.

"Abah Lizza serius" jawabnya tidak main-main.

"Apakah ada dari wajah Abah yang sedang bercanda?" tanya Abah menatap Lizza serius.

" Tidak ada Bah. Ta-tapi apakah yang dimaksud Abah Ali, ka Ali muridnya Abah dulu?" tanyanya mulai menebak dengan ragu.

"Iya putriku, dia memintamu secara langsung pada Abah. Dan Abah menerimanya" jawab Abah membaca ketidak setujuan diraut wajah putrinya.

Lizza terkejut setelah mengetahui laki-laki yang meminta dirinya pada Abah secara langsung adalah Ali, laki-laki yang jelas-jelas sudah beristri bahkan bukan hanya satu tapi dua dan Lizza akan dijadikan istri ketiga. Perasaannya bercampur aduk, rasa marah kesal dan tidak setuju bercampur aduk menjadi satu.

Bagimana tidak, beberapa hari yang lalu Abah menolak lamaran ustadz Farid dengan alasan bahwa Abah ingin Lizza menyelesaikan kuliahnya dulu, baru memikirkan menikah. Namun dengan gampangnya menerima lamaran Ali yang jelas-jelas beristri dan tanpa bertanya terlebih dahulu kepada Lizza, Abah langsung menerima lamaran Ali.

"Kenapa Abah tidak tanyakan terlebih dahulu, tentang persetujuan Lizza. Apakah aku menerimanya atau tidak, lagian apa ka Ali tidak cukup memiliki dua istri dan dia ingin menambahnya" ucapnya memberontak dengan kalimatnya seolah mengatakan bahwa dia tidak menyetujui tindakan Abah.

"Abah tau mana yang terbaik untukmu putriku, dan Abah yakin Ali bisa menjaga kamu sebaik Abah menjaga kamu. Ali akan datang bersama abi dan uminya" jawab Abah.

"Kenapa Abah tidak menerima lamaran ustadz

Farid yang jelas-jelas belum memiliki istri ketimbang Abah nikahkan Lizza dengan laki-laki yang sudah beristri bahkan dua sekligus, apakah Abah rela melihat putri Abah harus menjadi istri ketiga" ucap Lizza menyampaikan keluahnya.

Segera Lizza keluar dari ruangan karena sedari tadi dirinya menahan untuk tidak menangis didepan Abahnya, Lizza berhenti dibelakang bagunan pondok dan ada satu kolam ikan lalu Lizza melampiaskan kemarahnnya dengan melempar batu dengan sangat kencang. Air matanya mengalir deras tak terbendungkan lagi, kini kakinya tak lagi sanggup menampung. Seketika Lizza langsung tersungkur ditanah dengan tangis yang menjadi-jadi.

"Aaaahhhh... aku benci Abah , aku mau ikut umma aja" teriakan Lizza membuat semua ikan ikut merasakan kesedihannya.

Lizza tahu alasan kenapa lamaran Ali diterima, mungkin karena Ali adalah murid teladan, kesayangan dan murid yang sangat dekat dengan Abahnya dari dulu hingga sampai saat ini keduanya masih tetap saling menjaga kominikasi.

Part-2 Syarat Lizza

Malam itu, Ali sudah berada diruang tamu rumah Lizza. Bersama kedua orang tuanya, menunggu Lizza keluar dari kamar. Diselangi dengan mengobrol panjang lebar bersama Abah. Tidak lama kemudian Lizza keluar dari kamarnya, semua mata memandang kearah Lizza yang sedang melangkah mendekat kearah Abah.

“Duduklah nak,” pinta abah sembari menepuk kursi yang disebelahnya tepat berada didepan Ali.

Dengan malu dan hanya menundukkan kepalanya Lizza duduk disamping Abah, bahkan dengan perasaan kesal dan marah namun sekuat tenaga dia tahan dan sembunyikan.

“Putriku, angkat kepalamu nak. Abah tidak mengizinkan kamu untuk menundukkan kepalamu kalau kamu tidak melakukan kesalahan apapun” ucap abah memulai pembicaraan.

Tapi kali ini Bah Lizza akan membuat kesalahan dan tundukan ini adalah malu karena telah membuat salah. Ucapnya dalam hati.

Perlahan Lizza mengangkat kepalanya dan sebentar melihat laki-laki yang ada dihadapanya, sosok yang akan menikahinya. Perasaan Lizza bercampur aduk, ada bahagia melihat Abahnya bahagia layaknya orang tua yang bersuka cita atas pernikahan putrinya, namun kesal karena dia tidak punya alasan untuk menolaknya, dan marah karena abah sendiri memaksanya untuk menikah.

