Sekarang sudah pukul delapan. Namun tak membuat seorang gadis yang duduk menekuk kakinya di depan dada itu beranjak dari tempatnya. Sudah hampir 2 tahun lamanya dia seperti mayat hidup.
Kebiasaannya selalu menyendiri dengan pandangan kosong ke arah hujan yang seakan menemani kesepian yang dirasakan gadis cantik itu. Ya, dia adalah Zita. Hanna Az-Zita Abdullah. Putri bungsu keluarga Malik Noto Abdullah dan Naya Riana.
Cklek.
''Zi ayo turun makan malam sekalian ada yang mau mama sama papa obrolin.'' ucapnya lembut
Zita menoleh tanpa menghilangkan raut wajah datarnya. ''Ayo nak sebentar aja.'' Wanita paruh baya itu menghampiri Zita dan memegang pundaknya.
Akhirnya Zita turun dari jendela dan berjalan mendahului ibunya menuju ke ruang makan.
Disana sudah ada Ayahnya duduk menunggu kedatangan nya.
''Sini Zi papa mau ngomong.''
Malik menghela nafas sebentar. ''Besok kita pindah ke Jogja. Papa sama Mama ada kerja disana. Kamu harus ikut karena mungkin bakal lama disana.'' tuturnya seraya menatap lembut putrinya yang hanya diam menunduk tak bereaksi apa-apa.
''Zii.'' Naya menyentuh pundak Zita membuat sang empunya kaget.
''Kamu ngelamun lagi nak?''
''Eh..enggak.'' elaknya padahal sudah jelas ia sedikit tersentak tadi.
''Gimana kamu mau ya? kalau kamu disini kami takut kamu kenapa-kenapa. Di kota ini cuma ada Om Roy, lagipula dia juga sangat sibuk dengan pekerjaannya. Mau ya Zi?"
Zita masih diam tak bergeming.
''Iya sayang kita pindah ke sana biar kamu bisa ceria lagi jangan seperti ini ya sayang?" Zita kemudian mendongak menatap ke arah orangtuanya.
''Nggak! Mana mungkin aku ninggalin Kakak disini! Yang aku butuhin itu cuma Kakak!'' ucapnya seraya berlalu.
''Zii tunggu!" Zi pun menoleh.
''Kalo kalian mau pergi, pergi aja! Aku nggak mau dan aku akan aman karena ada Kak Tito disini!" kemudian kembali ke kamar.
''Gimana ini Pa?" Naya terlihat khawatir dengan keadaan mental putrinya itu.
''Sabar aja dulu kita lakuin pelan-pelan biar Zita nggak berontak. Kita sabar dulu ya.'' Ujarnya sambil mengelus punggung istrinya.
...****************...
Flashback on.
''Dek turun nggakk!!"
''Nggak mau wlee kalo mau sini naik laki apa bukan sih?" teriaknya sambil tertawa.
"Awas ya kamu! Kakak nggak mau lagi deh anterin kamu ke sekolah, jalan kaki aja sonoh!''
"Terserah! Aku mau minta dibeliin motor papa aja lagian aku kan udah mau SMA besok udah boleh bawa motor sendiri." Zita menjulurkan lidahnya ke arah kakaknya membuatnya mencebik.
Saat hendak turun tiba-tiba kakinya menginjak ranting rapuh kemudian..
Kretttk
Bruukkkk
Jatuhlah Zita ke bawah bersamaan dengan ranting yang diinjaknya tadi.
"Awshh"
"Dek?! kamu nggak apa-apa? kaki kamu berdarah dek ayo Kakak gendong." Kakaknya pun menggendongnya menuju kamar Zita padahal jarak dari lapangan depan ke kamar Zita cukup jauh.
Sampai di kamar.
''Duduk dulu kamu Kakak obatin! Bandel sih kuwalat kamu kan sama Kakak. Sakit banget ya?!''
''Udah kak Zita aja--katanya tadi masih kesel hmm?''
''Ck. Liat nih! darahnya keluar terus gini malah cengengesan aja?!'' sewot kakak nya karena Zita terlihat santai.
"Apaan sih kakk udah deh Zita itu nggak kenapa-kenapa cuma segini doang mah kacang Kak." Zita menjentikkan jarinya sambil tersenyum.
'' Udah diem dulu! Ngeyel banget dibilangin!'' Zita menatap Kakaknya yang telaten mengobati lukanya dan menempelkan plester di lengan dan lututnya yang terluka. Dia menarik bibirnya keatas melihat Kakak nya begitu khawatir padanya.
"Makasih ya Kak. Kak Tito segalanya buat Zita." ucapnya seraya memeluk kakaknya.
