Di sebuah negara bernama Republik Incandescia terjadi sebuah perebutan kekuasaan yang mengakibatkan kekacauan di negeri tersebut. Para kesatria saling berperang untuk membela kelompoknya. Para kesatria itu juga tidak segan-segan membakar rumah dan peternakan milik penduduk apabila para penduduk menolak untuk membayar upeti. Mereka tidak perduli sedikit pun dengan nasib para penduduk yang ditindasnya.
Di tengah kekacauan itu ada seorang pemuda yang memandangi dari kejauhan. Dia memiliki kulit putih, berambut lurus seleher berwarna hitam dan warna iris matanya juga berwarna hitam. Dia mengenakan sebuah baju zirah ringan dan jubah berwarna kuning. Di pinggangnya terdapat sebuah pedang jenis gladius dengan bilah berwarna kuning dan sarung pedang serta gagang yang terbuat dari emas.
Dia melihat seorang anak laki-laki yang terluka pada bagian punggungnya. Anak tersebut berlari ke arahnya dan jatuh tersungkur tepat di hadapannya. Anak tersebut memegangi kaki pemuda tersebut seolah memohon pertolongan. Namun tak lama kemudian anak tersebut pun mati karena kehabisan darah. Pemuda tersebut
memandangi sejenak mayat anak tersebut dan pergi menuju desa yang dibakar oleh para kesatria tempat anak tersebut berasal. Tak lama kemudian pemuda tersebut pun berhadapan dengan para kesatria.
“Hei anak muda, cepat minggir dan jangan halangi jalan kami!” Kata salah seorang kesatria yang menunggang kuda. Namun pemuda tersebut tetap diam dan tidak bergerak sedikitpun dari tempat dia berdiri.
“Kau ini tuli ya? Cepat minggir atau kau akan kami habisi seperti yang lain!” Kata kesatria yang lain. Pemuda itu malah menyingkap jubahnya dan menunjukkan pedangnya kepada para kesatria.
“Tidak mungkin, pedang itu!” Para kesatria terkejut ketika melihat pedang dari pemuda tersebut.
“Ayo semuanya, kita serang dia!” Para kesatria pun mengepung pemuda tersebut. Namun sebelum para kesatria sempat menarik pedang mereka, leher mereka sudah tertebas duluan dan jatuh tersungkur. Pedang milik pemuda tersebut tiba-tiba sudah berlumuran darah dan ternyata itu adalah darah milik para kesatria tersebut. Pemuda tersebut mengibaskan pedangnya untuk menghilangkan darah kemudian menyarungkan pedangnya lagi.
“Terima kasih karena telah menolong kami tuan pengembara! Kalau tidak ada anda mungkin nyawa kami sudah melayang.” Kata kepala desa dan para penduduk pun keluar dari tempat persembunyiannya.
“Kalian tidak usah berterimakasih padaku! Aku hanya kebetulan lewat sini.” Kata pemuda tersebut.
“Sebagai rasa terima kasih kami, terimalah koin-koin emas ini dan anda juga boleh tinggal disini!” Kata kepala desa tersebut.
“Tidak usah, gunakanlah uang kalian untuk memperbaiki rumah dan peternakan kalian!” Pemuda tersebut menolak koin tersebut dan melanjutkan perjalanannya.
***
10 tahun yang lalu di Kota Taranes Timur. Diadakan sebuah perekrutan kesatria unit khusus untuk menjadi pengawal dari Earl Nargesius. Saat itu ada sekitar 1000 orang yang mendaftar, namun hanya 120 orang yang diterima setiap tahun. 120 orang yang terpilih akan menjalani pendidikan selama 3 tahun dan kemudian akan mengabdi selama 7 tahun sebagai pemimpin regu kesatria pengawal Earl Nargesius.
Di dekat sebuah papan pengumuman ada seorang pemuda berumur sekitar 18 tahun berkulit putih, berambut hitam lurus seleher, iris matanya juga hitam dan tubuhnya tinggi tegap. Dia melihat pengumuman kelulusan dan mencari namanya di kertas tersebut. Di kertas tersebut tertulis “Levy Sylgia” yang merupakan nama pemuda tersebut. Pemuda tersebut pun tersenyum setelah melihat namanya ada di kertas pengumuman kelulusan tersebut.