“Putriku aku terima lamaran Ali untuk dirimu, abah merindhoi dan mengizinkanmu menikah dengannya. Menikahlah dengannya, jadilah istri yang sholeha, nak kini syurga berpindah pada keridhoan suamimu nanti nak” ucap Abah menyampaikannya patuahnya dengan kebahagiaan membuat yang mendengarkanya ikut tersentuh.

Hati Lizza teriris-iris mendengar ucapan Abah, didalam fikiran Lizza. Ali akan berbagi segalanya dengan wanita lain dalam hal apapun karena laki-laki yang akan menikahinya tidak hanya memiliki satu istri, bahkan tiga istri sekaligus. Rasanya ingin berteriak sekencang mungkin dan ingin menangis sekeras-kerasnya.

Bagaimana aku bisa menerima laki-laki yang akan berbagi cintanya untuk wanita lain bukan hanya diriku saja. Batin Lizza berteriak.

“Abah aku akan menjalani pernikahan ini” jawab Lizza dengan ragu.

“Maka akulah yang akan mengambil keputusan menerima atau menolak” seolah jiwanya memberi keberanian pada Lizza, agar dia bisa menyelesaikan apa yang hendak disampaikannya.

“Abah aku akan menikah dengannya tapi aku memiliki syarat yang harus dia patuhi, bahkan aku akan membuat perjanjian diatas materai sekalipun” lanjutnya, berusaha mengatur nafasnya dan mengatur semua perasaannya untuk tidak cengeng.

“Abah putrimulah yang akan menjalani hidup dengan laki-laki didepannmu ini. Aku bahkan tidak cukup mengenalnya dengan baik, aku juga masih banyak mimpi yang harus aku kejar dan aku capai” gemetar hatinya atas apa yang diucapkannya benar-benar sangat penuh pertimbangan.

“Apa syarat yang kamu ajukan Lizza?” tanya laki-laki itu yang berada dihadapannya, bahkan dia dengan mantap bertanya argumen Lizza yang belum selesai diucapkan.

Lizza tidak percaya bahwa laki-laki didepannya akan bertanya dengan sangat cepat atas syarat yang akan Lizza ajukan, bahkan belum memberi tahu apa syaratnya.

“Yang pertama, aku tidak bisa memberikan kepuasaan untukmu diatas tempat tidur. Kedua, jangan sentuh aku kecuali sekedar bersalaman. Ketiga, aku tidak mau dipaksa dalam hal apapun. Silahkan berfikir terlebih dahulu dan jawab iya atau tidak, itu akan menjadi penentu aku menikah atau tidak dengan ka Ali” jawabnya memaparkan dengan mantap dan jelas.

“Nak bukankah akan berdosa nanti kalau istri tidak melayani suaminya, kenapa kamu memberikan syarat yang belum tentu dibenarkan oleh islam” pendapat umi Ali terlontar begitu saja, menolak syarat yang diberikan Lizza terhadap putranya.

“Aku terima syaratmu Lizza, menikahlah denganku empat hari lagi dihitung dari hari ini. Kamu siap?” jawab Ali mantap.

Mengguncangkan kepercayaan yang susah payah Lizza kumpulkan saat menyampaikan syaratnya, kini menjadi butiran yang tak tampak lagi. Lizza berfikir bahwa syaratnya akan ditolak, ini mala justru sebaliknya.

Ali menerima tanpa berfikir panjang, bagaimana tidak. Dan laki-laki mana yang menikah hanya sekedar mengikat tidak bertujuan untuk memuaskan nafsunya. Rasanya mustahil syaratnya akan diterima, tapi pada nyatanya Ali menerima syarat Lizza dengan mudah.

Mata Lizza memanas seakan ingin menangis sekuat tenaga, dia berfikir laki-laki didepannya akan membatalkan niatnya menikahi Lizza karena syarat yang tentu saja tidak semua laki-laki akan menerimanya.

“Lizza” panggil Abah membuyarkan lamunan Lizza.

“Iya abah aku siap” spontan Lizza menjawabnya, walaupun hatinya dipenuhi dengan keraguan.

“Lizza tidak mau menikah secara mewah abah, cukup undang wali santriwan dan santriwati saja. Tidak perlu undang temen Lizza” lanjut Lizza dengan pandangan kosong, bagaimana dia punya alasan untuk menolaknya lagi.

Dia berfikir dengan syarat itu dia bisa membuat dinding besar nantinya yang akan menjadi penghalang antara dirinya dengan laki-laki didepannya. Semoga saja, itu harapan Lizza.

