"Apa kau mau melihatku mati ditangan Fery? bagaimana kalau dia tau aku melakukan itu kepada orangnya?" Nino meletakkan gelas berisi wine tersebut dan menatap tidak percaya pada Milla yang masih berdiri.
"Jangan takut, anggap saja ini sebagai hiburan untuk menghilangkan penat, lagi pula Fery tidak akan mungkin berani marah atau memukulmu! kau lebih penting di dalam proyek ini, kau yang merancang dan sudah mendapat ijin langsung dari Ariel, jadi posisimu lebih penting dari Suci, aku yakin mereka tidak akan melepasmu demi Suci itu,"
Milla bicara dengan sangat halus, dan insting bak predator yang dimiliki Nino membuatnya sudah berkhayal dan mulai berdiri dan berjalan mendekati Suci, dan itu membua Milla semakin bangga dengan dirinya.
"Ekhmmm kenapa kau masih berdiri di sini?" tanya Nino kepada Suci yang merasa tidak nyaman di tempat ini, "perkenalkan namaku Nino, aku sudah kenal dengan atasanmu dan Fery bicara banyak tentangmu," Nino mengulurkan tangan, "ayolah ! aku tidak ada niat jahat, lihat Milla dan yang lainnya ada di sana!" Nino menunjuk Milla yang melambailan tangan memanggil Suci, perlahan Suci menerima jabatan tangan Nino, "Suci," lirih Suci dan segera menarik tangannya.
"Sampai kapan kau akan berdiri di sini? ayo kita duduk di sana!" Nino berjalan mendahului Suci.
"Tidak ! aku keluar saja," ucapan Suci membuat Nino kembali memutar badan dan melihat Suci.
"Bukankah itu tidak sopan? kamu jangan takut, aku mengenal Fery dengan baik, jadi aku tidak akan berbuat yang tidak-tidak, ayolah!" Nino menarik tangan Suci dan mengajaknya mengikuti langkahnya, Suci berusaha melepaskan tangannya namun Nino semakin erat memegangnya sampai Suci terpaksa duduk di samping Milla, dan saat ini Suci berada diantara keduanya.
"Suci ayo bersulang!" Milla sumringah dan memberikan gelas berisi minuman untuk Suci, "tidak, aku tidak pernah minum itu! " Suci menjauhkan gelasnya sampai setetes minuman itu lolos dari gelas.
"Ini cuma minuman soda biasa, lihatlah yang lain juga minum ini," Milla menunjuk beberapa orang yang ada disekitar mereka.
"Tapi ak---
"Ambil saja !" Milla memaksa Suci memegang gelas tersebut, "kau tau Suci, dulu aku sering menemani Fery ke klub malam, apa kau juga pernah menemaninya juga?" Milla sengaja memancing amarah Suci, "Fery orang yang manis, dia baik kepada siapapun juga, termasuk dengan beberapa wanita yang ada di sana!" ucapan Milla membuat Suci memegang tangkai gelas itu dengan erat.
"Itu' lah kenapa aku sempat berfikir buruk tentangmu, aku pikir kau seperti wanita yang biasa menemani malam Fery," Milla melirik tangan Suci yang sudah bergetar dan ia tersenyum kearah Nino.
"Aku bahkan pernah mencarikan wanita untuknya," Nino membuka suara dan itu berhasil membuat perhatian Suci tertuju kepadanya, "sebagai sekretaris kau pasti sangat mengenal siapa Fery yang sebenarnya, sebagai laki-laki dewasa dia pasti sudah sering bermain dengan wanita," ucapan Nino membuat tenggorokan Suci mendadak kering, tanpa sadar Suci menenggak minumannya sampai habis.
"Akhhh!" lidah Suci tidak merespon dengan baik, rasa minuman ini sangat asing untuknya mendadak kepala Suci menjadi sedikit pusing.
"Suci, apa kau baik-baik saja?" Milla mengambil gelas kosong dari tangan Suci.
"Hmm aku sedikit pusing..." ucapnya lirih.
"Aku cari obat untukmu ya, tunggulah di sini!" tanpa menyiakan waktu, Milla pergi meninggalkan Nino dan Suci yang duduk tidak jauh dari beberapa rekan mereka yang lain.
Nino sedikit menggeser duduknya mendekati Suci, "kamu baik-baik saja?" tanya Nino dan menyentuh pundak Suci, "iya, kenapa minuman itu rasanya aneh?" Suci menunjuk gelas kosong, dan Nino mengisi dan memberikannya lagi untuk Suci, "peganglah ini tidak terlalu buruk!" gelas itu sudah berpindah ke tangan Suci.