Kemudian datang seorang pemuda menyapa Levy. Dia bercirikan berambut hitam pendek bergelombang, berkulit kecokelatan, bertubuh agak pendek dan memiliki iris mata berwarna hitam. Namanya adalah Dimitriy Tartares. Dia adalah peserta pendidikan yang seangkatan dengan Levy.
“Kau lulus, Levy?” Tanya Dimitriy sambil tersenyum.
“Oh, ternyata kau Dimitriy. Ya, aku lulus. Kita akan menjadi teman seangkatan dan menjadi kesatria terbaik setelah lulus nantinya.” Kata Levy.
“Kau ini optimis sekali ya.” Kata Dimitriy dan mereka berdua pun tertawa.
Tiga hari setelah itu mereka pun melakukan pelatihan. Para kadet dibekali dengan senjata replika yang bentuknya seperti dengan senjata asli. Para kadet tidak diberi senjata asli untuk menjaga keselamatan mereka. Para kadet memilih senjata sesuai bakat dan kemampuan mereka masing-masing. Levy memilih sebuah senjata berbentuk short sword.
Mereka juga dibagi menjadi 2 kubu yaitu fraksi biru dan fraksi merah. Levy harus berpisah dengan Dimitriy karena Levy berada di fraksi biru sedangkan Dimitriy berada di fraksi merah. Setelah upacara pembukaan selesai para kadet pun masuk ke kelas masing-masing untuk menunggu pelatihan pertama mereka.
Mereka menjalani pelatihan dengan serius dan tidak terasa kalau mereka sudah 3 bulan menjalani pelatihan. Ini adalah saat dimana mereka akan menjalani ujian kompetensi untuk menguji sejauh mana kemampuan mereka. Mereka akan bertarung 1 lawan 1 di fraksi masing-masing. Levy akan bertanding melawan Adrian Abramelin. Dia adalah pemuda berbadan besar dengan tinggi hampir sama dengan Levy. Dia memiliki rambut hitam pendek, berkulit cokelat cerah dan memiliki iris mata berwarna biru tua. Dia mengenakan baju zirah berat dan bersenjatakan sebuah replika greatsword berjenis zweihander.
Setelah wasit memberikan aba-aba maka pertarungan pun dimulai. Adrian langsung mengayunkan pedangnya ke arah Levy dan dengan sigap Levy menghidari serangan dari Adrian. Semuanya terkesima melihat pertarungan mereka berdua. Adrian terus berusaha untuk mengenai Levy tetapi Levy terus menghindar untuk menunggu saat
yang tepat untuk menyerang. Levy sudah tahu kalau berat senjata replika yang mereka gunakan sama dengan berat senjata aslinya. Dia sadar kalau setiap serangan yang dilakukan oleh Adrian membutuhkan tenaga yang lebih besar karena Adrian memilih great sword sebagai senjatanya. Setelah melakukan 12 kali tebasan Adrian pun berhenti menyerang, dia mulai kehabisan napas. Levy pun mencabut pedangnya dan berusaha menyerang balik Adrian. Dia menghunuskan pedangnya ke leher Adrian dan berdiri di jarak dimana Adrian tidak mungkin bisa menebaskan pedangnya.
“Menyerahlah, kau sudah kalah!” Kata Levy sambil tersenyum.
“Dalam mimpimu!” Tangan kiri Adrian meraih bahu Levy dan kemudian dia pun menanduknya. Levy pun terjatuh dan Adrian langsung menghunuskan pedangnya kepada Levy yang sedang terbaring di tanah. Levy pun dengan terpaksa menjatuhkan pedangnya dan mengangkat kedua tangannya sebagai tanda kalau dia menyerah. Pertandingan ini dimenangkan oleh Adrian Abramelin.
Sejak kekalahannya melawan Adrian Abramelin, semua orang di fraksinya memandang rendah Levy walau ada beberapa orang yang tidak ikut-ikutan. Mereka mengolok-oloknya dan memuji Adrian Abramelin. Tidak hanya sampai disitu, Adrian Abramelin juga terang-terangan memamerkan kemenangannya di hadapan Levy. Namun Levy tidak pernah menganggap serius ucapan mereka. Dia beranggapan kalau apa yang dilakukan oleh teman-temannya hanyalah sebuah gurauan.