Lizza bangkit dari duduknya berlalu pergi meninggalkan ruang tamu, Ali bisa membaca dengan jelas dari raut wajah wanita didepannya itu. Bahwa dia tidak menginginkan pernikahan dengannya, tapi hatinya begitu egois ingin menjadikan Lizza istrinya. Walaupun sebenarnya dia ragu akankah dia boleh membahagiakan wanita itu, tapi Abah sekaligus guru Ali, beliau selalu mendukung karena Abah tau Ali adalah laki-laki yang cukup dekat dengan keluarga Abah dan bisa dipercayai ucapannya.

Part-3 Pernikahan

Waktu berjalan begitu cepat, empat hari berlalu saat pertemuan kedua keluarga. Dan akhirnya hari ini Ali akan mengucapkan ikrar dihadapan wali mempelai wanita untuk bersumpah dihadapan Allah dan Rasul-Nya. Akan membahagiakan istrinya dengan segenap jiwa dan raga, akan memuliakan istrinya dengan sebaik yang islam ajarkan, akan menghormatinya dengan cinta dan kasih sayang, menjaganya dalam keadaan sehat maupun sakit.

Itu yang difikirkan oleh hatinya ketika tangan Abah wanita itu diraihnya, menuntun ijab lalu dijawabnya qobul.

Lizza duduk dibelakang Ali didampingi umi Ali dan Ustadzah Imah adik kandung dari Abahnya, pernikahannya cukup sederhana hanya dihadiri beberapa orang. Bahkan Ali tidak mengundang karyawannya dikantor hanya beberapa saja, acara ijab qobul pun tiba.

"Ahmad Ali Al-Fariz Bin Ibnu Al-Fariz, saya nikahkan engkau dengan anak kandung saya, Lizzannatunisa binti Ahmad Mahmud Muddin, dengan mas kawinnya sebuah cincin emas dibayar tunai."

"Saya terima nikahnya Lizzannatunisa binti Ahmad Mahmud Muddin dengan mas kawinnya yang tersebut tunai."

"Bagaimana saksi, sah?"

"Sah!"

"Sah!!”

"Alhamdulillahirrobbil 'allamiin.."

Lizza meneteskan air matanya yang dari tadi dia tahan agar tidak terjatuh, namun tanpa diminta butiran itu jatuh bergantian. Suasana menjadi bahagia dan haru, nampak jelas terlihat dari Abah Lizza yang tersenyum lebar menatap ustadzah Imah yang berada disamping putrinya. Sedangkan Lizza menundukan kepalannya menangis sesegukan tanpa ia bisa bendung lagi, butiran itu mengalir tanpa bisa dicegah.

Entah itu karena bahagia atau justru sebaliknya, Ali membalikan badannya dan mendekat kearah wanita yang berada dibelakangnya. Dengan penuh perasaan campur aduk, Lizza meraih tangan Ali dan mencium punggung tangan Ali tepat dibagian bibirnya, dan detik ini Lizza sudah menjadi istrinya. Ali meletakan tangannya diatas kepala Lizza, dibacakan do'a sesuai ajaran Islam.

Yaa Allah jadikan dia istri yang sholeha, jadikanlah dia wanita yang sesuai keinginanmu, yaa Allah izinkan aku membahagiakannya, mencintainya, dan menyayanginya. Maafkan aku terlalu egois memaksamu menikah denganku, karena aku mencintaimu. Batin Ali.

Ali meraih dagu Lizza mendongokkan kepalanya melihat mata Ali. Tangan Ali reflak menyentuh pipih Lizza dan mengusapnya dengan pelan, seolah mengatakan jangan menangis! Maafkan aku membuat kamu terluka. Batin Ali.

Didekatkannya wajah Ali dikening Lizza, Ali menciumnya dengan perasaan yang amat bahagia. Tapi tidak dengan Lizza, ingin Lizza menghindar namun tidak mau membuat dua keluarga akan malu nantinya terpaksa dia menerima ciuman Ali dikeningnya.

Setelah proses pernikahan berlalu, acara berakhir. Semua tamu pulang kerumah masing-masing. Istri pertama dan kedua Ali tidak hadir karena memang Ali tidak mengizinkannya, setelah Ali meminta izin menikah lagi saat itulah Ali tinggal dirumah orang tuanya dan saat itu juga Ali tidak bertemu dengan istri-istrinya.

Lizza sudah berada didalam kamar miliknya yang kini dipakai untuk malam pertama, bagi sepasang kekasih yang menikah karena cinta tapi bukan Lizza dan Ali. Lizza sudah berada disoffa panjang yang berada dikamarnya berjarak sekitar tiga meter dari tempat tidur. Dia juga sudah mengganti gaunnya dengan baju tidur lengan panjang dan memakai hijab yang sekiranya tidak akan dilihat oleh Ali itu fikiran Lizza.

Ckrek..