Nino terus saja menceritakan hal yang buruk tentang Fery, dan itu membakar hati dan pikiran Suci, sampai Suci kembali meresapi minuman itu.
****
"Ayo Bos! angkat ponselmu Bos! sebelum terlambat !" asisten Fery yang baru masuk ketempat ini, begitu terkejut saat melihat Suci ada di tempat ini, bahkan sudah duduk disamping Nino sembari memegang gelas di tangannya, ia maju satu langkah namun dengan cepat memutar badan dan berlari ke luar bar ini.
Saat ini asisten Fery sudah memacu mobilnya dengan kecepatan yang tinggi, entah sudah berapa kali ia menghubungi Fery, namun tidak ada satu panggilan pun yang dijawab Fery, "kemana sih dia? buang jauh ponselmu itu Bos! dasar gak berguna!" kapan lagi ia bisa memaki Bosnya ini? ia semakin kesal. Tidak butuh waktu lama sampailah ia di tempat terakhir ia meninggalkan Fery dan Yogi.
"Bos ! Bos !" asisten Fery lari terbirit, bahkan ia tidak memikirkan mobilnya yang saat ini sudah terparkir sembarangan, "Bos ! Bos !" teriakannya mengundang perhatian semua orang.
"Bos ! Bos !" dengan napas yang tidak beraturan ia menyerahkan ponsel tepat dihadapan Fery, "lihatlah Bos!" ucapnya.
"Ada apa?" Fery mengambil ponsel itu, "ada apa? kenapa kau seperti ketakutan begitu?" Fery masih memperhatikan asistennta.
"Li-lihatlah Bos, Suci di-dia---
"Suci?" Fery memotong ucapan asistennya dan beralih melihat ponsel yang sudah menampilkan gambar wanitanya, wajah Fery berubah warna, dengan wajah yang memerah, rahang yang sudah mengeras bahkan gertakan giginya sudah terdengar karena emosi yang ada di dalam jiwanya, sebuah foto dimana Suci duduk dengan laki-laki di tempat yang tidak seharusnya.
Tanpa banyak bicara, Fery beranjak dengan masih memegang ponsel ditangannya, "mau kemana dia?" tanya Yogi saat urusannya di toilet sudah selesai, ia heran melihat Fery keluat cafe dengan langkah yang panjang.
"Sudah biarkan saja, itu urusan rumah tangga mereka, " ucapnya yang sudah bernapas dengan lega, "kalian berdua sama-sama gila!" seru Yogi dengan kesal.
Fery melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, ia menembus angin malam dengan dipenuhi amarah yang membuncah, berani-beraninya Nino mendekati wanitanya, lihat saja apa yang akan dia lakukan setelah ini.
****
"Ak-ak-aku pu-pusing se-sekali..." Suci sudah mulai mengigau, saat minuman itu sudah bereaksi di dalam tubuhnya, ia sudah tidak sanggup berdiri, "pergi! per-pergi! kau jahat, kau ja-jahat," ucapnya namun Nino menggenggam erat tangan Suci.
"Lepaskan tanganmu darinya!" Teriakan Fery terdengar lantang di ruangan itu, Nino terkejuta saat Fery memegang kuat kerah bajunya, "berengsek! apa yang kau lakukan kepadanya huh? berani sekali kau menyentuhnya!" Fery membentak tepat di hadapan Nino.
"Tenanglah, aku hanya ingin menghiburnya saja," elak Nino.
"Tutup mulutmu! jangan pernah berani menyentuh wanitaku!" Fery menghempaskan Nino dengan kasar, kemudian merangkul Suci yang terlihat kebingungan dan memegang kepalanya.
"Kau sudah berlaku tidak sopan kepadaku! aku akan mengadukanmu kepada Ariel dan aku akan membatalkan kerja sama ini!" ancaman Nino membuat Fery geram.
"Lebih baik aku kehilangan segalanya, dan menjadi miskin dari pada aku kehilangan wanitaku! " bentak Fery.
Bug! satu pukulan mendarat di wajah Nino
Nino jatuh tersungkur dengan wajah yang sudah lebam, melihat kemarahan Fery membuatnya menjadi takut, sementara Milla sudah bersembunyi di dalam ruangan yang redup, ia begitu terkejut saat menyaksikan kemarahan Fery.