Tito pun tersenyum dan membalas pelukan Zita. ''Anything for you, my kitty pride."
Flashback off.
Zita kembali ke kamarnya. Ia duduk di pinggiran ranjang menatap sebuah foto dua orang yang sedang tersenyum lebar menghadap kamera. Tanpa sadar air matanya jatuh tanpa diminta.
"Zita nggak mau nangis lagi Kak. Tapi dada Zita selalu sesak setiap keinget Kakak--'' lirih Zita.
''Zita kangen Kakak--Zita pengen sama Kakak'' tangisnya pun pecah,dia menggigit bibir bawahnya agar isakannya tidak keluar.
...****************...
...----------------...
Zita bangun dari tidurnya. Diliriknya jam di nakas pukul 06.00. Semalam dia menangis hingga kelelahan lalu dia tertidur. Zita bangkit dan meraih handuk kemudian masuk ke kamar mandi.
Selesai memakai seragamnya dia melihat dirinya di depan cermin. Rambut sebahu yang hanya diikat asal dan tanpa make-up. Tak lupa muka dinginnya yang selalu melekat pada gadis cantik itu selama 1 setengah tahun terakhir ini.
''Sini sayang kamu sarapan dulu semalam belum makan kan?" sambut mamanya hangat saat Zita berjalan menuruni tangga.
Zita langsung duduk di meja makan dan memakan sarapan nya. ''Zita--'' Naya memegang salah satu punggung tangan putrinya yang tidak digunakan untuk makan.
Zita mendongak menatap wajah sendu ibunya. Dia tahu ibunya juga khawatir dengan keadaannya. Tapi apa boleh buat, dirinya masih belum bisa menerima kenyataan.
''Sayang nanti dianter mama ya ke sekolah? sekalian mama mau ngurus perpindahan kamu dari sekolah itu'' ujarnya pelan.
Mendadak dadanya bergemuruh mendengar perkataan mama nya.
''Kenapa sih mah? Zita kan bilang enggak mau!!!"
''Bener mama kamu Zita--kami juga kehilangan seperti kamu tapi jangan seperti ini sayang kami mohon---'' Papa nya membenarkan ucapan Mama nya.
''Sekali enggak ya enggak!!''
Zita bangkit dari duduknya meninggalkan ruang makan tanpa menghiraukan panggilan mama nya.
Zita menuju garasi mengeluarkan motor sport hitam milik Kakaknya itu. Menyalakan mesin dan melesat dengan cepat membelah kemacetan di ibukota.
...****************...
Zita berjalan santai melewati koridor sekolah memasukkan tangannya ke saku celana. Ya. Dia memang memakai celana saat bersekolah tak seperti teman wanitanya yang lain. Jika tidak memakai celana dia tidak mau bersekolah, begitu katanya. benar-benar anak ini!
Grep. Badannya dipeluk oleh seorang.
''Ngapain sih Nin. Lepas nggak!'' Zita mencoba melepaskan pelukan Nindy namun gadis itu memeluknya erat.
''Nggak mau! elo darimana aja telpon gue nggak lo angkat! whatsapp gue nggak lo bales! mau lo apa sih?!'' Nindy menghempaskan tubuh Zita karena kesal dengan sahabat nya itu.
''Tidur!'' balas Zita santai.
''Eiitss tunggu! elo nangis lagi ya semalem, mata lo bengkak gitu?! sini lo ikut gue!'' Nindy menarik paksa tangan Zita membuat sang empunya tangan menurut saja.
Nindy membawa Zita ke lapangan belakang tempat biasa mereka berdua bolos pelajaran dan berbagi cerita. Nindy mengetahui seberapa kehilangan nya Zita. Zita terlihat datar dan tegas saat berada di luar tapi saat berdua dengannya dia menunjukkan sisi paling rapuh nya.
''Gue tau Zi'' Zita masih diam.
Nindy menarik nafas panjang lalu membuangnya. ''Kalo ada masalah cerita aja, jangan disimpen sendiri.'' Dia menatap wajah Zita, lalu menggenggam tangan nya menyalurkan kekuatan padanya.
Lama Zita terdiam akhirnya ia membuka suara.'' Gue disuruh pindah sama Papa ke Jogja. Gue nggak mau. Gue nggak bakal bisa ninggalin ini semua. Gue nggak mau Nin.'' ujarnya menoleh ke Nindy.
''Ini emang berat buat lo. Gue tau banget lo itu gimana Zi. Tapi elo mau sampai kapan begini? Gimana masa depan lo nantinya? Lo masih punya orangtua yang sayang dan ngedukung elo. Elo mau gitu ngecewain mereka? Cuma elo yang mereka miliki saat ini Zi'' Nindy kini memegang kedua tangan Zita agar dia melihat ke arah nya.