Suara pintu dibuka, Ali masuk dan menghampiri Lizza yang duduk disoffa panjang. Rasanya Ali ingin duduk disamping Lizza namun melihat ekspresi dari Lizza, akhirnya Ali mengurungkan niatnya. Sekedar berdiri disamping soffa.

"Tidurlah ditempat tidurmu, biar aku yang tidur disoffa" ucap Ali mengawali obrolan.

"Tidak papa, ka Ali aja yang tidur dikasur aku yang disini" jawab Lizza sudah mendekap bantal soffa didadanya.

"Kamu sudah menjadi tangung jawabku, aku tidak mau Abuya (panggilan Abah Lizza) kecewa karena aku tidak memperlakukanmu dengan baik" ucap Ali menyakinkan.

"Hemm.." jawab Lizza langsung bangkit dari soffa kemudian naik kekasur miliknya.

"Kamu punya baju kaos?" tanya Ali saat dia duduk disoffa panjang yang tadi Lizza duduki.

"Untuk apa?" Lizza balik bertanya.

"Aku tidak bawa baju ganti jadi aku mau pinjam bajumu, kalau aku pinjam baju Abuya takut nanti ganggu istirahatnya." jelas Ali, memohon agar diperbolehkan meminjam baju milik Lizza.

"Hhmm.." jawab Lizza, lalu turun dari tempat tidurnya dan menghampiri lemari miliknya. Lizza memilih baju kaos pendek warna hitam polos tidak ada gambar dan tulisan, bahkan Lizza juga memberikan celana training miliknya pada Ali yang duduk disoffa.

"Handuk kamu mana? aku mau mandi" ucap Ali kembali.

"Handuk aku? pakai yang baru aja nanti aku ambilkan" jawab Lizza menolak, namun tangannya tertahan oleh tangan Ali yang sudah terlebih dulu menahan lengan tangan Lizza.

"Aku pake handuk kamu aja, sayang besok kan kamu ikut aku kerumah kita nanti" ucap Ali tersenyum sambil melepaskan tangannya dari lengan Lizza, padahal Lizza sama sekali tidak membalas senyum Ali.

"Harus ya aku pergi dari rumah ini? meninggalkan Abah sendirian" jawab Lizza sedih.

Lizza menatap Ali yang dari tadi menatap dirinya dengan senyuman manisnya, namun setelah mendengar ucapan Lizza kini senyum Ali menghilang begitu saja.

"Duduk!" perintah Ali menepuk soffa disebelahnya, menyuruh Lizza duduk disampingnya seolah mengatakan bahwa Ali ingin banyak berbicara dengan Lizza sebagai istrinya.

"Tidak mau, aku mau tidur. Nanti aku ambilkan handukku" jawab Lizza menolak.

Lizza melangkah pergi namun lagi-lagi tangan Ali menahan lengan Lizza, sehingga langkahnya terhenti kembali. Bahkan tanpa izin lagi Ali menarik Lizza untuk duduk disampingnya, Lizza pun terduduk dekat dengan Ali bahkan hanya beberapa senti kini jaraknya.

Lizza langsung melonggarkan duduknya dari samping Ali, sampai keujung bibir soffa memberi jarak dengan laki-laki itu.

"Maaf membuatmu takut," ucap Ali sambil menghadapkan tubuhnya kesamping tepat kearah Lizza duduk.

"Aku manikahimu dengan paksa, maaf harus menjadikan kamu istri ketigaku, karena keegoisanku. Aku tidak akan memisahkan antara kamu dengan Abuya, saat ini kamu memang sudah menjadi istriku. Tapi aku tidak akan melarangmu menemui Abuya kapanpun kamu mau pulang, aku mengizinkanmu" Lanjut Ali sambil menatap Lizza dengan serius.

Sedangkan Lizza sama sekali tidak menatap Ali balik. Kemudian Ali menarik panjang nafasnya berusaha membuat Lizza nyaman.

"Aaaahh.. Sudahlah aku mau mandi dimana handuknya?" lanjut Ali bingung harus mengatakan apa karena wanita disampingnya hanya diam tanpa suara, bahkan berbalik menatapnya saja dia enggan.

"Ada didalam kamar mandi" jawab Lizza, lalu bangkit dari duduknya dan menghampiri kasur miliknya kemudian tertidur.

Ali bangkit dari duduknya melangkah masuk kedalam kamar mandi, setelah selesai mandi dia pun tidur. Ali sudah berbaring disoffa dengan sehelai selimut, bahkan Ali menatap punggung Lizza yang tidur membelakanginya dengan senyuman yang bahagia penuh cinta.

"Aku mencintaimu sayang," ucap Ali menatap punggung Lizza yang kini sudah menjadi istrinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!