"Sayang kenapa kamu ada di sin?" Fery merengkuh tubuh Suci yang hampir tidak sadarkan diri," ayo kita kembali ke kamar," Fery menepuk halus pipi Suci, dan Suci sudah mulai membuka mata.
"Pergi ...aku ben-benci kamu," Suci bicara lirih.
"Apa kamu mabuk? kenapa membenciku?" Fery menggendong Suci yang sudah hampir kehilangan kesadaran dan menyandarkan kepalanya di bahu Fery.
"Jahat hiks hiks hiks kau tidak mencintai aku...kau hanya pura-pura saja, Fery jahat hiks hiks hiks," Suci semakin lepas kendali, ia berusaha meronta di dalam gendongan Fery.
"Aku mencintaimu ! sangat mencintaimu! " Fery semakin berjalan cepat, asistennya membukakan pintu kamar dan Fery membawa Suci ke dalam kamarnya, dengan lembut Fery merebahkan Suci ke atas ranjangnya, kemudian ia menemui asistennya yang masih menunggu di depan pintu, "cepat urus mereka, periksa semua CCTV hotel, temukan apapun itu yang mencurigakan, ada yang tidak beres di sini!" perintahnya dan Fery menutup pintu setelah asistennya memberikan dompet Suci.
"Pergi! aku membencimu! Fery pergi!" Suci berdiri dan melemparkan bantal kepada Fery.
"Sayang, jangan membenciku, aku minta maaf karena aku memarahimu !" Fery bicara lembut dan memeluk Suci, namun Suci masih terus meronta.
"Kau cuma pura-pura, aku cuma sebagai pelarianmu, kau masih mencintai mbak, kau belum bisa melupakan mantan kekasihmu yang lain! jahat ! jahat!" Suci memukul dada Fery sekuat tenaga.
"Sayang tenanglah, tidak ada wanita lain selain dirimu," ucap Fery.
"Aku tidak pernah menggodamu dengan tubuhku! tidak pernah!" Fery menutup mulut Suci dengan telapak tangannya.
"Apa kau benar-benar mabuk? kenapa bicara seperti ini?" Suci menepis tangan Fery.
"Aku mabuk karena cintamu! aku mencintaimu! tapi kau tidak mencintaiku!" Suci menolak tubuh Fery sampai Fery terjatuh di atas ranjang.
"Tenanglah, aku mencintaimu, kenapa kamu berpikir seperti itu?" tanya Fery dan mencoba menghindar dari Suci yang sudah mencoba naik ke atas tubuhnya.
"A-aku ti-tidak pernah seperti ini, aku tidak pernah menggodamu, tidak! aku belum pernah mencobanya, tapi kau mengatakan kepada mereka kalau aku menggodamu' kan?" Suci semakin ngelantur dan mulai meraba wajah Fery, dan itu berhasil membuat Fery panas dingin.
"Hey jangan seperti ini ! kalau begini kau menggodaku sayang!" Fery memegang tangan Suci dan menatap manik mata Suci yang sendu.
"Jadi ini yang namanya menggoda?" Suci tersenyum tanpa merasa bersalah,"apa seperti ini?" cup Suci mengecup sekilas pipi Fery, membuat Fery membulatkan matanya.
"Stop! jangan menguji kesabaranku! " tegas Fery tapi Suci semakin sumringah.
"Hahahahahah Fery apa kau mencintai aku?" Fery menganguk, "apa tidak ada wanita lain selain aku?" Fery mengangguk.
"Kau satu-satunya wanita yang ada di dalam hatiku!" ucapnya meyakinkan.
"Benarkah? kalau begitu apa aku boleh menggodamu?" tanya Suci lagi.
"Jangan menggodaku, aku takut tidak bisa mengendalikan diri, kau hampir tidak sadarkan diri, kenapa kau minum tadi hm?" Fery mencoba menjauhkan Suci dari tubuhnya, tapi Suci semakin memeluknya.
"Aku cemburu, aku cemburu, aku cemburu," Suci mulai lagi banyak bicara, tangannya menyusuri setiap bagian dari wajah Fery.
"Aku mencintaimu Cup...
Fery yang sudah mulai tergoda membungkam bibir Suci dengan ciumannya, ia merasa ada yang aneh di dalam tubuhnya, aliran darahnya terasa begitu panas, ia merasa gerah dengan desiran aneh yang membuat jantungnya berdegup kencang.