Sepulang dari pelatihan Levy bertemu dengan seorang pemuda bertubuh pendek, berkulit putih, berambut pendek cokelat lurus dan bermata cokelat tua. Dia adalah teman Levy di fraksi yang sama yang bernama John Aragos. Dia tampak kebingungan mencari arah tempat asramanya. Kemudian Levy menghampirinya.
“Kau rupanya. Sedang apa kau disini?” Tanya Levy kepada John.
“Aku ingin ke asrama tapi aku belum terlalu hapal daerah sini.” Kata John.
“Kebetulan aku juga mau kesana, akan ku tunjukkan jalannya!” Levy dan John pun pergi ke asrama. Mereka berdua saling bercerita dan mulai kenal satu sama lain.
“Aku melihatmu ketika melawan Abramelin! Waktu itu kau hampir mengalahkannya kan, Sylgia?” Tanya John penasaran. Rupanya John telah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada pertandingan itu.
Levy terdiam sejenak. Sebenarnya dia tidak mau membahas apa yang sudah terjadi namun akhirnya dia mengatakannya juga. “Yah seperti yang kau tahu, saat itu aku berhasil menghunuskan pedangku ke leher Abramelin.” Kata Levy.
“Tapi dia menandukmu kan?” Tanya John memotong kata-kata Levy.
“Ya, itu benar sih.” Levy menjawab dengan gugup.
“Harusnya kau melakukan pembelaan waktu itu!” Kata John.
“Tidak apa-apa, kekalahan kecil seperti itu tidak akan menghambatku.” Kata Levy penuh percaya diri.
Akhirnya mereka berdua telah sampai ke tempat tujuan. Mereka berdua pun berpisah karena mereka berbeda kamar. Levy merasa senang karena telah mengenal John karena akhirnya dia mendapatkan teman baru. John juga adalah teman yang baik karena ketika yang lain meremehkan Levy justru dia malah mendukung Levy.
Setahun telah berlalu semenjak Levy mengikuti pendidikan untuk menjadi kesatria. Teman-teman yang satu fraksi dengannya masih sering menghinanya. Hinaan mereka semakin menjadi-jadi ketika Levy mendapatkan predikat paling rendah di fraksinya. Sampai pada akhirnya Levy mulai tidak tahan dengan perlakuan mereka dan berubah menjadi pemarah. Dia tidak bisa fokus kepada materi yang diberikan, yang ada di pikirannya adalah bagaimana caranya agar dia bisa membalas dendam kepada mereka. John sering mengingatkan Levy untuk tidak berpikiran seperti itu sebagai teman yang baik. Namun Levy tetap bersikeras untuk membalas perbuatan mereka suatu saat nanti.
Suatu hari terjadi perselisihan antara fraksi biru dan fraksi merah sehingga menyebabkan hubungan kedua fraksi renggang. Sering terjadi adu senjata di antara kedua fraksi. Untung saja senjata yang digunakan hanya sebuah replika sehingga tidak menimbulkan korban jiwa maupun luka berat.
Suatu hari Levy sedang berkeliling di sekitar akademi karena dia muak mendengar hinaan dari teman-teman satu fraksinya. Tanpa disadari dia sudah berada di kawasan asrama fraksi merah dan dia pun langsung dihadang oleh 3 orang dari fraksi merah. Masing-masing dari mereka membawa senjata replika berupa arming sword dan sebuah perisai.
“Kau dari fraksi biru kan? Kenapa kau memasuki wilayah kami?” Tanya salah seorang dari mereka.
“Aku hanya ingin lewat!” Jawab Levy dengan santai sambil bergerak untuk meninggalkan mereka.
“Tunggu dulu! Kau pikir akan semudah itu setelah apa yang kalian para fraksi biru telah lakukan kepada teman-teman kami?” Salah seorang dari mereka menghalangi langkah Levy.
“Lagi-lagi masalah perseteruan antar fraksi ya? Lakukan saja sesuka kalian, aku tidak mau terlibat masalah kalian!” Levy melanjutkan langkahnya namun tiba-tiba salah seorang dari mereka menebaskan pedangnya kepada Levy. Dengan cepat Levy menarik short sword miliknya dan menangkis serangan tersebut.
“Sialan!” Mereka bertiga pun mengeroyok Levy dan Levy pun balik melawan. Serangan demi serangan dari mereka dapat dihindari dan ditangkis oleh Levy. Tidak seperti saat di pelatihan, kali ini Levy bisa bertarung dengan fokus ketika melawan ketiga orang dari fraksi merah ini.