Zita masih bungkam menatap manik mata Nindy yang menunjukkan penuh harap. ''Lo sama aja kaya nyokap gue!'' Zita hendak berdiri namun tangannya dicekal oleh Nindy.
''Dengerin dulu!''
''Apa sih?!''
''Lepasin gue Nin!''
''Gue mau yang terbaik buat elo Zi-- jangan kayak gini please--'' ''Kemana elo yang dulu Zi gue kangen---gue ngerasa kehilangan Zita dalam hidup gue--lo kayak orang lain buat gue.'' mata Nindy sekarang sudah berkaca-kaca.
Zita menatap Nindy yang kini mata nya memerah menahan tangis. Dia pun duduk kembali memeluk sahabatnya yang sudah dari TK selalu bersama nya itu.
...****************...
''Ayo sayang kita turun Papa udah nunggu di bawah'' ajak ibunya melihat putrinya yang masih memegangi ponsel.
Zita hanya diam tak menghiraukan ucapan ibu nya. Dia lalu bangkit sebagai tanda dia mendengarkan ucapan wanita yang telah melahirkannya itu. Dia akhirnya memutuskan untuk ikut bersama orangtuanya setelah Nindy memohon-mohon padanya.
Nindy memang orang yang selalu ada di sisinya selama ini. Dia sayang sekali dengan sahabat nya itu. Makanya ia pun mau ikut pindah bersama orangtuanya.
Zita menarik koper miliknya dan menyandang ransel hitam di bahu sebelah kanan nya. Dia menarik knop pintu kamar nya, ia kembali membalikkan badannya menatap sekeliling kamar.
Sebentar lagi, dan entah sampai kapan ia tidak bisa melihat suasana kamar nya ini yang penuh kenangan bersama Kakak nya.
Dia membuka pintu dan berjalan keluar. Naya menatap ketidakrelaan Zita meninggalkan rumah dan kenangan nya. Namun ini untuk kebaikan mereka semua. Agar mereka tidak terus mengingat kejadian dimana Tito meninggal.
''Mama sayang kamu Tito---dimanapun mama berada kamu selalu di hati mama-- maafin mama nggak bisa ngelindungin kamu--semoga kamu tenang ya nak disana.'' suaranya bergetar karena menahan tangis.
...****************...
Hai hai!!
Gimana ceritanya? Jangan lupa like dan comment ya:)
Butuh banget kritik dan saran kalian semua...
Semoga berkesan🤗
Di sini lah Zita sekarang. Yogyakarta. Kota yang di juluki daerah istimewa ini entah bisa membuat hidup nya lebih istimewa atau tidak Zita tidak tahu.
Yang jelas hari ini Zita sudah meninggalkan Jakarta dan semua yang ada di sana. Kakak nya, kenangan nya, kebersamaan nya, dan kejadian buruk itu terus membelenggu di ingatan gadis itu.
Mereka sedang makan malam bertiga di rumah baru mereka di sini. ''Zii---Zita sayang?!''
Zita tersentak saat mama nya memanggil.
''Kamu melamun lagi kan? Zi mama mohon kamu harus bisa ikhlas nak--semua memang sudah takdir nya-- mama minta kamu bisa membuka lembaran baru lagi ya sayang?'' Naya mengusap tangan Zita dengan lembut.
''Iya Zii Papa ngerti--''
''Ngerti apa ha?! mana tahu kalian gimana rasanya kehilangan Kakak! kalian nggak pernah ada waktu buat kami! kak Tito yang selalu ada buat Zita!! kalian mana pernah?! Harusnya Zita nyusul Kakak aja waktu itu!!'' Potong Zita berteriak dengan
wajah memerah menahan emosi dan tangisnya bersamaan.
''Jaga ucapanmu Zita!!'' bentak Papa nya.
''Kenapa?! emang bener kan yang aku omongin. Zita kecewa sama kalian!!'' Zita bangkit dari duduknya berjalan keluar.
''Zii! Zitaa!!'' ucap Naya mencegah Zita keluar.
''Sudah lah Mah biarkan dia dulu. Biarkan dia tenang.'' Malik menghentikan Naya agar tak mengejar Zita.
''Tapi gimana kalo dia kenapa-kenapa Pah? Mamah khawatir banget--''
'' Dia memang selalu begitu kan kamu tenang saja.'' Istrinya pun mengalah.
...****************...
'' Totalnya berapa? mbak nya cantik deh.'' ujar seorang cowok mengedipkan sebelah matanya.
''Emm--- semuanya ja jadi 500 rb mas.'' Jawab kasir gugup karena ditatap oleh cowok luar biasa ganteng di depan nya.