Suci sudah mulai mejamkan mata, pengaruh wine yang sempat diminum untuk pertama kali ini, membuatnya hampir lepas kendali, tanpa disadari Fery membalikkan tubuhnya, dan kini Suci yang sudah berada di bawah kungkuhannya.
Keduanya saling menatap dalam, naluri Fery sudah membuatnya menyatukan lagi bibir mereka, "maafkan aku," ucap Fery yang sudah lebih dulu mengangkat wajahnya , "kita tidak boleh seperti ini, jangan sampai kita melewati batas," Fery bicara dengan nada suara yang lembut, membuat Suci tersipu malau.
"Kakak sudah mengambil ciuman pertamaku."
"Apa kamu menyesal?" Suci menggeleng dengan wajah yang merona, "tapi kau akan menyesali ini nanti," Fery sudah merasa ketagihan dengan rasa ini, jauh beda saat dulu ia memberikan nafas buatan untuk Suci, disaat keduanya saling mencurahkan perasaan masing-masing, Fery harus mengumpat saat ponselnya berdering.
"Siapa yang menghubungi kakak malam-malam gini?" tanya Suci yang sudah dulu mengakhiri kegiatan mereka.
"Biarkan saja!"
"Lihat dulu, pasti itu penting kak...."
"Tapi kamu lebih penting untukku!" Fery sudah hampir menyatukan lagi bibir mereka, namun Suci memalingkan muka , "baiklah, siapa yang sudah berani mengganggu kesenanganku?" Fery kesal ia berdiri untuk melihat ponselnya, "apa kau mau aku pecat huh?" Fery berteriak saat ia sudah menjawab panggilan itu, mendadak wajahnya menjadi lebih serius saat mendengarkan penjelasan asistennya yang baru saja melihat rekaman CCTV hotel.
"Baiklah, aku akan segera ke sana," ucap Fery mengakhiri percakapannya sembari melirik Suci yang masih enggan memalingkan muka dan menatapnya dengan tajam.
"Apa ada masalah?" tanya Suci, Fery tersenym dan duduk di tepi tempat tidur, "aku harus keluar sebentar, malam ini tidurlah di sini," ucapnya dengan membelai rambut Suci dan pergi menemui asistennya.
****
Fery duduk dengan perasaan yang tidak karuan, entah sudah berapa kali ia memutar dan melihat rekaman CCTV yang menunjukan adegan di mana Suci duduk diam-diam mendengarkan percakapannya dengan Maya di restoran hotel beberapa hari yang lalu, "kamu salah paham sayang, pantas saja sifatmu berubah," gumam Fery.
Fery semaki kesal saat melihat adegan Milla yang memprofokasi Suci sampai Suci menamparnya, dengan tangan yang mengepal kuat, ia berjalan dan kembali ke lantai delapan, ditatapnya satu-persatu orang yang ada di sana, sampai matanya mengunci Milla yang berbincang dengan Nino.
"Apa yang kau katakan kepada Suci sampai ia marah dan berani menamparmu?" kedatangan Fery mengejutkan Milla yang sudah tidak bisa lagi bersembunyi.
"Ak-aku hanya in---
"Jangan berani lagi mendekatinya, dia begitu berharga untukku, kalau sampai aku tahu kau bicara yang bukan-bukan, maka aku pastikan karirmu akan hancur!" ancaman Fery membuat Milla bergetar.
"Bagaimana caramu menghancurkan karirku? aku adalah orang yang paling penting di sini," ucap Milla tidak terima dengan pernyataan Fery, bahkan Nino juga sudah ingin membuka suara tapi Fery bergantian menatapnya.
"Dengarkan aku baik-baik, mulai hari ini, aku putuskan kerja sama dengan kalian, kalau kalian berdua berani lagi membuat tingkah, maka aku tidak akan pernah tinggal diam, " ucapan Fery penuh dengan dendam, "ingat itu!" ancamannya membuat tubuh Milla dan Nino terasa dingin karena ketakutan.
Fery kembali ke kamar hotel hatinya terasa hangat saat ia mendapati Suci sudah tidur pulas di atas tempat tidurnya, perlahan ia duduk dan memandang wajah Suci yang sangat teduh, "terima kasih karena kamu sudah mencintai aku sedalam itu, mulai malam ini kamu resmi pemilik hati dan tubuh ini, mulai malam ini kamu sudah menjadi milikku seutuhnya jangan harap aku akan melepaskan dan merelakanmu pergi dariku," Fery ikut berbaring dan melingkarkan tangannya di pinggang ramping Suci.