Di kejauhan ada seorang pemuda berkulit putih, memiliki iris mata biru, berambut perak lurus pendek dan bertubuh agak tinggi sedang mengamati pertarungan mereka. Di pinggangnya terdapat sebuah katana. Dia adalah Helnart Silverfang, salah satu orang terkuat di fraksi merah. Dia mengamati dengan serius pertarungan antara Levy dan ketiga rekannya.
“Kau tertarik dengan bocah fraksi biru itu, Helnart?” Tiba-tiba muncul seorang pemuda berambut pirang lurus panjang sebahu, memiliki iris mata hijau, bertubuh agak tinggi dan membawa sebuah tombak di tangan kanannya. Dia adalah Mark Angelfaith, sahabat dari Helnart.
“Sayang sekali dia ada di fraksi biru, harusnya dia berada di sisi kita. Akhirnya aku menemukan orang yang setara denganku.” Kata Helnart.
“Seperti biasa, pengamatanmu benar-benar sempurna. Bocah itu, dia tidak asal-asalan dalam memilih senjata. Orang awam pasti akan mengira kalau short sword adalah senjata yang lemah. Tetapi kenyataannya berbanding terbalik, short sword bisa berubah menjadi sebuah senjata paling mematikan jika dipegang oleh seseorang yang sudah sangat berpengalaman.” Kata Mark.
“Aku menginginkan anak itu!” Helnart pun menghampiri Levy. Dia langsung mencabut katana-nya dan menyuruh pergi ketiga rekannya yang telah dikalahkan oleh Levy. Kemudian dia pun memasang kuda-kuda.
“Ayo maju! Akan ku kalahkan kalian semua!” Kata Levy sambil memasang kuda-kuda dan tersenyum sengit. Mereka berdua pun saling melancarkan serangan. Serangan mereka sama-sama kuat dan cepat. Bahkan pedang mereka yang saling beradu menimbulkan angin yang sangat kencang. Semua orang yang melihatnya berdecak
kagum. Baru pertama kali mereka melihat orang yang bisa seimbang ketika melawan Helnart selain Alvey Wilfenburg.
“Kau sangat ahli dalam menggunakan short sword, aku menghormatimu sebagai lawan! Kalau kau berasal dari fraksi merah mungkin kau sudah ku anggap sebagai rekan dari dulu. Tapi sayang sekali main-mainnya cukup sampai disini.” Helnart memasang kuda-kuda kemudian menyerang Levy dengan sangat cepat bahkan lebih cepat dari serangan sebelumnya. Namun Levy dapat membaca pergerakannya dengan mudah dan menahan serangannya dengan short sword miliknya.
“Apa?!” Helnart terkejut karena ternyata Levy masih bisa menahan serangan pamungkasnya.
“Sudah ku bilang kan? Aku akan mengalahkan kalian semua.” Kata Levy sambil tersenyum sengit kepada Helnart. Mereka berdua akhirnya saling beradu tebasan sehingga menciptakan angin yang lebih kencang dari sebelumnya. Orang-orang dari fraksi merah ingin memisahkan mereka berdua tetapi mereka kewalahan karena hembusan angin yang dihasilkan dari pertarungan mereka berdua.
“Cukup sampai disitu!” Tiba-tiba Mark melompat tepat ke tengah tempat pertarungan mereka berdua dan melemparkan tombaknya ke tanah untuk memisahkan mereka berdua. Pertarungan pun terhenti dan hembusan angin pun ikut berhenti.
“Kenapa kau mengganggu pertarungan kami, Mark?” Tanya Helnart dengan kesal.
“Aku hanya tidak ingin kau kelelahan di pertarungan sebenarnya nanti ketika melawan fraksi biru nanti. Kami sangat membutuhkanmu, Helnart!” Kata Mark yang kemudian mengambil tombaknya yang tertancap di tanah.
“Oh iya, aku belum memperkenalkan diri. Namaku adalah Helnart Silverfang. Siapa namamu orang dari fraksi biru?” Tanya Helnart kepada Levy.
“Namaku Levy Sylgia!” Jawab Levy dengan singkat.
“Baiklah, Sylgia. Ku sarankan kau cepat bergegas ke fraksimu karena sore ini akan diadakan pertempuran antar fraksi! Kita bisa melanjutkan pertarungan kita yang tertunda disana.” Kata Helnart.