''Oke--nih'' sambil menyodorkan kartu debit. Saat hendak mengambilnya tiba-tiba ditarik lagi oleh pemilik nya.
''Eitss tunggu--tapi besok temenin saya jalan, oke?'' Kasir nya pun hanya tertunduk malu kemudian mengangguk cepat.
''Oke kalo gitu makasih cantik'' Dia pun melangkah keluar sambil mengedipkan sebelah matanya membuat wanita mana pun akan lemas dibuat nya.
Dia memasukkan belanjaan nya ke dalam mobil kemudian mulai menjalankan mobil nya pulang ke rumah. Saat ia hendak masuk gerbang, ia tak sengaja melihat seorang cewek sendirian di taman perumahan dekat rumah nya.
'loh itu siapa malem-malem gini disana? jangan-jangan kuntilanak lagi! tapi itu kakinya napak kok!'
Dia pun menghampiri wanita tersebut dan memang itu manusia bukan hantu. ''Hai!! mbak nya ngapain di sini sendiri?''
Akhirnya yang ditanya pun mengangkat wajah nya menatap seseorang yang tengah berdiri di samping nya. Hanya sebatas melirik tanpa ada niatan untuk menanggapi.
''Kenalin nama gue Abizal! Panggil aja Abi atau Bizal.'' menjulurkan tangan kepada nya.
''....''
Satu menit. Dua menit. Bizal pun menurunkan tangan nya lalu duduk di samping wanita tadi.
''Rumah gue di san----'' belum sempat Bizal bicara tapi wanita itu sudah beranjak dan meninggalkan nya tanpa sepatah kata pun.
''---na!!! gilak gue nggak di anggep dari tadi ngomong! dah lah orang stres kalik!'' Ia pun pergi meninggalkan taman.
...****************...
Hari ini adalah hari pertama Zita masuk ke sekolah.
SMA Nusa Bangsa, itu lah nama SMA baru nya.
''Zi! sarapan dulu yuk sayang sebelum berangkat.''
Kedatangan nya di ruang tamu disambut oleh suara lembut ciri khas Naya. Dia hanya diam kemudian duduk di samping Papa nya.
''Kamu nanti Papa anter ya Zi! Kamu kan belum tahu sekolahan nya.'' Zita hanya membalas dengan deheman kecil.
Selesai sarapan mereka pun berangkat.
''Ayo Zi kamu naik mobil bareng kami kan?''
''Enggak Zita naik motor sendiri aja, Zita nurutin di belakang.'' jawabnya sambil memakai jaket dan helm fullface nya. Keduanya pun mengangguk dan memasuki mobil.
Sesampainya di sekolah mereka menjadi bahan tontonan para murid disana karena kedatangan seorang pengusaha sukses yang terkenal se antero negeri. Malik Noto Abdullah. Dia adalah seorang pembisnis besar yang bahkan sudah merambak hingga ke pasar Asia.
'' Eh itu kan Malik Noto Abdullah mau ngapain dia kesini?!''
'' Denger-denger anaknya mau sekolah di sini ternyata bener?!''
'' Wah! yang bener lo?!''
'' Tapi kok gue nggak lihat ada anak nya?''
'' Iya sama!'' para siswa siswi pun ramai membicarakan tentang mereka.
Sementara Zita tengah berjalan dari arah parkiran karena harus memarkirkan motor nya dulu. Dia melewati koridor berjalan memasang wajah datar nan dingin ciri khas nya satu setengah tahun belakangan ini.
Ia diamati oleh banyak siswa siswi disana yang terus menggunjing nya entah apa. Ia hanya menatap lurus mencari ruang kepala sekolah. Ia pun membuka pintu, di dapati nya Papa dan Mama nya sedang berbincang dengan lelaki paruh baya ber name tag 'Yudho Prawiro' yang ia yakini adalah Kepala Sekolah SMA ini.
'' Kamu Zita kan? sini duduk dulu ada beberapa hal yang harus saya jelaskan'' ucap lelaki paruh baya tersebut Zita pun menurut.
''Kamu ada di kelas 11 IPA 1, hari ini kamu bisa langsung mengikuti pembelajaran saja agar bisa mengikuti teman-teman yang lain. Saya harap kamu bisa nyaman belajar di sini.'' ujarnya menyunggingkan senyum ramah.
''Saya titip Zita ya di sini, tolong awasi dia agar dia mau belajar lagi.'' Naya mengangguki ucapan suaminya ''Iya kami minta tolong ya?''
'' Tenang saja Malik, pasti saya akan memberikan yang terbaik untuk Zita'' Malik dan Naya tersenyum lega mendengar perkataan Yudho. Zita hanya diam memainkan ponsel nya tanpa menghiraukan obrolan mereka.
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!