Matahari sudah mulai menampakkan wujudnya, cahaya dari sinarnya juga sudah siap untuk menemani hari-hari para penduduk bumi, saat ini jam dinding menunjukan hampir jam delapan pagi saat Suci menggeliat di atas tempat tidur, ia merengganggan ototnya yang terasa kaku dengan merentangkan tangan secara tidak beraturan, secara perlahan ia mengucek kedua matanya dan berusaha mengenali ruangan kamar ini , "di mana tasku?" gumam Suci saat melihat meja kecil yang tidak ada apapun di atasnya dan mulai duduk di atas tempat tidur.
"Ah, kenapa kepalaku terasa pusing?" Suci memegang kepalanya dan mendadak menjadi panik saat menyadari ternyata saat ini ia tidak memakai pakaiannya, "di mana ini? kenapa aku tidak memakai pakaianku?" Suci yang panik menyingkap selimutnya, kedua matanya membulat dengan sempurna saat memperhatikan keseluruhan penampilannya.
Kemeja putih lengan panjang sudah membalut tubuhnya hingga sebatas paha, bahkan hampir menenggelamkan tangannya karena ukurannya yang memang lebih jauh dari ukuran tubuhnya, Suci berdiri dengan gelisah tiba-tiba saja ia teringat perihal kejadian tadi malam yang sudah dilaluinya dengan Fery, "tidak mungkin sejauh itu? tidak mungkin kami melakukannya? akh kenapa aku mabuk? kenapa aku harus minum itu?" Suci sudah semakin resah, ia kembali duduk di atas tempat tidur dengan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Suci bodoh! kenapa jadi seperti ini?" ucapnya dengan punggung yang bergetar, karena mencoba menahan tangisnya.
"Sayang kamu sudah bangun?" Fery baru saja masuk ke dalam kamar dengan membawa koper kecil milik Suci dan meletakkannya di dekat pintu.
"Maaf Pak, saya mengantarkan makanan ini," seorang petugas hotel sudah ikut berdiri di depan pintu, "berikan!" Fery mengambil alih dan mendekati Suci saat petugas hotel pergi dari kamarnya.
"Apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?" Fery meletakkan nampan tersebut di atas meja dan mendekati Suci yang masih diam dan menatap nanar kearahnya, "kenapa melihatku seperti itu?" tanya Fery sembari menyingkap suir rambut Suci ke belakang telinga gadis itu.
"Apa yang sudah kita lakukan, Kak?" tanya Suci.
"Memangnya apa yang sudah kita lakukan? dengarkan aku baik-baik, jangan sampai aku melihatmu ada di tempat seperti itu, ini untuk yang pertama dan terakhir kamu menyentuh minuman itu, kamu mengerti?" Fery mengalihkan pembicaraan dengan memberikan peringatan seakan tidak mau dibantah.
"Kakak bilang, kakak tidak mau membuatku malu, kakak tidak mau menyakitiku tapi apa yang sudah Kakak lakukan? apa yang sudah kita lakukan Kak?" Suci yang panik masih saja mencerca Fery dengan pertanyaan.
"Kamu tidak ingat apa' pun? kamu tidak ingat apa yang sudah kita lakukan?" tanya Fery.
"Tolong jelaskan apa yang sudah kita lakukan Kak! jangan buat aku bingung begini."
"Tenanglah ... perlahan tapi pasti kamu akan mengingatnya! yang penting sekarang kamu sudah menjadi milikku seutuhnya, kamu tidak bisa pergi tanpa ijinku, sekarang bersihkan tubuhmu dan bersiaplah, hari ini juga kita kembali ke Kota!"
"Kenapa Kakak melakukan ini? apa aku sudah tidak Suci lagi? harusnya ini tidak terjadi Kak!" Suci sudah meninggikan suaranya.
"Sssttt tenanglah, mulai sekarang kamu sudah menjadi tanggung jawabku, jadi kamu tidak perlu cemas, lagi pula tidak terjadi apapun, aku tidak menyentuhmu sama sekali." Fery memeluk Suci dan mencoba untuk menenagkannya.
"Jahat hiks hiks hiks aku sudah tidak Suci lagi, maafkan Suci! ayah ... ibu! maafkan Suci!" Suci yang tidak percaya sudah menangis dalam dekapan Fery.
"Kita pulang ya, percayalah kamu masih Suci sayang, dan kita akan menikah secepatnya."