“Sayang sekali aku tidak sudi untuk mengikuti pertempuran bodoh kalian!” Kata Levy.
Mark pun geram mendengar perkataan Levy dan ingin menghajarnya namun dihalangi oleh Helnart. “Baiklah, ku hargai keputusanmu. Kapan-kapan mampirlah kesini lagi, jujur aku sangat mengagumi keberanianmu dan cara bertarungmu!” Kata Helnart. Kemudian Levy pun berjalan meninggalkan asrama fraksi merah tanpa mengucapkan
sepatah kata pun kepada Helnart dan Mark.
Sore hari di sebuah lapangan terbuka, masing-masing fraksi telah bersiap untuk melakukan pertempuran. Semua anggota kedua fraksi hadir disana kecuali Levy. Dia membaringkan badannya di bawah pohon yang tak jauh dari lokasi pertempuran sambil menonton pertempuran tersebut. Tak lama kemudian pertempuran dimulai dan dengan santainya Levy menonton mereka dari bawah pohon sambil tertawa. Kondisi pertempuran ini bisa dibilang tidak imbang karena kekuatan fraksi merah sangat besar, apalagi mereka memiliki anggota seperti Mark Angelfaith, Helnart Silverfang dan Alvey Wilfenburg. Melihat teman-teman satu fraksinya kewalahan Levy malah tertawa terpingkal-pingkal karena dia memang menyimpan dendam kepada teman-teman satu fraksinya.
2 tahun telah berlalu sejak Levy mengikuti pendidikan sebagai kesatria. Kondisi Levy semakin terpuruk karena nilainya adalah yang paling rendah. Ini semua akibat dari hinaan dari teman-teman satu fraksinya. Selama ini Levy tidak fokus untuk mengikuti pendidikan, yang ada di otaknya hanya bagaimana cara agar dia bisa membalas dendam. Walau begitu dia merasa bersyukur karena telah mengenal Mark Angelfaith dan Helnart Silverfang. Levy lebih senang bergaul dengan anggota fraksi merah yang merupakan musuhnya daripada fraksi biru yang merupakan
temannya.
Suatu hari di sekitar asrama fraksi biru, Levy sedang duduk termenung disana. Lagi-lagi dia tidak mengikuti pertempuran antara fraksi biru melawan fraksi merah. Tiba-tiba datanglah seorang pemuda berkulit cokelat gelap, berambut hitam pendek bergelombang dan bermata hitam menghampiri Levy. Dia adalah Daniel Irsala, salah satu orang yang sering menghina Levy.
“Ternyata kau disini ya?! Bukannya membantu teman-temanmu yang kesusahan kau malah enak-enakan disini! Dasar sampah!” Daniel pun memaki-maki Levy.
“Aku tidak perduli! Teman? Teman macam apa yang selalu menghina dan merendahkan temannya?!” Dengan penuh rasa kekesalan Levy pun pergi meninggalkan Daniel. Dia berjalan menuju asrama fraksi merah. Saat Levy ke sana ternyata pertempuran sudah usai dan semua anggota fraksi merah sudah kembali ke asrama mereka. Saat mereka melihat Levy reaksi mereka semua biasa saja tak seperti dulu. Ini semua karena Levy sering berlatih bersama Mark dan Helnart.
“Kau mau berlatih bersamaku dan Helnart lagi, Levy? Tapi tunggu sebentar ya karena kami masih kelelahan sehabis pertempuran tadi!” Mark langsung menyambut Levy.
“Baiklah, aku akan menunggu kalian.” Kata Levy yang kemudian duduk di sebuah kursi panjang di depan asrama.
Setelah menunggu cukup lama akhirnya Levy, Mark dan Helnart berlatih bersama. Mereka mengembangkan teknik gabungan mereka sendiri. Levy sangat senang ketika berlatih bersama Mark dan Helnart. Dia berpikir seandainya saja saat itu dia bergabung dengan fraksi merah dia pasti tidak akan mendapatkan hinaan yang menyakitkan.
Sementara itu saat mereka sedang asyik berlatih, ada seseorang yang mengintip latihan mereka. Ternyata dia adalah salah satu orang dari fraksi biru. Tanpa sepengetahuan mereka bertiga dia pun langsung pergi untuk melaporkan apa yang dilihatnya kepada anggota fraksi biru yang lain.
Saat Levy kembali dari latihan bersama dengan Helnart dan Mark semua anggota fraksi biru memandang sinis padanya. Levy telah dicap sebagai pengkhianat oleh semua anggota fraksi biru kecuali John. Semua yang mereka ucapkan semakin membuat Levy sakit hati, dia semakin yakin kalau seharusnya dia berada di fraksi merah bukannya fraksi biru. Tanpa memperdulikan mereka akhirnya Levy pergi ke kamarnya yang berada di paling pojok dan hanya Levy yang tinggal di kamar itu.
Pada sore harinya mereka semua berkumpul di aula karena hari ini adalah hari pengumuman lulus tidaknya siswa pelatihan ke tingkat yang selanjutnya. Apabila siswa tersebut dinyatakan tidak lulus maka siswa tersebut akan dikeluarkan dari pendidikan kesatria tersebut. Semua orang menunggu pengumuman dengan perasaan cemas kecuali Levy. Dia malah berharap akan dikeluarkan dan apabila dia tidak dikeluarkan semoga dia mendapat keajaiban agar dapat berpisah dari teman-temannya di fraksi biru.
Pengumuman pun tiba, datanglah seorang wanita berkulit putih, berambut cokelat bergelombang dengan sedikit uban, memiliki iris mata berwarna hijau dan mengenakan sebuah zirah yang kelihatan mewah sambil membawa kertas pengumuman di tangannya. Dia adalah Irene Marvic, kepala sekolah dari tempat pendidikan kesatria ini. Dia
pun langsung berdiri di depan mimbar dan memberi sambutan. Setelah sambutannya selesai dia mengumumkan 3 orang dengan nilai terbaik di masing-masing angkatan dan masing-masing fraksi. Setelah itu dia mengumumkan orang-orang yang nilainya di bawah standar dan mengatakan bahwa akan ada 1 orang yang tidak lulus dan akan dikeluarkan. Levy berharap kalau itu adalah dia tetapi ternyata bukan dia. Yang tidak lulus adalah Septimus Nightingale, teman Levy di fraksi biru. Namun sang kepala sekolah memperingatkan Levy, apabila nilainya di semester depan buruk maka dia yang akan dikeluarkan berikutnya.
Dalam hati sebenarnya Levy sangat kecewa karena harus bersama teman-temannya di fraksi biru 1 tahun lagi. Dia sudah muak dan frustasi mendengar semua hinaan dari mereka. Namun sebuah keajaiban pun muncul, Kepala Sekolah mengumumkan bahwa khusus angkatan Levy dan yang lainnya fraksi akan dipecah menjadi 4 fraksi yaitu biru, merah, hijau dan ungu. Khusus untuk fraksi biru hanya boleh dipilih oleh orang yang sudah bergabung dengan fraksi biru sebelumnya, begitu juga dengan fraksi merah yang hanya boleh dipilih oleh orang yang sudah bergabung dengan fraksi merah sebelumnya. Sedangkan fraksi hijau dan ungu bebas dipilih oleh anggota dari fraksi manapun. Kesempatan bagus ini tidak disia-siakan oleh Levy, dia sudah bertekad untuk berpisah dengan teman-temannya
di fraksi biru. Sekarang dia hanya harus memilih untuk bergabung di fraksi hijau atau fraksi ungu. Setelah berpikir agak lama Levy pun akhirnya memutuskan kalau dia akan bergabung dengan fraksi hijau.
Setelah semua siswa pendidikan memilih fraksi, pengumuman pun ditempel di sebuah papan pengumuman. Para siswa berbondong-bondong ingin melihatnya tak terkecuali Levy. Setelah melihat daftar nama anggota fraksi hijau Levy pun senang karena ternyata Helnart Silverfang dan Mark Angelfaith juga bergabung dengan fraksi hijau. Namun sayang sekali ternyata John, teman yang selama ini selalu membelanya tetap memilih fraksi biru begitu juga dengan Dimitriy, orang yang pertama kali dikenal oleh Levy saat tes masuk yang malah memilih fraksi ungu.
“Kau juga memilih fraksi hijau ya?” Kata Mark menyapa Levy.
“Mark! Helnart! Akhirnya kita bisa bergabung di fraksi yang sama.” Kata Levy.