***
Pagi itu juga Suci dan Fery memutuskan untuk membawa Suci dan meninggalkan asistennya yang harus meninjau lokasi, Milla dan Nino yang merasa dirugikan sudah memberikan laporan kepada Ariel mengenai pemutusan kerja sama mereka yang diputuskan Fery secara sepihak.
Fery dan Suci sudah berada di dalam pesawat, tidak seperti perjalanan sebelumnya yang terlihat romantis, kali ini Suci diam seribu bahasa pikirannya masih menerawang jauh, dalam hatinya masih mempertanyakan kesuciannya sendiri, sementara Fery terlihat sibuk mengecek email dari ponselnya sesekali melirik Suci yang duduk di sampingnya.
Kedatangan mereka di Bandara sudah di tunggu supir yang dikirim Ariel untuk mereka dan langsung membawa mereka ke tempat tujuan, "apa yang kamu pikirkan hm?" tanya Fery sembari menyatukan jari-jemari mereka.
"Tidak ada... " Suci menjawab dengan lirih, ia baru menyadari kalau tempat ini sangat tidak asing untuknya, semua persiapan baik itu tiket Fery sendiri yang menyiapkan, pikirannya yang masih tidak fokus membuatnya baru menyadari tempat ini, "kenapa kita pulang ke kampung?" tanya Suci.
"Jangan khawatir, hari ini juga aku akan melamarmu di depan semua keluarga yang sudah menunggu kita," ucapan Fery menyenangkan hati Suci, karena impiannya menikah dengan Fery akan terwujud, tapi hati kecilnya masih belum merasa tenang, apakah harus dengan cara seperti ini? pikirnya.
Tidak butuh waktu lama, sampailah keduanya di tempat tujuan, Suci terkejut dan menatap tidak percaya dengan keramaian yang ada di depan rumahnya, jantungnya bertetak kencang, aliran darahnya seakan berhenti mengalir, tubuhnya mendadak menjadi dingin, wajahnya menjadi pusat pasi, benarkah ia sudah ditunggu? untuk apa mereka menunggu kedatangannya?
Suci masih enggan turun dari mobil, kedua matanya sudah mulai berkaca-kaca, bahkan tubuhnya sudah sangat lemas, "tidak mungkin..." ucapnya lirih.
"Kamu pasti kuat, bersabarlah, aku tahu kamu pasti bisa melewati ini," Fery memeluk Suci yang sudah menangis ,"sekarang kita turun ya," perlahan Fery mengajak Suci keluar dari mobil.
Semua mata tertuju pada Suci yang berjalan sempoyongan menuju tenda biru, tidak ada yang membuka suara, mereka hanya mengeluarkan air mata, yang membuat Suci semakin ketakutan, ketakutan untuk menerima kenyataan.
"Tidak mungkin huuuhuuuhuuu tidak mungkin! ! ayah jangan tinggalkan Suci, ayah hiks hiks hiks," tangisan Suci pecah saat membaca karangan duka cita yang mengatas namakan ayahnya.
"Ayah huhuhu," Suci sudah hampir tidak sadarkan diri, dengan sigap Fery menggendong dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Suci huhuhu!" Ibu Suci menyambut anaknya dengan tangisan, kesedihannya semakin bertambah saat melihat kondisi anaknya.
"Ibu huhuhu tidak mungkin, Bu! ayah tidak mungkin meninggal, Bu huhuhu!" Suci menolak untuk melihat tubuh ayahnya yang terbujur kaku, tapi hatinya terpanggil untuk mendekatinya.
"Ayah ! ayah ! ayah huhuhuhuhu jangan pergi! jangan tinggalkan Suci, ayah huhuhu!" tangisan Suci membuat semua orang ikut menangis
Ariel, Airin, Yusri, Endi dan Alisa nampak duduk didekat Nyonya Widia dan Nyona Farida, sementara Anggun sudah berderai air mata di dalam kamar, semua berkumpul di hari duka.
"Ayah, maafkan Suci, maafkan Suci ayah hiks hiks hiks." Suci masih menangis di dalam dekapan Fery, hatinya sangat hancur dan menyesali kejadian yang membuat dukanya semakin mendalam.
Apa yang dilakukan Fery kepada Suci?
Benarkah Fery sudah menodai Suci?
Hayuklah tebak-tebak buah manggis....
Saya sudah kasih kode belum bisa update minggu ini😅tapi ini agak dipaksa untuk readers ya, maaf kalau nanti updatenya gak tepat waktu, Real life gak bisa di ganggu gugat😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!