“Tapi ini akan semakin sulit.” Kata Helnart.
“Sulit bagaimana maksudnya?” Tanya Levy yang masih belum mengerti dengan perkataan Helnart.
“Kau tahu kan kalau fraksi hijau dan fraksi ungu berisikan campuran dari bekas anggota fraksi biru dan fraksi merah? Akan lebih sulit untuk membangun kekompakan dalam fraksi kita mengingat selama ini fraksi biru dan fraksi merah selalu bermusuhan.” Kata Helnart menjelaskan.
“Tenang saja, semua pasti akan baik-baik saja! Fraksi kita pasti akan menjadi fraksi terbaik!” Kata Levy dengan semangat yang berapi-api. Selama masa pendidikannya disini biasa dia selalu pesimis tetapi entah kenapa kali ini dia berubah menjadi sangat optimis.
“Hee?! Kau itu percaya diri sekali ya? Kalau begitu buktikanlah dengan tindakan jangan cuma dengan kata-kata!” Kata Mark yang lalu tersenyum kepada Levy.
“Tentu saja! Kita pasti akan menjadi yang terkuat!” Kata Levy dengan penuh percaya diri.
Tiga hari setelah itu diadakan upacara penyambutan angkatan baru dan tidak terasa kalau Levy sudah menginjak tahun ketiga masa pendidikannya. Ini berarti setahun lagi Levy akan lulus dari masa pendidikan dan akan menjadi kesatria pelindung Earl Nargesius. Dia mulai berpikir kalau perkataan ayahnya waktu itu benar. Untuk menjalani hidup ini tidak perlu terlalu idealis untuk mengikuti impian. Sebenarnya dulu Levy ingin sekali menjadi seorang guardian atau seorang petualang dan bukan kesatria pelindung bangsawan. Namun pada saat tes masuk untuk menjadi kesatria suci dia selalu gagal. Akhirnya ayahnya menyarankan dia mengikuti seleksi masuk untuk menjadi
kesatria pelindung Earl Nargesius.
Setelah penyambutan selesai Levy pun langsung pergi ke kelasnya dengan penuh semangat untuk menemui teman-teman barunya. Namun dia agak sedikit kecewa karena di kelas itu ada Daniel Irsala yang ternyata bergabung juga dengan fraksi hijau. Sorot mata Levy berubah menjadi tajam saat melihat Daniel Irsala. Levy masih
belum lupa hinaan yang diucapkan oleh Daniel Irsala kepadanya waktu itu.
Tak lama kemudian datang ke kelas mereka seorang wanita berambut lurus pendek berwarna pirang, berkulit putih, beriris mata biru, bertubuh agak tinggi dan mengenakan zirah mewah yang didominasi warna hijau dengan sebuah longsword di pinggangnya. Dia adalah Angela Yeranort, wali kelas dari fraksi hijau. Semua orang di fraksi hijau bersorak senang karena Angela Yeranort terkenal sebagai seorang kesatria dan guru yang baik.
“Baiklah, sepertinya saya tidak perlu memperkenalkan diri lagi kepada kalian! Langsung saja, kali ini kita akan menentukan siapa ketua dan wakil ketua dari fraksi ini! Saya beri waktu kalian untuk berunding!” Kata Angela. Mereka semua pun berunding untuk menentukan siapa yang akan menjadi ketua dan wakil ketua di fraksi mereka. Setelah perdebatan yang cukup alot akhirnya muncul nama Daniel Irsala sebagai ketua dan Helnart Silverfang sebagai wakil ketua.
Setelah semua kegiatan pelatihan selesai, Levy pun kembali ke asrama barunya. Kali ini dia tidak sendirian lagi dan memiliki teman sekamar. Levy sekamar dengan Demian Presley, mantan anggota fraksi merah yang sudah lama dikenalnya. Dia bercirikan berambut pirang pendek keriting, beriris mata biru, bertubuh pendek dan berkulit putih. Dia sangat ahli dalam menggunakan panah.
“Hey! Hey! Levy, ayo bangun!” Kata Demian sambil menyentuh pipi Levy.
“Kau ini berisik sekali, ini sudah waktunya tidur.” Kata Levy yang terbangun akibat ulah Demian.
“Besok kan hari Sabtu! Apa kau bisa membantuku latihan?” Tanya Demian.
“Baiklah, akan ku bantu!” Levy pun melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!